It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Inilah yang aku rasakan tentangmu...
Kau adalah tempat di mana aku menemukan kepercayaan
Untuk bicara bahwa aku butuh seorang pendengar
Kau adalah tempat di mana aku merasa nyaman
Untuk membuka diri bahwa aku telah hidup dalam sebuah rahasia...
Inilah yang ingin kuungkapkan padamu...
Kau adalah tujuan ketika aku ingin membawa rasa cintaku
Bukan dengan kesadaranku,
Hanya dengan kata hatiku...
Bahwa aku tulus mencintaimu...
Inilah yang ingin kubisikkan padamu...
Kau adalah ranjang ketika aku ingin meletakkan segenap rinduku
Yang telah lama kehilangan arah,
Mencari sebuah perhentian yang sejuk di antara setiap penat ruang dan waktu...
Aku tulus mengulurkan jariku untuk menyentuhmu
Sebagai sebuah keberadaan yang indah dan nyata bagiku...
Aku ingin kau tahu,
Bahwa aku hanya ingin kau tahu...
Aku ingin kau mengerti,
Bahwa aku hanya mencoba membuatmu mengerti...
Bahwa aku memintamu...
Bahwa aku mengetuk hatimu...
Dan bahwa aku tak mencoba sedikitpun,
Berdiri di ruang kebebasanmu untuk membiarkan hatimu yang bicara...
Dan hatimu bicara padaku,
Membuatku menjadi lebih mengerti,
Bahwa aku sekedar singgah di serambi hatimu yang teduh...
Terima kasih,
Kau membuatku sedikit damai untuk berani berpikir,
Bahwa akhirnya aku harus memahamimu sebagai sepotong bagian dari pencarianku...
Bahwa kau bukan cinta sejati untukku berhenti selamanya...
Tapi kini biarkan sekali lagi aku berusaha membuatmu mengerti...
Setelah satu permintaan yang tak mungkin kuteruskan,
Aku akan mencintaimu dengan cara yang lain...
Aku ingin mencintaimu dengan membuatmu mengerti,
Bahwa aku mungkin akan meninggalkan persinggahanku di hatimu
Tapi telingaku tak berhenti terbuka untuk panggilanmu,
Meski sekedar untuk membuatmu tak merasa sendiri
Dan tak merasa sepi...
Meski ruang tak akan menempatkanmu dalam rengkuh pelukanku,
Dan waktu tak akan selamanya membawa aroma tubuhmu ke ujung hidungku,
Tapi hatiku selalu dekat pada jiwamu yang mampu membuatku tenang...
Dan pada akhirnya,
Aku tak ingin berhenti mencintaimu...
puisi lama, untuk seseorang yang kucintai sampai kini, melewati segala perubahan yang menyakitkan...
...
Aku ingin mencintaimu seumur hidupku
Sampai ubanku tak menyisakan hitam
Dan keriput menghias setiap lekuk di wajahku
Aku tak ingin berhenti mencintaimu
Meski penglihatanku tak akan lagi menangkap mata teduhmu
Aku akan meraba pipi yang menarik senyum di bibirmu
Aku akan meletakkan kepalaku di dadamu
Mendengar denyut jantungmu sebagai waktu dari seluruh hidupku
Kau adalah mimpi yang membuatku terbangun
Lalu merasa sendiri
Dan ingin menangis menyadari betapa kau tak pernah di sini
Di sisiku mendekap rindu dalam sejatimu
Aku dahaga dengan saat kau akan menatapku bangga
Atas siapapun aku di depan dunia yang senyap
Meraih tanganmu dari alam asa
Mengulurkan hati dan menyembuhkan jiwaku selamanya
Hatiku jerih menunggumu sepanjang waktu
Mencari tanda kapan kau datang
Membawaku pulang menebus semua kehampaan
Aku rindu padamu
Di manapun adamu
Dalam kurun tabir yang letih kukuak sepanjang waktu
Aku ingin menemukanmu…
...
sepi itu ada.... ketika kita menjadi sepi
sepi itu tiada saat kita mengahalaunya
selamat ber-blog, tanda tidak sendiri....
8)
Sekedar untuk menghadapi kenyataan, kesepian? Aku piker, seharusnya aku mulai berhenti mengendapkan jiwaku yang membuat gairahku berkerak seperti debu. Tak ada teman di sampingku, tapi bukan berarti aku tak bisa mewarnainya lagi, sendiri…
Makan pagi, lalu mengisi seliter bensin untuk motorku. Sebersit rencana yang muncul di kepalaku adalah: aku harus pergi dari rumah, sejauh yang mungkin kulakukan hari ini… Seperti puzzle bergambar pegunungan yang indah, tapi tak tersusun dengan sempurna, seperti itulah rencanaku terbayang. Tapi, aku berangkat juga, melupakan kecemasan yang membayangi di saku celanaku di mana hanya ada dua lembar uang sepuluh ribu di sana.
Apa yang bisa dilakukan seorang pengendara motor dengan satu liter bensin di tangkinya? Mencapai sebuah tempat di kaki bukit, 30 kilometer dari kota, tempat yang tak kukenal tapi mampu membumbungkan jiwaku menjadi lebih bebas. Melintasi jalanan di sela-sela perbukitan, menembus batas propinsi, aku sampai di sebuah tempat yang bernama Ngrambe, sebuah kecamatan di kaki perbukitan gunung Lawu Kabupaten Ngawi.
Tak ada hal lain yang melekat di benak dan hatiku selain sebuah saat di mana aku merasa kembali… bebas… Aku merasa lepas, meninggalkan kebasian waktu yang terisolir oleh rutinitas. Aku menemukan sebuah petualangan kecil yang ternyata begitu kurindukan.
Suasana desa di sebuah kecamatan yang ramah, dan sebuah pasar yang hangat. Aku mengisi perut di sebuah warung, dengan semangkuk soto daging yang rasanya biasa-biasa saja. Tapi aku merasakan waktu yang benar-benar bisa kunikmati. Waktu di mana aku tak merasakan sebuah beban untuk menghadapi kenyataan.
Di sela-sela menghabiskan makan siangku, tiba-tiba sebuah arak-arakan lewat di depan mataku, di sepanjang jalan. Ya Tuhan… Ini tanggal 16 Agustus, satu hari menjelang hari peringatan Kemerdekaan. Arak-arakan itu, sebuah karnaval dengan barisan-barisan anak-anak remaja yang memakai beraneka kostum. Aku terpana… Mereka yang masih begitu remaja dan terlihat begitu awam dengan dosa, dengan kostum sesuai peran keanekaragaman masing-masing, pakaian adat nusantara, profil agamawan, profil profesi dari guru hingga petani, dengan berbagai pernak-pernik karnaval lainnya. Desa ini benar-benar hidup…!
Mereka tersenyum malu-malu dengan kostum mereka. Seorang anak berbadan gemuk yang duduk di atas mobil pick-up berusaha menutupi wajahnya yang tersipu-sipu karena aku tak sadar tertawa melihat papan nama yang dibawanya bertulisan: Susilo Bambang Yodhoyono, Presiden RI. Lalu di barisan belakang ada rombongan yang membawa boneka kardus berbentuk bawang, yang rupanya hasil tani utama di daerah itu.
Begitu habis soto dagingku dan selesai membayarnya, aku segera tergerak untuk mengikuti arak-arakan karnaval itu. Mengikuti dengan motor, ternyata barisan karnaval itu berhenti di lapangan kecamatan. Di sana sudah menunggu sekitar seribuan peserta karnaval lainnya, sungguh akbar di kecamatan di bawah kaki gunung Lawu itu. Di lapangan itu aku melihat ternyata sungguh kaya simbol negeri ini. Ada barisan pelajar, pramuka, reog, pramuka, bahkan wayang orang. Perhatianku tercuri ketika sebuah mobil pick up dating menyusul dengan serombongan remaja berkostum wayang orang. Yang mencuri perhatianku, remaja berkulit putih cerah dengan kostum Kresna yang seharusnya berkulit hitam. Remaja itu cukup manis, membuatku tersenyum menatapnya, dan dia hanya melirik malu-malu.
Di barisan lain, ada satu lagi yang menyita perhatianku. Seorang remaja dengan tubuh yang baru berkembang, berkulit putih cerah di bawah terik matahari. Dia berpakaian seperti seorang paskibra, dengan satu tonggak bendera merah putih ditangannya. Wajahnya… Ya Tuhan, aku seperti melihat Mario Maurer di sana… Dia sangat tampan… Apakah mungkin dia remaja tertampan di kecamatan ini? Dia sesekali juga memandang ke arahku, dia memang sangat manis dengan apapun yang dia rasakan siang itu di karnaval yang ramai itu bersama terik mentari. Aku terpesona… Rasanya aku ingin berjam-jam, selama mungkin untuk bisa berada di lapangan itu, menatap barisan karnaval dan para remaja yang memanjakan mataku…
Tapi, akhirnya aku harus meninggalkan petualangan kecil ini. Waktu menunjukkan pukul setengah dua. Hampir sore dan aku harus bekerja sore itu. Dengan berat hati, aku pun menyambut saatku untuk pulang. Meninggalkan kecamatan kecil yang telah memikat hatiku ini… Aku pun menaiki motorku lagi, merentang perjalanan lagi untuk pulang. Sepanjang jalan, aku berjanji bahwa suatu saat aku akan kembali ke tempat ini lagi. Kecamatan kecil yang indah di kaki perbukitan hijau dari gunung Lawu yang megah. Dan aku akan merindukan indahnya para remaja di tempat yang hangat ini. Aku pulang untuk sementara… Aku akan kembali suatu saat, bersama jiwaku yang dilahirkan untuk sebuah semangat kebebasan…
Hari ini, aku membebaskan jiwaku lagi, setelah sekian lama ia terpasung… Hatiku segar kembali, dan semangatku kini adalah, kenyataan harus diwarnai, dengan apapun yang kita miliki… Tapi aku tetap berharap, suatu saat aka nada seseorang yang bisa berbagi bersamaku. Berbagi kebebasan, berbagi sebuah semangat untuk tetap hidup dengan cinta…
...
Selain ingin melepaskan kejenuhan, sepertinya aku sedang mencoba mencari kesempatan untuk menemukan lagi momen berkesan seperti yang aku lihat seminggu lalu. Hari ini aku mampir ke SMP 2 Ngrambe, berharap bisa melihat brondong manis yang aku lihat seminggu lalu di karnaval. Dan akhirnya aku sendiri merasa aku memang seperti benar-benar kurang kerjaan. Hari ini kan hari minggu, kenapa aku nekat ke sekolahan? Heuhhh… Akhirnya ya tidak dapat apa-apa…
Lalu aku mampir ke warnet di sudut pasar yang sepertinya warnet satu-satunya di desa itu. Hanya ada enam unit computer, dan cuma tiga yang sedang dipakai. Sebenarnya aku tadi sudah mengetik hal yang sama dengan ini untuk kuposting di Boyzblog-ku. Tapi mungkin hampir dua puluh kali aku berusaha untuk log in, dan tak pernah berhasil. Aku hampir mengutuk warnet itu.
Tapi aku mencoba mengambil pendapatan positif dari warnet itu. Seorang brondong yang lumayan manis sedang nongkrong di bilik sebelahku, setidaknya bisa membuat waktu di warnet jahanam itu menjadi sedikit lebih ‘manis’.
Hmmmhhh… Kupikir-pikir, kalau aku memikirkan tentang desa itu benakku selalu menuju ke satu hal: BRONDONG… Gara-gara brondong paskibra di karnaval minggu lalu, inilah jadinya, aku ke sana lagi dengan muara pikiran ke satu hal itu. Meskipun hari ini aku tak melihat brondong yang seminggu lalu itu, tapi sebenarnya hari ini beberapa kali aku melihat brondong-brondong lain yang ‘segar’ juga di desa itu. Heeeuuuhhhh…
Apakah orientasiku sudah semakin spesifik? Tak berhenti pada gay, tapi juga mulai mengarah pada gay yang masih brondong. Sepertinya aku akan menjadi penggemar brondong… Entahlah. Tapi setidaknya aku bukan pedofil yang doyan anak kecil.
Tuhan, kalau yang ternyata kuinginkan adalah brondong, semoga aku akan dapat yang aku harapkan. Dan semoga akan menjadi yang terbaik untukku. (Doa yang naïf… Heuhhh…)
:?
in the end its all about preference!
Hari ini dapat libur kerja satu hari. Sudah kurencanakan jauh hari untuk menikmati libur ini dengan melakukan trip. Sial juga aku agak kesiangan bangun, jadi berangkat sudah agak siang. But it’s not big deal however.
Aku menuju ke tenggara, melintasi jalur yang akhir-akhir ini menjadi ’favorit’ku, melewati Desa Ngrambe lagi. Tapi kali ini aku tak berhenti di situ. Aku terus melintas ke tenggara menuju ke sisi barat Gunung Lawu. Sepanjang jalan, aku justru terkenang dengan perjalanan yang mirip dengan ini. Sekitar dua tahun lalu, aku melintasi rute yang sama dengan motor bersama sahabat yang sejak lama membuatku jatuh hati. Waktu itu kami melakukan petualangan kecil ke Danau Sarangan. Kenangan itu sungguh menyisakan rasa senang sekaligus rindu, karena selain keindahan perjalanan kami, sampai saat ini aku masih menyimpan rasa yang sama pada sahabatku itu.
Sebenarnya, semalam, aku juga memimpikan dia. Mimpi yang aneh. Aku seperti berada dalam sebuah ruangan besar dengan banyak lampu, bersama dia. Lalu aku ingin meninggalkan tempat itu, dan aku merasa harus mematikan lampu-lampu itu terlebih dahulu. Tapi belum seluruhnya lampu kumatikan, dia sudah lebih dulu meninggalkanku. Dia menepuk bahuku mengucapkan selamat tinggal sambil menghisap rokoknya (dalam kenyataan, dia tidak merokok), lalu pergi meninggalkanku. Aku seperti tak mampu menyusulnya entah karena apa, aku hanya diam di ruang redup itu. Dia tampak tak seperti yang kukenal selama ini. Mungkin memang begitu yang sebenarnya tengah terjadi. Lama aku tak bertemu dengannya dan seolah dia sudah melupakanku. Pertemuanku dengannya dalam mimpi, menggambarkan keadaan yang mungkin sama dengan kenyataannya, bahwa aku terlalu merindukannya sedangkan dia sudah lama meninggalkan aku untuk bermain sendiri dengan rasa sayangku. Dalam kenyataan maupun mimpi semalam, aku merasa aku memang telah kehilangan dia.
Mungkin karena masih teringat mimpi semalam, kenangan tentang perjalanan bersama dia di rute siang tadi menjadi kembali lagi. Padahal saat aku menentukan rencana untuk melakukan trip di rute ini jauh hari sebelumnya, tak ada maksud untuk menikmati memori tentang dia. Aku hanya ingin membebaskan diriku dengan melakukan petualangan kecil yang sudah menjadi kegemaranku, dan supaya libur kerja dapat kulewati dengan melakukan sesuatu yang membuatku senang. Dan yang saat itu kuingat dari rute ini adalah keindahannya. Tapi ternyata, dia, orang yang kucintai sejak lama, menyusul perjalananku bersama kenangan-kenangan itu.
Sekitar 60 km kutempuh, akhirnya aku sampai di Kabupaten Magetan. Sebenarnya ada keinginan untuk melanjutkan ke Danau Sarangan. Tapi karena aku sudah kesiangan, aku takut pulangku jadi terlalu malam. Akhirnya aku memilih menuju ke sebuah lokasi air terjun yang letaknya lebih dekat.
Air Terjun Pundak Kiwo, begitu namanya. Ternyata tak semudah bayanganku untuk mencapai air terjun ini. Aku harus masuk ke daerah pedesaan di tengah kaki gunung yang tak ada petunjuk lokasi wisatanya sama sekali. Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada keindahan alam di desa itu, jadi aku meneruskan perjalanan menuju air terjun berdasarkan naluriku saja.
Dan akhirnya tiba juga di gerbang lokasi air terjun. Sebuah kejutan. Aku ‘dilayani’ oleh seorang perempuan penjaga loket yang tak mau memberikan karcis masuk padahal aku sudah berniat membayar. Dia mengatakan bahwa ada tiga air terjun, tapi hanya satu yang masih berair karena dua yang lain jalur airnya sudah dialihkan untuk mengairi lahan penduduk. Dia juga berpesan kalau mau menuju ke air terjun aku harus hati-hati, karena hanya ada jalan setapak yang terjal sejauh 3 km dan hari itu tak ada seorang pengunjungpun selain aku. Waooo... Jadi masih harus jalan kaki sejauh 3 km untuk mencapai air terjun. Dan katanya di sana tak ada wisatawan ataupun petugas wisata satupun.
Tapi, itu membangkitkan semangat petualangku. Aku nekat. Kuparkir motorku di dekat gerbang. Lalu aku jalan kaki ke arah utara, melewati jalan setapak berbatu-batu. Aku memasuki hutan di tengah celah yang dikelilingi tebing-tebing tinggi. Sangat teduh, dan senyap. Tapi itu tak menakutkan bagiku meski aku seorang diri, justru aku menikmatinya. Jalan setapak itu makin menanjak. Akhirnya aku sampai juga di air terjun pertama, yang ternyata tidak besar. Tapi pemandangannya lumayan indah. Aku lalu melanjutkan ke air terjun kedua meski aku tahu di sana airnya kering.
Air terjun kedua, terletak di tempat yang lebih tinggi dari air terjun pertama. Tebingnya yang berbatu memang kering, meski di bawah ada sungai kecil yang berair. Suasana di tempat itu ternyata benar-benar mencekam. Ada sebuah bangunan warung, yang masih ada gerobak, piring, gelas, dan tungku. Tapi semua tampak lusuh, dan tak ada seorang pun di tempat itu. Semua seperti terserak begitu saja. Suasana hening, dan hampir di tiap sisi adalah tebing-tebing tinggi yang curam dan rimbun. Tak seorang pun di tempat itu, selain aku. Dan tentunya, tempat itu juga jauh dari pemukiman penduduk. Aku hampir mengira aku telah masuk ke dunia lain. Aku jadi berpikir, kenapa penjaga loket membiarkaku masuk tanpa karcis. Kalau aku membeli karcis, maka aku juga akan dapat jaminan asuransi. Dengan fakta bahwa tempat yang aku tuju sangat rawan, apabila terjadi ’apa-apa’ padaku maka tak ada yang perlu merasa bertanggungjawab selain diriku sendiri karena aku telah masuk tanpa karcis. Ternyata itu keputusan politis yang cerdik. Tapi tetap, bagiku tempat itu memang menantang dan aku tak bisa melewatkan kesempatan untuk mengambil foto.
Aku tak melanjutkan ke air terjun ketiga, karena waktu sudah jam setengah empat sore. Akhirnya aku turun. Aku bersyukur kenekatanku menuju tempat itu tak merenggut keselamatanku. Justru meninggalkan kesan tersendiri bagiku, karena aku selalu suka dengan petualangan. Aku keluar meninggalkan desa itu.
Aku langsung mengambil jalan pulang. Keluar dari Kabupaten Magetan hari sudah remang-remang. Padahal aku masih harus menempuh sekitar 40 km lagi untuk sampai rumah. Jalanan benar-benar gelap tanpa lampu jalan. Padahal jalanan menikung, menanjak dan mencuram. Melelahkan, tapi tetap sekaligus menyenangkan.
Aku sampai rumah jam tujuh malam lewat. Ibuku memberitahu sore tadi Richard Carlson (anak forum ini juga) datang mampir ke rumahku untuk mengambil bukunya yang aku pinjam. Aku segera masuk kamar, dan ku-cek HP-ku (selama trip tadi, aku meninggalkan HP-ku di rumah). Carlson mengirim sms, katanya Ibuku menanyakan kemana aku pergi. Tentu saja dia tidak tahu. Ya, aku memang pergi tanpa pamit...
Kadang aku mengejar kegemaranku, dengan meninggalkan sebuah ’kejahatan’ pada orang lain. Biasanya aku memang pergi tanpa berpamitan dengan Ibuku, satu-satunya keluargaku yang ada di rumah. Tapi aku selalu yakin bahwa aku akan pulang dengan selamat. Dan aku juga yakin, bahwa aku tak akan pernah berhenti untuk memulai petualangan-petualangan baru. Kecil, tapi itulah yang menjadi jiwaku. Sendirian, tapi itulah kenyataan yang membentukku...
Thanks buat artis-artis dan lagu-lagu mereka yang menyenangkan untuk menjadi teman perjalanan: TOTO (Afrika), Lebo M (Lion Sleeps Tonight, He Lives In You), Deep Forest (Deep Weather, Madazulu, Back To Kirisoke, Second Twilight), Ennio Morricone (Cinema Paradiso), Rainbow (Since You’ve Been Gone), Rod Steward (I Don’t Want To Talk About It), Lembayung Bali (Saras Dewi), dan artis-artis anonimus dengan musik-musik tradisional mereka yang tak akan bisa kulupakan…
Thanks juga buat Tyo, yang pernah menemaniku di rute yang sama, dua tahun lalu... I miss you.
karena pergi sendirian, foto juga sendirian... untung ada self-timer... 8)
...
semoga aku nggak selamanya menikmati petualangan cuma sendirian...
...
kamu bikin aku inget pengalaman ku yang dulu
ngeri banget ke air terjun yang itu
udah gitu diporotin ma guide nya, masa nganter gitu suruh bayar 100rb
dah tempatnya serem, kepleset dikit bisa ikut ji'un
apakah foto yang ada di albumku juga ditempat yang sama? (yang ada brondong2 lagi mandi nya)
lagian ngapain kamu kesana sendirian?
aku yang ditemeni koko ku sama guide aja ngeri banget di sana
si richard sudah balik solo tho?
katanya abis dari jatim
Kayaknya akhir2 ini aku mulai ingin mengulang kejayaanku dulu, naik-naik ke puncak gunung. Cuma susah cari waktunya. Kapan2 mau hiking ke puncak?
Emang tempatnya kalo diliat serem n angker. Apalagi tadi gak ada org satupun selain aku. Penjaga area wisata juga nggak ada. Waktu udah sore juga. Tapi di situlah sensasi petualangan... 8)
Si Carlson tadi dr Blitar trus mampir ke rumahku buat ngambil buku. Hari ini dia udah di Solo. Tp katanya sih habis itu mau ke Blitar lagi dia.
...
sama ini
trus air terjunnya yang ini bukan?
Astaga... Kamu malah bikin serem aja penggal kepala orang seenaknya gitu... :shock:
:roll: