It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Gw sudah bukan guru lagi. dah setaun gw move ke borneo, nyari peruntungan baru.
Berat banget buat gw untuk terus jadi guru.
Selamat berjuang aja, moga dapat apa yang diimpikan.
ga terasa jari2ku mengetik www.boyzforum.com di address bar mozilla.
thanks banget tuk yang udah ngasih tanggapan positif. meski sebenernya gw tunggu tanggapan2 kritis atas tulisan gw, spy gw bisa perbaiki buat seterusnya.
salah satu sifat jelek gw yang udah gw kenal betul adalah 'suka nunda kerjaan'. biasanya menjelang deadline gw baru geder tuh kerjaan. dan hasilnya ya apa adanya, sama sekali ga bisa dibanggain. maksimal dapet 7 dari sepuluh. itupun udah lumayan banget.
karena itulah gw lagi fokus ngerjain tugas yang sebenarnya deadline setelah lebaran. tapi target gw semuanya harus sudah kelar pertengahan September. jadi bisa dikoreksi ulang dan ada waktu buat perbaikan kalau dianggap ga sempurna.
itu bukan karena gw punya dedikasi bagus buat perusahaan, tapi ini masalah karir masa depan. bulan ini adalah bulan penentuan apakah gw mau terus kerja disini jadi pegawai tetap atau hengkang cari kerjaan lain yang belum tentu juga gampang didapat.
Gw belum pernah baca novel itu, ketinggalan banget yah..
Ntar Bang, moga aja pertengahan September gw dah bisa posting lanjutannya lagi.
Salam balik. Ditunggu sarannya
Tadi pagi Nicky sms gw :
"A, aku lagi di bandung. lebaran ke bandung ga? sempetin yah, i miss u"
kujawab :
'lagi ngapain di bandung? sory, aa ga bisa ke bandung, lagi banyak kerjaan. lebaran di bontang aja."
dia jawab :
"lagi mesantren di dago pakar, manfaatin bulan ramadhan'
yah, sebelumnya gw minta maaf kalo dianggap sok menasihati. gw cuman mo bilang : ramadhan itu peluang buat kita umat islam. meskipun kita ditakdirkan untuk seperti ini, ga ada salahnya buat kita mencari dan menelisik detik-detik di bulan ini dengan ribuan doa dan zikir. karena siapa tau Tuhan mau memberikan jawaban atas segala keluhan kita. dan bukan sekedar jawaban, tapi sekaligus jalan keluarnya. amin.
Klo diantara kalian sdh ada yg "berhasil" ato bahkan "sembuh" 'mengatasi' kondisi 'ini', tolong sharing ya.. Mgkn bisa mjadi pcerahan utk diriku...
Tkadang tbayang keindahan utk merebut cintaNya, the really true love, walau harus mengorbankan cinta dunia.. Karena Dia pasti akan mbanggakanx diatas para malaikatNya...
siapa bilang kalo cinta dunia terpenuhi jadi ngga bisa dapet cintaNya? Ngga usah pake korban2an dech ah depresi ntar.... jalanin aja ntar yg tau antara cintaNya ama loe ada cuman antar loe ama Dia, jangan bawa2 komunitas sosial yg sedenk...
bentar om, baru aja kelar kerjaan.
Mendengar suara anak kecil atau wanita dewasa menangis tersedu-sedu adalah hal yang biasa bagiku. Tapi melihat seorang lelaki dewasa seperti Nicky menangis seperti itu adalah pertama kalinya bagiku. Dengan tubuhnya yang tinggi dan gerakannya yang maskulin, tak pernah terbayangkan bahwa dia akan menangis seperti itu. Jadi untuk sesaat, aku tertegun melihat kelakuannya. Aku baru menyadari satu hal dari Nicky pada saat itu, bahwa dibalik penampilannya yang kalem, jarang bicara dan jarang tersenyum, ternyata jiwanya masih belum stabil, masih nampak sisi remaja yang labil dari perilakunya. Orang lain pasti tidak akan pernah menyangka bahwa Nicky bisa seperti itu, penampilan luar menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang dewasa, tenang dan percaya diri.
Sambil tersenyum, kuusap-usap bagian belakang kepala dan lehernya yang putih. “Nick…..” kataku.
Tidak ada respon darinya, tangisannya masih terdengar untuk beberapa saat. Melihat itu aku tidak berkata apa-apa lagi, kupeluk saja tubuhnya yang sedang tengkurap itu.
Setelah tinggal suara isakan saja, masih sambil memeluknya aku berkata, “Kalau ada masalah, cerita lah………, ga bagus kalau dipendam kayak gitu………………., kenapa sih Nick? Apa yang bikin kamu bingung?”
Dia masih diam, tidak menjawab sedikitpun. “Berat ya masalah kamu……? Ceritain dong, kali aja aku bisa bantu.” Kulepas pelukanku, dan kuperbaiki posisiku berbaring miring menghadap kearahnya.
“Sory, A. Childish banget aku tadi ya….. aku malu,” katanya dengan suara dipendam, karena wajahnya masih ditutup bantal, belum berani menatap kearahku.
“Ah, ngga kok, biasa aja lagi, ga ada larangan bagi kita buat nangis, itukan hak asasi manusia.” Kuhibur dia sambil mencoba bercanda.
Kupegang kepalanya, kucoba untuk menghadapkan wajahnya ke arahku. Dia menatapku dengan pandangan sendu. Matanya merah, di bulu matanya yang lebat dan dibawah kelopaknya masih terlihat ada sisa air mata. Kuusapkan jempolku untuk membersihkannya. Tetapi tangan kirinya kemudian memegang tanganku, memaksaku untuk menghentikan kegiatanku itu. Kutarik tanganku kembali.
“Aa baik banget sama aku. Ga tau gimana caranya nanti aku harus membalas kebaikan Aa.” Katanya. Aku diam mendengarkan pernyataannya itu, karena aku yakin itu baru pembukaannya.
“Ga apapa kan aku panggil Aa?” tanyanya minta persetujuanku.
Sebenarnya agak canggung juga terdengarnya saat dia memanggilku seperti itu. Mungkin karena he’s my partner dan sudah terbiasa saling memanggil ‘kamu-kamu’ aja, atau mungkin juga karena lidahnya bukan lidah sunda, jadi terdengarnya rada aneh.
“Whatever lah, yang penting kamu suka.” Jawabku memberi persetujuan.
“Aku minta maaf, kalo seharian tadi sudah bikin Aa ga enak.” Dia terdiam agak lama, sempat membuatku tidak sabar sampai akhirnya dia melanjutkan, “Ga tau kenapa ya, kok, perasaanku bilang, kalo Aa tuh mau pergi….”
“Pergi……...? Pergi kemana?” tanyaku heran.
“Ya aku juga ga tau. Itu kan perasaan aku aja. Terus terang aja, aku sedih kalo membayangkan Aa mau pergi dalam waktu dekat ini.” Dia terdiam lagi, tapi kemudian dia lanjutkan dengan suara lirih, “Aku … belum siap, A….” Kembali dia terisak.
Meskipun masih agak bingung dengan penjelasannya, tergetar hatiku mendengarkan ungkapan perasaannya itu. Aku yakin bahwa apa yang dia ungkapkan berasal dari dalam hatinya, melihat bagaimana cara dia mengungkapkan itu. Tidak mudah bagi seorang Nicky yang introvert untuk mengungkapkan apa yang dipendam dalam hatinya. Secara otomatis aku merengkuh kepalanya dan merapatkannya di dadaku. Selama beberapa saat dia masih terisak, dan aku tidak berkata sepatah katapun. Kunikmati suasana itu, kurasakan ada kelegaan di dalam dadaku mendengarkan ungkapan perasaannya itu.
Setelah reda isaknya, kujauhkan wajahnya dari dadaku dengan kedua tanganku. Wajahnya masih terlihat muram. Aku tersenyum sambil menarik kedua ujung bibirnya dengan jari-jariku supaya terlihat tersenyum juga. Dia lepaskan tanganku dari mulutnya, terlihat malu, tapi ada senyum samar diwajahnya..
“Tunggu sebentar.” Kataku sambil bangkit dari tidur menuju koperku yang tergeletak di sebelah lemari pakaian. Nicky diam menyaksikan apa yang aku lakukan. Kuambil laptopku. Setelah terpasang listriknya dan program windows-nya sudah terbuka, aku menggerakkan mouse menelusuri windows explorer, mencari sebuah folder. Tidak lama kemudian terdengar suara musik lembut karya ‘kitaro’. Sengaja ku setting dengan mode repeat, sehingga delapan lagu kitaro dari album ‘thinking of you’ itu bisa terdengar sambung menyambung dan berulang-ulang tidak berhenti.
Settingan suasana seperti ini aku pelajari waktu ikut basic training pada masa job training sebagai guru. Musik alam seperti yang dibuat oleh kitaro akan menenangkan hati yang sedang gelisah, marah, sedih, kecewa dan perasaan negatif lainnya. Aku berharap Nicky tersuasanai, sehingga hatinya tenang dan mau mencurahkan perasaannya malam ini.
Aku kemudian kembali ke ranjang dan duduk bersandar pada kepala ranjang yang terbuat dari beludru berwarna biru tua. Kusingkirkan selimut biru pucat yang acak-acakan ke tepi ranjang. Kutekukkan kedua kakiku, sehingga aku duduk dengan posisi mengangkang.
“Duduk sini, Nick,” kataku dengan nada setengah memerintah, sambil menunjuk posisi kosong diantara kedua kakiku. Pada saat itu aku benar-benar memperlakukan Nicky seperti anak-anak, seperti aku memperlakukan keponakan-keponakanku yang sedang bermasalah, atau yang biasa bermanja-manja padaku.
Sejenak dia seperti ragu, tapi kemudian dia bangkit dari tidurnya dan duduk setengah berbaring diantara kedua kakiku dengan kepala bersandar di bahu kiriku. Kedua tangannya memeluk lututku. Kuambil selimut yang tadi kusingkirkan dan kuselimutkan kembali pada tubuh kami berdua. Sejenak aku pandangi tengkuknya yang putih cerah, sangat kontras dengan warna rambutnya yang hitam mengkilat, dan sangat mengundang untuk dikecup.
Sambil memijat bahu kirinya perlahan, aku bertanya, “Kamu bilang tadi tidak siap? Jangan bikin aku bingung. Apanya yang tidak siap? Banyak aja kan teman guru kita di sekolah. Trus selama ini kamu kan sekamar dengan Pak Sukri.”
“Ah, mereka lain. Ngga sama Aa. Apalagi Pak Sukri, di kamar paling hanya dua hari dalam seminggu. Selebihnya dia pulang ke tempat istrinya di Jakarta.” Katanya. Aku merasakan keluguan dalam caranya berbicara.
“Ya iyalah, namanya juga suami, istrinya kan musti ditengokin juga. Trus lagi kenapa kamu punya pikiran kayak gitu? Padahal aku kan ga ada rencana mau pergi kemana-mana………., lagipula kita kan selalu sama-sama sampai ke Garut sekarang ini.”
“Mmmmm……., aku juga ga tau …….kenapa aku punya perasaan seperti itu. Tapi sejak ketemu keluarga Aa, perasaan itu muncul. Apalagi waktu Aa ketemu cewek temen Aa itu, tambah kuat aja perasaan itu.”
“Kenapa memang dengan temen cewekku itu?” tanyaku, kuhentikan pijatanku. Kuletakkan tanganku di dadanya.
“Hmmmm….” Dia terdiam sejenak seperti sedang mengingat-ingat. “She’s very beautiful.......is she your girlfriend? right?” tanyanya. Aku diam saja, tidak menjawab.
Karena tidak mendapat jawaban dariku dia melanjutkan :“Aku selama ini penasaran siapa sih yang bikin Aa jatuh cinta. Setelah tau, aku jadi ngerti. Hhhh…..….. dia memang pantes buat Aa……………, tapi kok aku jadi sedih begini, ya, A?”
Cemburukah dia? Tapi pada siapa? Aku atau Atin? Batinku.
“Kamu suka sama dia?” tanyaku menguji hatinya.
“Lho kok Aa malah nanya begitu? …………jadi ga enak nih.............tapi ya suka sih, …….., tapi yang bikin aku sedih tuh karena pikiran yang tadi, Aa mau pergi. Padahal kita akrab kan belum lama. Kalau bisa Aa jangan pergi dulu. Terus terang, kalau sampai Aa pergi dalam waktu dekat ini, aku mau balik lagi ke Aceh.“
Jujur saja, aku merasakan kebahagiaan mengalir di sekujur tubuhku mendengar kalimatnya itu. Tapi ada juga rasa sedihku terselip di sela-sela kebahagiaan itu, karena ternyata dia belum faham juga bahwa aku mencintainya lebih daripada sekedar teman atau saudara.
Nicky melanjutkan : “Seumur hidupku, selain nenekku belum pernah aku punya orang sedekat seperti ini. Mengerti aku, peduli aku…………..”
Maka mengalirlah cerita Nicky tentang masa lalunya. Dia bersama abangnya sejak kecil ikut dengan Neneknya di Sigli. Menginjak usia remaja, setelah lulus SMP dia tidak melanjutkan sekolah, karena salah seorang pamannya merekrut dia dan abangnya masuk kedalam gerakan aceh merdeka (GAM). Akhirnya dia hidup bergerilya keluar masuk hutan. Dididik seperti militer, hidup penuh kekerasan, kecemasan dan penderitaan selama kurang lebih tiga tahun. Makan apa adanya, terkadang harus memaksa penduduk untuk memberi mereka tempat tidur dan makanan. Penyakit malarianya pun didapat ketika dia hidup bergerilya di hutan. Dia bercerita kadang terputus ditengah dan termenung, seperti sedang mengingat kembali pahitnya perjalanan masa lalunya. Tapi gambaran ceritanya sangat detail, sehingga aku seakan berada bersama Nicky pada saat cerita itu terjadi.
“Oo, jadi ceritanya kamu ini bekas pemberontak?” Aku menyela ceritanya dengan nada bercanda supaya dia tidak terlalu larut dalam kesedihan. Kuacak-acak rambut tebalnya dengan tangan kananku.
“Ya, begitulah orang bilang. Kami sendiri menyebut diri sebagai pejuang.” Katanya dengan nada sedikit bangga.
“Pantas otot-otot kamu bagus, tapi kok kulit kamu ini putih mulus begini? Ga kebayang kalau kamu pernah tinggal di hutan.” Kataku sambil menyentuh kulit wajah dan lehernya.
“Kalau ini sih mungkin karena keturunan, Ayahku dari Lamno, disana orang kulitnya putih semua. Konon katanya masih ada darah Portugisnya. Beberapa orang malah bermata biru.”
“Hmm, berarti temanku si Cut Nira Diana dari Lamno juga ya? Kulitnya putih agak bule, matanya biru dan rambutnya pirang.” kataku
“Bisa jadi”. Katanya. Penjelasannya tentang asal-usul ayahnya membuatku terang kenapa Nicky memiliki wajah yang unik dan menarik. Wajah Aceh yang tegas dengan hidung mancung, tulang pipi agak menonjol dan tatapan mata yang tajam, tetapi memiliki kulit putih dan bibir kemerahan yang merupakan warisan dari ayahnya. Putih kulitnya memang hampir seperti bule, tetapi tidak bule, gimana ya, sulit menjelaskannya, pokoknya bagus banget lah. Seandainya dia ikut kasting sinetron, kupikir dia akan mudah lolos dengan wajah menariknya itu.
“Trus lanjutkan ceritamu tadi dong.” Kataku mengingatkan.
Dilanjutkannya ceritanya tentang bagaimana dia keluar dari pergerakan setelah paman dan abangnya tewas. Kemudian dia mengambil program paket C untuk ijazah SMU dan sempat melanjutkan kuliah di Banda Aceh sampai terjadi bencana Tsunami.
Lalu dengan terbata-bata dia ceritakan pula tentang bagaimana orang-tuanya dan saudara-saudaranya yang hilang ditelan gelombang tsunami hampir dua tahun yang lalu. Dan yang paling dia sedihkan adalah neneknya yang juga ikut terbawa tsunami, karena pada saat bencana itu terjadi sang nenek sudah lanjut usia dan diambil oleh orang tua Nicky tinggal bersama di Lamno. Dengan keadaan itu dia tidak tau harus kemana lagi kalau pulang ke Aceh. Tidak ada sanak keluarga dekat yang bisa dia temui. Itulah alasannya kenapa dia tidak pulang liburan ini. Bahkan hari raya nanti belum ada rencana untuk pulang ke Aceh.
“Gimana ceritanya, kok kamu bisa sampai ke Parung?” tanyaku
“Ini atas kebaikan hati Pak Luqman, ketua yayasan kita. Setelah peristiwa Tsunami itu, aku direkrut oleh sebuah LSM untuk menjadi gaid bagi orang2 bule yang datang dari berbagai negara. Selain itu juga aku dilibatkan dalam pendidikan untuk anak-anak pasca trauma tsunami di Meulaboh. Disitulah aku bertemu dengan Pak Luqman, dan beliau menawariku bekerja di sekolah kita.” Penjelasannya membuat aku faham, pantas saja bahasa Inggrisnya bagus sekali, rupanya sudah sering bergaul dengan orang2 bule. Memang yang diprioritaskan untuk menjadi guru di sekolah kami adalah yang bahasa inggrisnya aktif, karena English dipakai sebagai second language, bahasa pengantar pada 75% mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Nicky berbahasa Inggris dengan cukup fasih karena sering berhadapan dengan native speaker, berbeda dengan English-ku yang merupakan English kursusan.
“Ketika pertama kali mengajar di Parung beberapa bulan yang lalu, aku merasa sangat asing dengan suasana yang ada disana. Sangat berbeda dengan di Aceh. Aku ragu-ragu dengan lingkungan baruku, takut salah diterima oleh teman-teman. Apalagi tingkat pendidikanku yang dibawah mereka. Terus terang saja aku agak tertekan, bahkan sampai sekarang aku masih merasakan seperti itu. Dari sekian banyak teman di sekolah, cuman Aa yang perhatian. Yang lainnya cuek, sibuk dengan urusannya masing-masing.” Dia melanjutkan ceritanya.
“Aku ga tau apa jadinya kalau ga ada Aa kemarin itu. Pasti bakal bosan sendiri di asrama. Seneng banget waktu tau Aa tetap tinggal di asrama, ga pulang ke Bontang.” Katanya sambil memegang tanganku yang dirangkulkan ke dadanya.
Aku terdiam beberapa saat tidak tahu harus berkata apa lagi dengan ceritanya itu. Bagiku itu sudah cukup menjelaskan seperti apa perasaannya kepada aku. Rasa sayang yang dia miliki adalah rasa sayang kepada seorang abang, bukan kepada seorang kekasih. Rasa sayang karena merasa mendapat perhatian pada saat dirinya merasa minder dan tertekan dalam sebuah komunitas baru. Namun paling tidak aku sudah mendapatkan hatinya, i thought getting his heart is more important than anything. Tapi yang aku masih belum mengerti adalah peristiwa tak terlupakan kemarin malam di Bandung, ciuman lembut yang dia berikan kepadaku, belaian tangannya, dan servis yang membuatku melayang jauh ke awang-awang. Apakah baginya peristiwa itu adalah wajar saja bagi hubungan antara kakak dan adik?
Membayangkan peristiwa kemarin malam, apalagi dengan Nicky berada di pelukanku, langsung seketika itu juga terbangun gairahku (sange). Untungnya aku memakai celana berlapis dengan celana jins diluar, sehingga aku cuma bisa berharap dia tidak menyadari kegairahanku yang muncul secara tiba-tiba itu.
“Kamu ga usah sedih gitu, Nick. Kamu kan sudah menganggap aku jadi abangmu. Nanti aku akan bilang sama orang tuaku. Mereka biasanya welcome aja sama teman-teman dekatku............. Jadi anggaplah nenekku adalah nenek kamu juga. Kamu ga usah segan-segan kalau ada waktu luang, ke Bandung aja, nginep di sana, biarpun aku lagi di Bontang.” Aku mencoba menghiburnya.
“Trus menurut teman2 di Parung, justru kamulah yang sepertinya sulit didekati. Padahal banyak yang ingin kenal kamu lebih akrab. Coba jangan terlalu diam, bukan hanya aku aja kok, yang bisa memberi perhatian sama kamu.” Lanjutku sambil meletakkan daguku pada kepalanya.
Nicky mendekap erat tanganku yang kuletakkan di dadanya.“I like it,” katanya. “You always give me special treatment. Aku suka suasana kayak gini, ga pernah kurasakan sebelumnya.” Honestly, aku ga tau persis rasa ‘suka’ seperti apa yang dia maksud? Tapi kuabaikan saja pertanyaan itu, biarlah waktu yang akan menjawabnya, pikirku.
Musik kitaro masih terus mengalun lembut dari laptopku. Kulihat jam dinding di kamar menunjukkan hampir jam 1 malam. Tidak terasa, curahan hatinya itu ternyata cukup menyita waktu.
“Sudah malam Nick, besok pagi Marjo mau jemput kita. Kita tidur saja.”
Nicky menggeser tubuhnya ke sebelahku, berbaring telentang merapat pada tubuhku yang juga telentang, dengan kepalanya disandarkan pada sebelah bahuku. Kupeluk kepalanya dan kukecup. Ketika aku menonton film ‘the love of siam’ sekitar bulan maret yang lalu aku lihat ada adegan seperti ini, Witwisit (Mew) tidur dibahu kirinya Mario (Tong). Saat menonton adegan itu air mataku menetes, teringat Nicky di Bogor.
Meskipun aku melewatkan malam itu dengan perasaan bahagia, karena sudah mendapatkan Nicky menjadi orang yang paling dekat denganku, tetapi lama sekali aku baru bisa tertidur. ..........Aku terlarut dalam pengandaian.
Jika seandainya aku berterus terang kepadanya tentang siapa sesungguhnya aku, bahwa aku ini seorang gay, seorang yang memiliki penyimpangan seksual, seorang yang tertarik secara fisik kepadanya, maka ada beberapa kemungkinan yang bakal terjadi.
Kemungkinan pertama adalah dia akan terkejut dengan pernyataanku. Lalu sedikit demi sedikit atau mungkin secara frontal dia akan menjaga jarak denganku dan aku akan kehilangan Nicky. Itu adalah hal yang paling aku takutkan, sehingga cepat2 kutepis pemikiran seperti itu dari otakku.
Kemungkinan kedua, dia merespon aku seperti yang aku harapkan. Dan merubah kasih sayangnya menjadi seperti kasih sayangku padanya. Itu adalah khayalanku yang paling menyenangkan. Kubayangkan dia akan selalu berada bersamaku. Pindah dari asrama guru dan mengontrak rumah bersama. Hahaha........melayang angan-anganku membayangkan itu................., tapi itu kan baru sebatas khayalan.
Kemungkinan ketiga, dia tetap cuek, dan menerimaku apa adanya sebagai seorang kakak, meskipun dia tahu aku menganggapnya sebagai seorang kekasih. Aku berfikir yang terakhir ini yang lebih mungkin terjadi, sebab kurasakan dengan jelas bahwa dia menyayangiku tidak lebih dari seorang kakak. Kubaca itu dari bahasa tubuhnya. Saat ini pun ketika sedang tidur, dia berganti-ganti posisi. Terkadang berbaring telentang seperti posisi awal, terkadang juga memiringkan tubuhnya membelakangiku, tetapi lebih sering dia menghadap ke arahku sambil memeluk tubuhku. Pada saat memeluk tubuhku itu, kakinya akan ditumpangkan di atas kakiku, selangkangannya dirapatkan pada pahaku, dan kurasakan dari benda lunaknya, tidak ada tanda-tanda kalau dia itu bergairah. Sangat berbeda dengan aku, begitu pahanya bersentuhan dengan pahaku, maka secara otomatis akan mengeras.
Oh, Nicky......., polos banget sih lo. Haruskah aku jujur tentang perasaanku? Tidak tahukah kamu bahwa justru aku yang belum siap untuk kehilangan kamu..........................
Tapi aku kemudian bertekad untuk mengumpulkan keberanian buat berterus-terang padanya suatu saat nanti.
yach namanya juga orang lagi tidur, kan?
nah lo ndri malah kagak bisa tdur makana benda lunal lo naik turun
btw, koq pake istilah bnda lunak sih? aneh banget...
secara skarang gw juga ngalamin hal yang sama kayak si nicky..hoho
lajoottt Aa
keren..
langsung baca dr awal..hehe..
ceritanya dalem n menyentuh..
gitu sih pendapat gw..