BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Qanun Jinayah di Syah kan di Aceh

edited February 2010 in BoyzRoom
FYI: Ini bagi2 orang yang demen formalisasi syariat islam, ini lah contohnya dan dampaknya, sudah masuk dunia barbar.

Qanun Jinayat yang diusulkan pemerintah Aceh disahkan parlemen pada Senin (14/9). Dalam Qanun yang disahkan secara aklamasi itu mengatur soal judi, zina, minuman beralkohol, homoseksual, lesbian, pemerkosaan, dan pedofilia. Para pelanggar pidana yang telah diatur dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400 kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dengan cara melempar batu hingga meninggal.

Ifdhal menilai hukum rajam yang diatur di Qanun jelas melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Rajam bertentangan dengan semangat konstitusi amandemen kedua HAM, tentang jaminan perlindungan hak azasi termasuk tidak boleh dilakukannya hukuman yang kejam.

“Benar, Aceh berlaku syariat Islam, tapi apapun dasarnya, harus tetap diletakkan dalam sebuah kerangka nasional dan hukum dibuat idak boleh melanggar hukum nasional,” kata Ifdhal, kelahiran Aceh. “Menerapkan hukum sesuai syariat islam boleh-boleh saja, tapi haruslah dekat dengan masyarakat dan negara. Artinya juga menghormati HAM.”

Hal senada dikemukakan Hendardi. Mantan Direktur Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu menilai cambuk dan rajam merupakan bentuk penghukuman yang kejam dan tidak manusia. “Merendahkan martabat yang betentangan dengan Konvensi Anti-Penyiksaan, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia,” kata Hendardi dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi acehkita.com, Selasa (15/9).

Ketua Badan Pengurus Setara Institute ini menyebutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggungjawab atas pengesahan Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Acara Jinayat di Provinsi Aceh kemarin. “Qanun itu sebagai klimaks irrasionalitas politik perundang-undangan nasional Indonesia,” kata dia.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Mawardi Ismail mengatakan, Qanun Jinayah sama sekali tidak melanggar undang-undang yang berlaku secara nasional, dan juga tidak melanggar hak asasi manusia.

“Mengenai soal hak asasi manusia, semua yang masuk dalam rumusan HAM ketika dibawa ke ranah lokal, itu memerlukan penyesuaian. Dalam konteks jinayat sekarang ini juga telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan ketentuan jinayat tidak akan melanggar HAM,” kata Mawardi Ismail saat dihubungi Kamis (10/9) sore.

Dia menyebutkan, hukuman cambuk dan rajam menjadi dua hal yang sering dipermasalahkan banyak kalangan. Menurutnya, hukuman cambuk bukan hanya berlaku di Aceh, tapi juga di Singapura dan Malaysia. “Kenapa yang di sana tidak dipersoalkan?” tanya Mawardi.

http://www.acehkita.com/berita/qanun-jinayat-melanggar-ham/
«13456713

Comments

  • no komen deh...takuttt
  • JUst ro~lling my eyes

    :roll: :roll: :roll:
  • toyo wrote:
    FYI: Ini bagi2 orang yang demen formalisasi syariat islam, ini lah contohnya dan dampaknya, sudah masuk dunia barbar.

    Qanun Jinayat yang diusulkan pemerintah Aceh disahkan parlemen pada Senin (14/9). Dalam Qanun yang disahkan secara aklamasi itu mengatur soal judi, zina, minuman beralkohol, homoseksual, lesbian, pemerkosaan, dan pedofilia. Para pelanggar pidana yang telah diatur dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400 kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dengan cara melempar batu hingga meninggal.

    Ifdhal menilai hukum rajam yang diatur di Qanun jelas melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Rajam bertentangan dengan semangat konstitusi amandemen kedua HAM, tentang jaminan perlindungan hak azasi termasuk tidak boleh dilakukannya hukuman yang kejam.

    “Benar, Aceh berlaku syariat Islam, tapi apapun dasarnya, harus tetap diletakkan dalam sebuah kerangka nasional dan hukum dibuat idak boleh melanggar hukum nasional,” kata Ifdhal, kelahiran Aceh. “Menerapkan hukum sesuai syariat islam boleh-boleh saja, tapi haruslah dekat dengan masyarakat dan negara. Artinya juga menghormati HAM.”

    Hal senada dikemukakan Hendardi. Mantan Direktur Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu menilai cambuk dan rajam merupakan bentuk penghukuman yang kejam dan tidak manusia. “Merendahkan martabat yang betentangan dengan Konvensi Anti-Penyiksaan, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia,” kata Hendardi dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi acehkita.com, Selasa (15/9).

    Ketua Badan Pengurus Setara Institute ini menyebutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggungjawab atas pengesahan Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Acara Jinayat di Provinsi Aceh kemarin. “Qanun itu sebagai klimaks irrasionalitas politik perundang-undangan nasional Indonesia,” kata dia.

    Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Mawardi Ismail mengatakan, Qanun Jinayah sama sekali tidak melanggar undang-undang yang berlaku secara nasional, dan juga tidak melanggar hak asasi manusia.

    “Mengenai soal hak asasi manusia, semua yang masuk dalam rumusan HAM ketika dibawa ke ranah lokal, itu memerlukan penyesuaian. Dalam konteks jinayat sekarang ini juga telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan ketentuan jinayat tidak akan melanggar HAM,” kata Mawardi Ismail saat dihubungi Kamis (10/9) sore.

    Dia menyebutkan, hukuman cambuk dan rajam menjadi dua hal yang sering dipermasalahkan banyak kalangan. Menurutnya, hukuman cambuk bukan hanya berlaku di Aceh, tapi juga di Singapura dan Malaysia. “Kenapa yang di sana tidak dipersoalkan?” tanya Mawardi.

    http://www.acehkita.com/berita/qanun-jinayat-melanggar-ham/

    sekalian aja teknologi diharamkan jadi masuk ke dalem goa jaman purbakala udah ngga usah idup di jaman ini.
  • Sudah pasti, orang2 itu (macam si cuteboyz, dan pengkotbah2 self-loathing sejenis itu) akan mendukung / menjustifikasi dengan alasan apapun, no matter how absurd. Liat aja....

    toyo wrote:
    FYI: Ini bagi2 orang yang demen formalisasi syariat islam, ini lah contohnya dan dampaknya, sudah masuk dunia barbar.

    Qanun Jinayat yang diusulkan pemerintah Aceh disahkan parlemen pada Senin (14/9). Dalam Qanun yang disahkan secara aklamasi itu mengatur soal judi, zina, minuman beralkohol, homoseksual, lesbian, pemerkosaan, dan pedofilia. Para pelanggar pidana yang telah diatur dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400 kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dengan cara melempar batu hingga meninggal.

    Ifdhal menilai hukum rajam yang diatur di Qanun jelas melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. Rajam bertentangan dengan semangat konstitusi amandemen kedua HAM, tentang jaminan perlindungan hak azasi termasuk tidak boleh dilakukannya hukuman yang kejam.

    “Benar, Aceh berlaku syariat Islam, tapi apapun dasarnya, harus tetap diletakkan dalam sebuah kerangka nasional dan hukum dibuat idak boleh melanggar hukum nasional,” kata Ifdhal, kelahiran Aceh. “Menerapkan hukum sesuai syariat islam boleh-boleh saja, tapi haruslah dekat dengan masyarakat dan negara. Artinya juga menghormati HAM.”

    Hal senada dikemukakan Hendardi. Mantan Direktur Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) itu menilai cambuk dan rajam merupakan bentuk penghukuman yang kejam dan tidak manusia. “Merendahkan martabat yang betentangan dengan Konvensi Anti-Penyiksaan, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia,” kata Hendardi dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi acehkita.com, Selasa (15/9).

    Ketua Badan Pengurus Setara Institute ini menyebutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggungjawab atas pengesahan Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Acara Jinayat di Provinsi Aceh kemarin. “Qanun itu sebagai klimaks irrasionalitas politik perundang-undangan nasional Indonesia,” kata dia.

    Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Mawardi Ismail mengatakan, Qanun Jinayah sama sekali tidak melanggar undang-undang yang berlaku secara nasional, dan juga tidak melanggar hak asasi manusia.

    “Mengenai soal hak asasi manusia, semua yang masuk dalam rumusan HAM ketika dibawa ke ranah lokal, itu memerlukan penyesuaian. Dalam konteks jinayat sekarang ini juga telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan ketentuan jinayat tidak akan melanggar HAM,” kata Mawardi Ismail saat dihubungi Kamis (10/9) sore.

    Dia menyebutkan, hukuman cambuk dan rajam menjadi dua hal yang sering dipermasalahkan banyak kalangan. Menurutnya, hukuman cambuk bukan hanya berlaku di Aceh, tapi juga di Singapura dan Malaysia. “Kenapa yang di sana tidak dipersoalkan?” tanya Mawardi.

    http://www.acehkita.com/berita/qanun-jinayat-melanggar-ham/
  • Kk2 sekalian

    Aceh kan emang mayoritas muslim

    Wajar dung klo mau menerapkan syar'i

    Lagian jg nga ada yg maksa mereka

    Yah, dampaknya akan ke mereka juga yg merasakan
  • Sandy, kalau mayoritas muslim, penduduk Indonesia juga mayoritas muslim. Tapi indonesia tidak menggunakan hukum berdasarkan formalisasi syariat Islam. Kita menggunakan UUD 45 dan Pancasila yang mengakui adanya keberagaman.

    Menerapkan syariah memang boleh, saya sebagai muslim memang akan menerapkan syariah dengan cara pemahaman saya sebagai seorang muslim. Tapi akan menjadi masalah syariah yang saya pahami itu akan saya paksakan kepada orang lain dalam bentuk hukum formal. Ini yang bolak-balik saya sampaikan, tapi selalu orang gak paham.


    Kemudian formalisasi syariah Islam di Aceh itu kita tahu banyak sekali kepentingannya. Kita bisa lihat bagaimana berlakunya syariah Islam di Aceh itu pada masa Megawati. Kita tahu pada waktu itu situasi konflik, mungkin megawati mencoba memberikan obat mujarab untuk meredam konflik. Tapi nyatanya tidak. Karena yang diperjuangkan oleh rakyat Aceh keadilan dalam segala hal bukan formalisasi syariat Islam.Coba tanya dengan GAM bahwa mereka berjuang untuk hak-hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan sipil. Bukan formalisasi syariat Islam. Karena bagi masyarakat Aceh Islam itu sudah mendarah daging dan ada dalam jiwa mereka. Syariah itu selalu ada dalam hati orang Aceh. Tanpa harus dibuktikan dalam bentuk syariah.

    Kalau soal dampaknya memang orang aceh yang kena, tapi sebagai bangsa kita mesti prihatin karena aceh bagian dari Indonesia. Dan mereka juga manusia yang harus kita pikirkan bersama.
    Lagi2 hukum itu sudah dipastikan akan kenakan oleh orang2 miskin dan tidak berdaya. Orang2 penguasa tidak akan mempan kena kebijakan itu.


    salam


    Toyo

    Kemudian
    sandireza wrote:
    Kk2 sekalian

    Aceh kan emang mayoritas muslim

    Wajar dung klo mau menerapkan syar'i

    Lagian jg nga ada yg maksa mereka

    Yah, dampaknya akan ke mereka juga yg merasakan
  • Aceh=mekkah wanna be
  • toyo wrote:
    Sandy, kalau mayoritas muslim, penduduk Indonesia juga mayoritas muslim. Tapi indonesia tidak menggunakan hukum berdasarkan formalisasi syariat Islam. Kita menggunakan UUD 45 dan Pancasila yang mengakui adanya keberagaman.

    Menerapkan syariah memang boleh, saya sebagai muslim memang akan menerapkan syariah dengan cara pemahaman saya sebagai seorang muslim. Tapi akan menjadi masalah syariah yang saya pahami itu akan saya paksakan kepada orang lain dalam bentuk hukum formal. Ini yang bolak-balik saya sampaikan, tapi selalu orang gak paham.


    Kemudian formalisasi syariah Islam di Aceh itu kita tahu banyak sekali kepentingannya. Kita bisa lihat bagaimana berlakunya syariah Islam di Aceh itu pada masa Megawati. Kita tahu pada waktu itu situasi konflik, mungkin megawati mencoba memberikan obat mujarab untuk meredam konflik. Tapi nyatanya tidak. Karena yang diperjuangkan oleh rakyat Aceh keadilan dalam segala hal bukan formalisasi syariat Islam.Coba tanya dengan GAM bahwa mereka berjuang untuk hak-hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan sipil. Bukan formalisasi syariat Islam. Karena bagi masyarakat Aceh Islam itu sudah mendarah daging dan ada dalam jiwa mereka. Syariah itu selalu ada dalam hati orang Aceh. Tanpa harus dibuktikan dalam bentuk syariah.

    Kalau soal dampaknya memang orang aceh yang kena, tapi sebagai bangsa kita mesti prihatin karena aceh bagian dari Indonesia. Dan mereka juga manusia yang harus kita pikirkan bersama.
    Lagi2 hukum itu sudah dipastikan akan kenakan oleh orang2 miskin dan tidak berdaya. Orang2 penguasa tidak akan mempan kena kebijakan itu.


    salam


    Toyo

    Kemudian
    sandireza wrote:
    Kk2 sekalian

    Aceh kan emang mayoritas muslim

    Wajar dung klo mau menerapkan syar'i

    Lagian jg nga ada yg maksa mereka

    Yah, dampaknya akan ke mereka juga yg merasakan
    Qanun nya berlaku untk orang non muslim jg kah? Atw hny bwt org islam doang?
  • qanun-nya berlaku buat muslim maupun non-muslim. basically, semua orang di aceh is affected by this law.
  • sedih....mungkin nanti lama2 orang Aceh banyak yang pergi cari "suaka" di negerinya sendiri....bener2 aneh
  • Cool! gw sih setuju2 aja, biar takut n kapok tu yg demen judi, pemerkosa, pedofil, dll...asal beneran ni hukum diterapkan tanpa pandang bulu..jgn ntar yg rakyat kecil aja yg kena hukuman, ehh pemimpinnya yang doyan zina, judi ga kena hukuman...yg penting rakyat Aceh sendiri harus ikut mengawasi secara cermat pelaksanaan hukum ini... :idea:
  • Itu masalahnya, kita lihat lah nanti siapa yang akan menjadi korban dari qanun ini.
    Sudah dipastikan adalah orang2 yang secara hukum maupun politik tidak punya kuasa.

    Misalnya emang DPRA itu berani buat Qanun soal Korupsi bagi pejabat pemerintah untuk dirajam sampai mati. Aku yakin tidak akan mau itu para pejabat membuat qanun soal korupsi. Karena memang mereka yang nanti dikena.

    Berani cuma dgan rakyat miskin saja.

    salam


    Toyo
    funknoodle wrote:
    Cool! gw sih setuju2 aja, biar takut n kapok tu yg demen judi, pemerkosa, pedofil, dll...asal beneran ni hukum diterapkan tanpa pandang bulu..jgn ntar yg rakyat kecil aja yg kena hukuman, ehh pemimpinnya yang doyan zina, judi ga kena hukuman...yg penting rakyat Aceh sendiri harus ikut mengawasi secara cermat pelaksanaan hukum ini... :idea:
  • Assalamu'alaikum,

    Hukum rajam (stoned to death) adalah hukum (Syari'at) milik kaum
    Yahudi dan sejak zaman dulu sudah diterapkan oleh kaum Yahudi.

    Bagi pelaku perzinahan diberlakukan hukuman mati (Imamat 20:10-20) dan
    rajam sampai mati (Ulangan 22:22-24) dan bahkan setelahnya ratusan
    tahun kemudian dalam era Hadhrat Yesus a.s., beliau juga menyetujui hukuman
    bagi penzinah adalah rajam sampai mati (Yohanes 8:3-5).

    Lebih lanjut kita lihat dalam Ensiklopedi Perjanjian Baru, Penerbit
    Kanisius Yogyakarta, buah tangan Xavier Leon-Dufour, hal. 613 menyebutkan:

    "Zinah, yaitu hubungan seksual antara laki-laki (yang sudah atau belum
    beristri) dengan perempuan yang sudah bersuami dilarang oleh Hukum,
    sebab hubungan yang demikian memperkosa hak milik suami terhadap
    istrinya. Kedua pelaku zinah harus dihukum mati, biasanya dirajam oleh
    seluruh masyarakat, sebab pelanggaran itu menodai seluruh masyarakat.
    Apa yang dahulu berlaku bagi perempuan saja, oleh Yesus dinyatakan
    sebagai hal yang berlaku bagi laki-laki pula ..."

    Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum rajam sampai mati bagi
    pelaku perzinahan sesungguhnya sesuai ajaran agama mereka masih tetap
    berlaku bagi kaum Yahudi dan Kristen.

    Namun bagi sebagian kalangan Yahudi dan Kristen yang gemar dan suka
    mendiskreditkan Islam dan Nabi Muhammad SAW sering mengatakan bahwa hukum
    rajam yang pada zaman ini dan masih diterapkan oleh sebagian umat Islam
    merupakan warisan Islam. Pendapat seperti itu tidak benar, karena
    sesungguhnya hukum rajam sampai mati adalah berasal dari Bible.

    Al-Qur'an Karim, sebagai sumber hukum yang tertinggi, telah final
    menetapkan bahwa hukuman bagi perzinahan adalah DERA (24:2-5) dan
    tidak pernah ditemukan hukuman rajam bagi pelaku zinah dalam
    Al-Qur'an. Dan, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang menerima taubat
    dan perbaikan diri atas orang yang melakukan perzinahan (24:5).

    Jadi, tidak relevan lagi jika hukum rajam (lempar batu sampai
    mati/stoned to death) bagi kasus perzinahan masih dianggap sebagai
    bagian dari ajaran Islam, dan kemudian diterapkan pada zaman ini oleh
    beberapa golongan Islam yang bercita-cita ingin mengubah suatu negara
    dengan syari'at versi mereka dan menerapkan kembali seutuhkan hukum
    rajam (atau hukum lainnya), yang justru bertentangan dengan al-Qur'an
    Karim.

    Salam,

    MAS (ma_suryawan@ yahoo.com)
  • toyo wrote:
    Assalamu'alaikum,

    Hukum rajam (stoned to death) adalah hukum (Syari'at) milik kaum
    Yahudi dan sejak zaman dulu sudah diterapkan oleh kaum Yahudi.

    Bagi pelaku perzinahan diberlakukan hukuman mati (Imamat 20:10-20) dan
    rajam sampai mati (Ulangan 22:22-24) dan bahkan setelahnya ratusan
    tahun kemudian dalam era Hadhrat Yesus a.s., beliau juga menyetujui hukuman
    bagi penzinah adalah rajam sampai mati (Yohanes 8:3-5).

    Lebih lanjut kita lihat dalam Ensiklopedi Perjanjian Baru, Penerbit
    Kanisius Yogyakarta, buah tangan Xavier Leon-Dufour, hal. 613 menyebutkan:

    "Zinah, yaitu hubungan seksual antara laki-laki (yang sudah atau belum
    beristri) dengan perempuan yang sudah bersuami dilarang oleh Hukum,
    sebab hubungan yang demikian memperkosa hak milik suami terhadap
    istrinya. Kedua pelaku zinah harus dihukum mati, biasanya dirajam oleh
    seluruh masyarakat, sebab pelanggaran itu menodai seluruh masyarakat.
    Apa yang dahulu berlaku bagi perempuan saja, oleh Yesus dinyatakan
    sebagai hal yang berlaku bagi laki-laki pula ..."

    Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum rajam sampai mati bagi
    pelaku perzinahan sesungguhnya sesuai ajaran agama mereka masih tetap
    berlaku bagi kaum Yahudi dan Kristen.

    Namun bagi sebagian kalangan Yahudi dan Kristen yang gemar dan suka
    mendiskreditkan Islam dan Nabi Muhammad SAW sering mengatakan bahwa hukum
    rajam yang pada zaman ini dan masih diterapkan oleh sebagian umat Islam
    merupakan warisan Islam. Pendapat seperti itu tidak benar, karena
    sesungguhnya hukum rajam sampai mati adalah berasal dari Bible.

    Al-Qur'an Karim, sebagai sumber hukum yang tertinggi, telah final
    menetapkan bahwa hukuman bagi perzinahan adalah DERA (24:2-5) dan
    tidak pernah ditemukan hukuman rajam bagi pelaku zinah dalam
    Al-Qur'an. Dan, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang menerima taubat
    dan perbaikan diri atas orang yang melakukan perzinahan (24:5).

    Jadi, tidak relevan lagi jika hukum rajam (lempar batu sampai
    mati/stoned to death) bagi kasus perzinahan masih dianggap sebagai
    bagian dari ajaran Islam, dan kemudian diterapkan pada zaman ini oleh
    beberapa golongan Islam yang bercita-cita ingin mengubah suatu negara
    dengan syari'at versi mereka dan menerapkan kembali seutuhkan hukum
    rajam (atau hukum lainnya), yang justru bertentangan dengan al-Qur'an
    Karim.

    Salam,

    MAS (ma_suryawan@ yahoo.com)

    ngga masalah menurut gue agama mana yg pertama mempeloporkan jenis hukuman ini... yg jadi isu itu kan cara pikir yg terbelakang....Masa jenis hukuman yg sudah ribuan tahun dan banyak diberhentikan oleh karena HAM, masih terus diberlakukan. Bagaimana sbg umat manusia mau maju kalo adat2 yg kuno yg tidak masuk akal lagi di jaman skg masih terus dihormati. Gimanapun juga manusia itu cerdas2 lama2 juga terlihat kalo metode yg tidak manjur sbg hukuman itu patut diberhentikan. Contohnya hukuman mati saja skg banyak yg pro dan contra. Tekniknya saja banyak yg memperdebatkan, ada kursi listrik ada lapangan tembak, ada suntik bahan kimia, ada gas beracun..... jujur saja lempar batu dan cambuk sudah ketinggalan jaman kalo dibanding dengan hukuman2 mati yg lainnya seperti yg tersebut di atas.
  • freshfish wrote:
    qanun-nya berlaku buat muslim maupun non-muslim. basically, semua orang di aceh is affected by this law.

    Kata siapa? yakin loe kaga sotoy...!?

    Sebaiknya jangan langsung nyerocos nyablak, bisa aja yg bikin thread ada yg kelewat nulis mengenai pemberitaan topik ini. Mungkin ada ketentuan2 tertentu di dalam terlaksananya syariat ini. Mungkin sebetulnya pelaksanaan eksekusinya tidak seekstrim dgn apa yg termaktub pada pernyataan syariat.
    Ga jelas juga kan pria gay dieksekusi pas ketauan gay, ato pas ketauan melakukan anal sex!?.

    Dari gua pribadi, hidup sebaik yg kita bisa. Jangan berbuat kriminal, jangan mengganggu/merugikan orang lain, berusaha menghormati adat istiadat. Mungkin, syariat ekstrim apapun, kita tetap selamat. (Dalam konteks ini, yg biasa menjalani kehidupan gay dgn cara terlalu 'eksplisit' ya harus maksain diri bwt stop. Means no anal sex, no gay-accts in public, cuma jalin perasaan sayang aja yg dipendam. Ribet memang, tapi apa mau dikata kalo mau selamat.)
Sign In or Register to comment.