BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

RAMAYANA (buku kesatu tamat)

edited March 2009 in BoyzRoom
Hi gays ... (and girls juga kali yah???)

Baru-baru ini, gua baca salah satu karya sastra klasik “Ramayana”. Wow, indah ternyata ... Walaupun ada adegan perang, tapi ceritanya tetap bikin uplifted dan seru. Sekalian gua ingin mendalami cerita ini, sekalian juga gua share sebagian darinya. Mudah-mudahan menarik dan bermanfaat.

“Ramayana” ditulis oleh pujangga kuno India, Walmiki. Tahunnya tidak diketahui pasti , tapi diperkirakan sekitar 200 – 1500 SM. Dalam versi lengkapnya terdiri dari 7 buku:
- Bala Kanda (pengantar)
- Ayodya Kanda (latar belakang Rama dan Sita hingga mereka terusir)
- Aranya Kanda (dalam pengasingan hingga Sita diculik Rawana)
- Kiskenda Kanda (Rama mencari bantuan untuk membebaskan Sita)
- Sundara Kanda (Hanuman di Alengka)
- Yuda Kanda (serangan Rama ke Alengka hingga kembalinya Sita)
- Uttara Kanda (penutup).

Yang gua tulis di sini adalah “Ramayana” yang diterjemahkan dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Inggris oleh P. Lal dan versi Inggrisnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Djoko Lelono, terbitan Pustaka Jaya.

(yang gua tulis gak sama persis dengan yang di buku ... ada bedanya dikit, tapi isinya tetap dari buku itu dan ... oh yah, latar belakang ceritanya adalah kerajaan Hindu yang punya sistem kasta yang ketat)

BUKU KESATU
BALA KANDA


Di daerah tikungan Sungai Sarayu
Terdapatlah Kerajaan Kosala
Negeri itu makmur, rakyatnya bahagia
Ibukotanya bernama Ayodya, termahsyur di seluruh dunia
Didirikan oleh Manu, salah satu ksatria utama umat manusia

Di tahta Ayodya duduklah Raja Dasarata
Raja yang arif bijaksana, sangat berbakti pada peraturan darma
Selalu berpandangan jauh ke depan, dicintai rakyatnya
Pahlawan di berbagai pertempuran, bersih dan jujur

Para menteri raja yang maha bijaksana ini juga luar biasa
Mereka sangat setia, ahli ilmu jiwa
Terbiasa mengupas persoalan dengan tepat dan cepat
Mereka memerintah dengan penuh kasih dan siasat

Dengan bantuan para menteri, Raja menahan diri
Untuk tidak melakukan sepuluh tindakan kurang baik
Yang terlahir dari hawa nafsu
Berburu, berjudi, tidur di siang hari, memfitnah, bermain wanita
Mabuk, menyanyi, menari, memainkan alat musik, bermalas-malasan
Raja juga menghindari delapan tindakan
Yang terlahir dari amarah
Menjelekkan orang lain, kasar, dengki, iri
Mencari kesalahan orang lain, menaksir kekayaan orang secara tidak adil
Memaki, menggunakan kata-kata kasar

Sayang, raja yang adil dan bijaksana ini tidak mempunyai seorang putra pun
Kemudian terpikirkan olehnya,
“Mengapa tidak kulakukan Persembahan Kuda
Agar aku dikaruniai putra?”
«1

Comments

  • Ia memerintahkan perdana menterinya, Sumantra
    Untuk memanggil para guru, pendeta serta brahmana
    Termasuk Kasapa dan Wasista
    Kepada mereka, Dasarata bersabda,
    “Sudah bertahun-tahun aku menginginkan putra
    Dan keinginanku tak pernah terlaksana
    Aku tak bisa lagi berpura-pura bahwa hidupku bahagia
    Maka aku memutuskan untuk mengadakan Persembahan Kuda
    Seperti yang disebutkan dalam kitab suci kita
    Apakah kalian setuju?
    Dan kalau ya, bagaimana caranya?”

    Wasista dan para brahmana setuju sepenuhnya
    “Pemikiran yang bagus!
    Pertama-tama, kita pilih tempatnya
    Yang paling tepat adalah di tepi Sungai Sarayu.”

    Perdana Menteri Sumantra yang juga kusir pribadi Sang Dasarata
    Berkata setelah tinggal mereka berdua
    “Tuanku, ada cerita yang pernah kudengar
    Dan kukira pantas Paduka ketahui
    Cerita ini sangat erat kaitannya dengan keluarga Paduka
    Serta keturuan Paduka kelak”

    “Pendeta suci Sanatkumara adalah yang pertama kali
    Menceritakan ini pada kalangan orang suci
    Ia meramalkan bahwa Kasapa akan mempunyai seorang putra
    Bernama Wibandaka
    Wibandaka akan berputrakan Risyaringa
    Risyaringa akan dikucilkan dari kehidupan manusia
    Tinggal berdua saja bersama ayahnya
    Ia harus melakukan brahmacharya ganda:
    Mematuhi kata-kata suci ayahnya
    Dan melakukan persembahan di depan api suci.”

    “Waktu pun berlalu
    Suatu ketika karena perbuatan tak senonoh
    Sang Raja Romapada di Anga
    Negeri itu dilanda bencana kekeringan
    Yang menyebabkan bahaya kelaparan
    Pada saat bencana sampai pada puncaknya
    Sang Raja yang juga sangat menderita
    Mengumpulkan para brahmana dan berkata
    ‘Kalian tahu apa yang telah kulakukan
    Kalian paham tata cara kehidupan di dunia ini
    Tolonglah aku!
    Tunjukkan aku jalan yang benar.’

    “Para brahmana yang begitu bijaksana
    Dan menguasai isi kitab-kitab Veda berkata,
    ‘Tuanku, perintahkan agar Risyaringa, putra Wibandaka
    Dibawa kemari
    Kawinkanlah dia dengan putri tuanku, Dewi Santa.’
    (Dewi Santa sebenarnya putri Raja Dasarata
    yang diangkat putri oleh Raja Romapada)

    ‘Tuanku, kami telah menyusun siasat
    Untuk memancing Risyaringa kemari
    Ini perlu karena Risyaringa tinggal di hutan
    Ia tak pernah merasakan kenikmatan badani
    Ia tak pernah melihat seorang gadis pun dalam hidupnya
    Ia harus dirayu oleh dayang-dayang tercantik dari istana’

    ‘Raja Romapada bersabda,
    ‘Lakukanlah siasat kalian itu.’

    “Beberapa dayang pilihan dari istana segera dikirim
    Ke dekat asrama Risyaringa
    Untuk mencoba memikat perhatian pertapa muda itu
    Pertapa yang begitu tekun dan patuh bertapa
    Dan tak pernah melihat wanita sejak lahir
    Bahkan melihat manusia lain selain ayahnya
    Belum pernah”

    “Risyaringa sangat jarang keluar dari asramanya
    Tetapi hari itu ia keluar
    Dan dilihatnya tak jauh dari asramanya tinggal
    Sekelompok wanita cantik, berpakaian indah
    Dan menyanyi merdu.”

    “Melihat Risyaringa, mereka mendekat dan berkata,
    ‘Siapakah engkau? Anak siapa?
    Mengapa kau sendirian di hutan?
    Apakah kau tersesat?’

    “Mereka begitu cantik
    Dan Risayaringa belum pernah melihat wanita
    Tetapi ada sesuatu pada bentuk tubuh mereka
    Yang entah kenapa membuatnya tertarik
    Tak terasa ia menjawab:
    ‘Ayahku Wibandaka
    Namaku Risyaringa
    Aku sedang bertapa, masuklah ke asramaku
    Kalian begitu cantik
    Aku ingin memberkati kalian
    Dan memberi kalian sajian sekedarnya.’

    “Mereka meneriam ajakan itu
    Begitu mereka masuk
    Risyaringa segera melakukan upacara pemberkatan
    ‘Ini air suci argya untuk membasuh tangan dan kaki kalian
    Dan ini rumput, tunas serta buah-buahan untuk persembahan.’

    “Para dayang cantik itu sangat terkesan
    Tetapi mereka takut kalau Ayah Risyaringa pulang
    Karenanya mereka segera juga berpamitan untuk pulang.
    Sebelum pulang mereka berkata
    ‘Tuan, kami punya beberapa buah lezat untuk Tuan
    Harap terima pula persembahan kami.’
    Mereka pun memeluk, membelai dan memberi makan
    Dengan beberapa buah bundar dan manis
    Pendeta muda itu tak pernah merasakan buah seperti itu sebelumnya
    Dan berpikir
    ‘Belum pernah ada pertapa rimba
    Menikmati rasa seperti ini.’
    Dengan alasan mereka harus melakukan upacara keagamaan
    Para dayang itu pun kemudian pergi.”

    “Keesokan harinya Risyaringa memberanikan diri
    Menemui makhluk-makhluk cantik berpakaian indah-indah
    Dan mereka menyambut dia dengan gembira
    ‘Marilah sahabat, mari masuk ke asrama kami.’
    Mereka membujuk dan merayu pertapa muda itu
    ‘Kami punya akar-akaran dan buah-buahan apa saja
    Kami punya banyak permainan untukmu
    Ikutlah kami dan akan kami berikan
    Berbagai kenikmatan yang takkan pernah ada di sini.’ “

    “Kata-kata penuh madu itu
    Akhirnya menaklukkan sang brahmana muda
    Ia setuju untuk ikut ke asrama mereka
    Yang berada di ibukota Raja Romapada
    Dayang-dayang pembawa nikmat itu
    Membawa sang brahmana suci dengan perahu
    Melintasi Sungai Gangga ke Negara Anga.”

    “Begitu sang mahatma menginjakkan kaki di bumi Anga
    Titik hujan pertama pun turun
    Bumi bersuka cita
    Sang Raja Anga juga menyaksikan
    Betapa hujan sumber kehidupan mulai turun
    Bersama datangnya Sang Risyaringa.”

    “Sang Raja keluar dari istana menyambut sang brahmana muda
    Ia membungkuk begitu rendah hingga menyentuh kaki sang suci
    Diletakkan di hadapan Risyaringa persembahan puja berupa buah dan air”

    “Diantarnya sang brahmana muda ke dalam istana
    Dikawinkanlah dia dengan putrinya, Santa”

    Sumantra mengakhiri ceritanya pada sang Dasarata
    “Sang Risyaringa hidup bahagia
    Dan sangat dihormati di Anga bersama istrinya, Santa
    Sang brahmana suci, Sanatkumara, juga meramalkan
    Bahwa kelak dari Dasarata
    Akan datang seorang raja yang sangat agung dalam hal darma
    Lahir dari dinasti Ikswaku
    Dan untuk itu akan minta pertolongan pada Romapada.”
  • Dasarata pun menghubungi sahabatnya, Raja Romapada dari Anga
    Meminta Risyaringa untuk diperkenankan memimpin Persembahan Kuda di Ayodya
    “Aku tak punya anak lelaki
    Aku ingin minta bantuan suami Santa, Risyaringa,” katanya

    Raja Romapada menjawab, “Dengan senang hati!”
    Ia berpaling pada Risyaringa dan berkata
    “Aku akan sangat gembira sekali
    Jika kau dan istrimu, Santa
    Ikut sang raja Dasarata ke Ayodya.”

    Kedatangan Risyaringa dan istrinya yang cantik
    Disambut gembira di istana Ayodya
    Sambil menunggu saat yang tepat
    Keduanya dimanja bahagia di istana Dasarata

    Di suatu usim semi yang indah luar biasa
    Raja Dasarata menyentuh kaki Risyaringa dengan kepalanya
    Pertapa yang penuh sinar kesucia itu berkata
    “Marilah kita menentukan tempat upacara
    Yaitu di tepi utara Sungai Sarayu
    Lepaskanlah kudanya
    Dan kumpulkanlah semua bahan yang diperlukan.”

    Dasarata mengikuti semua petunjuk sang pertapa
    Dipanggilnya semua brahmana dan para penasehat istana
    “Aku telah memutuskan untuk menyelenggarakan Persembahan Kuda
    Dengan dipimpin oleh Risyaringa
    Aku melakukan itu untuk memenuhi keinginanku
    Untuk memperoleh pewaris tahta.”

    Mereka menjawab, “Ini adalah laku darma yang terpuji, Tuanku
    Tuanku akan memperoleh lebih dari seorang putra
    Akan lahir dari Paduka
    Empat orang pangeran yang sangat terpuji.”

    Tahun berikutnya, tepat di awal musim semi
    Dasarata menghadap Wasista
    Ia bersembah penuh hormat dan berkata
    “Ya, guru yang suci
    Engkau selalu melindungiku
    Engkau mencintaiku setulus hati
    Aku mohon kesediaanmu untuk ikut
    Menyelenggarakan upacara persembahan
    Seperti yang digariskan kitab suci
    Aku mohon segala sesuatu berlangsung sesempurna mungkin
    Jangan sampai ada yang kekurangan.”

    Wasista menjawab, “ Baiklah. Kehendakmu akan terlaksana.”
    Wasista memanggil para tetua dan brahmana berpengalaman
    Serta ahli dalam ilmu rancang bangun
    Dikumpulkannya para seniman, tukang kayu, ahli perbintangan
    Para penyanyi dan penari, ahli matematika, ahli kitab suci
    Dan berbagai-bagai ahli lainnya
    “Ayo, kita mulai pekerjaan besar ini,” serunya
    “Bangunlah gedung
    Penuhi dengan berbagai kenyamanan dan makanan yang enak
    Yang bisa memuaskan selera para raja dan tamu terhormat
    Buat gedung penginapan yang indah
    Kandang kuda dan gajah yang luas dan aman
    Tempat penginapan untuk para prajurit negara tetangga
    Tunjukkan rasa hormat dan keramahtamahan
    Sesuai dengan kasta-kasta yang kita hadapi
    Jangan ada air muka masam atau marah
    Jangan ada yang mempunyai rasa iri
    Atau nafsu memiliki barang yang bukan miliknya
    Bekerjalah dengan semangat gotong royong
    Para ahli, para tukang, seniman dan pekerja kasar
    Mari semua bersatu padu menyelesaikan karya raksasa ini.”

    Enam pilar besar bilwa
    Didirikan enam kadira, enam palasa
    Satu slesmataka dan deodar Himalaya
    Semuanya berjarak enam kaki antara satu dan lainnya
    Dua puluh satu batang pilar berlapis emas
    Masing-masing setinggi dua puluh satu kaki
    Berkilauan, berhias indah dengan renda warna-warni
    Dihias bunga-bunga wangi
    Cemerlang bagai tujuh bintang rasi beruang di langit

    Ular, burung dan makhluk-makhluk lain
    Sesuai dengan petunjuk kitab suci
    Diikat pada pilar-pilar tersebut
    Ada tiga ratus ekor semuanya
    Untuk dijadikan korban persembahan suci
    Dan di antara makhluk itu
    Tentu yang paling tak ternilai adalah
    Kuda Sang Raja Dasarata sendiri

    Ratu Kausalya berjalan berputar
    Dan mentahbiskan kuda itu
    Dengan tiga tebasan pedang pusaka
    Putuslah leher sang kuda
    Dan demi melaksanakan darma
    Sang ratu yang tulus itu
    Tidur dengan mayat kuda
    Yang dulu biasa lari bagaikan bayu
    Kemudian keempat pendeta penuntun upacara
    Meminta ketiga istri Dasarata
    Kausalya, Sumitra dan Kaikeyi
    Untuk mendekat dan membelai jasad kuda itu
    Dan Risyaringa dengan penuh pemusatan pikiran
    Memasak lemak kuda itu
    Dan sang Raja Dasarata
    Untuk mencuci segala dosanya
    Menghirup semerbak uapnya
    Enam belas orang pendeta satu per satu
    Melemparkan potongan tubuh sang kuda ke api suci
    Dan selesailah
    Tiga hari upacara Persembahan Kuda itu

    Para pendeta berkata kepada raja
    Yang sudah dibersihkan dari dosanya itu
    “Tuanku, hanya Tuanku yang dapat melindungi bumi yang luas ini
    Kami hanyalah para pengkaji Veda
    Hal-hal duniawi tak menarik hati kami
    Dan kami tak tahu mengurusnya
    Tuanku boleh memberi kami hadiah apa saja
    Permata, emas, sapi
    Tapi jangan beri kami kekuasaan untuk memerintah bumi.”

    Sang raja memberi mereka
    Sepuluh ribu ekor sapi, sepuluh guci uang emas
    Dan uang perak empat kali lipatnya
    Diberikannya semua pada Risyaringa dan Wasista
    Yang kemudian membagi-bagikannya kepada yang lebih berhak

    Maka selesailah sudah Persembahan Kuda yang begitu sulit
    Raja Dasarata berkata kepada Risyaringa
    “Wahai pendeta suci
    Di tanganmulah terletak kesejahteraan bangsaku.”

    Sang brahmana berkata
    “Tuanku akan memperoleh empat orang putra
    Mereka akan membawa nama keluarga Tuanku ke kejayaan.”
    Sang Raja begitu gembira oleh pernyataan itu
    Dan menyembahnya dalam-dalam
  • Kemudian Risyaringa melakukan upacara Putresti
    Menggumamkan mantra-mantra dari Veda
    Maka para dewa pun muncul dipimpin oleh Brahma
    Saat itu Brahma sedang merenung
    “Rawana pernah memohon pada dewata
    Agar ia takkan pernah bisa dihancurkan
    Oleh gandarwa, dewa, raksasa dan yaksa
    Dan permohonan itu telah dikabulkan
    Raja angkara murka itu begitu angkuh
    Sehingga baginya manusia tak pernah masuk hitungannya
    Mungkin inilah cara untuk menghancurkan Rawana!”

    Dewa Wisnu muncul
    Berpakaian sutra lembut, membawa terompet kerang laut
    Membawa cakra dan gada
    Bersinar menyilaukan di cahaya matahari
    Para dewa memohon padanya
    “Wisnu junjungan kami, dengar doa kami
    Selamatkan manusia dari kebuasan Rawana!”

    Wisnu yang serba tahu itu membalas hormat para dewa dan bertanya
    “Bagaimana raja raksasa itu bisa dibunuh?”
    Para dewa serentak berkata
    “Menitislah menjadi manusia, oh, Dewa Wisnu!
    Dan hancurkan Rawana di pertempuran!”

    Maka selesailah persembahan Risyaringa
    Ia dan Santa diantar sampai batas kota oleh Dasarata
    Untuk kembali ke negerinya

    (bersambung ... kalo lagi gak males)
  • NICE!! Thanks a lot!! I read the book, THE RAMAYANA OF VALMIKI by P.Lal
    and it's really a mesmerizing work of art. And the philosophy behind it is ( well, in my opinion ) similar to the epic poems of ODYSSEY by Homer.

    Gw juga sudah nonton play nya di theatre di Broadway ( it was soo..very long, but still an electrifying performance!)
    Satunya lagi gw nonton di London berupa wayang kulit, judulnya Ramayana : Malaysian Shadow Puppet. Very good cultural experience.
    Mungkin kalau nonton di India or Bali pasti lebih bagus lagi ya.
  • nikebondol.jpg

    terusin dunk kayaknya menarik kan dulu dah ada film india yang di dubbing ke bahasa indonesia di awal tahun 1990, kalo mo mengenang nike ardilla kunjungi warung cece di boyzalbum yah
  • Thanks for your responses ...

    Iyah, ini buku terjemahannya P. Lal yang gua pakai. Gua ingin juga nyari yang versi bahasa Inggrisnya karena yang gua baca versi bahasa Indonesianya. Pasti ada padanan kata-kata yang menarik untuk disimak antara Sansekerta - Inggris - Indonesia.

    Dan udah nonton di Broadway??? Wahhh ... Gua yang di candi Prambanan aja belum sempat. Katanya, kalo nonton pas bulan purnama di candi Prambanan ... wah ... kesannya makin gimana gitu ...

    Thanks RECTORY ...

    OK, masmacho ... ini dilanjutin dikit ...

    (sambungan 1)

    Enam musim berlalu
    Pada bulan keduabelas hari bulan kesembilan dari masa Caitra
    Saat bintang Purnawasu sedang di puncaknya
    Dan matahari, Mars, Saturnus, Jupiter dan Venus
    Masing masing berada di rasi bintang
    Aries, Capricorn, Libra, Cancer, Pisces
    Dan Jupiter serta bulan
    Bersatu di rasi bintang Karka
    Istri pertama Dasarata, Kausalya melahirkan Rama
    Sang penguasa jagad raya, bintang wangsa Ikswaku
    Yang termulia, yang bermata dengan tepi merah
    Berlengan panjang, berbibir merah
    Dan suara empuk bagaikan genderang besar
    Ia berseri menambah keayuan Kausalya
    Seperti berserinya Indra mempercantik Dewi Aditi

    Istri termuda Dasarata, Kaikeyi, melahirkan Barata
    Yang memiliki seperempat keperkasaan Wisnu
    Dan seperempat kebijaksanaannya
    Istri kedua Dasarata, Sumitra, melahirkan putra kembar
    Satrugna dan Laksamana
    Keduanya ahli dalam menggunakan senjata
    Serta memiliki seperempat keperkasaan Wisnu

    Keempat maha putra itu berwajah tampan
    Penuh kebijaksanaan dan berseri-seri
    Bagaikan bintang-bintang di antariksa

    Para gandarwa bernyanyi
    Para hapsara menari
    Genderang suci berbunyi
    Dan bunga-bunga luruh dari langit
    Sementara jalan-jalan di ibukota
    Penuh seniman dan seniwati
    Saat kota berpesta meriah
    Semua bahagia semua ceria

    Keempat putra itu tumbuh lembut dan rendah hati
    Tekun mempelajari kitab-kitab suci
    Ahli dalam ulah panah
  • Waktu pun cepat berlalu
    Sang Dasarata yang penuh darma dan bijaksana
    Mulai membicarakan perkawinan mereka
    Dengan para tetua dan para menteri

    Saat sang Raja merundingkan hal ini
    Sang pertapa agung Wiswamitra tiba
    Tanpa ada yang menduga dan berkata
    “Haturkan pada sang Raja
    Bahwa Wiswamitra, putra Gandhi, ada di sini!”

    Raja Dasarata bergegas turun dari tahta
    Menyambut sang maharesi dan bersembah
    “Bagaikan minuman para dewa
    Bagai hujan di padang pasir
    Bagai lahirnya anak dari istri mulia
    Bagi dia yang tanpa putra
    Bagai menemukan harta
    Yang dikira akan hilang selamanya
    Begitulah kedatanganmu, o, sang mahasuci
    Kehadiranmu membawa berkat bagiku
    Kau telah datang padaku
    Dan sempurnalah hidupku!
    Kau yang pernah menjadi ksatria
    Dan menjadi brahmana karena keteguhan ibadahmu
    Kau memberiku kehormatan
    Apa yang kau hendaki, o, yang mulia?
    Kau bagaikan dewa bagiku
    Apa yang bisa kupersembahkan padamu?”

    Wiswamitra menjawab
    “Tuanku, aku sedang memenuhi kesempurnaan ibadahku
    Dan upacaraku ikut dirusak oleh dua orang raksasa
    Mereka adalah Marica dan Subahu
    Dua orang raksasa sakti
    Yang sanggup mengubah bentuk
    Menjadi apa saja yang mereka kehendaki
    Mereka kuat, mereka kejam
    Mereka selalu mengotori meja persembahanku
    Dengan bangkai yang berdarah
    Aku tak bisa mengutuk mereka
    Karena itu akan membuat persembahanku ikut terkutuk
    Aku ingin minta pertolongan putramu, Tuanku
    Pinjamkanlah padaku Rama
    Si pemberani dengan cambang melengkungi kupingnya
    Bagaikan sayap gagak
    Aku akan melindunginya
    Dan ia pasti berhasil membunuh raksasa-raksasa itu
    Pinjamkan padaku Rama yang bermata bagaikan teratai
    Sepuluh malam saja menjaga persembahanku
    Bermurah hatilah, Tuanku
    Agar upacaraku bisa terlaksana
    Semoga para dewa memberkati Paduka.”

    Dasarata gemetar dan hampir saja jatuh pingsan
    Dengan memaksa diri ia menyahut
    “Ramaku yang bermata bagai teratai
    Belum enam belas tahun umurnya
    Bagaimana ia bisa berperang melawan raksasa?
    Ia masih anak-anak!
    Ia belum punya pengalaman dalam pertempuran sebenarnya
    Ia belum tahu bagaimana menimbang kekuatan musuh
    Paduka tahu, o, pertapa suci
    Betapa cerdik licik dan kejamnya raksasa itu
    Coba ceritakan
    Kuat sekalikah kedua raksasa yang Paduka sebut itu?
    Bagaimana kalau aku saja dan pasukanku
    Yang menghadapi mereka?”

    “Tuanku, sesungguhnya di belakang kedua raksasa itu
    Adalah Rawana
    Ia keturunan Begawan Pulastya
    Satu dari sembilan putra hasil pujaan Brahma
    Ia sangat perkasa
    Ia putra Wisrawa dan adik tiri Kurewa
    Pasukannya sakti dan perkasa
    Rawana tak mau ikut campur
    Dalam mengganggu upacara kecil
    Karena itulah ia hanya mengirimkan
    Marica dan Subahu.”

    Raja Dasarata pun berkata
    “Jika para dewa, gandarwa,yaksa, burung dan binatang melata
    Tidak bisa menaklukan Rawana seperti kata Paduka
    Bagaimana manusia yang lemah bisa menaklukannya?
    Bagaimana aku tega memberikan anakku yang tak punya pengalaman itu?
    Apa dayanya melawan raksasa keturunan Sunda dan Upasunda?
    Aku terpaksa menolak
    Biarlah aku sendiri yang berangkat
    Atau keluargaku yang lain
    Tetapi jangan anakku.”

    Wiswamitra mendengar kekhawatiran ini
    Dan amarah pun meluap
    “Tuanku melanggar kata-kata Tuanku sendiri!
    Tuanku telah berjanji untuk melayani aku!
    Apakah begini sikap seorang Ragawa?
    Baiklah, aku pulang saja
    Kata-kata Tuan tak bernilai sedikitpun
    Tak usah dihamburkan lagi
    Hiburlah diri Tuan dengan kata-kata itu
    Juga seluruh keluarga Tuan!”

    Bumi berguncang
    Para dewa pun terkejut mendengan amarah Wiswamitra
    Wasista yang sabar itu bergegas bersembah pada Dasarata
    “Tuanku, Paduka adalah seorang Ikswaku
    Paduka adalah penjelmaan darma sendiri
    Paduka tak boleh meninggalkan darma Paduka
    Paduka telah berjanji, patuhilah janji itu
    Biarlah Wiswamitra yang suci membawa Rama
    Kalau Wiswamitra mau
    Beliau sendiri pun mampu menghancurkan raksasa itu
    Tapi beliau ingin membuat nama putra Paduka cemerlang
    Karena itulah beliau mengajukan permohonan itu pada Paduka.”

    Nasihat Wasista menyadarkan Dasarata
    Ia lalu memanggil Rama dan Laksamana
    Dipeluknya kedua putra tertuanya itu hangat
    Dan diserahkannya pada Wiswamitra
    Wiswamitra pun berangkat
    Berjalan di depan diikuti Rama dan Laksamana
  • Dan udah nonton di Broadway??? Wahhh ... Gua yang di candi Prambanan aja belum sempat. Katanya, kalo nonton pas bulan purnama di candi Prambanan ... wah ... kesannya makin gimana gitu ...

    Must be a MAGNIFICENT experience!! So far I haven't had the luck to see the Ramayana play enacted live in Prambanan. Hopefully in the future I'd have that kind of beautiful experience!
  • Dan udah nonton di Broadway??? Wahhh ... Gua yang di candi Prambanan aja belum sempat. Katanya, kalo nonton pas bulan purnama di candi Prambanan ... wah ... kesannya makin gimana gitu ...

    Do you know when the play will be held in Candi Prambanan? Any fixed schedule? Thanks.

  • Halah! Ramayana, karya tulis picisan dan seni tari picisan.....
    gak ada apa-apanya dibanding yang ini: dan dan ini

    Itu baru namanya inspirational. Oh.....

    Seni indonesia / asia mah, huek cuih, gak ada apa-apanya dibanding contoh2 diatas.
  • Wah, yang ini benar-benar... gw perlu belajar ini tarian:

    Benar-benar elaborate. Menunjukkan pencapaian artistik yang adiluhung.
  • Rectory, sorry ... baru bales sekarang. Jadwal sendratari Ramayana di Prambanan yang gua tau dari orang-orang itu di bulan Mei - Oktober, setiap bulan purnama. Tanggal berapa bulan purnamanya, nah itu ... beda-beda.

    Buat putu, thanks infonya. Tarian Timur Tengah juga menarik kok. Cuman, beda aja kali yah. Tarian Timur Tengah itu sifatnya kalo menurut gua lebih kayak line dancingnya Amrik atau poco-poco gitu atau bahkan capoiera, yang sifatnya lebih tarian pergaulan, bukan tarian pertunjukan. Sementara Ramayana itu kan seperti balet, ada cerita selain pertunjukan tari.

    (sambungan 2)

    Delapanbelas kilometer dari ibukota
    Di tepi selatan Sungai Sarayu
    Wiswamitra berkata pada Rama
    “Minumlah air sungai ini, Anakku
    Kita tak punya waktu lagi
    Aku akana mengajari kamu dan Laksamana
    Mantra Bala dan Atibala
    Jika kau ucapkan mantra itu
    Kalian tak akan merasakan kelelahan, penyakit ataupun usia tua
    Tak akan ada yang menandingin kalian di tiga dunia
    Dalam kebijaksanaan, keahlian dan keberuntungan
    Kalian tak akan tertandingi!”

    Rama dan Laksamana minum air Sarayu
    Seperti yang diperintahkan resi agung itu
    Dan mereka pun menerima mantra yang dikatakan tadi
    Rama semakin berseri dan bersinar cemerlang
    Bagaikan matahari musim gugur
    Ketiganya tidur di tepi sungai
    Kedua pangeran itu tidur beralaskan rumput lembut
    Berselimutkan mantra-mantra Wiswamitra
    Di malam penuh kedamaian itu

    Begitu fajar menyingsing
    Kedua bersaudara itu melakukan upacara persembahan
    Kemudian melanjutkan perjalan mengikuti Wiswamitra
    Menuju Sungai Gangga
    Para pertapa di daerah itu mengantarkan mereka
    Ke sebuah perahu yang indah
    “Cepatlah, naiklah perahu ini
    Dan lanjutkan perjalanan suci kalian.”
    Wiswamitra dan kedua bersaudara itu
    Menghaturkan puja pada mereka dan berangkat
    Di tengah sungai
    Rama dan Laksamana mendengar
    Gelombang berhantam dengan gelombang
    Dan ribut sekali
    Rama bertanya
    “o, Sang Suci, mengapa suaranya ribut sekali?”

    Wiswamitra menjawab
    “Rama, di Gunung Kailasa adalah Manasa
    Danau di mana daya pikir terlahir
    Lahir dari rekayasa kaya Sang Brahma
    Darinya bersumberlah Serayu
    Mengalir melewati Ayodya
    Dan di sini bertemu dengan Gangga
    Benturan air dari kedua sungai itulah
    Yang kini kaudengarkan
    Haturkan persembahan di sini, Rama
    Dan pujalah sekhusyuk hatimu.”

    Kedua bersaudara itu menunduk berdatang sembah
    Dan setelah mencapai seberang
    Mereka meninggalkan perahu
    Dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki
    Cepat sekali mereka mencapai hutan rimba belantara

    Rama berplaing pada Wiswamitra dan bertanya
    “O, Sang Suci
    Rimba yang gelap serta seram ini
    Di mana cengkerik berisik
    Dan binatang buas mengaum beringas
    Di mana pemakan bangkai dan burung lain
    Menjerit-jerit mengiris langit
    Penuh dengan babi hutan, singa, harimau dan gajah
    Dan berbagai macam pepohonan
    Dhawa, aswakarna, kakuba, bilwa, patala, tindaka, yuyube
    Rimba ini begitu mencekam, begitu seram.”

    Sang pertapa Wiswamitra menjawab
    “Ya, dengarkan anakku
    Akan kuceritakan pada kalian tentang rimba ini
    Zaman dahulu, ada dua kota di sini
    Malada dan Karusa
    Dua kota yang kaya dan makmur ciptaan para dewa
    Seorang yaksi bernama Tataka lahir di sini
    Ia sakti sekali
    Dapat mengubah diri menjadi apa saja
    Punya kekuatan bagai seribu ekor gajah
    Ia kemudian kawin dengan Sunda
    Mereka berputra raksasa bernama Marica
    Yang bertubuh bagai bukit
    Berlengan sangat panjang
    Bermulut bagai gua
    Tataka juga sangat jahat
    Tiap hari, ia selalu mengobrak-abrik Malada dan Karusa
    Ia tinggal tak jauh dari tempat ini
    Kita harus berhati-hati mulai sekarang
    Hari ini engkau harus menghancurkan Tataka dengan tenaga kedua lenganmu
    Bebaskan kawasan ini dari Tataka
    Itulah perintahku padamu
    Selama yaksi ini hidup
    Tak akan ada yang berani memasuki hutan ini.”

    Rama bertanya lagi
    “Yang Mulia, hamba dengar yaksi sebetulnya makhluk lemah
    Mengapa yang ini memiliki tenaga seribu ekor gajah?”

    Dengan lembut Wiswamitra menjawab
    “Begini, Tataka mendapat suatu anugrah
    Dahulu, ada yaksa sangat perkasa bernama Suketu
    Dia baik hati, tapi tak punya anak
    Karenanya iapun bertapa dengan sangat khusyuk
    Tapa ini diterima oleh Pitamaha Brahma
    Sang Dewa sangat puas dan memberinya anugrah luar biasa
    Bukan anak lelaki
    Tetapi anak perempuan yang punya kekuatan bagai seribu ekor gajah
    Itulah Tataka
    Suketu kemudian mengawinkan putrinya yang cantik tiada tara
    Dengan Sunda, putra Jamba
    Dari pasangan ini, lahirlah Marica
    Yang berbadan sebesar bukit itu
    Sesungguhnya ia lahir sebagai yaksa
    Tetapi karena kutukan Maharesi Agastya
    Maka ia menjadi raksasa pemakan daging
    Hal ini terjadi karena ketika Agastya mengutuk mati Sunda
    Tataka dan putrinya bersumpah akan memakan sang maharesi itu
    Agastya melihat keduanya datang menyerbu kemudian menjatuhkan kutukan
    ‘Jadilah raksasa pemakan daging!’
    Kemudian kepada Tataka ia menambahkan
    ‘Hilanglah semua kecantikanmu!
    Jadilah raksasi yang menjijikan!”
    Itulah sebabnya kini
    Tataka begitu bernafsu menghancurkan semua upacara keagamaan
    Di daerah tempat Agastya dulu bertapa
    Bunuhlah wanita itu, Rama
    Ia sama sekali tak punya darma
    Jangan takut
    Lupakan semua tata susila melawannya
    Adalah tugas utama ksatria untuk melindungi rakyat
    Membunuh wanita mungkin berlawanan dengan kata hatimu
    Tetapi ingatlah, betapa Indra pun
    Pernah membunuh Putri Wirocana, Mantara
    Karena ia ingin melahap seluruh dunia
    Ingat juga bahwa Wisnu pun
    Pernah membunuh istri Brigu, ibu Kawya
    Karena ia ingin membunuh Indra
    Banyak ksatria suci membunuh wanita yang tak punya darma
    Jangan ragu-ragu lagi
    Lakukan apa kataku.”

    Rama mengangkat busurnya, menggetarkan talinya
    Suara getaran tali menggema ke seluruh penjuru dunia
    Tataka terpesona dan sangat murka
    Bingung dan marah
    Tataka menyerbu ke arah suara datang
    Rama melihat raksasi wanita
    Besar dan menyeramkan
    Rama berkata pada Laksamana
    “Laksamana, liat betapa menjijikkan rupanya
    Orang berhati lemah pasti pingsan melihatnya
    Akan kupotong hidung dan telinganya
    Memang tidak akan mudah
    Ia punya segudang mantra sakti
    Tapi aku tak akan membunuhnya
    Karena betapapun ia wanita
    Aku hanya akan membuatnya tak berdaya
    Dan tak mampu berbuat petaka”

    Sebelum habis kata-kata Rama
    Tataka telah begitu dekat
    Dan mengangkat tangan untuk menghantamnya
    Wiswamitra cepat melindungi Rama dengan mantranya
    “Hun” dan ia berseru, “Jaya Rama!”
    Tataka menunjukkan kesaktiannya
    Ia menciptakan hujan batu karang
    Menghambur ke arah Rama dan Laksamana
    Dengan gusar, Rama membuat buyar hujan batu itu
    Dan Tataka mengulurkan lengannya
    Rama berhasil menebas putus kedua lengan raksasi itu
    Saat menggeliat kesakitan
    Laksamana memotong hidung dan telinganya
    Tataka tak menyerah
    Dengan kesaktiannya, ia mengubah diri
    Menjadi berbagai makhluk cantik
    Untuk meluluhkan hati Rama dan Laksamana
    Saat ini pun tak berhasil
    Ia membuat dirinya tidak nampak
    Sambil terus melemparkan batu pada Rama dan Laksamana
    Sesaat membuat kedua kakak beradik ini kebingungan

    “Jangan berbelas kasihan lagi, Rama!” Wiswamitra berseru
    “Bunuhlah dia, bunuhlah dia sekarang juga
    Kalau tidak, mantra saktinya akan membuat dirinya
    Dua kali lebih kuat
    Sehingga semua usaha kita sia-sia
    Lagipula, senja telah tiba
    Pada saat senja, raksasa akan makin kuat
    Dan akhirnya kebal
    O, keturunan Ragu
    Jangan uang waktu lagi!”

    Rama memililh anak panah khusus
    Anak panah yang sangat peka akan suara
    Ditembakkannya anak panah itu pada sang raksasi
    Tataka mengerahkan segenap kesaktiannya
    Mengaum keras
    Menyerbu Rama dan Laksamana
    Menerjang hujan anak panah itu
    Tetapi, sebatang anak panah Rama
    Menghunjam tepat di dadanya
    Dan ia pun roboh, tewas

    Saat itu juga
    Indra dan semua para dewa memuji kemenangan Rama
    Berseru, “Sadhu! Sadhu! Hebat! Hebat!”
    Malam itu mereka beristirahat di rimba

    Keesokan harinya Wiswamitra tersenyum memuji Rama
    “Aku bahagia mengenalmu Pangeran Perkasa
    Semoga hidupmu kelak makmur
    Akan kuberikan kepadamu
    Senjata-senjata sakti yang sanggup mengalahkan
    Dewa, raksasa, gandarwa dan naga
    Ini adalah senjata-senjata sakti, Rama
    Terimalah!”

    Rama menerima senjata-senjata itu
    Dan dengan penuh syukur berkata
    “Sang Suci Pertapa Teragung
    Senjata-senjata ini membuatku tak terkalahkan
    Bahkan oleh para dewa sekalipun?
    Mohon Paduka sudi mengajariku
    Cara menggunakan dan cara memanggil mereka kembali.”

    Wiswamitra mengajarkan mantra-mantra
    Untuk melepaskan dan memanggil kembali
    Senjata-senjata sakti tadi pada kedua bersaudara itu
  • Mereka kemudian tiba di pedepokan yang indah
    Namun tak terawat dan ditinggalkan penghuninya
    Rama bertanya pada Sang Wiswamitra
    “O sumber cahaya,
    Mengapa pedepokan indah ini terbengkalai
    Dan tak ada yang menempati?
    Milik siapakah gerangan?”

    Sang pertapa sakti bersuara lembut
    Wiswamitra menjawab
    “Dengarlah cerita orang suci tiada tara
    Yang memiliki pedepokan ini
    Dan kemudian mengutuknya
    Ini adalah pedepokan milik Resi Gautama
    Dewa-dewa pun dulu sering berkunjung kemari
    Di sinilah Resi Gautama dan istrinya, Ahalya
    Bertapa dengan keras selama bertahun-tahun
    Suatu hari saat mengetahui Gautama sedang pergi
    Suami Saci, Indra – Sang Mahadewa Bermata Seribu –
    Turun ke pedepokan ini
    Menyamar sebagai sang Gautama
    Dan menemui Ahalya
    Ia berkata, ‘Mereka yang mencari kenikmatan
    O Sang Rupawan, tak usah menghiraukan masa tiga hari
    Setelah saat datang bulan
    O Sang Cantik berpinggang ramping
    Aku menginginkan dirimu
    Aku ingin menikmatimu sekarang juga.’
    Ahalya seseungguhnya tahu bahwa
    Yang ada di depannya adalah Sang Seribu Mata, Indra
    Tetapi wanita ini tergoda oleh keinginannya untuk bisa
    Memeluk raja para dewa
    Maka ia pun menyerahkan dirinya
    Setelah nafsunya terpuaskan
    Ia berkata kepada sang raja dewa”

    “Ahalya sesungguhnya tahu
    Bahwa yang ada di depannya adalah sang seribu mata, Indra
    Tetapi wanita ini tergoda oleh keinginan
    Untuk bisa memeluk raja para dewa
    Maka ia pun menyerahkan dirinya
    Setelah nafsunya terpuaskan
    Ia berkata kepada sang raja dewa
    ‘Aku sudah terpuaskan, Tuanku
    Cepatlah pergi
    Jangan sampai Gautama melihat Paduka!’
    Indra tersenyum dan menyahut
    ‘Duhai wanita berkaki indah
    Aku pun merasa sangat puas
    Aku akan menyelinap pergi
    Tanpa ada yang tahu.’
    Setelah menikmati tubuh Ahalya
    Indra bergegas keluar gubug ijuk itu
    Karena ia sangat takut pada Gautama
    Namun, tepat pada saat itu
    Muncullah Gautama
    Sang Gautama berseri menyilaukan oleh kekuatan tapanya
    Saat itu, tak ada makhluk apa pun yang bisa mengalahkannya
    Tepergok oleh sang pertapa suci
    Yang membawa barang-barang persembahan itu
    Indra tertegun dan terdiam malu.”

    “Melihat sang seribu mata berdiri
    Dengan sikap penuh dosa berpakaian mirip dirinya
    Gautama langsung tahu apa yang telah terjadi
    Dengan marah ia berkata
    ‘Sungguh tak bersusila apa yang telah kaulakukan
    Muncul di sini menyamar menjadi diriku
    Semoga buah zakarmu runtuh
    Dan kejantananmu lenyap saat ini juga’
    Begitu sang suci mengucapkan kutukannya
    Maka buah zakar Indra pun jatuh ke tanah
    Setelah mengutuk Indra
    Gautama melampiaskan amarahnya pada istrinya
    ‘Dan kau, kau akan terbaring di pedepokan ini selama seribu tahun
    Tanpa makanan, tanpa air, tak tampak oleh makhluk apapun
    Sebagai hukuman atas kekeliruanmu
    Kelak jika Rama, putra Dasarata menapakkan kaki di hutan ini
    Barulah kau akan bebas dari kutukan ini
    Kau harus menjamunya dengan tulus
    Dan ini akan membersihkan dirimu dari nafsu birahi
    Baru setelah itu kau bisa memperoleh bentuk tubuhmu semula.’
    Setelah menjatuhkan kutukan mengerikan itu
    Gautama meninggalkan pedepokan ini
    Pergi ke Himalaya untuk melanjutkan pertapaannya
    Di sebuah puncak yang sering dikunjungi kaum Sidda dan Caranna”

    “Indra yang kehilangan buah zakarnya
    Bergegas menemui para dewa yang dipimpin oleh Agni
    ‘Aku telah mengganggu tapa sang suci Gautama
    Aku berhasil membuatnya marah
    Dengan demikian, tapanya gagal
    Ini kulakukan demi para dewa
    Tetapi sekarang aku kehilangan kejantananku
    Dan dia pun mengutuk istrinya, Ahalya
    O para dewa
    Telah kubantu kalian menggagalkan tapa Gautama
    Sekarang bantulah aku memperoleh kejantananku kembali!’
    Para dewa iba juga pada Indra
    Dengan dipimpin oleh Agni
    Mereka menghadap sukma-sukma para kakek moyang semua dewa
    Agni berkata
    ‘Indra kehilangan buah zakarnya
    O Pitri, di sin ada seekor domba jantan
    Pindahkan zakarnya pada Indra
    Domba yang terkebiri itu akan memberimu kesukaan
    Mulai saat ini, kalian akan memberi hadiah
    Kepada manusia yang mempersembahkan domba terkebiri.’
    Para pitri menyetujui permintaan Agni
    Mereka memotong kemaluan domba jantan
    Dan memasangnya pada tubuh Indra
    Dan begitulah, Rama
    Sebagai bukti keperkasaan tapa Gautama
    Indra memiliki kemaluan domba jantan.”

    “Inilah pedepokan milik Gautama itu
    Masuklah, Rama dan bebaskan sang maha cantik
    Yang bagaikan bidadari, Ahalya.”
    Dengan dituntun Wiswamitra
    Rama dan Laksamana memasuki pedepokan tersebut
    Mereka melihat Ahalya dengan kecantikan
    Yang begitu bersinar akibat tapanya
    Yang sebelum saat itu
    Tak nampak oleh siapapun

    Dikutuk oleh Gautama
    Ia jadi tawanan mantra sakti
    Yang tercipta oleh Sang Pencipta
    Bagai lidah api tersembunyikan asap
    Bagai bulan tercadarkan awan
    Bagai sinar matahari berkedip di sungai
    Dan kini ia tampil sempurna
    Kembali oleh kedatangan Rama

    (bersambung lagi nanti-nanti ...)
  • Kedua bersaudara itu kemudian mengikuti Wiswamitra
    Ke arah timur laut sampai mereka tiba
    Di tempat pemujaan Raja Janaka
    Melihat ini, Rama sangat terpesona
    “Betapa agungnya!
    Ribuan brahmana dari segala penjuru dunia
    Semua menguasai Veda
    Ratusan pedati pembawa berbagai barang keperluan
    Serta barang-barang untuk kurban
    Mari kita istirahat dulu, sang suci
    Biar kunikmati semua pemandangan ini.”

    Raja Janaka menerima mereka dengan penuh hormat
    Sang raja merapatkan tangan dalam bentuk sembah
    Dan berkata kepada Wiswamitra
    “Tuanku yang suci
    Mohon sudi duduk dengan para orang suci
    Yang hadir di sini.”
    Menjawab permintaan sang raja
    Wiswamitra memberi keterangan tentang siapa
    Kedua orang pemuda yang dibawanya
    Bahwa mereka putra raja Dasarata
    Yang melakukan perjalanan yang sangat melelahkan
    Dan penuh tantangan
    Tinggal di pedepokan Sidda
    Menghancurkan raksasa-raksasa perusak
    Mengembalikan bentuk asli Ahalya
    Dan berkunjung ke Mitila
    Untuk melihat busur agung yang terkenal itu
    Seusia bercerita
    Sang maha pertapa itu kemudian tak berucap lagi

    Di antara para hadirin adalah Satananda
    Putra tertua Gautama
    Yang sangat gembira mendengar kisah perjalanan Rama
    “Diberkatilah kiranya kau
    Manusia terbaik di dunia!”
    Katanya pada Rama
    “Sungguh beruntung kami dapat bersama Paduka
    Diiringi oleh Wiswamitra, putra sang agung Kusika
    Mari kuceritakan padamu tentang Wiswamitra.”
  • “Wiswamitra lahir sebagai ksatria
    Kemudian beliau bertapa selama seribu tahun
    Para dewa sangat terkesan oleh tapanya
    Dan berniat memberinya anugrah
    Sang Brahma yang luar biasa cemerlang memujinya
    ‘Semoga kau selalu penuh anugrah!
    Semoga kau menjadi resi karena kekuatan tapamu.’
    Seusai mengatakan itu
    Sang Brahma kembali ke khayangan
    Wiswamitra melanjutkan tapanya
    Dengan lebih khusyuk lagi
    Waktu berlalu dan suatu hari
    Bidadari paling canti di kahyangan, Menaka
    Mandi di danau Puskara
    Wiswamitra melihat sang bidadari ini
    Yang kecantikannya begitu menggoda
    Bagaikan kilatan petir di antara gumpalan mega hitam
    Dengan panah asmara tertancap di dadanya
    Wiswamitra pun berkata pada Menaka
    ‘Selamat datang di pedepokanku, o Apsara
    Cintailah aku karena aku sangat mencintaimu.’
    Menaka yang cantik jelita itu tinggal di pedepokan Wiswamitra
    Keberadaannya di sana sangat mengganggu
    Kekuatan tapa sang Wiswamitra
    Lima tahun berlalu
    Dan lima tahun lagi
    Menaka sangat bahagia tinggal di pedepokan Wiswamitra.”

    “Tetapi sang maharesi Wiswamitra kian hari kian gelisah
    Khawatir dan malu akan hubungannya dengan Menaka
    Terus-menerus menggerogoti kekhusyuka tapanya
    Setelah sepuluh tahun
    Ia sadar bahwa ini adalah siasat para dewa
    Untuk menggagalkan kekuatan luar biasa
    Yang didapatnya dari bertapa
    Ia berpikir, ‘Sepuluh tahun
    Sepuluh tahun lewat bagaikan sehari dan semalam saja
    Aku menjadi budak hawa nafsuku
    Tapaku hancur karenanya.’
    Di depannya, Menaka gemetar ketakutan
    Dengan tangan tertangkup dalam posisi menyembah
    Wiswamitra dengan lembut tapi tegas memintanya pergi
    Kembali ke khayangan”

    “Wiswamitra memutuskan untuk bertapa lebih keras
    Menyucikan dirinya dengan jalan menguasai segala nafsu
    Ia pergi ke tepi Sungai Kausiki
    Dan melakukan pertapaan yang luar biasa
    Menyiksa diri selama seribu tahun
    Ini membuat para dewa gempar
    Mereka menghadap Sang Brahma, pencipta alam semesta
    Mereka memohon, ‘Berikan gelar maharesi pada Wiswamitra!
    Wiswamitra perkasa dalam segala ulah tapa
    Berdiri sendiri, tangan teracung ke atas
    Hidup hanya dengan udara saja selama seribu tahun
    Di musim panas ia dikerumuni oleh panas
    Dari empat penjuru dunia dan kelima matahari
    Di musim dingin ia berendam di air
    Sementara hujan mengguyur kepalanya siang dan malam
    Ketekunannya kembali menggemparkan para dewa.’
    Indra segera memanggil Ramba, seorang apsara
    ‘Ramba, bantulah para dewa
    Hidupkan hawa nafsu dalam diri Wiswamitra
    Batalkan tapanya
    Tugas mulia ini rasanya hanya kau yang bisa’
    Ramba gemetar ketakutan menjawab
    ‘O raja para dewa, ampunilah hamba
    Hamba takut, kutukannya maha hebat
    Ampunilah hamba, Tuanku!’
    Indra melihat bidadarinya gemetar ketakutan
    Kemudian menghiburnya
    ‘Jangan takut Ramba, kau akan berhasil
    Lakukan seperi kataku
    Aku akan menjelma menjadi burung bersuara merdu
    Aku akan menemanimu saat bunga-bunga mekar
    Di musim semi dan saat cinta melanda dunia
    Kau begitu menggoda
    Tak mungkin Wiswamitra sanggup menolakmu.’
    Akhirnya Ramba setuju.”

    “Apsara dengan kecantikannya yang luar biasa
    Kemudian mendatangi Wiswamitra
    Sang pertapa terpukau oleh lagu merdu kukila, jelmaan Indra
    Ia terpesona oleh kecantikan sang apsara
    Namun kecurigaan muncul di pikirannya
    Karena nyanyian burung itu terlalu merdu
    Dan wanita itu terlalu cantik
    ‘Pasti ini siasat Indra lagi,’ pikirnya
    Dan dengan murka, ia mengutuk Ramba
    ‘Ramba, kau tahu aku sedang melawan nafsu dan amarah
    Tapi berani-beraninya kau merayuku
    Jadilah batu untuk seribu tahun, perempuan tolol!
    Sampai sang brahmana Wasista membebaskanmu dari hukuman ini!’
    Saat itu juga Wiswamitra menyesali kata-katanya
    Ia sadar sekali lagi rasa marah menghapuskan anugrah tapanya selama ini
    Ramba menjelma menjadi batu
    Sementara Indra terbang melarikan diri
    Wiswamitra kemudian berikrar
    ‘Tidak lagi!
    Tidak lagi aku kan kehilangan kendali
    Tidak lagi kan kuucapkan kata-kata murka
    Aku kan mengikat diri dan menaklukkan diriku
    Aku kan mengendalikan nafasku untuk ratusan tahun
    Aku akan jadi brahmana
    Aku takkan bernafas
    Aku takkan makan
    Aku akan teguh berdiri
    Aku akan teguh
    Aku tak mau kakiku runtuh!’ “
Sign In or Register to comment.