It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mang apa lanjutannya ? gak bisa diDuga...
Udah nulis nya pas dah magrib, ntar kita bacanya pas magrib, ngasih koment nya pas magrib juga hihihihihi
“Mungkin sore baru nyampe Bandung.” Kataku ketika Atin menelepon.
“Aku tunggu di rumah nanti malam ya...., bye.” Katanya mengakhiri pembicaraan tanpa menunggu jawabanku.
Huh, dasar manja! suka seenaknya aja maksa orang untuk setuju. Padahal malam nanti rencananya aku mau ngajak Nicky ke BIP, jalan-jalan sambil lihat siapa tau ada film bagus di twenty-one. Sekaligus mencari momen yang tepat untuk terus menjajagi hatinya. Tapi kalau ga dipenuhi keinginannya bisa ngamuk si Atin. Berantakan deh rencanaku. Tanpa sadar aku tersenyum sendiri sambil menutup ponselku, membayangkan Atin datang ke rumah nenekku sambil cemberut besok pagi, kalau aku tidak datang ke rumahnya malam ini.
“Kenapa A, kok senyum2 sendiri? Pasti cewek itu yang telepon barusan ya?” tanya Nicky.
Dia tadi masih tidur telanjang seperti bayi, dan terbangun ketika mendengar ponselku berbunyi. Saat ini dia tengkurap di atas selimut yang berantakan di tempat tidur sambil nonton TV tanpa sehelai pakaian pun di tubuhnya. Mirip orang nudist saja. Aku sendiri sudah mandi junub dan berpakaian lengkap sejak selesai bergulat dengan Nicky. Kurang dari dua jam lagi sudah harus check out, sewaktu-waktu Darmo akan datang menjemput kami. Aku duduk di kursi disamping meja tualet sambil minum kopi. Hujan sudah berhenti dan diluar terlihat cerah dengan suhu udara yang mulai menghangat.
“Iya......” jawabku singkat sambil mataku menatap tubuh indahnya yang putih mengkilap. Meskipun baru saja kita telah bergulat dan berujung pada jerk off by helping hand each other, masih ada perasaan sedikit kesal kepada Nicky, kalau mengingat kembali jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku tadi.
“Mandi sana, kita sudah mau check out nih!” perintahku. Padahal alasan sebenarnya adalah aku ga tahan melihat dia telanjang seperti itu. Seandainya saja masih banyak waktu, aku mau saja berbaring disampingnya menyentuh kulitnya yang putih seperti bayi tapi kencang berotot karena terlatih dengan olah raga yang rutin. Tubuhnya seperti terbuat dari pualam mahal yang dipahat oleh seorang ahli. Apalagi dalam keadaan posisinya yang tengkurap itu, kedua buah pantatnya terlihat lebih seksi.
Nicky melihat ke jam dinding di kamar. “Masih dua jam lagi. Ntar dulu ah, aku masih pengen baring.”
“Masuk angin nanti kamu. Habis ujan2an lagi” Kataku lagi.
Tapi dia cuek, seolah ga dengar. Asyik memainkan remote TV, memindah-mindahkan channel TV.
Sebal, akhirnya aku meraih koran, lalu duduk di pinggir ranjang, sengaja membelakanginya sambil membaca, supaya aku tidak tergoda terus oleh pose telanjangnya itu.
Setelah selesai membaca sebuah berita menarik yang cukup panjang di koran, aku baru sadar bahwa suara TV sudah tidak terdengar lagi dari tadi, rupanya sudah dimatikan. Kutolehkan wajahku ke belakang, dan kulihat Nicky sedang berbaring miring ke arahku dengan tangan kiri menyangga kepalanya dan tangan kanan menggaruk-garuk pinggang. Masya Allah, Nicky, kataku dalam hati, kok kamu tuh ganggu aku terus dengan tubuh kamu yang seksi itu. Ga taukah kamu kalau aku lagi kesal?
“Eeeeh, ngelamun lagi......................cepat sudah mandi sana!” kataku dengan nada memerintah seperti ke anak kecil.
Nicky diam menatapku dengan tatapan kosong, seperti sedang berfikir. Aku heran melihatnya, “Mikir apa sih, serius amat?” tanyaku.
“Your girlfriend.” Jawabnya singkat.
“Kenapa memangnya dia?” tanyaku heran, kok Nicky malah mikirin si Atin. Kurasakan ada yang ga enak didalam hatiku.
“Ah.... gapapa.” Katanya sambil bangkit dari tempat tidur. Berjalan menuju tasnya dan berjongkok mengambil pakaian kemudian melanjutkan berjalan menuju kamar mandi. Semuanya dilakukan sambil telanjang bulat, tanpa rasa risih. Kualihkan pandanganku ke koran saat dia mau masuk ke kamar mandi.
“A....” Nicky berhenti di pintu kamar mandi. Ketika kuarahkan kembali pandanganku ke arahnya, kulihat dia berdiri bersandar di kosen pintu menghadapku. Gayanya seperti seorang model yang siap untuk dilukis. Tampan, frontal dan seksi, perut semi sixpacknya kentara ketika dia berdiri seperti itu. Handuk disampirkan di bahu dan tangannya memegang pakaian.
“Apalagi Nick? Nanti aja diskusinya kalo udah mandi.” Kataku sedikit jengkel, karena kuanggap seolah-olah Nicky sengaja berlaku seperti itu untuk memancingku.
“I need your hand... ....please.” katanya dengan nada memelas.
“Hmhh...?” aku menggumam sambil mengangkat alis heran.
“Gosokin punggungku sambil pijit dong, ga enak banget nih badanku.” Pintanya.
“Ngga ah, aku kan sudah pakaian begini, basah lagi dong bajuku.” Sejujurnya memang aku malas. Pertama, karena perasaan kesal tadi. Kedua, karena aku sudah rapi berpakaian lengkap. Tubuhku sendiripun agak lelah setelah bergulat dengan Nicky tadi.
“Ayo dong, A, pegal nih punggungku dan leherku.” Katanya kembali dengan nada memelas.
Aku pandangi ekspresi wajahnya yang memelas itu, akhirnya aku luluh juga. “Ya udah,” kataku menyerah sambil bangkit berdiri membuka pakaianku hingga tinggal celana tiga perempat saja yang kupakai. Nicky sudah menghilang di pintu kamar mandi.
Ketika aku masuk ke kamar mandi, kulihat Nicky sudah telungkup di pinggir kolam rendam yang airnya hanya semata kaki. Kepalanya berbantalkan lengan yang diletakkan di bagian yang tidak berair. Aku bekerja tanpa perasaan apa-apa, karena pikiranku melayang kemana-mana, apakah akan selalu begini kalau aku hidup bersama Nicky untuk seterusnya? Setiap hari akan selalu tergoda oleh keberadaannya. Menyenangkan sekali kalau dipikir, tapi siapkah aku untuk menjalani hidup seperti ini? Dengan segala konsekuensi yang harus aku hadapi setelah itu. Bagaimana caranya menyembunyikan dari keluarga yang sudah pasti akan menentang jika mereka tahu. Pikiranku terus berjalan dengan berbagai bayangan dan pertanyaan sampai tak terasa aku telah selesai memijat sambil membersihkan seluruh bagian belakangnya dari punggung hingga betis.
“Sudah.” Kataku sambil bangkit berdiri.
Dia membalikkan tubuhnya. Ketika aku sudah hendak meninggalkannya dia berkata : ”Sekalian, A, bagian depannya.”
“Astaga!!! Kamu bilang tadi bagian punggungnya aja, aku sudah lebihin barusan. Kamu sendiri aja lah kalau bagian depannya.” Kataku sambil terus melangkah ke arah pintu.
“Ayo dong, A, mana enak pijit sendiri.... pliiis. Sekalian lah, nanggung banget, enak pijitannya tadi, A. Pergelangan kakiku yang ini juga belum normal.” Nicky merayuku.
“Hahaha.... gombal....... ngga, cape aku. Kalau mau dipijit, nanti aja kalau selesai mandi, di ranjang.” Aku keluar dari kamar mandi, dan mengenakan kembali pakaianku. Sambil duduk di kursi kunyalakan TV, jariku sibuk memencet-mencet remote mencari acara yang menarik, sampai ketemu Arirang – TV korea, salah satu saluran favoritku.
Sementara aku asyik mengikuti acara TV korea tentang budi daya pertanian di negara itu, Nicky lewat di depanku masih tanpa busana. Heran, padahal dia masuk tadi dengan membawa pakaian. Dihempaskannya tubuhnya di atas ranjang, lalu dia berbaring telentang.
“Ayo pijitin, A...” katanya.
“Pake dulu bajumu ah, kayak nudis aja.”
“Ngga enak kalau pake baju, A, aku mau dipijit semuanya.”
“Kamu tuh kenapa sih Nick? kayak anak kecil aja.” Kulempar bantal kursi ke arahnya, kesal. Aku tetap duduk tak bergeming di kursi mencoba konsentrasi mengikuti acara TV.
“Loh, tadi dah janji mau pijit setelah aku mandi.” Katanya cuek. Perasaanku bercampur antara kesal dan geli. Aku kemudian berdiri diantara ranjang dan TV, lalu duduk di tepi ranjang menghadap ke TV.
“Pijit dulu bahu dan punggungku, nanti gantian, masa aku terus yang pijit.” Kataku sambil menepuk-nepuk bahuku.
Kudengar dia bergerak diatas kasur, dan bahuku dipegang oleh kedua tangannya. Pijatannya keras dan kaku, sama sekali ga enak, terasa seperti menusuk-nusuk kulit. “Jangan terlalu keras, Nick. Itu sih bukan mijit namanya, tapi nyakitin.” Aku protes sambil meringis. Dia tertawa. Kurasakan kini pijatannya tidak sekeras tadi, tapi tetap saja kaku, ga enak banget rasanya.
“Sudah, sudah, sudah. Ga enak, malah tambah pegal badanku, kamu tuh musti belajar mijat dulu.......heran, guru olah raga kok ga bisa mijit?” Aku menjauhkan bahuku dari tangannya dan berbalik. Nicky tertawa dan kembali telentang di atas ranjang. Akhirnya terpaksa aku duduk di sebelahnya, memijat mulai dari jari kaki, terus ke pergelangan kakinya yang sudah membaik. Dia sih enak aja memejamkan matanya sambil kadang-kadang mengerang kalau pijatanku mengena di bagian2 yang sakit.
Ah, aku harus memanfaatkan momen ini untuk melanjutkan proses menggali jalan pikirannya.
“Ngga malu kah kamu telanjang begini, Nick?” tanyaku.
“Malu? Sama siapa? Ga ada orang lain disini selain Aa. Dari sejak di Parung aku dah telanjang begini, Aa ga pernah nanya.” Jawabnya santai sambil tetap terpejam.
“Ya lain dong. Waktu itu kan darurat.” Aku meneruskan pijatanku ke tulang keringnya. Keningnya berkerut dan dari mulutnya keluar desahan, menikmati gerakan tanganku di kakinya.
Ketika aku pindah ke lengannya sengaja melewatkan bagian paha dan selangkangannya, dia malah protes. “Ini dulu, A. Kok, dilewati.” Sambil menepuk-nepuk pahanya, sementara matanya masih terpejam.
“Ntar, belakangan.” Kataku berkeras. Aku tidak siap untuk melihat apa yang akan terjadi, karena biasanya pijatanku dia bagian paha dan selangkangan selalu membuat dia sange. Padahal aku bermaksud mengajukan beberapa pertanyaan lagi.
Tiba-tiba saja dari pintu terdengar suara ketukan. “Assalaamu’alaikum, A!” rupanya Darmo datang untuk menjemput.
Nicky langsung terbangun dan loncat dari tempat tidur setengah berlari menuju ke kamar mandi. Aku tertawa ngakak melihat tingkahnya.
gue pernah tuh ke kampung sampireun ... ngga jauh dr cipanas .... mahal tapi puas ....
PUAS APANYA OM???
Ntar gw sempetin ke Sampireun kalau ada kesempatan ke Garut lagi.
Kalau Ciengang tuh GRATIS....
Soalnya itu fasilitas umum yang sengaja dibangun oleh masyarakat disana.
puas dengan serpisnya dan tempatnya ... secara gue kesana sama temen temen bule ...
dah Ngaceng nih
trs ...................
hehe..
sangat menarik sekali..!!
Aku benar-benar merasakan kedekatan hubungan dengan Nicky dan kupikir begitu pula dengan dia. Hanya saja masing-masing memiliki dasar hubungan yang berbeda. Aku mendasari hubungan itu hanya dengan satu alasan, yaitu ketertarikan secara fisik yang kemudian berkembang menjadi perasaan ingin memiliki. Aku membutuhkan keberadaannya secara fisik yang harus kubuktikan dengan mata dan sentuhan. Ketidak-hadiran dirinya disampingku akan membuatku tersiksa.
Sementara dia membutuhkan aku hanya sebagai seorang partner yang bisa mendampinginya untuk melalui masa transisi di sebuah lingkungan baru. Mungkin nanti setelah dia beradaptasi dengan lingkungan itu, kehadiranku tidak terlalu diperlukan lagi. Dan alasan kedua baginya adalah mungkin dia merasa berhutang budi atas perhatian yang kuberikan selama masa recovery dari kecelakaan sebelumnya.
Tapi walaupun begitu, aku masih akan menguji analisaku itu dengan The Second Step. Sesuatu yang mungkin akan memberinya kesan yang tidak akan terlupakan.
Lupakan dulu membuat rencana untuk langkah kedua. Malam ini aku harus memenuhi permintaan Atin untuk datang ke rumahnya. Jadi setelah maghrib kuajak Nicky untuk ikut menemaniku. Awalnya dia menolak ajakanku.
“Ngga ah, palingan nanti aku jadi obat nyamuk aja disana.” Katanya dengan wajah agak muram.
Tapi setelah kubujuk-bujuk akhirnya mau juga ikut walaupun kelihatan seperti terpaksa. Dengan meminjam mobil Darmo kutelusuri jantung kota Bandung melalui Wastukencana, Purnawarman dan Dago. Suasana jalan Dago di malam hari yang unik dan artistik dengan gerombolan-gerombolan anak mudanya yang berkumpul di beberapa sudut jalan, membuat Nicky menjadi terbawa suasana. Tak berhenti dia bertanya ini dan itu sepanjang jalan.
Memasuki jalan Tubagus Ismail, suasana yang terasa sangat berbeda. Sepi, rumah-rumah besar berderet di sepanjang jalan dengan lampu tamannya yang remang-remang. Kubelokkan mobil memasuki halaman yang luas dari sebuah rumah besar bertingkat, ternyata di dalam sudah ada beberapa mobil terparkir berbaris. Pintu rumah sudah terbuka lebar, dan beberapa orang terlihat duduk-duduk di beranda rumah dengan pakaian resmi. Ada acara rupanya, aku tidak tahu sebelumnya, kupikir Atin mengajakku datang hanya untuk bertemu pribadi saja. Untung saja aku dan Nicky memakai hem – kemeja lengan pendek yang cukup pantas untuk menghadiri sebuah resepsi.
Aku melangkah memasuki ruangan tamu diikuti oleh Nicky yang terlihat agak canggung dengan suasana yang mungkin baru baginya. Seorang wanita separuh baya yang aku tahu adalah ibunya Atin sedang berdiri asyik mengobrol dengan beberapa tamu. Ketika melihat kami masuk, wanita itu langsung menyambut kami.
“Apa kabar, Bu? “ aku tersenyum berbasa-basi sambil menyalaminya.
“ Baik, alhamdulillah, kami sehat. Kamu sendiri kemana aja? Lama betul ga pernah main kesini.” Katanya dengan lembut penuh perhatian.
“ Di Bogor, sudah setahun, Bu, ini teman saya dari Bogor.” Aku memperkenalkan Nicky, supaya dia tidak merasa diabaikan. Setelah berbasa-basi beberapa saat, kemudian nyonya rumah mempersilakan kami untuk langsung mengambil makan malam di ruang keluarga. Tidak berani aku tanyakan kepadanya acara apa malam ini, khawatir dianggap kurang menghargai. Dari tadi aku cari Atin diantara para tamu yang sebagian besar tidak kukenal, tapi tak terlihat sosoknya.
Aku duduk di kursi taman di samping rumah, menikmati hidangan makan malam. Nicky duduk berhadapan denganku. Suasananya sangat romantis dengan alunan musik lembut terdengar dari dalam rumah.
“Acara apa ini, A?” tanya Nicky.
“Aku juga ga tau. Atin cuman nyuruh aku datang malam ini, ga nyebut ada acara apa. Tau dimana dia sekarang ya?” jawabku sambil meneruskan makan malamku.
“ Ssst......, A. Tuh dia orangnya!” bisik Nicky sambil memberi isyarat ke arah tertentu.
Kutolehkan wajahku ke arah yang ditunjuk Nicky. Aku melihat Atin sedang berdiri di pintu dan menolehkan kepalanya kesana kemari seperti sedang mencari seseorang. Ketika pandangan matanya tertuju ke arah kami, aku langsung melambaikan tanganku. Dia tersenyum dan bergegas menghampiri meja kami.
“Kukira kamu ga akan datang, aku sudah tunggu sejak sore tadi.” Katanya sambil mencium pipiku.
“Bisa dilabrak besok kalau aku ga datang, aku tau banget kamu pasti akan melakukannya................ ini kenalkan temanku yang dari Bogor itu, Nicky.” Aku memperkenalkan Nicky kepada Atin, yang disambut ramah dengan obrolan basa-basi.
“Acara apa sih ini, Tin? Kok kamu ga ngomong kemarin. Untung aku ga pake baju kaos, hampir aja aku balik lagi tadi.” Aku bertanya sambil bercanda.
“Sory, Di, sengaja aku ga kasih tau kamu, soalnya kalau kukasih tau, pasti kamu ga bakalan datang. Aku tau kamu ga suka pesta. Ini acara tunangan Titis, calon suaminya mau tugas belajar di Perth.”
Titis adalah adik langsung dari Atin. Atin sendiri anak tertua dari lima bersaudara, semua adiknya cewek. Titis masih kuliah di psikologi Unpad.
“Sebentar lagi acara mau dimulai, kalau sudah selesai makannya, masuk aja, aku tunggu disana. Aku tinggal dulu ya.” Atin pergi meninggalkan kami.
“Cantik sekali.” Gumam Nicky sambil tatapan matanya terus mengikuti Atin yang berjalan dengan anggun. Aku melihat tatapan itu adalah tatapan seorang lelaki yang sedang terpikat oleh kecantikan seorang wanita. Tatapan yang tidak pernah diarahkan kepadaku.
Kok, tiba-tiba ada rasa sakit di dalam hatiku. Meskipun sedikit, tetapi rasa sakit itu seperti kulit yang diiris oleh silet. Terasa perih. Aku menundukkan kepalaku seolah-olah konsentrasi pada makanan yang berada di hadapanku. Ah, cintaku pada Nicky memang bukan cinta yang tulus, masih dikotori oleh nafsu dan egoisme. Kalau cintaku adalah cinta hakiki, maka seharusnya aku membiarkan dia berada dalam kebaikan. Salah satu kebaikan bagi seorang cowok menurut standar agama dan standar umum adalah mencari pasangan seorang cewek yang sepadan.
Tapi aku ga rela……………. Aku ga rela Nicky memberi perhatian kepada orang lain apalagi kemudian menjadi milik orang lain.
I wish i was as lucky as u r.. :?