It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
MybiSide : hahaha kita liat saja nanti ^^
petertomasoa : sabar part berikutnya masih dalam editing kok ^^
pokemon : mario siapa? >,<
aryaP : sabar part berikut masih dalam proses editing ^^
soulblack : Terus nantikan ceritaku. part selanjutnya msh dalam editing ^^
“Aku tahu kalo kamu kaget? Aku tahu kamu nggak nyangka kalau aku akan menyatakan perasaanku ke kamu.”
“A…aku…aku nggak tahu harus jawab apa Yudh.” Kataku masih terkejut.
“Aku ngerti. Aku tau bahwa hati kamu hanya untuk Topan. Walau dia udah buat kamu sedih. Tetapi hatimu hanya untuk Topan.” Kata Yudha.
“Aku…”
“Aku nggak akan memaksa kamu untuk menyukaiku tapi aku mau kamu memberikan kesempatan untukku. Aku mau kamu membuka sedikit hatimu untukku.”
“Tapi…”
“Kamu nggak perlu menjawabnya sekarang.” Kata Yudha memotong omongan aku lagi.
“Yudha, aku hargai kamu suka sama aku tapi aku benar-benar nggak bisa membalas perasaan kamu.” Kataku.
“Aku cuma mau kamu beri aku kesempatan, Chan. Satu kesempatan untukku.” Kata Yudha memohon.
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku ingin sekali memberinya kesempatan tapi hati ini hanya untuk Topan. Tapi…
Dan aku hanya menganggukkan kepala.
“Terima kasih, Chan. Oia ikut aku…” Yudha menarik tanganku untuk mengikutinya.
Yudha ingin menunjukkan sesuatu kepadaku. Dia membawaku ke belakang pohon beringin. Tempat pertama kali aku menyapanya. Dia menunjuk ke arah batang pohon. Aku melihat ke arah yang ditunjuk oleh Yudha. Di situ terukir namaku. Aku ingat pertama kali bertemu dengannya, dia sedang mengukir sebuah nama.
“Waktu itu kamu sedang mengukir namaku?” Tanyaku tidak percaya.
Yudha hanya menganggukkan kepala.
“Jadi waktu itu kamu sudah tahu aku ini siapa saat kita pertama kali bertemu?”
“Maafkan aku saat itu sudah berbohong. Karena saat itu aku sangat senang bisa ngobrol dan berkenalan dengan kamu. Kamu tahu aku sudah memperhatikan kamu sejak kamu masih di kelas X.”
“Aku nggak percaya!”
“Aku hanya berusaha untuk dekat dengan kamu.” Kata Yudha tersenyum.
*****
Aku masih memikirkan ucapan Yudha tadi pagi. Sungguh di luar dugaanku. Senang sih ada yang naksir sama aku, apa lagi yang naksir aku itu orang seperti Yudha. Tapi aku tidak boleh senang dulu karena masalahku dengan Topan belum selesai. Aku harus bicara dengan Topan sekarang, kalau tidak sekarang kapan lagi.
“Topan… kita harus bicara!” Kataku. Saat itu Topan sedang bersama Mitha, sepertinya dia ingin mengantar Mitha pulang ke rumah.
“Penting. Aku akan tunggu di sana.” Kataku menunjuk pos Satpam yang berada di gerbang sekolah.
Aku lihat Topan sedang berbicara dengan Mitha sepertinya Mitha mengerti dan akhirnya pulang sendiri. Topan menghampiriku yang sedang menunggunya.
“Kamu bilang apa ke Mitha?” tanyaku.
“Bukan urusanmu. Yang penting sekarang aku di sini. Apa yang mau kamu bicarakan?”
“Bukan di sini. Ikut ke rumahku saja.”
“Oke.”
Akhirnya kami berdua menuju ke rumahku menggunakan motor Topan. Karena saat ini aku masih di antar oleh Mas Billy. Mas Billy belum mengijinkanku pergi ke sekolah sendiri. Padahal ini sudah lebih dari sebulan sejak aku keluar dari rumah sakit.
Setelah sampai di rumahku, aku langsung mengajak Topan ke dalam kamarku. Pintu kamarku segera aku kunci.
“Kenapa dikunci?” Tanya Topan.
“Biar nggak ada yang ganggu.” Kataku.
Topan segera duduk di ranjangku.
“Topan, aku mau tanya soal kemarin.” Kataku duduk di sebelah Topan.
Topan seperti salah tingkah, dia tidak mau menatap aku.
“Topan tatap mata aku!” Kataku sambil memegang tangan Topan.
Akhirnya Topan menatapku tapi dia masih terlihat salah tingkah.
“Yang kamu katakan mau jadi pacarku itu serius atau hanya main-main?” Tanyaku.
Topan jadi semakin salah tingkah dan terlihat ragu-ragu, “A…Aku…Tentu saja serius!”
“Kamu yakin?”
“I…iya aku yakin.” Topan masih terlihat ragu-ragu.
“Kalau begitu kamu mau menuruti keinginanku? Aku akan menjauhi Yudha seperti keinginan kamu jika kamu mengabulkan permintaanku.”
“Iya, apa saja yang kamu mau.” Kata Topan tidak yakin.
Aku segera menidurkan Topan di ranjang.
“Apa yang mau kamu lakukan?” Tanya Topan, disuara Topan ada nada ketakutan.
“Kamu pasti tahu maksudku, aku mau tubuh kamu!” Kataku nakal. Tanganku bergeriliya ke badan Topan. Aku menyentuh wajahnya, dada bidangnya, perutnya dan bahkan kemaluannya. Aku buka kancing demi kancing seragam sekolahnya.
Topan mengeluarkan keringat dingin dan tubuhnya gemetar ketakutan. Wajahnya hampir saja menangis. Aku segera menghentikannya karena Topan terlihat sangat ketakutan.
“Maafin aku, aku hanya mau mengetes kamu. Apakah kamu serius dengan ucapan kamu kemarin atau hanya main-main. Ketika aku lihat kamu sekarang aku sudah tau jawabannya.”
Topan masih terlihat sangat shock, aku segera memeluknya. Aku sedikit merasa bersalah.
Setelah berapa lama, Topan merasa lebih baik.
“Kamu nggak apa-apa? Maafin aku, ya?” Kataku khawatir.
Topan hanya mengangguk lalu berkata, “Harusnya aku yang minta maaf. Aku hanya cemburu. Sedikit. Aku sudah bersikap kasar ke kamu. Aku juga nggak seharusnya melarang-larang kamu untuk dekat dengan siapa saja.”
“Ya aku tahu saat itu kamu sedang emosi dan nggak bisa berpikir jernih.” Kataku.
“Iya emang saat itu aku sedang emosi.”
“Lagipula kamu juga yang mendapatkan ciuman pertamaku” kataku malu-malu.
“Eh…Yang benar?” Kata Topan tidak percaya.
Aku hanya mengangguk tersipu malu.
“Wah, aku orang yang beruntung donk dapat ciuman pertamamu. Tapi nggak aku sangka kamu berani melakukan hal seperti tadi!”
“Ah! Aku hanya mengetes doank. Aku jadi nggak tega ngeliat kamu gemetaran kayak gitu. Padahal tadinya mau aku terusin aja.”
“Dasar mesum! Haha.” Ejek Topan.
Aku hanya bisa tertawa. Topan pun ikut tertawa.
“Oia, tadi pagi aku ketemu Yudha.” Kataku tiba-tiba.
Topan terdiam lalu bertanya, “Terus dia mau ngapain?”
“Dia bilang suka sama aku.”
“Apa?” Kata Topan kaget, “Dia…dia…dia juga…”
Aku hanya menganggukkan kepala.
“Terus kamu jawab apa?”
Aku hanya mengankat bahu dan berkata, “Aku bilang kalo di hatiku saat ini hanya ada kamu, Pan.”
Topan terlihat gelisah, aku tidak tahu ada apa dengannya.
“Dia terus minta aku membuka sedikit hatiku untukknya dan meminta untuk diberi kesempatan untuknya.”
“Terus kamu jawab apa?” Topan semakin gelisah.
“Aku iyakan. Tidak ada salahnya, kan?”
“O…”
“Kamu kenapa sich, Pan?”
“Kok aku rasanya nggak tega ya kalo ada yang suka sama kamu. Rasanya nggak rela kalo kamu suka sama orang lain, aku maunya kamu suka sama aku terus.”
“Kamu naksir sama aku kali. Cemburu kalo ada yang suka sama aku.” Godaku ke Topan.
“Mungkin kali ya? Hahaha…”
“Hahaha… Maka nya jangan buat aku sedih terus. Nanti kalo aku berpaling ke Yudha gimana?”
“Wah, aku harus kerja keras kalau begitu. Haha…”
Jujur, aku sama sekali tidak mengerti dengan sifat Topan. Dia membuatku bimbang untuk memutuskan segalanya. Kadang dia membuatku berharap lebih dan memperlakukanku sangat baik. Kadang juga dia membuatku sedih. Seperti menarik ulur aku. Sebenarnya aku capek hati menghadapinya, tapi aku tidak bisa lepas darinya. Seandainya saja dia tidak seperti ini, aku tidak akan capek hati. Seandainya saja dia bilang tidak waktu itu. Eh, setelah aku pikir saat itu dia hanya bilang… Dia belum menolakku, dia tidak mengatakan ‘Tidak’. Tapi apakah mungkin? Itu lah yang menjadi pertanyaanku sekarang.
*****
Aku, Topan dan Dhea duduk-duduk di kantin sekolah karena sudah lama kami tidak berkumpul bertiga seperti ini. Kangen sich sama mereka karena masalah aku dan Topan, Dhea jadi repot mendamaikan kami berdua.
“Kalian udah baikkan ceritanya neh?” Tanya Dhea.
Aku dan Topan menganggukkan kepala bersamaan.
“Kamu nggak bareng sama Mitha?” Tanya Dhea.
“Nggak dulu deh lagi pula kita dah lama nggak kumpul-kumpul kayak gini.”
“Nanti dia marah lagi!” kataku.
“Nggak bakalan marah. Memang kamu nangis mulu, Chan!” Ejek Topan.
“Yee yang buat aku nangis siapa coba? Kamu kan!”
“Oia emang kenapa waktu itu kamu nangis, Chan?” Tanya Dhea penasaran. Memang Dhea belum sempat aku ceritakan.
“Lah emang kamu belum tahu? Aku kira kamu udah tahu dari Topan!”
“Belum waktu itu aku tanya ke Topan tapi nggak dikasih tahu sama dia!” Kata Dhea kesal.
“Ya, maaf.” Kata Topan menyesal.
“Terus kenapa, Chan?” Kata Dhea penasaran.
Aku menceritakan apa yang terjadi saat itu, kadang Dhea melihat Topan minta kejelasan.
“Jadi itu ciuman pertama kamu, Chan?” Tanya Dhea tersenyum.
Aku mengangguk malu. “Tapi waktu itu aku tampar Topan sekeras-kerasnya.”
“Huhu tamparannya sakit banget. Sampe sekarang ajah masih sakit.” Kata Topan memelas sambil memegang pipinya.
“Oh, masih sakit ya?” Kataku sambil memegang pipi Topan.
“Iya, di sini neh masih sakit.”
Karena gemas, aku cubit saja.
“AUW!!!” Topan meringis kesakitan.
Aku dan Dhea hanya tertawa terbahak-bahak.
“Sakit tau!”
“Biarin. Weeek!” kataku sambil menjulurkan lidah.
“Eh tau nggak Dhea. Kemarin tuh Chandra menggerayangiku di kamarnya.” Kata Topan.
“Hah? Yang benar?!” Kata Dhea tidak percaya.
“Iya, Chandra tuh mesum. Masa aku…”
“Apaan? Waktu kamu aku gerayangin kayak gitu ajah udah gemetaran ketakutan. Pas dipegang burungnya ajah udah ‘ngaceng’. Mana tampang kamu itu pengen nangis. Sampe bilang gini ‘Jangan, Chan. Aku nggak mau… Aku takut…’ untung saja kamu nggak ngompol di ranjangku.”
Aku dan Dhea tertawa terbahak-bahak. Topan hanya bisa cemberut dan diam seribu bahasa karena tidak bisa meledekku lagi. Tapi akhirnya Topan ikut tertawa. Saat kami sedang tertawa, Yudha datang menghampiri kami.
“Hai!” sapa Yudha.
“Oh, Hai Yudh!” Kataku
“Boleh aku gabung?” Tanya Yudha.
“Oh… Boleh kok.” Kataku. Dhea segera bergeser agar Yudha dapat duduk di sebelahnya
Aku lihat Topan sepertinya tidak suka kalau Yudha bergabung.
“Oia, kita belum kenalan secara resmi.” Kata Yudha menjulurkan tangan ke arah Dhea mengajak kenalan. “Yudha.”
“Dhea” Kata Dhea menyambut uluran tangan Yudha.
Setelah berkenalan dengan Dhea, Yudha menjulurkan tangan ke arah Topan tetapi Topan tidak membalas uluran tangan Yudha. Malah dia menunjukan rasa ketidaksukaanya terhadap Yudha. Aku melotot ke arah Topan.
Yudha segera menarik kembali uluran tangannya. “Oh, nggak apa-apa kok.”
Kami akhirnya mengobrol bersama tetapi Topan hanya diam saja. Tapi yang paling banyak mengobrol dengan Yudha adalah Dhea. Mungkin karena sama-sama anak pintar jadi mereka nyambung. Sepertinya Dhea sangat tertarik dengan Yudha. Tetapi Dhea belum aku ceritakan soal Yudha menyatakan perasaannya ke aku. Lebih baik tidak aku ceritakan karena aku tidak mau merusak kebahagiaan Dhea.
*****
Malam ini rembulan tengah terang purnama. Oh, malam ini sungguh indah, aku duduk santai di pinggir kolam renang menikmati indahnya malam. Suara jangkri berderik menemani malamku ini.
Hachi.
Suara handphone-ku berbunyi. Sial, saat aku sedang menikmati indahnya malam malah ada SMS masuk. Aku raih handphone-ku yang kuletakkan tidak jauh dariku. SMS dari Yudha.
-Yudha-
Hei, sedang apa dan dimana?
Aku segera mengetik SMS balesan dengan cepat.
Hei juga. Sedang menikmati indahnya malam di pinggir kolam renang rumahku.
Aku lihat jam di handphone-ku ternyata sudah hampir pukul 10, tumben Yudha SMS malam-malam begini biasanya dia tidak pernah SMS aku selarut ini.
Hachi
-Yudha-
Ia bulan purnamanya sangat terang malam ini. Btw boleh tanya sesuatu?
Segera kuketik balesan SMS dengan cepat.
Tanya apa???
Setelah aku ketik balesan SMS untuk Yudha, handphone-ku bordering ada telepon yang masuk. Kulihat layar handphone-ku ternyata Topan yang menelepon. Segera aku angkat telepon darinya.
Halo, ada apa Topan telepon malam-malam?
Chan, bisa tolong jemput aku?
Aku dengar nada suara Topan seperti sedang kesakitan. Aku panik takut terjadi sesuatu terhadap Topan.
Topan kamu kenapa?! Sekarang kamu ada dimana?!
Nanti saja ceritanya. Aku ada di Taman Kencana.
Ya udah kamu tunggu di sana. Jangan beranjak dari tempat kamu.
Iya, tolong jemput aku, Chan. Sekalian ajak Mas Billy.
Tunggu ya, aku segera ke sana.
Setelah telepon terputus, aku segera memanggil Mas Billy untuk mengantarku menjemput Topan. Mas Billy bingung kenapa aku terlihat panik lalu aku menjelaskan kalau Topan butuh bantuan. Akhirnya kami beranjak menjemput Topan di Taman Kencana.
Saat itu ada SMS dari Yudha, tapi aku tidak mempedulikannya. Karena saat itu aku lebih mengkhawatirkan Topan.
Taman Kencana terlihat cukup terang karena penerangan lampu, aku bisa melihat mobil Topan tetapi aku tidak bisa melihat keberadaan pemilik mobil tersebut. Aku dan Mas Billy terus mencari. Kami berpencar agar lebih cepat menemukannya. Setelah kutelusuri semua tempat, aku lihat Topan sedang terduduk di bawah pohon.
“Mas Billy! Mas Billy! Aku menemukan Topan!” teriak aku memanggil Mas Billy.
Aku segera menghampiri Topan lalu Mas Billy segera datang menyusul. Astaga! Aku tidak percaya. Topan babak belur sepertinya dia habis berkelahi. Wajahnya memar dari dahi dan ujung mulutnya mengeluarkan darah. Begitu melihat kami, dia tersenyum.
“Ayo kita bawa ke rumah sakit!” Kata Mas Billy.
“Jangan, aku nggak mau ke rumah sakit!” Kata Topan merintih kesakitan.
Aku dan Mas Billy akhirnya memutuskan untuk membawa ke rumah. Aku dan Topan menggunakan mobilnya Mas Billy sedangkan mobil Topan dikendaraain oleh Mas Billy. Setelah sampai rumah, aku dan Mas Billy menggotong Topan ke kamarku dan membaringkannya di ranjang.
“Aku akan mengambilkan obat!” Kata Mas Billy lalu segera keluar kamarku untuk mengambilkan obat.
“Aku terlihat sangat memalukan, ya?” Kata Topan.
“Kamu jangan terlalu banyak bicara dulu. Mas Billy akan segera datang membawa obat.” Kataku.
Beberapa saat kemudian Mas Billy datang membawa obat merah dan kapas.
“Mas, tolong ambilkan air dan kain! Lukannya harus dibersihkan. Oia sekalian bawakan baju ganti, ambil saja di lemariku.” Kataku.
Mas Billy segera mengambil semua yang aku perintahkan. Aku membuka seluruh pakaian Topan karena di bajunya ada bercak darah. Sekarang Topan telanjang hanya ada boxer yang melekat di tubuhnya. Aku segera membersihkan luka-luka Topan dengan air.
“Auw…” Kata Topan kesakitan ketika aku mengolesi obat merah di lukanya.
“Jangan cengeng, masa cuma luka seperti ini kamu sudah kesakitan.” Kataku.
“Perih, Chan!”
“Tahan, kamu kan cowok!” Kataku sambil mengolesi obat merah di lukanya Topan.
“Makasih yah, Chan!” Kata Topan sambil menggenggam tanganku. Sepertinya Topan tidak sadar kalau Mas Billy masih ada di kamarku.
Mas Billy menatap kami curiga. Tapi tidak berkata apa-apa kepada aku maupun Topan. Mas Billy hanya diam dan terus memperhatikan kami.
Setelah selesai mengobati Topan, aku segera membersihkan kotoran dan darah yang ada di tubuh Topan. Lalu segera membantu Topan mengenakan pakaian. Tidak lupa Topan mengucapkan terima kasih kepada aku dan Mas Billy.
“Chandra, Mas Billy. Makasih banyak, sudah membantuku. Maaf telah merepotkan kalian.”
“Nggak apa-apa kok. Kamu kan sudah seperti saudara kami sendiri.” Kata Mas Billy.
“Iya, Pan. Nggak ngerepotin sama sekali.” Kataku
Topan terlihat sangat terharu, aku dan Mas Billy memeluk Topan.
“Coba kamu liat deh wajahmu! Sangat lucu penuh plester dimana-mana.” Kataku mencoba melucu.
“Ia neh muka gantengku jadi terlihat jelek. Penuh plester dan lebam dimana-mana.” Kata Topan.
“Dari sananya udah jelek kali.” Ejekku.
Aku dan Mas Billy tertawa. Topan juga hanya bisa cemberut. Aku bersyukur karena Topan tidak apa-apa, hanya luka dan memar. Di wajahnya penuh dengan lebam akibat pukulan. Topan juga belum mau menceritakan apa yang terjadi. Aku dan Mas Billy juga tidak mau memaksa Topan bercerita sampai Topan menceritakannya sendiri. Tapi jujur aku sangat khawatir dengan apa yang terjadi.
Malam ini Topan menginap di rumahku. Karena aku dan Mas Billy masih khawatir tentang kondisi Topan. Walau Topan sudah bisa tersenyum tapi aku tahu itu bukannya senyuman yang tulus. Aku ingin kembali melihat senyum tulus Topan. Aku harus bersabar sampai Topan ingin bercerita.
*****