It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Marko : “Gila abis lah gw bener-bener ga ngerti sama yang namanya kalkulus.”
Kalimat dari Marko ini membuka obrolan kami di kantin langganan kami. Setelah selesai memesan makanan seperti biasa acara selanjutnya yang kami lakukan adalah duduk di meja batu paling depan yang ada di kantin ini. Entah kenapa kami selalu beruntung mendapati posisi ini hampir selalu kosong untuk kami tempati berenam. Yah, walaupun kadang-kadang kami harus menunggu 5-10 menit untuk akhirnya bisa menempati posisi ini. Pada hari biasa selain makan tentunya, aktivitas yang kami lakukan disini adalah bermain UNO. Tapi berhubung lusa adalah waktu ujian Kalkulus maka untuk saat ini aktivitas kami adalah belajar bersama.
April : “Iya, April juga ga ngerti-ngerti deh. Mana Bu Erna bilang cara ngerjainnya harus bener-bener persis lagi.”
Karin : “Iya bener masa harus persis banget, tidaaak”
Marko : “Ajarin dong Jo, kemarin kan elo kuisnya dapet 100 kan!”
Gw : “ Iya sih tapi kayanya kemarin lagi beruntung aja deh gw”
April : “Tetep aja 100”
Nadia : “Ya udah, Jonathan yang cakep karena kemarin udah beruntung jadi sekarang ajarin kita ya”
Karin : “Cieee, Nadia genit ih!”
Si Nadia ini memang centil pembawaannya. Tapi walaupun tahu kalau dia bercanda tetep aja dibilang cakep oleh cewe secantik Nadia bikin semua cowo dag-dig-dug. Bahkan untuk cowo gay seperti aku.
Gw : “Iya-iya tenang lah pasti diajarin kok, tapi ntar kalo gw juga stack kita belajar bareng-bareng aja ya.”
Nadia : “Nah gitu donk cakep.” Katanya sambil mencolek daguku.
Daniel : “Ih lo genit banget sih Nad, ntar dicolek bales lo sama si Jo”
Marko : “ Iya nih bales aja Jo, ntar gw bantuin”
Nadia : “ Ye mau kau, udah ah belajar yo”
Daniel : “Jo, tapi kayanya besok malem gw nginep di rumah lo aja ya. Butuh bimbingan belajar gw sebelum hari H. Bisa kan?”
“Pasti bisa donk Daniel, mau ditambah bimbingan yang lain juga boleh ” Kata-kata itu yang muncul dalam benakku, tapi tentunya tidak untuk diucapkan.
Gw : “Bisa aja sih Dan tapi kamar gw berantakan loh, trus kasurnya cuma satu”
Daniel : “Gampang lah gw bisa tidur dimana aja kok”
April : “ Kalo cewe boleh nginep juga nggak, mau diajarin juga donk”
Nadia : “April yang oncom mau nginep ama aku aja nggak. Kalo di tempat Jo pasti nggak boleh ntar digrebeg pak RT”
April : “Hehee, iya sih. Ya udah cewe-cewe belajar bareng juga yu di Nad”
Karin : “Boleh deh, soalnya belajar sendiri sering bingung”
Gw : “Lo gimana Ko?” Sebenernya aku nggak berharap bertanya ke Marko, karena kalo dia bilang ikut berarti kesempatanku berdua dengan Daniel hanya tinggal angan-angan. Tapi sebagai sahabat tentunya aku harus melontarkan ajakan ini.
Marko : “Nggak ah, gw sebelumnya aja nanya-nanya. Pas H-1 mau istirahat aja.” ---Syukurlah---
Daniel : “Oh ya udah gak apa kalo gitu” Dengan wajah senang yang sedikit tidak biasa Daniel mengucapkan kalimat itu.
Karin : “Si Daniel kaya yang girang banget gitu Marko ga ikut, pengen berduaan ya ama Jo. Hayoo.
Daniel : “Iseng ah lo, perasaan biasa aja deh.”
Marko : “Ih jawabnya kok sinis gitu kaya kepergok. Haha.”
Daniel : “Sial lo ko.”
Nadia : “Dah, udah! Kan sekarang dah dapet pasangan belajar masing-masing, mari kita mulai belajar bersamanya. Jangan ngomong terus ah ntar kita kapan belajarnya.” Dengan sedikit logat Batak yang masih tersisa Nadia pun sukses memulai acar belajar bersama kami.
Kamipun mulai membahas satu demi satu soal Kalkulus yang pernah diberikan baik sebagai latihan maupun kuis harian. Tapi pikiranku sedikit tidak bisa berkonsentrasi karena terbayang apa yang bakalan terjadi waktu Daniel nginep di kosanku besok malam. Pasti sangat menyenangkan di satu sisi dan gugup di sisi lain. Entah kenapa aku bisa begini, padahal mungkin Daniel hanya menganggap ini kunjungan biasa ke kosan salah seorang sahabatnya untuk belajar bersama. Tidak lebih. Atau dia juga berpikir hal lain mengingat responnya yang begitu senang ketika Marko tidak bergabung dengan kami. Yah liat sajalah nanti.
.............................................................
Hah jam 12 malam, ternyata aku ketiduran 3 jam. Mungkin karena lelah belajar kalkulus sejak jam 7 tadi. Yah, besok malam Daniel akan datang ke kosanku untuk belajar bersama jadi aku harus benar-benar mempersiapkan momen itu dengan baik. Aku tidak mau terlihat bodoh di depan Daniel, walaupun sebenarnya aku cukup yakin dengan kemampuanku menyelesaikan soal-soal kalkulus. Baiklah, aku pikir sebaiknya aku cuci muka dulu sebelum melanjutkan belajar paling tidak 2 jam lagi. Sebab jika aku langsung belajar dapat dipastikan sekitar 90% aku akan ketiduran lagi.
Sesampainya aku di lantai bawah aku langsung menuju kamar mandi. Tapi langkahku terhenti melihat pintu kamar Mario yang sedikit terbuka. Mungkin hal ini wajar di hari biasa, tapi tidak wajar untuk malam ini. Karena sebenarnya semua penghuni kosan ini sedang berpesta di Ciwidey sebagai perayaan ulang tahun salah satu kakak kosanku. Mereka juga akan menginap di sana untuk malam ini. Aku pun seharusnya ikut, namun karena aku harus mempersiapkan diri buat kedatangan Daniel besok, maka kali ini aku absen dari acara itu. Alhasil tadi sekitar jam 6 aku hanya mengantarkan kepergian mereka sampai di depan pintu kosan. Tapi setelah aku ingat-ingat lagi memang waktu aku mengantar mereka cuma Mario yang tidak terlihat, tapi kata Bang Ari dia akan menyusul. Dipenuhi rasa penasaran aku langsung menuju ke kamar Mario yang kebetulan pintunya sedikit terbuka.
Astagaaa! Sesampainya di depan pintu badanku tiba-tiba kaku tidak bisa bergerak melihat apa yang ada di depan mataku sekarang. Di depan mataku sekarang ada dua orang pria telanjang tanpa mengenakan sehelai pakaianpun yang berada dalam posisi tertindih dan ditindih. Salah satunya adalah Mario yang dapat aku kenali dari postur tubuhnya dan berada di posisi menindih. Walaupun aku pernah melihat posisi ini di salah satu film yang aku tonton semasa SMA, namun tetap saja posisi nyata yang ada di depan mataku ini membuatku kaget setengah mati. Setelah sedikit tersadar aku langsung bergerak menjauh dari pintu kamar Mario agar tidak terlihat olehnya. Sejenak aku menyandarkan tubuhku ke dinding luar kamar Mario dan masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat.
Dipenuhi perasaan panik yang ada di pikiranku, aku mulai bergerak naik ke lantai atas lagi dengan sangat perlahan. Sepertinya saat ini aku sudah tidak perlu mencuci mukaku lagi, karena kesadaranku sudah sangat maksimum. Bahkan mungkin 110% dari kesadaranku dalam keadaan normal. Sampai di depan kamarku aku langsung masuk dan mencoba menutup pintu secara perlahan-lahan agar Mario tidak tahu aku keluar kamar. Tapi karena tanganku sangat gemetar tepat sebelum pintu tertutup aku malah sedikit membanting pintu itu. Alhasil suaranya pun terdengar agak keras. Ah bodohnya aku. Sekarang aku hanya berharap Mario tidak mendengar suara tadi.
Aku pun langsung mematikan lampu kamarku dan mengambil posisi tidur. Dalam kegelapan mataku masih terbuka dan pikiranku melayang-layang ke segala arah. Aku masih tidak habis pikir apa yang aku lihat tadi benar. Jika iya berarti Mario adalah seorang gay. Walaupun aku sendiri juga seorang gay, namun memergoki seorang teman gay yang sedang berhubungan intim tetap saja merupakan hal yang sangat tidak biasa untukku.
Belum sempat menenangkan pikiranku, aku dikagetkan dengan ketukan di pintu kamarku.
“Jo, lo di dalem ya? Ni Mario.”
Itu suara Mario, sekarang aku benar-benar panik. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Kalo aku tidak membuka pintu itu akan terlihat aneh, mengingat orang tidurpun akan terbangun mendengar ketukan itu. Tapi kalo aku buka pintu itu apa yang harus aku katakan pada Mario. Aku tidak mungkin mengatakan apa yang baru saja aku lihat padanya, paling tidak sekarang aku belum siap.
“Jo!”
“Oh, iya sebentar yo.” Akhirnya dengan perasaan sangat gugup aku buka pintu kamarku.
“Kenapa yo? Eh lo ternyata gak ikut sama yang lain ke Ciwidey” kalimat itu aku ucapkan untuk sedikit mengalihkan perhatian Mario.
“Nggak gw ada kerjaan soalnya. Lo juga nggak ikut?. Gw pikir semua ikut tadi. Soalnya pas gw dateng kamar lo juga sepi kayanya.”
“Oh iya, tadi gw ketiduran pas lagi belajar. Eh kenapa lo ngetok kamar gw?”
“Oh nggak, tadi gw denger pintu kamar lo ketutup jadi gw mau mastiin lo yang masuk. Takutnya maling gitu.” Sekarang dia yang terlihat agak gugup.
“Oh nggak kok itu gw. Ehmm tadi abis cuci muka, takut ketiduran lagi.”
“Oh lo tadi ke kamar mandi”
“Iya cuman cuci muka doank, trus balik lagi deh.”
“Nggak jadi mau belajar lagi?”
“Hah ?”
“Tuh lampu lo dah gelap.” Astaga aku lupa tadi aku mematikan lampu kamarku.
“Oh iya, gw pas nyampe kamar ternyata ngantuk banget jadi gw pikir ya udahlah tidur aja.” Jawabku seadanya.
“Ya udah deh gw turun lagi ya, mpe ketemu besok.”
“Siip”
Akhirnya aku berhasil menutup kembali pintu kamarku. Lega sekali rasanya, meskipun aku sempat melakukan beberapa tindakan bodoh karena kegugupanku tadi. Aku tidak tahu apakah Mario percaya atau tidak dengan kebohonganku tadi. Yang jelas sekarang aku bisa sedikit tenang. Dalam posisi terebah di kasurku aku terus berpikir. Ternyata Mario berani melakukan itu dan dengan teledornya membuka kamarnya karena merasa malam ini seharusnya tidak ada orang di kosan ini. Tapi tetap saja semua hal ini membuatku semakin penasaran tentang siapa sebenarnya Mario dan apakah dia benar gay. Sepertinya hari ini hariku dipenuhi dengan hal-hal yang mengejutkanku. Terlebih kedua hal mengejutkan itu datang dari dua orang yang dekat denganku namun nampak menyimpan banyak misteri. Satu adalah Daniel dan yang lain adalah Mario. Dua pria misterius dalam hidupku saat ini.
@danu_dwi: baiklah segera dilanjut
Duhhhh gw pilih siapa yahh?? #sokokeh
“Lagi nunggu temen Jo?” Tanya bang Rendra salah satu kakak kosanku yang kebetulan kamarnya tepat berada di sebelah kamarku. Usianya 25 tahun dan sudah bekerja di kantor telekomunikasi cabang bandung sebagai operator. Wajar saja kalau dia bisa menebak aku sedang menunggu temanku, sebab tidak biasanya aku duduk sendiri di teras kosanku. Biasanya kami cuma berada di tempat ini kalau ada acara kumpul-kumpul bareng yang diperuntukkan bagi semua penghuni kos. Misalnya membahas masalah kenaikan harga kosan, pembagian bayaran listrik, dll. Selebihnya kehidupan kami di kosan dijalani di kamar masing-masing atau sesekali berkunjung ke kamar lain.
“Eh iya kak. Udah janjian mau belajar bareng.”
“Oh, aku berangkat dulu ya.”
“Dapet shift malem ya kak?”
“Iya neh, makanya tadi seharian aku tidur dulu. Hehe. Yo ah berangkat dulu.”
“Iya kak”
Kak Rendra langsung menghidupkan motornya dan melambaikan tangannya ke arahku. Aku pun membalas lambaian tangannya. Tepat sebelum ia keluar pagar, mendadak ia berhenti karena ternyata ada motor lain yang mau masuk. Maklumlah pagar di kosan kami hanya berukuran kurang lebih 1 m, sehingga hanya cukup untuk satu kendaraan berlalu-lalang. Tapi dari suara motornya nampaknya aku kenal. Aku pun sedikit menjulurkan leherku untuk memastikan motor jenis apa yang mau masuk ke kosanku itu. Yak, ternyata benar itu adalah motor Daniel, ternyata dia sudah datang. Setelah memberi jalan, akhirnya motor Daniel bisa masuk dan sekarang dia berhenti di depanku.
“Parkir dimana Jo?”
“Di samping aja gak apa ya, di dalem penuh soalnya.”
“Aman kan?”
“Sejauh ini sih aman, hehehe. Aman kok.” Daniel pun bergegas bergerak ke samping kosan dan memarkirkan motornya.
“Yuk buruan masuk Dan, udah dingin gw nungguin lo di luar”
“Sorry, sorry. Tadi rada macet eh. Terus gw sempet lupa lagi gang kosan lo”
“Iye gak apa yok lah buruan.” Kamipun segera masuk ke dalam kosan.
“Jo mau ke WC donk”
“Oh ya udah tuh di situ” Aku menunjuk ke arah kamar mandi. Sepertinya aku tidak perlu mengantarnya karena sekarang kami sudah berada tepat di depan dapur sehingga dari posisi kami ini kamar mandi bisa terlihat dengan jelas.
“Oh sip, bentar ya” Daniel pun menuju ke kamar mandi. Sampai di depan kamar mandi dia memberikan sinyal dengan bahasa tubuhnya bahwa kamar mandinya sedang dipakai oleh penghuni kos lain. Selang 1 menit kemudian, sang pengguna kamar mandi pun keluar. Oh, ternyata Mario yang sedang menggunakan kamar mandi. Melihat Mario aku teringat kejadian kemarin malam. Aku belum sempat bertanya ke Mario tentang kejadian semalam. Mungkin besok atau lusa aku harus memastikannya. Sekilas aku melihat Mario dan Daniel saring bertegur sapa sejenak. Mungkin Mario bertanya identitas Daniel. Wajar saja mereka berdua belum pernah bertemu. Mungkin bagi penghuni kosan yang lain wajah Daniel sudah tidak terlalu asing. Sebab beberapa kali Daniel mengantarku pulang setelah kita selesai bermain online game bersama Marko.
“Temen lo ya Jo?”
“Iya yo.”
“Mau nginep?”
“Iya soalnya mau belajar bareng besok ujian eh.”
“Oh, ya udah gw duluan ya.”
“Ok, ok” Setelah peristiwa semalam memang sikap Mario ke aku agak sedikit berubah. Dia agak sedikit canggung jika berbicara denganku.
“Yuk ke atas.” Kata si Daniel yang sepertinya sudah lega sekarang setelah bisa membuang beban di kemihnya.
“Yuk” Aku dan Daniel pun bergegas ke atas, menuju ke kamarku dan langsung mulai membuka-buka buku Kalkulus kami.
“Kita belajarnya dari buku-buku soal aja ya Jo.”
“Oh emang, soalnya gw juga biasanya belajar cuma dari buku-buku soal. Banyak yang mirip biasanya.”
“Iya kata kakak kosan gw anak tambang, tahun lalu 3 dari 4 soal mirip banget sama buku soalnya.”
“Ini nih bagian diferensial gw paling ga ngerti ajarin donk.”
Kamipun mulai mecoba mengerjakan soal-soal dari buku soal satu per satu. Diawali dari bagian diferensial, karena menurut Daniel bagian ini paling susah untuk dipahami. Sepanjang belajar bersama, aku bisa terus mengajari Daniel. Selain itu, aku jadi punya kesempatan untuk terus memandangi wajahnya. Daniel ini memang bener-bener perfect di mataku. Sempat beberapa kali kami tanpa sengaja beradu pandang, tapi dalam situasi ini aku yang kalah. Aku tidak kuat untuk beradu pandang dengan orang yang sangat penting dalam hatiku saat ini. Kurang lebih itulah yang terjadi selama hampir 3 jam.
.......................................................
“Ah akhirnya kelar juga kita nge-review.”
“Iya bisa tenang deh sekarang. Eh gimana lo dah lebih ngerti ga sekarang.”
“Iya lah pastinya, kan yang ngajarin jago.”
“Ah lebay banget sih lo. Yodah dah kalo lo dah ngerti gw tidur ya udah jam 11 neh ngantuk berat gw.”
“Oh ya udah lo tidur dulu aja, gw masih mau baca-baca bentar”
“ Ya udah, lo kalo tidur matiin lampu ga?”
“Iya, lo?”
“Gw juga kok. Kalo gitu ntar kalo lo dah ngantuk trus mau tidur matiin lampunya ya. Terus lo tidur di sebelah gw aja ga apa kok.”
“Oh sip-sip. Lo ga apa neh agak sempit tidurnya gara-gara gw?”
“Ya ga apa lah. Masa gw tega nyuruh lo tidur di lantai. Gw belum sesadis itu kok. Hehehe.”
“Thank dah kalo gitu.”
“Iya, gw tidur dulu ya.”
Dengan keadaan sedikit senang dan kecewa aku memutuskan untuk tidur. Saat ini aku memang sudah sangat mengantuk. Dalam hati ada perasaan kecewa karena malam ini benar-benar berlalu tanpa ada sesuatu yang lebih, hanya belajar selama 3 jam bersama Daniel. Tapi tak apalah, bisa memandangi wajah Daniel selama 3 jam saja sudah cukup membuatku senang.
...............................................
“ Aduh kenapa gerah banget ya?” itu yang ada dalam benakku saat ini. Rasa gerah ini pula yang mungkin membuatku terbangun tengah malam begini. Setelah sedikit tersadar baru aku bisa berpikir. Pantas aja kalo malam ini terasa lebih gerah buatku, aku kan tidur berdua dengan Daniel di kasur sempit ku ini. Tambahan lagi sekarang posisi Daniel benar-benar sangat dekat denganku. Ia sedang tidur menghadap ke arahku. Satu tangannya berada di posisi sedang memelukku. Wajahnya yang sangat manis ini sekarang tepat berada di sebelah pundak kiriku. Oh Tuhan, Daniel ini memang benar-benar manis. Wajahnya benar-benar bersih dan kulitnya yang putih masih saja bisa memancarkan pesonanya walaupun dalam keadaan gelap seperti ini. Satu yang paling aku suka Daniel adalah bibirnya. Entah kenapa bibir Daniel itu terlihat indah, tipis dan merah. Kalau dia tersenyum begitu manis dilihat.
Berpikir tentang bibirnya membuatku terbayang bagaimana rasanya jika dia menciumku. Yah pikiran yang aneh memang, mengingat Daniel yang normal nggak mungkin terpikir untuk menciumku. Eh tapi kenapa tidak aku yang menciumnya. Aku pikir dalam keadaan tidur seperti ini tidak ada salahnya kalau aku mencium Daniel. Lagipula nampaknya dia tertidur sangat pulas jadi satu kecupan tidak akan menganggunya. Dimana ya? Sebenarnya ciuman di bibir yang indah itu adalah yang paling aku inginkan. Tapi tidak mungkin, bibir adalah organ paling sensitif yang pastinya akan membuat Daniel terbangun kalau aku menciumnya. Baiklah aku putuskan untuk menciumnya di pipi kirinya. Karena dalam posisi tidurnya yang sekarang cuma pipi kiri yang paling mudah aku jangkau.
Setelah sejenak mengumpulkan keberanian akhirnya sekarang wajahku mulai bergerak mendekat ke arahnya. Tepat sekitar 2 cm dari pipinya aku berhenti karena dikagetkan oleh bayangan yang melintas. Ternyata aku baru menyadari pintu kamarku sedikit terbuka, masih sama dengan posisinya ketika aku tidur. Mungkin Daniel lupa menutupnya saat tidur tadi. Berarti bayangan tadi adalah bayangan orang yang lewat di depan kamarku. Ah, mungkin Bang Rendra yang baru saja pulang setelah shift malamnya berakhir. Tidak mau kehilangan kesempatan, aku pun mulai bergerak mencium pipi Daniel kembali. Jantungku sangat berdebar-debar antara takut dan senang yang luar biasa. Ketika wajah Daniel sudah sangat dekat aku memejamkan mataku. Sedetik kemudian aku rasakan bibirku sudah mendarat di pipinya. Begitu lembut dan hangat aku rasakan.
Tiba-tiba saja aku rasakan tangan Daniel yang tadinya merangkulku bergerak. Dengan secepat kilat aku memalingkan wajahku dan mengambil posisi tidur menghadap ke arah berlawanan dengan Daniel. Kali ini jantungku berdebar sama cepatnya dengan tadi, bedanya kali ini perasaan yang menyertainya adalah ketakutan. Aku takut tadi Daniel menyadari kalo aku mencium pipinya. Sekarang aku rasakan di belakangku dia bergerak. Sepertinya sekarang dia sedang duduk. Habislah aku, sepertinya Daniel menyadari perbuatan bodohku tadi. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya terdiam kaku dalam posisi tidurku. Berselang 2 menit kemudian Daniel, mengambil posisi tidur lagi. Nampaknya kali ini dia tidur berlawanan arah denganku, sehingga sekarang kami saling membelakangi.
Entah apa yang ada dalam pikiran Daniel saat ini. Mungkin dia tahu atau juga dia sekedar terbangun. Apapun itu aku merasa sangat bersalah dan sangat bodoh. Kenapa tadi aku harus mendaratkan ciuman pertamaku untuk Daniel di saat seperti ini. Hal ini tidaklah seharusnya terjadi. Dengan perasaan campur aduk yang manjadi satu di otakku membuatku harus terjaga selama lebih dari 1 jam sebelum akhirnya dapat tertidur kembali.
Keesokan paginya aku terbangun pukul 5 pagi. Aku sadar bahwa Daniel sudah tidak ada di sebelahku. Mungkin dia sedang shalat pikirku. Kemudian aku menyalakan lampu dan dengan sedikit menggeliat aku meregangkan tubuhku.
“Oh dah bangun Jo?”
“Eh, lo abis shalat ya.”
“Iya tadi abis shalat terus keluar bentar ke teras cari udara segar. Eh gw pulang sekarang ya.”
“Hah, ini kan masih jam 5 pagi?”
“Iya gak apa, kan gw pake motor ini.”
“Iya tapi kan kenapa gak nunggu agak terang jam 6 an gitu.”
“Gw mau mandi pagi-pagi terus baca-baca lagi sedikit.”
“Loh bukanya loh dah siap bawa alat mandi buat mandi disini?”
“Iya sih tapi gw pikir ga enak ama abang kosan lo kalo ikutan mandi disini. Kan yang lain juga pada mau mandi pagi.” Dari ucapan Daniel aku menangkap ada hal yang aneh. Apa gara-gara kejadian kemarin Daniel menjadi aneh. Tanggap dengan situasi ini aku tidak mau lagi memaksa Daniel.
“Oh ya udah gw anter ke depan ya”
“oke”
Setelah mengambil tasnya, akupun mengantar Daniel ke luar dan ia pun langsung pergi tanpa mengucap sepatah kata. Kali ini aku yakin bahwa sikap Daniel memang aneh. Tapi kalau hal ini memang terjadi karena kebodohanku semalam aku benar-benar minta maaf Dan. Itu semua aku lakukan karena aku memang sayang kamu.
@memetutut: haha iya sekarang gw juga lagi kangen kampus. Sama2 alumni ya kita?
@mumura: hah yang mana ya purbalingga?