It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tpi di mention ya sblm update
Gw suka, sudut pandangnya kya The Time Traveler's Wife
Terima kasih sudah membaca...
PENJARA SI KUMIS
Prittttttttt!!!! Tiba-tiba suara yang mengganggu telinga sontak membuatku bangun dari tidur seketika.
“Aaaahhh... siapa sih yang ganggu tidur gw!!!” kataku seraya membuka paksa mata.
“bangunn oiii.. sekolahh!!!” kata Rega yang sudah berpakaian sekolah rapih tiba-tiba berada di kamarku.
“Gaa... kok lu bisa ke sini”
“Ih,, gmana sih lu... katanya semalam lu mau bareng ke sekolah?”
“Oohh”
“Dihh.. dia pake Ooh!!”.... “mandi sana!!!!”
“iyaa... yaudah.. lu turun sana... tar lu demen lagi lihat gw bugil” kata ku seraya mendorong Rega keluar kamar
“Iyeee.. iyee... lagian mana mungkin gw doyan sama badan kerempeng kaya lu!!”
“Rajin sekali si Rega ini, padahal baru jam 6 pagi, sudah sampai rumah ku untuk menjemputku, padahal semalam pulang dari anyer sampai rumah sudah jam 1 pagi lewat. Bingung aku sama daya tahan tubuhnya. Pengaruh olahraga terhadap daya tahan tubuh seseorang ternyata memegang kendali kuat. Tubuhnya juga atletis, tidak seperti tubuhku yang kerempeng ini” Lamunku di kamar mandi sambil memeriksa tubuhku yang memang kerempeng di depan kaca wastafel yang ada di kamar mandi.
Sudah jam 6 lewat 15 menit saat ini, aku menuruni tangga menuju tempat di mana Rega sedang sarapan bersama ibuku. Rega terlihat sangat akrab dengan ibuku, entah apakah masih akan seakrab ini jika ibuku mengetahui siapa Rega sebenarnya. Bisa jadi aku di larang berteman dengannya.
“Enak yah,, sarapan gratis!!” kataku seraya mengambil nasi goreng yang sudah di sediakan oleh ibuku.
“Lu juga enak.. tukang ojek gratis!!” jawab Rega
“Sudah ah.. kalian ini ribut terus, baru juga liburan bareng” Sergah Ibu masuk ke obrolan kami
Setelah sarapan kami tuntas kami segera berangkat ke sekolah. Hari ini aku sebenarnya bukan malas membawa motor sendiri, itu karena semalam sudah jam 1 malam baru sampai rumah, sudah pasti tidurku akan kurang, dan akan membuat mataku sulit di buka saat di motor. Belajar dari pengalaman sebenarnya, dulu aku sempat jatuh dari motor akibat sulit mengontrol motorku karena mengantuk. Akhirnya aku memasuki gerbang hijau pekat yang di dalamnya berdiri bangunan letter “U” bercat abu-abu khas sekolah ku setelah liburan singkat.
Pergantian tahun benar-benar membuatku merasa telah meninggalkan sekolah ini terlalu lama, padahal hanya bolos sehari. Setelah meletakkan tas di meja aku dan Rega bersiap untuk turun mengikuti upacara bendera pertama di tahun 2004. Dengan langkah gontai malas berhadapan dengan si kuning menyengat aku menuruni tangga menuju lapangan di mana upacara di adakan. “Ah.. sial.. kenapa sih pembina upacaranya harus dia.. bisa jadi naskah 100 tahun nih pidato upacara” Gumanku saat tahu pembina upacara yang akan naik ke podium adalah Pak Sahid guru sekaligus ketua bidang kesiswaan.
“Selamat Pagi anak-anak yang bapak cintai” Kata pak Sahid mengawali pidatonya yang semoga kali ini singkat jelas padat.
“Selamat tahun baru untuk kalian semua” “Berdasarkan info yang bapak dapat di hari Jumat.. rupanya banyak siswa yang tidak masuk setelah malam pergantian tahun, untuk itu saya sebagai ketua kurikulum bidang kesiswaan akan menindak tegas apabila di dapati murid yang bersangkutan ternyata dengan sengaja bolos”
Awal kalimat di pidato Pak Sahid kali ini membuat aku dan Rega saling berpandangan cemas. Cemas karena kami ada di meja dan kelas yang sama. Ini akan membuat Pak Sahid semakin curiga dengan kami. Tak terasa Pidato panjang Pak Sahid selesai juga, isinya hanya berputar sepanjang masalah bolos masal yang di lakukan siswa sekolah ini.
Selepas upacara sekolah aku, Mario dan Rega bersama dengan beberapa anak yang lainnya yang di panggil saat upacara tadi harus menemui Pak Sahid untuk menjelaskan tentang ketidak hadiran kami di sekolah tempo hari. Dengan dasi yang sudah ku longgarkan karena kegerahan terjemur di tengah lapangan saat upacara tadi, aku berjalan menyusuri lorong menuju salah satu ruangan yang tidak biasanya digunakan untuk keadaan seperti ini, mungkin karena jumlah anak murid yang bermasalah hari ini terlalu banyak, jadi di perlukan ruangan khusus untuk menampung kami semua, bukan ruang guru atau ruang BP. Tibalah kami semua di ruangan kelas yang sudah lama tidak di gunakan, terlihat sekali debu-debu menempel tebal di tiap meja dan kursinya. Setibanya Pak Sahid diruangan itu kami semua langsung di perintah untuk menempati kursi yang sudah ada. Kursi yang tebal akan debu khas kursi yang sudah lama di simpan.
"Kalian semua hari ini akan Bapak hukum"
"Lima belas pengurangan point di tambah dengan tugas ekstra yang pelajaran yang kalian tinggalkan dan tugas yang berkaitan dengan pelajaran hari ini"
"Untuk tugas pelajaran yang kalian telah tinggalkan Bapak akan memberikan waktu selama seminggu, lewat dari seminggu kalian tidak menyelesaikannya, akan ada pengurangan point sebanyak dua puluh lima"
"Yang artinya kemungkinan kalian untuk naik kelas akan semakin kecil"
"Tapi Pak, ini gak adil untuk siswa yang tidak masuk karena sakit dan mempunyai ijin istitahat dari dokter" Protes Rega
"Bapak sudah terima surat dokter untuk kalian yang tidak masuk"
"Lalu, apa Bapak harus percaya jika semua surat dokter yang ada, adalah berasal dari dokter yang sama"
"Sebelum kalian masuk SMA, Bapak lebih dulu masuk"
"Nah... itu kan artinya ini kenakalan remaja biasa Pak, hukuman yang Bapak berikan jelas terlalu berat untuk kami" Protes Mario
"Hukuman itu Bapak yang menentukan kamu yang menjalani!!"
"begitu bukan seharusnya Mario??"
"Ya.... Pak" Jawab Mario datar
Suara riuh protes dari anak yang lain segera mengisi ruangan ini, hingga dari sudut manapum akan terdengar riuh. Aku hanya bisa diam menghadapi hukuman Pak Sahid. Bukan karena aku setuju, tapi karena tubuhku ini, selepas upacara tadi pagi hingga saat ini, sedang merasakan gerah dan panas yang luar biasa. Kancing kemeja sudah ku lepas satu buah lagi demi membiarkan semilir angin memberikan kesejukannya. Dasi yang semula terpasang rapih di leher, kini aku lilitkan di telapak tangan menyerupai sarung tinju. Rasanya sudah sangat tidak nyaman dirungan ini, debu yang tebal di meja yang ada dihadapanku menambah parah keadaanku. Kulitku mulai memerah, gatal mulai menyergap, bentol karena gatal mulai memenuhi leher dan wajahku. Persetan dengan hari ini, bagaimana bisa aku mengerjakan tugas yang di berikan Pak Sahid, jika keadaanku seperti ini. Mungkin ini adalah satu-satunya ruangan yang paling berdebu dan paling panas di sekolah ini. Hampir dua tahun aku bersekolah disini, baru tahu ada ruangan sekotor ini. Debu, panas, dan sarang laba-laba. Ruangan ini semacam ruang penjara bagiku. Sudah hampir satu jam kami semua berada di ruangan ini, tapi soal yang harus aku kerjakan masih tinggal beberapa lagi.
Sekolah hari ini sungguh berat, dari mulai upacara yang panas dan melelahkan, lalu hukuman mengerjakan tugas plus dengan beban tugas rumahnya, sampai dengan alergi kulit aku yang kelihatannya kambuh, sekarang sekujur kulitku penuh dengan ruam merah, mungkin akibat debu yang memenpel di kulitku ketika di hukum tadi pagi.
HATI BERGEJOLAK
Sudah dua minggu sejak tahun baru bersama kami di anyer, tapi fikiran ku masih berada di pantai itu. Pantai anyer, pesta tahun baru, kembang api dan quando quando. Lagu itu masih tetap terngiang di telingaku, bukan karena lagunya yang masuk ke dalam selera musikku, tapi karena lirik yang keluar dari mulut Mario. Entah apa yang terjadi dengan diriku setelah malam itu, sepertinya aku merasakan hal yang aneh pada diri ini. Banyak keanehan yang aku sadari tiba-tiba muncul dalam kepribadianku belakangan ini. Aku sadar sudah sekitar empat hari ini aku di buat kesal dengan Mario, bukan karena dia berbuat salah kepada ku, tapi karena aku merasakan kesal yang amat sangat dahsyat jika melihat dia mulai melayani godaan para cewek di sekolah yang kurang perhatian. Parahnya lagi aku sekarang bertingkah seperti para cewek-cewek itu!!!. OH GOD!!! Apa yang sedang terjadi padaku. Perasaan ini terus mengikuti hari-hari berikutnya, hingga membuat aku takut pada diriku sendiri. Apa yang sedang terjadi saat ini saja aku gak tahu, apalagi berfikir apa yang berikutnya terjadi. Perasaan ini membuat aku menjadi sering menghindari Mario, ini aku lakukan agar diriku kembali seperti dulu, seperti sebelum mendengar lirik quando quando dari mulut Mario.
Hari ini adalah tanggal 29 Januari 2004, itu artinya sudah seminggu aku menghindari Mario. Sms dan telponnya gak pernah aku jawab, bahkan ketika waktu istirahat tiba, tradisi makan bersama sempat aku lewati beberapa kali dengan alasan sedang repot mencatat catatan yang baru saja di berikan.
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:45]
Seperti yang sudah-sudah sms itu pun aku abaikan. Sepertinya Rega tidak sadar ketegangan yang terjadi antara aku dan Mario. Dia tidak pernah menanyakannya sama sekali. Melihat wajahnya yang serius mencatat membuat aku sadar, aku tidak memperhatikan pelajaran saat ini. Fikiran ku terpaku pada sms yang barusan masuk dari Mario.
“TRINGGGGGG”....... nada sms dari ponselku berbunyi lagi, kali ini bukan hanya sekali seperti tadi, tapi bersahutan berderet berkali-kali hingga membuat perhatian penghuni kelas pecah dan tertuju pada diriku.
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:58]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:58]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:58]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:58]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Pulang sekolah di parkiran” sms received [Mario - 11:59]
“Handphone siapa itu” Ibu Tina Guru Sosiologi mulai protes
“Siapa sih Ton... minta di jawab kali smsnya” kini Rega ikut memprotesku
“Woiiii... Norak yahh... cari ringtone di kelas” Kini hampir satu kelas memprotesku
“OK... sama Rega juga kan?” sms sent
“empat mata” sms received
“Siapa sih Ton?? Bikin heboh aja smsnya” Tanya Rega
“Ibu gw, mungkin kepencet berkali-kali” Jawabku mengelak
Pasti ini tentang sikapku yang aneh, sehingga Mario jengah dan ingin menyelesaikannya. Tapi nanti harus aku jawab apa? Masa aku harus bilang terus terang kalu belakangan ini kesal ke dia gara-gara hal-hal aneh itu. Aku harus berbohong, tapi bohong apa lagi?? Bilang aku belakangan ini sibuk?? Mana mungkin, sekolah kami sama, dan aku satu kelas dengan Rega, yang artinya Rega akan sibuk juga jika aku sibuk dengan pelajaran.
Akhirnya waktu yang di tunggu semua siswa di sekolah ini tiba juga, sekarang saatnya pulang, tapi kenapa rasanya hari ini terlalu cepat berlalu. Bel pulang ini gak pernah aku harapkan datang saat ini, aku belum menemukan jawaban akan pertanyaan yang akan muncul dari Mario.
“Ga, lu duluan aja dah pulangnya, gw mau mampir bentar ke toko kue, tadi nyokap nyuruh beli roti” kataku berbohong ke Rega
“Oke... gw duluan yah, salam untuk nyokap” Balas Rega
Dengan langkah malas, aku susuri tiap anak tangga menuju lapangan terus ke tempat parkir untuk menemui Mario. Berharap sekali tiba-tiba aku pingsan sekarang walaupun sebenarnya sepanjang hidup aku belum pernah mersakan pingsan atau di larikan ke rumah sakit karena tiba-tiba terserang penyakit ayan, yang selama ini aku gak pernah idap agar bisa menghindari hari ini. Aku gak bisa mengatakan sejujurnya kalau aku menghindari dia karena aku tidak ingin lebih lama merasakan tidak nyaman karena merasakan semacam cemburu.
Saat ini di depan mataku terpampang atap persegi panjang yang di topang pasak beton, yang di samping kanannya terdapat sebuah warung kecil yang menjual berbagai snack kecil, sedang sebelah kirinya berdiri tiga buah pohon rindang membentuk segitiga, yang masing-masing di bawahnya di kelilingi oleh persegi beton yang membentuk pot raksasa untuk tiap pohonnya. Di bibir pot itu sudah sepi, tidak seperti istirahat, ramai dengan siswa yang bercengkerama, mungkin hampir seluruh siswa di sekolah ini sudah pulang ke rumahnya. Tuhan saat ini aku masih berharap, paling tidak buat aku pingsan ketika Mario mulai memberondongku dengan pertanyaanya.
Kakiku mulai menapakkan telapaknya ke area parkiran motor saat ini. Mario sudah menunggu di atas motornya dengan sebotol sosro di tangannya. Reflek tubuhku mengarah ke warung kecil yang ada di samping kanan parkiran, memesan sebotol fresh tea guna melonggarkan tenggorokanku yang tiba-tiba menyempit. Sekilas Mario ku lihat tetap tenang duduk di atas motornya. Dengan membawa sebotol fresh tea, tanpa bicara ke Mario, aku langsung berjalan ke arah sebelah kiri parkiran, duduk di atas pot raksasa dari sebuah pohon yang ada disana. Aku melihat sosok Mario mendekat ke arahku, sepertinya melihatnya saat ini sama seperti melihat hantu. Rasa takut yang menyamai tapi berbeda efek.
Kini Mario sudah ada tepat dihadapan ku, dengan botol sosro yang sudah tidak penuh lagi, kami suda seperti ada di sebuah test untuk branding comparison dari dua buah merk minuman berbeda tapi berjenis sama. Sejenak tidak ada pembicaraan di antara kami, entah Mario yang menunggu aku bertanya tentang tujuan pertemuan ini, atau entah Mario yang sudah sungkan untuk bertanya tentang hal itu.
“Ummm... tadi gimana di kelas pas sms barusan.. pasti langsung rame yah” Kata Mario mengawali untuk membunuh 10 menit kebisuan kami.
“iya... rame bangett.. lagian lu ada-ada aja” tukas ku
“Ummmm...” kata kami bersamaan
“hahaha... kenapa jadi canggung gini yah kita” Kata Mario berusaha mencairkan suasana
“Iya... aneh” kata ku datar
“Ummm.. begini Ton...” Mario mulai mengawali pembicaraan
Seketika jantungku berdegup tak beraturan, kata-kata yang akan keluar dari mulut Mario lebih dulu datang ke pikiran ku, dan membuat otakku reflek memikirkan tentang jawaban yang akan ku berikan
“Sebenernya gw malu, ngomongnya, karena gw tahu, kita sama-sama cowo, dan ini akan sangat aneh nantinya” Lanjut Mario yang seketika membuat tubuhku tiba-tiba lemas seakan tak bernyawa.
“Lu mau gak pergi sama gw pas valentine, kebetulan gw dapet undangan valentine party dari Prambors, dan harus bawa pasangan, pacar ataupun sahabat, dan undangan gw Cuma valid untuk dua orang” Lanjut Mario
Aku yang sejak awal memutar otak tentang jawaban atas pertanyaan yang mungkin muncul, sudah tak lagi memperhatikan omongan Mario. Aku hanya diam, telingaku seakan tak bisa menangkap suara, hanya suara fikiran yang harus aku dengarkan dan aku katakan lewat mulutku.
“Ton.. Gimana??” Goyangan Mario pada tubuhku membuat ku tertarik kembali ke dunia nyata, dimana pertanyaan Mario yang sesungguhnya di ajukan
“Umm... bukan maksud gw untuk jealous Yo belakangan ini.. tapii...” kataku terdiam tak melanjutkan perkataanku melihat mimik muka Mario yang tiba-tiba aneh.
“Jealous?? ... Jealous gimana maksudnya??” Tanya Mario bingung
“Ehh,,, emang tadi lu ngomong apaan sih??” tanya ku
“hummpfft... begini yaah Toni Handoko... tgl 14 nanti ada valentine party dari prambors, lu mau temenin gw gak?? Gw kan udah gak punya pacar lagi!!” Jawab Mario
“Oooh.. oke...” kataku langsung mengiyakan dan beranjak ke warung mengembalikan botol fresh tea yang sudah kosong.
Karena terlanjur malu akibat jawabanku yang melantur, aku langsung menuju motorku dan pamit ke Mario.
“Bodoh banget gue, kenapa gue bisa memberikan jawaban seaneh itu, dimana isi kepala gue sih!!!... tapii.. tunggu, Mario mengajak gue ke valentine party dari radio tempat dia siaran??? Duhh... kenapa gue langsung iya-in... Ohh, iya,, kan ada Rega nanti.. Rega?? Kenapa tadi dia gak di ajak sekalian aja omongin masalah ini, kenapa tadi cuma gue” Kembali isi kepala ku di isi oleh berbagai pertanyaan dan hanya Mario yang mampu menjawabnya.
Kamar biru menyambutku, kini di meja belajarku terpampang foto kami bertiga saat liburan ke anyer kemarin, dengan berlatar cahaya kembang api yang terang membuat wajah kami bertiga terlihat gelap, hampir tak terlihat siapa yang ada di dalam foto itu, jika yang melihat bukan kami bertiga. Tapi kami sepakat untuk mencetak foto tersebut untuk kami simpan bertiga dengan beberapa alasan sentimentil. Yang pertama, di latar belakang foto itu adalah kembang api yang di bakar di pergantian tahun ke 2004, jadi gak akan ada lagi kembang api seperti itu. Kedua, Foto tersebut adalah jenis foto seni yang bernamakan siluet, siluet dari diri seseorang konon membuat momen di dalam foto tersebut hidup selamanya, di banding pemilik siluet tersebut. Dan yang ke tiga atau yang terakhir, saat kami tua, kami dapat mengetest ingatan kami, urutan yang ada di dalam foto itu.
“Yo... nanti Rega dateng juga kan??” [msg sent]
“Duh... Toniiiiiiii... kan tadi sudah gw bilang satu undangan cuma valid untuk dua orang, makanya tadi gw suruh lu dateng tanpa Rega” [msg received]
“Ohh,.. gitu” [msg sent]
“iya... tapi lu gak bilang-bilang Rega kan?? Jangan sampai dia tahu, gak enak gw” [msg received]
“Iyaa.. belum kok” [msg sent]
Selasa 3 Februari 2004, ini artinya hanya tinggal sebelas hari menuju pesta valentine, yah, semoga saja kami tidak mendapat sorotan tajam dari tamu lain, karena kami memang datang sebagai sahabat. Hari ini memang sangat panas, sepulang sekolah aku mampir untuk minum es kelapa tempat dimana aku dan Mario sering minum bersama. Waktu ternyata telah berlalu, Mario yang dulu tengil dan supel di depan mataku, kini berubah menjadi Mario yang bisa membuat aku cemburu bila aku merasa perhatiannya berkurang kepadaku. Jam tiga sore saat ini, matahari juga sudah tidak sepanas tadi, gak terasa aku sendirian selama 1 jam di warung ini. Biasanya aku gak mau sendirian mampir ke warung berlama-lama hanya untuk minum es kelapa sambil mengerjakan tugas yang barusan di berikan di sekolah, tapi mau apa lagi, Rega harus latihan tae kwondo menghadapi turnamen nasional di bulan April nanti, yang jika menang akan membawanya meraih gelar atlet nasional dan berpeluang untuk ikut ajang lomba yang lebih besar. Seharusnya aku juga latihan wall climbing untuk persiapan turnamen lomba se-DKI April nanti, tapi pembinaku membatalkan sesi latihan kali ini, karena kami belum mendapatkan tali dinamis yang akan di gunakan untuk latihan, karena standard dari pertandingan nantinya menggunakan tali dinamis. Entah belum mendapatkan atau ada anggota yang sedang meminjam dananya untuk keperluan pribadinya, aku gak mau berfikir macam-macam.
Aku melajukan motor ku menuju rumah, sambil memikirkan tentang tanggal 14 Februari nanti, makin di fikir entah mengapa aku makin meninginginkan untuk tampil sempurna ketika acara agar tidak membuat malu Mario. Sekitar lima menit lagi menuju rumah, aku membuat stang motorku menikung ke kiri, jalan menuju Mall. Aku ingat, ayah baru menyelipkan 6 lembar uang lima puluh ribuan di dompetku, ketika dompetku aku letakkan di buffet, mungkin beliau melihat dompet anaknya sudah kosong. Benar-benar super Dad. Di dalam mall aku berkeliling mencari toko yang sesuai dengan uang yang aku punya, target ku adalah kemeja flanel berwarna biru muda mixed putih, karena kebanyakan koleksi jeans ku adalah warna biru. Akhirnya kakiku terhenti pada sebuah toko yang menjual pakaian anak muda, dan menjajal beberapa potong kemeja yang menurut ku sangat bagus. Tapi niatku untuk membelinya sirna karena melihat wajahku di cermin yang ternyata terlihat kusam karena ada beberapa noda bekas jerawat yang belum hilang. Harga kemeja ini terlalu pas untuk dompetku, sedangkan sejak melihat cermin barusan aku berfikir untuk membeli produk perawatan kulit, yah, walaupun produk perawatan kulit yang kebanyakan tersedia untuk wanita, tapi kan pada kenyataannya kulit tetaplah kulit.
Aku memutuskan untuk membatalkan membeli kemeja di toko itu, dan berjalan menuju supermarket yang ada didalam mall untuk membeli produk perawatan kulit, minimal membeli sabun pencuci muka dan pelembab untuk mengimbangi aktivitas lapanganku. Aku memilih perlengkapan ponds yang menurutku mempunyai harga wajar untuk kantong pelajar seperti aku. Untuk kemeja flanel aku memilih mencarinya di distro-distro yang menjamur di sekitaran mall ini. Akhirnya aku mendapatkan kemeja flanel yang aku inginkan dengan harga jauh lebih murah dari harga toko di mall. Uang ku masih tersisa, bisa aku gunakan untuk 2 minggu ke depan sepertinya, yah itupun jika gak ada acara nonton atau nongkrong dengan teman-teman.
Sampai dirumah, sambil mandi aku langsung mencoba sabun pencuci muka yang baru aku beli dan langsung kucoba pelembabnya juga, walaupun dalam aturannya pelembab itu untuk siang hari, aku gak sabar ingin menjajal, seperti apa rasanya menggunakan pelembab. Setelah itu aku jajal kemeja flanel yang baru ku beli di distro dan mengepasnya dengan koleksi jeans yang aku miliki.
Setelah bercermin, bisa di bilang sempurna, tapi logika ku kembali menyadarkan tingkah yang menurutku sudah tidak wajar, persiapanku seperti ingin kencan. Aku pun melepas semua yang aku kenakan adn menggantinya dengan pakaian tidur. OH.. Tuhan, jika ini yang namanya cinta, tolong jangan buat aku seperti Apollo dan Hiakintos yang berakhir tragis, tapi buat ini menjadi kami seperti nakula dan sadewa yang saling mencintai sebagai saudara kandung.
B E R S A M B U N G