It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hehehe gue gak punya gambaran sejauh itu. Seperti gue bilang sebelumnya gue gak punya ide memberi gambaran Ruby dan Klein.
Tapi gue pernah liat rolex yang bentuknya lebih 'santai' kok. Gak selalu heboh.
Tapi thx ya.
hehehe gue gak punya gambaran sejauh itu. Seperti gue bilang sebelumnya gue gak punya ide memberi gambaran Ruby dan Klein.
Tapi gue pernah liat rolex yang bentuknya lebih 'santai' kok. Gak selalu heboh.
Tapi thx ya buat kritiknya.
Gue perlu bny survey soal kaya gini.
Aku memperhatikan koass-koass neurologi yang sedang menangani pasien mereka yang baru datang. Tugas koass bedah sepertiku menerima semua pasien di UGD, menentukan triase dan owner pasien melalui keluhan utama pasien datang. Aku mengukur tekanan darahnya 180/120 mmHg, tekanan darah yang luar biasa tinggi. Pasien pria, baru berusia 45 tahun datang dibawa istri dan dua anak laki-lakinya yang duduk di SMAN Jakarta karena penurunan kesadaran yang terjadi tiba-tiba.
TIBA-TIBA! Kata yang penting untuk mengarah ke penyakit stroke. Tentu saja kami curiga Stroke. Jelas bukan kasus bedah kecuali terbukti ada perdarahan di kepala yang membutuhkan intervensi bedah saraf.
(triase: sederhananya dibawa kemana pasien ruang obervasi biasa, resus atau tindakan. Resus untuk pasien penurunan kesadaran, gangguan pernafasan, dll, tindakan pasien yang berdarah atau butuh tindakan operasi minor.red)
Asisten neurologi sudah dipanggil, dia melakukan serangkaian pemeriksaan neurologi yang banyak sambil mendengarkan laporan dari koass-koassnya. Perintah untuk melakukan CT-Scan kepala disetujui keluarga. Tidak memakan waktu lama hasil CT-Scan keluar dan memang menunjukan perdarah intracranial.
“ Berapa perdarahannya?” tanya Alben ke Ami, salah satu koass neurologi yang sedang memasang hasilnya di tempat membaca.
“ Em… berapa ya?” Tanya balik Ami sambil menyenggol teman di sampingnya. Temannya hanya geleng-geleng kepala.
“ Gini dek caranya. “ kata Alben mengajarkan caranya. Alben mendemonstrasikan cara menghitung perdarahan. Kedua koass perempuan itu mangguk-mangguk.
“ Nah gitu. Ini pasti pertanyaan yang dokter Tia tanya.” Jelas Alben.
Aku memperhatikan saja tingkahnya.
“ Oh ya, Minta pin dong.” Kata Alben. “Biar bisa kabar-kabarin, pasien ini pasti konsul ke bedah juga nih.”
Tuh kan! Pinter aja lu. Nice try bro. batinku.
Dokter Tia datang dan memang persis seperti yang kami duga Ami dan temannya ditanya jumlah perdarahannya.
“ 30 cc dok.” Jawab Ami.
“ gimana caranya?” Tanya dokter Tia lagi
Ami mengulang apa yang diajarkan Alben. Dokter Tia mangguk-mangguk kemudian meminta teman Ami memanggil keluarga pasien.
“ Konsul Bedah ya.” Kata dokter Tia padaku. Aku mangguk dan memanggil asisten bedah yang bertugas hari ini lewat telepon rumah sakit. Aku melaporkan tentang pasien konsul dari bagian neurologi.
Lalu kembali ke dokter Tia.
Dokter Tia menjelaskan kepada keluarga pasien. Istrinya matanya bengkak karena menangis sedangkan wajah tegang tertera di wajah kedua anak laki-lakinya yang masih sangat belia.
“ Indikasi operasi nih. 30cc perdarahan.” Bisik Cipro kepada Donna.
“ Iya 25 cc kan udah indikasi craniotomy.” Balas Donna.
“ belum tentu.” Timpalku. “ GCSnya kalo 3 sudah bukan indikasi operasi. Tapi gue perhatiin pemerikasaan neurologi reflek-reflek patologis dan fisiologisnya udah negative.”
“Hah?!” seru tertahan Donna. “ Serius???”
“ Dik emang GCSnya berapa?” tanya Cipro ke Ami. Kali ini pun Ami kebingungan.
“ Lu gak percaya amat ama gue.” Aku menyikut Cipro. Cipro Cuma nyengir.
“ Eh…bro udah jatah gue yang ini.” Kata Alben memperingatkan berbisik pada Cipro. Cipro Cuma manyun.
Aku perhatikan ketiga wajah keluarga pasien. Ekspresi yang sama dengan semua keluarga pasien yang mendapatkan penjelasan tentang keadaan pasien.
Wajah orang tersesat!
Mereka tidak paham apa yang dokter-dokter ini jelaskan. Kedua asisten ini sudah menggunakan bahasa yang sederhana dan seawam mungkin namun tampaknya mereka tetap tidak paham.
Aku melirik anak laki-laki yang paling sulung.
Maaf dik, mungkin ayahmu tidak akan pernah bangun lagi. Batinku.
Ada rasa sesak. Aku abaikan. Bila aku membiarkan perasaan sesak ini terus aku akan terus-terusan menangis di kamar mandi UGD seperti saat pertama kali koass beberapa minggu lalu. Terlalu banyak kematian untuk ditangisi. Kalo terus menuruti perasaan aku akan keluar dari kedokteran karena aku lelah melihat orang-orang yang kemarin baru kau ajak bicara namun sekarang sudah tidak bernyawa.
Keluarga memimta waktu berdiskusi dan memanggil keluarga mereka yang lain untuk berdiskusi.
Aku melihat jam tangan sudah jam 13.00. Tidak terasa perutku lapar. Aku dan Cipro izin makan lebih dulu pada Alben dan Donna. Alben tidak keberatan karena sepertinya dia tidak perlu makan selama disampingnya ada Ami. Donna protes dan ikut kami ke dapur untuk makan.
Melihat Alben dan Ami, kenapa jadi ingat Klein……
“ Bengong!” jitak Cipro.
“ Aduh.” Aku mengelus-elus kepalaku. Cipro dan Donna terkikik dan menuju dapur UDG tidak mempedulikanku yang kesakitan
Jam 5 sore asisten memperbolehkan kami pulang. Pasien tadi sudah ke ruangan ICU.
Aku menggendong tas ranselku dan menimbang-nimbang untuk datang ke kamar Klein.
Apa yang Klein pikirkan ya tentang kejadian tadi pagi. Kemarin saking ngantuknya saat Klein menawarkan untuk tidur di kamarnya aku seperti terhipnotis melihat kasur dan selimut langsung tidaur dan kehilangan kesadaran. Sepertinya aku mimpi basah tadi malam.
Tanpa sadar aku sudah ada di depan tukang buah. Menjenguk harus bawa buah pikirku. Badanku ini bergerak tepat seperti yang diperlukan saat otakku eror.
Tapi…..
Aku merogok kantongku. Tidak ada cukub uang untuk membeli 1 kilo apel.
“ Pak, boleh beli 1 aja?” tanyaku
Penjualnya mengamatiku sebentar. Seperti mengingat-ingat.
“ Ini dokter Elmo ya?” tanyanya.
“ eh? Iya. Siapa ya pak? Saya tidak ingat.”
Dia bercerita bahwa seminggu lalu dia mengalami kecelakaan motor malam hari dan aku yang menerimanya di UDG lalu menemaninya hingga pagi hari.
Hem…. Itukan tugasku. Batinku.
Dia membungkuskan 1kg apel merah dan menyerahkannya kepadaku.
“ Pak, tapi saya tidak punya uang.” Protesku.
“ ini ucapan terima kasih dok. Tolong diterima.”
Dia tetap memaksa sehingga akhirnya aku terima juga. Tidak enak rasanya mengambil secara gratis 1kg Apel dari pedagang buah yang susah payah menjual tiap kilo dagangannya.
Dia mendoakanku supaya sukses dan segera mendapat jodoh.
Deg. Jodoh?
Kenapa lagi terlintas wajah Klein.
Aku mengucek mataku beberapa kali. Dia membawakanku sekresek apel.
Ini sogokan setelah perlakuannya yang kasar tadi pagi.Pergi begitu saja saat aku sedang merayunya. Kali ini aku tidak boleh terlalu mudah.
“ Beli dimana apelnya?” tanyaku. “ Yakin bersih gak, nanti gue bisa sakit perut kalo gak bersih. Gue biasa beli apel di All Fresh.” Memulai kesan angkuhku. Aku tetap memegang memangku laptop ku di atas ranjang. Tetap pura-pura sibuk dengan pekerjaanku.
“ Di depan.” Kata Elmo. “ kalo gitu biar gue bawa lagi ya.”
“ LOH? Kata siapa lu bisa bawa pulang lagi.” Jawabku. Memandangnya tajam sebentar.
“ trus gmana?”
“ Lu kupas.”
Dia agak bingung namun kemudian dia mengambil pisau. Lalu mencuci tanganya di kamar mandi lalu mengupas satu buah apel.
“ Bunganya bagus.” Komentanya sambil terus mengupas. Aku melihat bunga yang dimaksud, bunga kiriman Ruby.
“ Tentu. Gue memang pantas mendapatkan barang-barang terbaik.” Sombongku. Ku perhatikan reaksinya. Dia tetap sibuk mengupas Apelnya. Memotongnya lalu menaruhnya di piring.
“ Nih.” Katanya setelah mengupas dan memotong 2 buah apel, dia menyodorkan piring berisi apel.
“ Elmo, gue kan sakit. Disuapin dong.” Kataku menatapnya lurus. Dia agak mengerutkan dahinya.
Dia tidak protes dan menyuapi apel-apel itu dengan garpu.
“Asem!” komentarku setelah memakan beberapa potong apel.
“masa?” dia memakan satu potong apel. “ Enggak ah.”
“ Masa?” aku pura-pura heran. “coba suapin lagi.”
Aku terus berkata bahwa apel-apel yang dia suapkan asam hingga potongan terakhir.
“ Asem kok habis?” protesnya.
Hem mulai berani dia. Batinku
“ Apelnya sih asam. Tapi kan yang nyuapin manis.” Jawabku. Wajahnya memerah.
Damn! Nora banget rayuanku. Batinku.
Tapi sepertinya berhasil, sudahlah.
“ Em… udah jam 7.” katanya
“ mau menginap lagi malam ini?” tanyaku tiba-tiba.
Damn! Aku Kok murahan banget sekarang.
Dia menggeleng.
Dia membereskan tasnya dan pamit.
“ Tadi pagi………” kataku tiba-tiba. “ kenapa cepat-cepat pergi?” Aku pandangi foto-foto editanku di layar laptop. Ku perhatikan dia lewat sudut mata.
Dia berbalik.
“ Gue minta maaf. Gue udah tidak sopan tadi pagi.”katanya.
Aku diam sesaat.
“Kenapa minta maaf? Apa yang salah?”
“ Karena pergi tiba-tiba.” Jawabnya.
“ Kenapa kau pergi tiba-tiba?”
“ Gue takut.”
“Takut? Gue membuat lu takut?”
Dia diam. Aku singkirkan laptopku lalu mendekatinya. Menurunkan tas di tangannya. Tingginya hanya sepundakku.
“ Gue membuat lu takut?” tanyaku ulang.
Dia tidak membuka mulutnya. Hanya menatapku dari balik kaca matanya.
“Jangan takut padaku ya.” Kataku sambil mengelus rambutnya.
Aku membungkukkan badanku. Mencium pipinya. Dia diam saja.
“ Besok datang lagi ya.” Bisikku di telinganya. Dia mengangguk lalu menghilang di balik pintu kamar rawatku.
^^Ruby
Jadual meeting dan tugas-tugas kantorku hari ini tetap sama sibuknya. Pagi-pagi sebelum berangkat aku Treadmill 30 menit dan benpress di fasilitas gym di apartemenku. Memang sederhana tidak selengkap FF tempat ku menjadi member tapi untuk pagi ini cukublah. Semuanya kulakukan cepat saja, sebelumnya aku sudah minum susu tinggi protein recomendasi dari instrukturku dan 2 tablet Amino. Ini semua demi penampilanku. Otot-otot ini tidak mengembang dengan sendirinya. Butuh latihan yang cukub dan teratur juga harus di tambah pengaturan pola makan yang mungkin terdengar gila namun tidak segila itu setelah menjalaninya.
Laki-laki mahkluk visual, mereka terpesona apa yang dilihatnya. Target orientasi sexualku adalah laki-laki jadi aku menjadi apa yang aku cari dari laki-laki maka aku harus menjadi itu juga Wajah tampan dan tubuh atletis, keduanya bisa dipoles di zaman sekarang. Tidak perlu menjadi artis atau model supaya wajah terpelihara dan tentu saja tidak selalu mahal.
Jam 07:30 aku sudah mengendarai BMW ku menuju kantor, tidak terburu-buru untuk datang ke kantor hari ini.
Kenapa Klein tidak ada kabar? Batinku.
Ku lirik jam Rolex ku sudah jam 2 siang. Kabar terakhirnya hanya mengucapkan terimakasih bunganya. Itupun hanya BBM saat aku sedang rapat. Sehingga aku tidak langsung membalasnya.
Aku meneleponnya, namun katanya dia sedang sibuk dengan editan foto-fotonya.
Ya sudahlah, besok sore aku akan menjenguknya.
Sikabnya hari ini sungguh berbeda. Mungkin Elmo butuh waktu yang cukub lama untuk menjadi nyaman dengan seseorang. Sore ini dia kembali datang menemaniku. Dia bertanya tentang keadaanku dan perasaanku setelah operasi. Sikab canggungnya banyak berkurang walaupun memang dia secara alami orangyang kikuk.
Lucu. Menyadari orang yang membuatmu begitu nyaman tetapi ternyata dia butuh waktu membuat dirinya nyaman bersamaku.
Aku bercerita tentang apa yang aku kerjakan, dan Elmo pendengar yang baik. Aku tau dia tidak sepenuhnya mengerti apa yangku ceritakan. Namun ekspresi jujurnya membuatku merasa tidak terancam untuk menggunakan topeng. Aku tahu kau tidak berbahaya Elmoku itulah yang membuatku menjadi siapa aku sebenarnya.
Aku bertanya juga apa rasanya menjadi seorang dokter. Dia bercerita dengan penuh semangat. Entahlah apakah dia menyadarinya atau tidak, dia hamper selalu melakukan gerakan-gerakan untuk mendemonstrasikan apa yang sedang diceritakannya. Dia punya ribuan ekspresi saat bercerita tentang kehidupannya di kedokteran.
Dia memilih duduk di kursi disamping sanjangku walaupun sudah ku paksa dia untuk duduk juga ditas ranjangku.
“ Kejutan!” seru Ruby di depan pintu.
Aku terdiam. Sungguh kejutan! Entah harusku sembunyikan Elmo dimana? Sudah terlambat.
“ Hai.” Jawabku pendek.
Elmo tiba-tiba berdiri dan menundukan kepalanya sedikit kea rah Ruby.
Tampaknya aku tidak terkejut sendirian. Wajah Ruby lebih terkejut lagi dengan keberadaan Elmo.
Aku tunggu saja reaksinya.
“ kenapa enggak ngabarin mau datang?” tanyaku, sambil terus memasang wajah santai.
Ruby tidak menjawab. Belum sadarkan diri rupanya dari kekagetannya.
^^Elmo
Ruby dan Klein tampak asyik mengobrol. Mereka mengobrolkan tentang banyak hal yang tidak kupahami. Mereka membicarakan tetang perjalanan mereka yang menyenangkan saat berlibur bedua di beberapa tempat terkenal di dunia. Ke tempat-tempat yang belum pernah ku datangi dan hanya kudengar namanya dalam pelajaran Georagrafiku jauh beberapa tahun lalu.
Klein benar-benar senang dengan topik-topik yang disuguhkan Ruby. Mereka berbicara seperti teman karib yang sudah sangat lama tidak bertemu. Percakapan Klein dan Ruby sungguh berbeda dengan percakapanku. Saat aku bercerita Klein diam mendengarkanku, bertanya beberapa hal yang mungkin kurang jelas atau berdecak kagum atau heran tentang beberapa bagian ceritaku yang tidak ku ceritakan bahasa awam.
Sungguh berbeda. Saat Klein ini aku melihat wajah antusiasnya, seolah-olah Ruby membawanya ke tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama dan membawakan pengalaman itu sehidup saat mereka benar-benar mengalaminya.
Aku melihat Klein berusaha membuatku masuk kedalam cerita mereka berdu.
“ Tempat terakhir yang lu kunjungi apa Elmo?” Tanya Klein.
“ Em… Jogja, kota yang tenang dan menyenangkan” jawabku.
“ Lu ngapain disana?” Tanya Klein. Mencoba tertarik.
“ Salah satu tugas belajar sebagai koass.” Kataku memilih bahasa yang cukub awam.
“ Oh.” Kata Ruby. Dan kemudian Ruby menggiring Klein kedalam obrolan lagi.
Ke dalam dunia yang tidak aku kenal.
Aku mencoba bertahan disana, di dalam keadaan tidak nyaman itu.
Aku melihat stetoskopku dan melihat membrannya yang bertuliskan Quality Littmann yang ku kalungkan di leherku. Lalu melihat isi meja Klein, dia menaruh botol parfum dengan tulisan besar Hugo.
Littmann meets Hugo. Aku merasa begitu asing.
Hari ini aku jaga malam. Aku mengsms dia bahwa aku tidak bisa datang berkunjung ke kamarnya. Aku melihat statusnya di ruang perawat saat aku mendapatkan giliran meng’PTC’ beberapa pasien yang memasuki masa krisis. Aku sempatkan melenceng ke kamar VIP untuk membaca status Klein.
(PTC: pantai terus coy :P)
(Status: catatan medis pasien.red)
Perdarahan di dalam kepalanya seperti yang kami duga semakin berkurang lewat CT-scan terakhir, sakit kepala atau tanda-tanda lain peningkatan tekanan intracarnialnya juga tidak ditemukan, urusannya dengan operasi cosmetic pun berjalan lancar. Hari ini dia pulang, aku tidak bisa mengantarnya karena tugas UDG ku dan jaga malamku. Dia pun tidak dapat menunda kepulangannya karena dia harus langsung ke Singapura. Ada tugas yang harus dikerjakannya katanya.
Dia bilang akan jadi salah satu model runway disana dan beberapa event penting yang memakai jasanya dan team kerjanya, sehingga mungkin dia aka nada disana selama seminggu.
Miss u. hope we will meet soon. Itu isi smsnya.
Kangen? Apa itu kata yang tepat. Batinku.
^^Klein
“Jaga dirimu.” Itu balasan smsku.
Aku baca ulang SMS yang kukirim pada Elmo.
“Miss u. Hope we will meet soon.”
Apa ini balasan yang tepat?
“Jaga dirimu”
Bukannya seharusnya dia membalas “Miss u too”?
Aku memandang cermin di toilet bandara Soekarno Hatta. Apa luka ini begitu membuat wajahku jadi jelek? Kenapa si culun seperti tidak menyadari ketampananku?
Aku akan pergi ke Singapura hari ini. Rasanya sedih mengetahui Elmo tidak dapat sama sekali meninggalkan tugasnya untuk mengantarku.
Ruby menyusulku ke dalam toilet.
“ What are you doing?” tanyanya, mungkin aku terlalu lama di toilet. Sambil memandangi cermin. Aku menoleh.
“ Terima kasih ya udah nganter gue.” Kayaku pada Ruby.
Ruby hanya senyum dan menepuk pundakku pelan.
“you always be my side want I need you. Thx” aku mengulang ucapan terima kasihku.
^^Ruby
Selesai mengantar Klein aku segera kembali ke kantor. Aku meminta asistenku menangani beberapa tugasku selama aku mengantar Klein ke Bandara.
Weekend mungkin aku akan menyusulnya ke Singapura.
oh elmo pantesan merah
lu pikir itu lucu kan? Hahahaha gue juga berharap begitu. Kalimat itu terasa pas aja dan ada unsur konyol.