It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sabar bro masih dalam editing
wah buka true story bro. di tunggu yah part selanjutnya masih dalam editing
sabar bro masih dalam proses editing ^^
sabar ea bro msh dalam proses editing nanti secepatnya di update
suka bgt ma gaya penulisannya nie..
jadi gak sabar baca lanjutannya..
apalg da mas billy,topman ma yudha...
jadi penasaran ma sikap mereka ke chandra...
lanjut bro....
Suatu kali aku bertanya ke Topan, “Kenapa sich aku nggak boleh dekat sama Yudha?”
“Aku nggak suka aja dengan Yudha. Lebih baik kamu nggak usah dekat-dekat dengannya.” Kata Topan.
“Tapi kenapa?”
“Pokoknya kamu nggak boleh dekat-dekat dengannya?” Topan mulai kesal.
“Apa hak kamu melarang-larang aku?” Aku mulai kesal karena Topan bersikap posesif.
“Aku ini sahabat kamu, aku…”
“Ya, memang kamu sahabat aku. Tapi kamu itu bukan pacar aku! Kayaknya kamu itu cemburu kalau aku dekat sama dia. Inget kan kamu itu nolak aku. Jadi buat apa kamu ngelarang-larang aku?” Kataku kesal.
“Aku nggak… Terserah kamu deh!” Kata Topan lalu pergi meninggalkanku.
Argh!!! Aku kesal kenapa dengan Topan sih. Kalo cemburu kenapa nggak jujur saja.
Kalo sedang kesal seperti ini aku pasti akan ke belakang sekolah duduk di bawah pohon beringin. Ya, di situlah aku sekarang. Duduk di bawah pohon beringin, menangis. Entah kenapa aku gampang sekali menangis belakangan ini. Cuaca juga mendung, ini pasti gara-gara aku. Karena saat ini suasana hatiku juga sedang mendung.
“Hey, Chan! Sedang apa kamu di sini sendirian?” Kata Yudha yang tiba-tiba saja sudah duduk di samping aku.
Aku segera menghapus air mataku, aku tidak mau terlihat cengeng di depan orang lain.
“Kamu abis nangis ya?”
“Ah, nggak kok cuma kelilipan.” Kataku berbohong.
“Kamu nggak usah bohong, Chan.” Kata Yudha tidak percaya. “Kamu kenapa? Kamu boleh cerita ke aku mungkin aku bisa bantu.”
Yudha sangat baik, kenapa Topan sangat tidak menyukainya. “Aku habis berantem dengan orang yang aku suka.”
“Kamu sudah punya pacar?” Tanya Yudha.
Aku menggelengkan kepala, “Dia sebenarnya sudah punya pacar. Tetapi dia tau kalau aku suka sama dia. Dia nggak suka aku dekat dengan seseorang terus dia melarang aku. Aku bertanya dia punya hak apa melarang aku. Abis itu kami bertengkar.”
“Mungkin dia sebenarnya suka sama kamu.”
“Itu nggak mungkin… dia… jelas-jelas dia sudah menolakku.”
Aku berpikir apa mungkin Topan menyukaiku? Tapi rasanya tidak mungkin, dia sama Mitha juga terlihat mesra. Ah mengingat hal itu membuat aku kesal saja.
“Sudahlah nggak usah dibahas lagi. Memikirkannya saja sudah membuatku kesal.”
“Hehe.” Yudha tersenyum, “Dulu kita pertama kali bertemu di sini kan?”
“Iya, aku ingat kok. Hehe… Di sini adalah tempat favorite aku kalo aku sedang sedih, kesal atau marah. Pasti aku selalu ke sini. Entah mengapa kalau berada di sini membuat perasaanku jadi tenang.”
“O… begitu. Aku jadi gangguin kamu dong berarti?”
“Haha… nggak kok.”
*****
Entah sampai kapan aku dan Topan berhenti dari perang dingin ini, saling tidak berbicara satu sama lain. Dhea yang melihat tingkah kami berdua juga ikutan kesal, katanya kami seperti anak kecil. Tidak ada yang mau saling mengalah untuk meminta maaf lebih dulu.
Karena itu aku dan Yudha jadi semakin dekat, Topan juga jadi semakin sering memamerkan kemesraan di depan aku. Aku tau kalo itu sebenarnya disengaja. Hanya ingin membuatku cemburu.
Ketika sedang ngobrol dengan Yudha, Topan menghampiri kami dan menarikku pergi meninggalkan Yudha. Aku ini sepertinya gampang sekali diseret-seret orang. Aku marah-marah ke Topan karena memaksa aku untuk ikut dengannya. Aku tau kalo kami diliatin oleh murid-murid lain. Tapi sepertinya Topan tidak mempedulikannya. Topan membawaku ke dalam gedung olahraga yang saat itu sedang kosong.
“Sekarang kamu mau apa?” Kataku ketus.
“Chan, aku mau kamu jauhin dia sekarang!” Nada suara Topan penuh dengan emosi.
“Memangnya kamu ini siapa aku?”
“Aku ini sahabat kamu, aku cuma mau yang terbaik untuk kamu. Aku tau Yudha itu sama sekali tidak baik untuk kamu. Dia mempunyai maksud tertentu ke kamu!”
“Yudha nggak seperti yang kamu pikirkan. Aku tau dia orang baik.”
“Pokoknya kamu jangan dekat-dekat sama dia.”
“Aku mau dekat dengan siapa, kamu nggak berhak untuk melarang aku! Kamu ini bukan pacar aku!”
“Ya udah! Kalo itu masalahnya ayo kita pacaran supaya kamu nggak usah dekat-dekat sama dia!” Emosi Topan meledak-ledak.
“Bukan itu masalahnya…” Topan mendorongku ke arah tembok dan kemudian menciumku tepat di bibir.
Cup
“Itu yang kamu mau sejak dulu!” kata Topan.
PLAK!!!
Aku menampar Topan cukup keras. Air mataku mengalir begitu saja. Kenapa Topan melakukan hal itu? Menciumku! Dia kan sudah mempunyai pacar. Dia juga sudah menolakku. Aku memang menyukai Topan tapi bukan dengan cara seperti ini. Aku tahu saat ini Topan sedang emosi sehingga tidak bisa berpikir jernih. Kami berdua sama-sama sedang emosi.
Aku segera berlari meninggalkan Topan, air mataku juga tidak bisa berhenti. Ketika aku keluar aku melihat Yudha sedang berdiri di depan pintu gedung olahraga. Aku kaget tapi aku tidak peduli. Sepertinya Yudha melihat semua yang terjadi antara aku dan Topan. Aku juga mendengar Yudha memanggilku ketika aku berlari. Aku terlalu marah dan sedih sehingga aku tidak mempedulikannya. Aku juga bertemu Dhea, dia melihatku menangis tapi aku tidak peduli yang aku pikirkan sekarang adalah harus pergi dari sini.
*****
Aku segera mengunci diriku di kamar. Menangis. Tadi aku langsung pulang ke rumah tanpa ingat segalanya. Sampai-sampai tas sekolahku tidak aku bawa pulang. Aku terus saja menangis, suara Mbak Surti yang mengkhawatirkan aku tidak aku gubris setelah dia melihat aku menangis. Aku juga mendengar suara Mas Billy nggak lama kemudian, aku tau kalo Mbak Surti menghubungi Mas Billy. Tapi aku juga tidak menggubrisnya. Aku tetap saja menangis.
Entah sampai jam berapa aku menangis begitu aku lihat jam dinding ternyata sudah hampir jam 9 malam. Air mataku sudah kering. Perutku juga sudah sangat lapar. Aku segera membuka pintu kamarku, lalu menuju ke ruang tengah. Di situ aku melihat Mas Billy sedang nonton TV, aku segera menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Dia terlihat sangat cemas.
“Ya ampun, Chan. Mata kamu bengkak banget itu.” Kata Mas Billy.
Memang aku belum lihat sebengkak apa mataku tetapi memang mataku terasa perih.
“Mata kamu harus di kompres. Sebentar aku ambil obatnya dolo.” Kata Mas Billy lalu pergi untuk mengambil obat.
Tidak lama kemudian Mas Billy membawa mangkuk dan kain.
“Obatnya nggak ada. Kamu kompres pakai ini ajah dulu. Nanti aku belikan obatnya.” Kata Mas Billy.
Aku menganggukan kepala. Mas Billy sungguh kakak yang baik.
“Sini rebahan di pahaku. Biar Mas yang kompresin.”
Aku menuruti perintahnya Mas Billy, lalu ia segera mengompres mataku dengan kain yang dibasahi oleh air. Mas Billy sangat pengertian sekali.
Tiba-tiba Mas Billy berkata, “Tadi ada Dhea sama Yudha ke sini, mereka ngantarin tas kamu. Mereka sangat khawatir.”
Memang tadi di sekolah aku tidak mempedulikan mereka, pasti mereka sangat khawatir. Aku juga memeriksa handphone-ku ternyata banyak sms dan missed calls dari Dhea dan Yudha. Yang menanyakan keadaanku. Dari semua sms Dhea dan Yudha ada satu SMS dari Topan. Dia Cuma menuliskan satu kata yaitu ‘MAAF’.
“Mas boleh tau? Kamu kenapa?” Tanya Mas Billy.
Aku hanya bisa diam karena aku nggak mau Mas Billy tahu apa yang terjadi.
“Ya udah nggak apa-apa kalo kamu nggak mau cerita.” Kata Mas Billy. “Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Kamu jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Mas khawatir sama kamu.”
Mas Billy sangat mencemaskan aku. Maafin aku Mas sudah membuat kamu cemas.
“Liat kamu masih pakai seragam sekolah. Pasti kamu sekarang lapar?”
Aku hanya mengangguk. Aku baru sadar kalau aku belum berganti pakaian sejak tadi.
“Ya udah, Mas ambilin makanan setelah makan kamu langsung mandi ya? Badan kamu udah bau. Hehe…”
Aku hanya tersenyum. “Suapin ya, Mas.”
“Dasar manja. Nggak inget umur apa udah 17 tahun masih minta suapin. Jangan-jangan nanti minta dimandiin lagi.” Mas Billy ngedumel.
“Hehe… boleh juga tuh.” Kataku bercanda.
“Huh! Mau-nya” Kata Mas Billy sambil ngeloyor ke dapur mengambil makanan buatku.
Walaupun jahil tapi tetap saja Mas Billy selalu baik terhadap aku. Sekarang dia juga lagi menyuapi aku.
Setelah selesai menyuapi aku Mas Billy menyuruh aku mandi. “Ayo mandi. Katanya mau dimandiin sama Mas.”
Nah loh! Mas Billy beneran mau mandiin aku? Kan tadi aku cuma bercanda masa dianggap serius sih. Lebih baik aku kabur saja.
“Chan mau kemana? Katanya mau dimandiin?” Kata Mas Billy ketika melihat aku kabur.
“Ogah, nanti Mas Billy nafsu lagi liat aku telanjang. Weeekk.” Kataku sambil menjulurkan lidah.
“HAHA…HAHA…HAHA… Enak ajah. Kamu tuh yang kepingin dimandiin.” Mas Billy tertawa terbahak-bahak.
Sialan ternyata dia cuma ngegodain aku! Aku kira beneran hahaha. Ngarep!
*****
Setelah mandi aku merasa lebih baikan. Mas Billy juga lagi di kamarku sedang bermain game di komputer. Katanya sih mau nemenin aku, takut aku melakukan yang tidak-tidak. Dasar, aku kan tidak berpikiran pendek seperti itu.
“Mas, besok aku bolos ya?” kataku.
“Hmmm.” Mas Billy masih asik bermain game di computer.
Ide iseng muncul di otakku. Aku langsung saja me-restart komputer yang sedang digunakan oleh Mas Billy.
“Chandra!!! Iseng banget sich!” Kata Mas Billy kesal.
Aku hanya bisa cengengesan, “Hehe…”
Mas Billy akhirnya mengunci kepalaku di bawah lengannya lalu menjitakku. Aku tentu saja tidak mau kalah sehingga akhirnya kami berdua jadi bergulat. Pertarungan kami seimbang karena kami berdua tidak mau mengalah. Keringat mengucur dari wajah kami berdua. Pada akhirnya kami berdua tertawa.
“Haha…Mas hebat. Nggak mau ngalah sama aku lagi.”
“Hahah kamu juga. Kalo soal gulat aku jagonya.” Kata Mas Billy memuji dirinya sendiri.
“Dasar! Tau deh kan aku pernah liat waktu itu Mas Billy sama Mbak Rere.” Kataku jahil.
Mas Billy menjitak kepalaku, “Waktu itu kami berdua kaget kepergok sama kamu. Nggak aku sangka kamu pulang secepat itu.”
“Haha… salah sendiri pintu kamar nggak dikunci. Lagi pula kan aku udah manggil-manggil Mas Billy tapi Mas nggak nyaut juga. Ya udah aku masuk ajah ke kamar Mas Billy.”
“Aku nggak denger ah kamu manggil-manggil.”
“Mas sih terlalu sibuk jadinya nggak denger deh.”
“Udah ah! Tidur yuk!” Ajak Mas Billy.
Kami berdua pindah ke ranjangku. “Mas…”
“Hmmm…?”
“Temenin aku bolos ya besok?” kataku memohon.
“Iya, udah sana tidur.”
“Mas…”
“Apaan sih?”
“Kelonin, hehehe…” Candaku.
Mas Billy beneran memelukku dari belakang. “Udah tidur sana.”
Kalau orang lihat pasti merasa aneh. Melihat kami seperti ini. Sejak dulu memang aku selalu seperti ini ke Mas Billy. Bermain bareng, mandi bareng bahkan tidur juga bareng sampai-sampai setiap aku tidur selalu dikelonin oleh Mas Billy. Walaupun kami berdua mempunyai kamar sendiri-sendiri. Tetapi semenjak Mas Billy duduk di bangku SMA itu semua sudah jarang terjadi. Mas Billy selalu sibuk dengan teman-teman sekolahnya. Semenjak aku masuk rumah sakit, Mas Billy juga mulai berubah seperti dulu lagi. Tapi kalau mandi bareng itu tidak pernah, karena sudah besar jadinya aku malu.
“Mas…” Aku memanggil Mas Billy lagi.
“Apa lagi sih?”
“Mas, kok burungnya ‘ngaceng’ sih?” ejekku.
Mas Billy segera melepas pelukkannya dan wajahnya memerah, “Apaan sich kamu? Nggak ngaceng kok.”
“Hehe bercanda.”
“Udah tidur sana, jangan bercanda mulu.” Membelakangiku.
“Kelonin lagi Mas. Beneran deh sekarang tidur. Janji.”
Mas Billy berbalik dan memelukku lagi.
*****
Hari ini Mas Billy nemenin aku bolos sekolah, Mas Billy ngajak aku jalan-jalan ke Puncak. Walau sekedar ngopi dan makan jagung bakar, aku cukup senang karena ada Mas Billy. Mas Billy benar-benar kakak yang baik dan pengertian. Mas Billy juga masih tetap berusaha mengetahui penyebab aku menangis tetapi dia tidak mendapat jawabannya. Karena aku memang tidak mau membahas hal tersebut.
Selama dengan Mas Billy, handphone aku matikan dan aku juga tidak lupa berpesan ke Mbak Surti jika ada yang mencari aku bilang saja aku tidak ada. Karena saat ini aku memang sedang mau menikmati momen bersama antara kakak dan adik.
Mas Billy mengajak aku bermain Gantole, awalnya aku takut tapi ternyata seru juga. Bisa melihat pemandangan di Puncak. Setelah bermain Gantole, Mas Billy bahkan mengajak aku ke Taman Safari. Aku memang sudah lama sekali tidak ke Taman Safari. Terakhir kali ke Taman Safari waktu kami sekeluarga pergi berempat. Sekarang hanya bersama Mas Billy. Seperti sedang berkencan saja. Hahaha.
Hari ini aku merasa senang sekali, Mas Billy sungguh baik sekali dia benar-benar bisa membuat aku bahagia. Seandainya saja Mas Billy itu Topan. Argh aku ini kenapa bisa berpikir seperti itu.
“Mas, hari ini aku senang sekali.” Kataku setelah kamu sampai di rumah.
“Maka nya jangan nangis terus.”
Aku memeluk Mas Billy, “Makasih ya, Mas. Kau itu benar-benar kakak yang baik.”
“Iya, sama-sama itu kan gunanya kakak.”
“Mas…”
“Ya?”
“Apa perlu aku cium juga? Hehe…” Candaku.
“Argh… Ogah, lepasin aku, Chan.” Kata Mas Billy berusaha melepaskan pelukkanku tetapi pelukkanku terlalu kuat.
“Mau dicium dimana? Pipi? Kening? Apa Bibir?” aku tertawa jahat.
“Argh… Tolong…” Akhirnya Mas Billy berhasil melepaskan pelukkanku dan kabur ke kamarnya.
Aku mengejar Mas Billy ke kamarnya. Haha.
*****
Setelah kemarin membolos, sekarang aku memutuskan untuk masuk sekolah. Kulihat keadaan kelas sudah cukup ramai, ternyata Topan dan Dhea juga sudah datang. Aku lihat mereka sedang mengobrol, dan begitu mereka berdua melihatku, mereka berhenti mengobrol. Aku berjalan menuju kursiku dan menyapa mereka.
“Pagi Dhea! Topan!” Kataku memberika senyuman termanisku.
“Eh… Pagi juga Chan!” Kata Dhea kikuk. Aku lihat Topan juga terlihat kaget dan kikuk.
Aku tau kalo Topan tadi sedang bercerita tentang apa yang terjadi kemarin. Aku tau betul sifat Dhea, Dhea orangnya selalu peduli terhadap orang lain.
Dhea datang menghampiriku, “Bagaimana kabar kamu? Aku sangat khawatir. Kemarin melihat kamu…”
“Baik. Nggak pernah sebaik seperti ini sebelumnya.” Kataku memotong omongan Dhea.
“O… Begitu.” Dhea terlihat bingung. Aku tahu kalo Topan sedang mengamati kami.
“Oia, aku harus ke ruang guru. Harus menyerahkan surat karena kemarin nggak masuk.” Kataku meninggalkan Dhea dan Topan.
Aku tahu mereka kaget melihatku sudah sedikit berubah. Tapi tadi malam aku berjanji pada diriku sendiri. Aku harus terlihat kuat! Aku harus selalu kuat terutama di depan Dhea dan Topan. Aku nggak mau mereka melihatku sebagai orang yang lemah. Aku hanya bisa tersenyum kepada mereka walau hatiku sedih.
Sebenarnya aku berbohong, aku hanya menghindari mereka. Aku takut ketahuan tentang perasaan aku yang sebenarnya. Yang tidak bisa melupakan kejadian aku bersama Topan kemarin. Tapi aku sadar aku harus menyelesaikan masalah ini. Kalau seperti ini terus tidak ada jalan keluarnya. Karena saat itu kami sama-sama emosi.
Aku berjalan menuju belakang sekolah ke tempat favorit aku. Aku duduk di bawah pohon beringin. Aku menangis kembali karena perlakuan Topan kemarin. Sekarang aku tahu bahwa aku ini tidak sekuat apa yang aku pikirkan. Aku tidak baik-baik saja. Aku tahu aku mengharapkan lebih dari Topan.
“Aku selalu melihat kamu menangis!”
Ah, itu suara Yudha. Muncul di saat yang tidak tepat.
“Bagaimana kabar kamu?” Tanya Yudha.
Aku tersenyum, “ I am fine.”
“Kamu bohong, aku tahu kamu tidak baik-baik saja.” Kata Yudha lalu duduk di sebelahku.
Aku hanya diam, tidak tahu harus berkata apa ke Yudha. Jujur aku malu sekali karena dia harus melihatku menangis lagi. Dan juga kejadian kemarin.
Kami berdua sama-sama diam yang terdengar hanya suara angin dan kicauan burung kemudian Yudha memecahkan keheningan yang terjadi diantara kami.
“Gimana ya ngomongnya…”
Dari tadi Yudha mau ngomong terus tidak jadi. Begitu terus berulang-ulang.
“Chan, kemarin aku nggak sengaja ikutin kamu dan Topan. Dan mendengar semuanya.” Kata Yudha berhati-hati agar aku tidak tersinggung.
“Kamu pasti jijik sama aku, ya?” Seperti yang aku duga dia memang mendengarnya.
“Ah…nggak kok. Kamu kan yang memilih jalan ini, aku tahu itu tidak mudah dan sulit. Karena tidak semua orang bisa menerima hal seperti ini, terutama di Indonesia. Itu semua tergantung kamu bagaimana menyikapinya. Aku tidak berhak menghakimi kamu atas pilihan kamu itu.”
Tidak aku sangka kalo Yudha bisa bersikap bijaksana. Dia sungguh dewasa dalam berpikir. Aku sangat kagum padanya.
“Thanks ya, Yudh!” Kataku tulus.
“No problem.” Yudha tersenyum.
“Sepertinya dari tadi masalahku terus yang dibicarakan. Bagaimana dengan kamu? Orang yang kamu suka itu! Ada perkembangan nggak?” Tanyaku.
Aku lihat wajah Yudha memerah ketika aku bertanya tentang orang yang dia suka.
“Chan, aku boleh jujur nggak sama kamu?” Kata Yudha masih memerah mukanya.
“Yah, kita kan temen. Kita kan harus saling terbuka, harus jujur sama lain.” Kataku sambil tersenyum.
Kalo dipikir-pikir, aku masih belum tau siapa yang disukai sama Yudha. Yudha selalu mendengarkan ceritaku. Dia sudah mengetahui semua tentang aku tetapi aku belum tahu apa-apa tentang Yudha.
“Hmmm…Chan, orang yang aku suka itu……kamu.”
“Hah?” Apa aku salah dengar, tadi dia ngomong apa.
“Aku suka sama kamu.”
*****
soulblack : Silahkan di baca ^^
hidor : Makasih ya. hayo kamu milih siapa?? Silahkan di baca. tetep terus baca ceritaku yah ^^
btw chandra cengeng banget dikit-dikit nangis di sekolah, gitu kok bisa populer?
Orangnya care and perhatian......
adinu : hahaha, kenapa chandra bisa populer? kenapa yah? maka-nya baca terus ceritaku. ^^
fansnyaAdele : Hohoho. baca terus ya ceritaku nanti kamu bakal tau chandra sama siapa. ^^
aries77 : hahaha siapa yang tw akan sama siapa. kecuali aku penulisnya. baca terus yah. nanti kamu bakal tw kok ^^