It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kayak novel gimnanya kak @pokemon , panjang banget apa emang kualiats ceritanya yg layak di novelkan ??? hehe, whatever that thanks yaa^^
>> RAFFA SIDE
“fi, gua pinjem laptop dong.. eh arga, kak raffi mana ga?” tanyaku saat hanya menemuinya sedang membaca majalah di kamar kak raffi.
“tuh di kamar mandi, lagi mandi..kencengan dikit mungkin manggilnya, dia pasti denger kok”
“kaaaaakk, gua pinjem laptop lu yahh.. mau nyari tugas niiihh..” teriak gua membahana.
“pelan pelan aja kali ngomongnya nyet.. udah ambil tuh di meja.. abis dapet tugasnya langsung balikin ya, nggak ada ol-ol lan” jawabnya ringan sembari keluar dari kamar mandi.
“hallaaah pelit amat, nggak lama kok gua balikinnya, paling minggu depan.. hahaha kabuuuurr..” aku lari serampangan dari kamar kak raffi, arga cuman bisa terbahak-bahak melihat aksiku.
“raffa sialaaaannn..” seru kak raffi geram.
*** *** *** *** *** ***
Hampir setengah jam aku browsing internet mencari bahan bahan untuk tugas kuliah pak herman, sekarang kurasa cukup, tinggal ku susun dengan sedikit pengeditan di sana-sini, nggak akan butuh waktu lama untuk itu. Aku close tab browsing-ku, ku buka sebentar akun facebook-ku, tapi rasanya sedang tak ada mood buatku melakukan apapun di akun jejaring sosial ini, setelah update status ‘so busy to finish this assignment’ langsung saja ku logout facebook-ku seraya kemudian keluar dari firefox dan men-shutdown laptop kak raffi.
Rumah sedang sepi saat itu, yang ada di rumah hanya aku serta arga dan kak raffi di kamar sebelah, aldo masih belum kembali dari mengantar pacarnya ke mall, praktis keadaan rumah menjadi hening, hanya suara curahan air dari air mancur mini di kolam ikan di pekarangan yang mengisi keheningan.sambil menenteng laptop di tanganku,aku menuju kamar kak raffi. Langkah kakiku menuju kamar itu melambat saat aku mendengar suara-suara aneh dari kamar itu, aku tak yakin tapi rasa penasaranku membawa langkahku perlahan mendekati kamar itu, pintu kamar tak di kunci.. terkuak sedikit hingga aku bisa sedikit mengintip apa yang terjadi di dalam kamar.
DEG !!! jantungku terasa di hujam benda yang sangat keras, hingga seakan terasa berhenti berdetak,muka dan telingaku terasa panas,dan nafasku makin sesak saja melihat sebuah pemandangan menjijikan yang tersaji di hadapanku. Dua tubuh setengah telanjang tengah asyik bergumul dengan panasnya di atas ranjang, saling melumat bibir lawannya dengan beringas dan saling menggerayangi dengan penuh nafsu, menjijikan !!!.
“ARGA ! KAK RAFFI , APA YANG...?”
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
“ARGA, KAK RAFFI ! apa yang kalian lakukan di sini , kalian... menjijikan !” bentakku geram.
Mereka gelagapan mencari pakaian mereka yang berserakan di lantai, memakainya tergesa-gesa. Geram rasanya ku melihat semua itu, nafasku makin berat, dadaku rasanya kian sesak setelah menyaksikan perbuatan bejat yang mereka lakukan di sini. Aku tak menyangka mereka ternyata seperti ini, ahh.. kenapa aku tak pernah curiga sejak awal dan menganggap hubungan mereka normal-normal saja ? bodohnya !. aku kalut, rasanya tak bisa berpikir jernih lagi, dengan kasar ku letakan laptop di tanganku di meja dekat pintu kamar kak raffi, aku bergegas menyingkir dari kamar jahanam itu, kak raffi berusaha mengejarku, ia terus mengikutiku hingga ke kamar.
“raf, dengerin gua dulu..” bujuknya saatku tengah mengambil jaketku di gantungan pintu kamar.
“ah.. persetan dengan kalian semua !” bentakku,ku tepis tangannya di pundakku, ku ambil kunci motor di meja belajar dan bergegas keluar kamarku.
“raf.. gua..” BUGGG !!! belum selesai ia berkata-kata, satu pukulanku sudah mendarat di wajahnya, ia tersungkur ke lantai.
“apa lagi hah ! kalian itu sepupu kak ! kalian punya otak nggak sih ! arrrggghhh...” dengan geram ku tinggalkan kak raffi di kamarku.
Aku bergegas ke ruang tengah, lalu melangkah cepat menuju pintu depan hendak keluar. Masih sempat ku lihat wajah arga yang tertunduk ketakutan melihatku dari ruang tengah, ia tak berani menatapku.
***
Tanpa ku sadari airmataku menetes di kedua sudut mataku, aku tertegun menatapi langit sore yang temaram di bukit ini, gerimis tipis turun membasahi sore yang hangat ini, seolah ikut menangis bersama ku, matahari masih terlihat namun hujan kecil ini terus turun, hingga menghasilkan gradasi pelangi yang terbias dari titik-titik tipis air hujan yang turun.
Aku kecewa, sangat kecewa, kenapa semua ini terjadi, kakakku sendiri, ternyata seperti itu, ia pun melakukannya dengan arga, sepupu kita sendiri, entah apa yang ada di pikiran mereka, dan entah bagaimana ini semua terjadi. Aku tak bisa bayangkan bagaimana reaksi papa dan seluruh keluarga jika mengetahui semua ini. Ah.. kepalaku rasanya berat sekali, sangat pusing memikirkan hal-hal itu. Aku duduk di dalam sebuah saung kecil yang sudah agak reyot di bukit ini, tempat ini adalah favoritku untuk menyendiri jika barada dalam keadaan pelik seperti ini, di sini aku bisa lebih merasa tenang. Entah sudah berapa lama aku disini, sampai ku dengar suara motor orang mendekatiku, dar kejauhan dapat ku tahu siapa yang datang. Aldo, ya.. hanya dia yang tahu tempat persembunyianku ini, pasti kak raffi yang menyuruhnya mencariku.
“hey, raf.. wah kebetulan kita ketemu di sini, eh bagi rokok dong ?” tanyanya dengan santai, aku tahu semuanya basa-basi saja.
“....” tanpa menjawab ku sodorkan rokok beserta pemantiknya ke aldo, ia mengambilnya lalu menyalakan satu, aku sendiri sibuk menghisap rokokku.
“shhhh.. hufffhh.. kamu tuh kenapa sih raf, biasanya nggak lama di sini mukamu langsung bisa cerah, tapi kali ini kok kusut amat” ia masih coba berbasa-basi.
“kamu di suruh kak raffi kan?” tanyaku datar.
“hah ? raffi ? nggak kok, emang kenapa ?”
“nggak usah boong, kamu pasti di suruh mereka..”
“hah ? kamu ini ngomong apa sih, aku aja baru balik dari nganterin selly ke salon ?”
“trus, kenapa kepikiran datang kesini, kesannya kebetulan banget ?”
“ya emang kebetulaaaan...”
“bener ?”
“iyalah, emang ada apa sih ? ada masalah apa lagi ?”
Aku akhirnya mendekat ke aldo, sejak dulu, dia satu-satunya orang yang mau dengan sabar mendengar curhatanku, aku nyaman dan banyak mempercayakan rahasiaku padanya, aku yakin dia cukup dewasa untuk menyikapi semuanya. Seperti biasa, aku duduk di pangkuannya jika bercerita, ini bukan yang pertama kalinya, aku jauh lebih dekat dengannya dibanding rraffi, kakak bahkan saudara kembarku sendiri.
“do, aku marah banget sama kak raffi dan arga..”
“marah kenapa ? emang mereka bikin salah apa sama kamu”
“mereka pacaran do ! dan dengan bejatnya nge-sex di rumah..”
“hah ?! serius ?” ia terlonjak kaget.
“aduh..! pelan pelan dong, sakit nih kepalaku..”seruku karena kepalaku terbentur dipan bambu saung yang keras.
“aduh, maaf-maaf.. tapi serius kamu ? kamu yakin yang kamu lihat ?”
“iyalah do ! masa aku becandain hal sinting kayak gini !”
Ia diam, mengadah ke atas seolah memikirkan sesuatu, walau samar, rona gelisah dari wajahnya tak bisa dengan sempurna ia sembunyikan dariku, entah apa yang ia pikirkan ?
“woy ! kamu denger aku nggak sih ?” seruku membuyarkan lamunannya.
“hah.. eh.. denger kok.. aku.. sebenarnya emang di suruh raffi kemari..”
“hehh.. nah tu kan ? trus dia cerita ke kamu ?”
“nggaaak, dai cuman minta tolong suruh nyariin kamu... udahlah kita pulang dulu raff, hal kayak gini nggak boleh di sikapin dengan emosi, nggak bakal selesai, kita pulang ya ?”
“nggak ah do, maaf aja aku belum siap...”
“hmmhh... yaudah kita jalan-jalan aja !”
“ah nggak aah, aku lagi males do, nggak mood buat ngapa-ngapain..”
“yahh raffa.. gitu banget siihh, ayolahhh..”
“nggak..”
“raff... “
“nggak aldooo...”
“raffaaaa... ayoo...”
“nggak aldo !”
“pliiiiisssss..” aah, kenapa aku paling tak bisa melihatnya memelas seperti ini.
“huffth... kapan sih aku bisa nolak kamu do.. do.. yaudah kita jalan-jalan ! tapi temanya wisata kuliner, haha.. dan yang terpenting, harus kamu yang traktir..”
“hehe.. gitu dong, soal traktir-traktiran gampaang.. aldo traktir.. tapi patungan yah ?”
“jiiahh.. itu namanya bukan traktir dodol !”
“hehe.. yaudah yuk.. udah makin sore nih...”
“iya-iya”
Aldo pun mengantarku jalan-jalan, kita makan di beberapa tempat sederhana, warteg dan beberapa warung makanan tradisional, aku yang minta memang. Setelahnya kami jalan-jalan keliling kota, singgah ke taman hiburan, sempat pula karaokean sekitar sejam, cukuplah untuk sedikit mengurangi beban berat di kepalaku akibat insiden tadi siang. Perhentian terakhir kami di taman kota, kami duduk-duduk di sana sebentar sambil memandangi langit malam yang agak buram, suasana agak dingin dengan angin yang berhembus lumayan menusuk tulang.
“makasih ya do, pikiran aku bisa sedikit lebih ringan sekarang..”
“hehe.. gitu dong kamu senyum, kan ganteng, seharian tadi mukamu cemberut udah kayak panci tompek tau nggak..”
“hallah sialan kamu !”
“hehe, jangan terlalu di bawa berat lah pikiranmu do, prinsip aku seberat apapun masalah, hadepin dengan kepala dingin, pasti lebih cepat selesai..”
“iya do, makasih ya buat semuanya, aku emang masih sangat kaget untuk tahu semua ini, yang ada di kepala aku sekarang, gimana kalo sampe papa dan keluarga yang lain tau, bisa makin runyam semua”
“iya yaudah kita pulang dulu sekarang, kita bicarain semuanya lagi besok, udah malem nih, kamu pasti juga capek banget kan”
“yaudah yuk..”
Kami pun berjalan menuju motor yang kami parkir di bawah reimbunan pohon di tengah taman itu, rintik hujan perlahan namun pasti mulai menerjang tubuh kami, kami tiba di bawah pohon itu langsung bersiap memakai helm masing-masing, tiba-tiba... JEGADAAAARRR !!!
“hwaaaaaaaa....” gelapapan aldo berlari ke arahku dan langsung saja memelukku.
“kkamu kenapa do ???”
JEGEDAAAAAAAARRR ! suara petir kembali menyeruak.
“haaaaaa....!!!!!!” aldo berteriak makin histeris, ia mendekapku makin erat,tubuhnya gemetar, nafasnya memburu tak beraturan,aku mengerti sekarang, ia takut petir, dengan sigap, ku bawa ia menghindar dari tempat itu, ku bawa ia berteduh di bawah sebuah halte bis di dekat situ.
Hujan kini semakin deras, aku masih merangkul tubuh aldo yang masih bergetar ketakutan, juga kedinginan, hujan turun makin deras di tambah angin yang berhembus makin tak karuan membuat sekujur tubuh kami menggigil, lebih-lebih aldo, bibirnya mengkerut dan semakin pucat, aku semakin panik saja. Walau tersamar jatuhan air hujan yang deras, di seberang jalan masih jelas ku lihat sebuah rumah makan yang masih buka di sana, pasti mereka punya air hangat di sana.
“do, aku ke sana dulu yah... minta minuman hangat buat kita..” ia tak menjawab, badannya masih gemetaran, aku segera bangkit dari tempat duduk halte lalu melangkah meninggalkannya.
“jjjangan tinggalin aku raff..” suaranya bergetar, sambil tangannya menahan tanganku.
“nggak pa-pa kok do, Cuma sebentar, aku janji nggak bakal lama, yah..” akhirnya walau terpaksa dia lepaskan juga tanganku, dengan cepat aku berlari menerjang hujan menuju rumah makan itu.
###
“nih do, tehnya diminum biar nggak kedinginan lagi..” ku sodorkan teh itu ke tangannya, dengan gemetar di genggamnya gelas berisi teh itu, diteguk isinya perlahan.
Ditemani deru hujan yang kian deras kami berdua duduk berdampingan dalam keheningan, tak ada kata-kata yang keluar diantara kami, tubuh aldo masih agak gemetar meski tak sehebat tadi, kulihat sekujur wajahnya mengeluarkan keringat dingin, ku ambil saputangan di sakuku lalu ku seka keringat di wajahnya dengan saputangan itu. Ia menatapku sejenak dengan pandangan sendu, ia agak tersipu.
“di habisin tehnya do, ntar keburu dingin..”
“i..iya”
Hampir sejam kami menunggu akhirnya hujan berhenti juga, setelah mengembalikan gelas yang kami pinjam di rumah makan tadi, kami pun bersiap untuk pulang. Aku tak mengizinkan aldo membawa motornya karena ku lihat kondisinya belum pulih benar setelah shock tadi, motornya ku titipkan pada pemilik rumah makan tadi yang ku pikir bisa ku percaya. Kami pulang berboncengan sampai rumah.
>> SIDE ALDO
Mataku perlahan terbuka ditengah beratnya kepalaku yang masih terasa sangat pusing, susah payah aku memfokuskan pikiranku agar rasa pening ini bisa hilang walau sejenak. Ku perhatikan lagi diriku dan sekitarku, pakaianku sudah berganti sepasang piyama lengkap bahkan aku kini sudah berkaus kaki, ini bukan kamarku, aku sepertinya tidur dikamar raffa malam tadi. Ku coba tegakkan tubuhku dengan bersandar pada 2 buah bantal yang susah payah ku susun. Aku tak melihat raffa, entah dimana dia sekarang, aku masih terlalu lemah untuk melangkah keluar. Tiba-tiba terdengar suara dencitan pintu kamar perlahan terbuka, raffa masuk ke dalam sambil menenteng sebuah baki persegi panjang berisi mangkok bubur dan segelas teh hangat, aku jadi tak enak merepotkannya. Ia melangkah mendekatiku di kasur, di letakkannya baki itu di meja samping kiri ranjang.
“nih, minum dulu teh hangatnya do”ujarnya sambil tersenyum, menyodorkan segelas teh hangat padaku.
“i..iya, makasih raf..” sahutnya yang hanya di balas dengan senyuman olehnya, setelah setengah gelas ku teguk di letakkannya kembali gelas itu di atas nampan, diambilnya mangkuk berisi bubur itu, dia aduk sedikit untuk mendinginkan lalu disendokinya sedikit, ya ampun, dia ingin menyuapiku !
“eh raff, nggak usah ! aku udah bisa sendiri kok..” cegahku risih.
“hallah, nggak ada.. biarin aku aja.. ayo buka mulutnyaaa..” ia menyodorkan sendok berisi bubur ke mulutku, masih ku tolak
.
“raff.. aku ajaa..”
“udah, buka deh mulutnya, aku maksa ! aaa.. ayo anak baik buka mulutnya.. aaa.. aaamm.. nah gitu dong..”
“....” akhirnya aku menyerah, dia terus memaksa, walau dengan malu-malu aku makan juga suapan bubur darinya.
Sesendok demi sesendok bubur ayam itu masuk ke mulutku, teksturnya yang memang lembut membuatku tak butuh waktun lama untuk mengunyahnya, sepertinya bubur ini memang di buat spesial untukku, isinya beraneka ragam, daging ayam, dan aneka sayuran yang harusnya sangat menggugah selera jika di makan orang sehat. Sayang lidahku tengah tawar-tawarnya akibat demam semalam, rasanya semua yang masuk ke mulutku begitu hambar. Satu yang membuatku betah memakannya adalah, orang yang menyuapiku, aku harus apa ? ini yang memang ku harapkan sejak dulu, perhatian lebih darinya, seseorang yang sudah sejak lama mengisi hatiku.
Entah sampai kapan akan ku pendam semua ini,dan entah apa yang terjadi jika ia tahu semua ini, ahh.. aku terlalu takut membayangkannya, ditambah lagi apa yang terjadi dengan raffi dan arga kemarin. Aku bingung, di satu sisi aku tak ingin memperkeruh keadaan dengan ini, tapi disisi lain aku juga tak mungkin membohongi hatiku, ini akan terlalu menyiksa jika ku pendam selamanya. Tapi aku kembali berpikir, setelah ku ungkapkan, lalu apa ? berharap kalau dia akan menerimanya ?. sadar aldo ! kau mengenalnya dari kecil, bahkan mungkin kau mengenalnya lebih dari ayahnya sendiri, terlalu jauh dari bayanganmu jika kau berpikir dia juga sama sepertimu.
###
###
###
Dinovelkan???? Layak banget... Gw pasti beli!!
Kau membuatku jatuh hatiiiii @renlyrain
hoho saya lagi stuck^^ itung2 review lah yg disini, spa tau dapet inspirasi yg lebih oke kan???^^ mngeksiskan diri lah hahaha...
“....” tanpa suara ku lahap bubur suapan terakhir dari raffa. Ia kemudian meletakan mangkuk yang sudah kosong ke atas baki, ini diambilnya kembali teh hangat yang tadi.
“udah kali ini aku aja, udah bisa kok” ku ambil gelas itu dari genggamannya lalu ku minum sendiri isinya, ia hanya menatapi tingkahku sambil tersenyum.
“nih bisa kan.. hehe..”
“baguslah, maaf yah gara-gara temenin aku jalan-jalan kamu jadi ampe
sakit gini..”
“apa nggak salah raf, harusnya aku yang minta maaf udah ngerepotin kamu sampe segininya, lagian kemarin yang ngajak kan aku..”
“he.. sekali lagi makasih yah do, kalo nggak ada kamu kemarin nggak tahu deh aku udah di rumah sekarang apa di mana?”
“ah kamu kayak sama siapa aja..”
CKLEK... suara gagang pintu di putar, daun pintu perlahan terbuka. Kak raffi dengan ragu masuk ke dalam, masih sangat terlihat ketenganan antara 2 saudara kembar di hadapanku ini, ekspresi raffa langsung berubah begitu melihat kakaknya masuk, kak raffi berusaha untuk tak menggubrisnya, ia bahkan sepertinya tak berani menatap wajah adiknya itu.
“do, kamu sakit ya?” sapanya padaku.
“he.. nggak parah kok fi, Cuma demam biasa, istirahat dikit juga udah sembuh, arga mana fi ?”
“udah pulang, di jemput om fadli tadi sore. Kamu udah minum obat ?”
“baru abis makan fi, dikit lagi..” sahutku sambil tersenyum.
“ngapain sih sok peduli segala !!!, toh aldo sakit juga gara-gara kakak
kan !” bentak raffa geram, aku bahkan tersentak mendengarnya.
“raf.. apa udah nggak ada maaf lu buat gua ?” jawab raffi parau, terlihat matanya berkaca-kaca, raffa diam, ia menatap geram kakaknya itu.
“raffa.. aku tahu aku salah, tapi aku juga nggak mupuk rasa ini dengan sengaja kok, semuanya tumbuh dengan sendirinya seiring kedekatan gua sama arga raf.. aku bener-bener nggak bisa tanpa dia sekarang raff..” ujar raffi berurai airmata, semua keluar begitu saja dari mulutnya.
“hei ! lu tu punya perasaan nggak sih ! lu cuman mikirin nafsu tau nggak ! lu nggak sadar sebesar apa kekacauan yang akan muncul kalo papa dan keluarga kita yang lain tahu !”raffa terus mencecar raffi dengan runtutan kalimatnya yang bertubi-tubi, mulut raffi seolah terbungkam sempurna dengan cecaran raffa itu, lidahnya terlalu kelu untuk berucap, terus saja menunduk pasrah mendengar perkataan raffa.
“raf, udahlah, jangan terlalu keras sama dia..”
“nggak bisa dong do ! ini bener-bener nggak bisa di maafin !” bentaknya membuatku tersentak, aku kini diam.
“eh.. maaf do.. maaf..”
Dengan murung raffi meninggalkan kamar, tanpa sepatah katapun ia meninggalkan kami berdua. Raffa masih saja terlihat geram, sepertinya masih terlalu sulit bagi dia untuk memaafkan kakaknya itu. Ya tuhan bagaimana nantinya raffa padaku saat tau semuanya tentangku, aku tak berani membayangkannya. Raffa.. maafin aku, aku udah mengkhianati persahabatan kita dengan rasa ini.
Aku tak bisa dustai semua ini, aku juga tahu ini salah, tapi aku tak bisa pungkiri semuanya, aku menyayangimu, sangat menyayangimu, dan telah kusadari kini itu lebih dari seorang sahabat, aku mencintaimu, tak munafik aku mengaharapkan bisa menjadi lebih dari sekedar sahabatmu. Sekarang aku semakin yakin mimpiku terlalu berlebihan, memilikimu hanya akan menjadi angan-angan yang akan terus ku pendam selamanya, aku akan berusaha, menjadi sahabat yang terus bisa kau andalkan.
“do..? kamu marah yah ? maafin aku yah, aku khilaf bentak kamu tadi..” suara raffa membuyarkan lamunanku.
“hah ? oh.. enggak kok, aku.. aku nggak marah, aku Cuma kaget aja tadi..” jawabku agak gugup.
“maaf yah.. kamu jadi ke bawa-bawa sama masalah ini..”
“nggak apa-apa kok raff, nggak usah terlalu di pikirin..”
“aku bener-bener nggak habis pikir sama kak raffi do, susah banget di ngertiin..”
“...” aku diam, rasanya tak ada saran yang pantas aku berikan untuknya.
“yaudah kamu minum obat sekarang..” raffa kemudian mengeluarkan beberapa tablet dari kotak obat, memberikannya padaku.
“nih airnya..” ia menyodorkan segelas air putih padaku, ku teguk untuk memasukan tabet-tablet itu dalam perutku.
“makasih raff”
“iya sama-sama, kamu istirahat gih sekarang, aku mau mandi dulu, lengket banget ni badan, oh iya do, semalem aku udah telepon tante maria, katanya siang nanti dia akan datang, sama om irwan dan selly juga..”
“aduh, aku kan bisa sendiri raff, nggak usah repot gitu..”
“udah, nggak apa kok, mereka harus secepatnya tau keadaan kamu, jadi nggak ada salahnya kan aku yang kasih tahu.. yaudah kamu istirahat lagi do, aku tinggal ya..”
“iya raff, makasih..”
###
“kok nggak ngabarin mama sih sayang kalo kamu mau nginep ? mama sama papa sampe khawatir nyariin kamu tau nggak, untung aja raffa semalem telepon mama, kalo nggak udah lapor polisi tuh papa kamu..”
“hehe.. maaf ma.. pa..”
“raffa juga yang salah kok tan, om.. gara-gara nemenin raffa jalan-jalan, aldo jadi sakit karena kehujanan..”
“ah, nggak kok ma, pa.. aldo kok yang ajakin raffa jalan-jalan”
“udah nggak apa-apa kok raf, yang penting sekarang aldo udah nggak apa-apa tante sama om udah tenang”
“iya makasih tan, sekali lagi raffa minta maaf”
“iya.. kakak kamu raffi mana ?”
“hah.. eh.. kak raffi ke rumah temennya tan..”
“oh, yaudah.. kita makan siang sama-sama yuk, tante masak soto makassar, kesukaanmu kan raff..”
“hehe, tante repot-repot nih..”
“aldo juga mah, aldo suka banget tuh, aldo juga dapet kan mah ?”
“e..e..eee.. kamu lagi sakit gini makan soto ? nggak ada ! mama bikin bubur ayam buat kamu !”
“ya mamaa.. masa bubur lagi..”
Kami pun makan bersama di meja makan, ada aku raffa, mama, papa, dan selly adikku. Dari tadi papa terus menanyakan tentang raffi pada raffa, raffa susah payah menjelaskan kalo raffi sedang ke rumah temannya mengerjakan tugas kuliah. Untunglah papa dan mama percaya, acara makan pun berlanjut dengan lancar.
“ma, bagi dagingnya dong, satuuu.. aja..”
“nggak ada ! itu habisin tuh bubur kamu, dari tadi di aduk-aduk aja kayak gitu !” jawab mama ketus.
“ayolah maa.. aldo pengen banget.. satu aja..”
“no..no..no..”
“hahaha... makanya kak, kalo pengen makan enak jangan sakit, nih kak, enak banget lo sotonya..”
“huh.. ini juga seneng banget ngeliat orang menderita..”
“hahahaha..” seisi meja menertawakanku.
###
“kak raffa ? kak raffi masih lama yah ? selly udah kangen nih pengen banget ketemu dia...”
“huuu... kecil-kecil ganjen ! dasar !”
“huh, aku udah gede tau, udah 17 juga, enak aja di katain masih kecil !”
”hehe... mungkin sebentar lagi sel”
“dah nggak sabar nih selly..”
“huuu.. nih rasain jitakan gua..”
“aduuhh kakak sakit tau.. sirik aja” mama memasuki kamar.
“udah baikan kamu sekarang nak ?”
“udah ma, udah mendingan sekarang”
“syukurlah.. sekali lagi tante terima kasih banyak sama kamu ya raf, tante nggak tau gimana jadinya kalo nggak ada kamu”
“iya tante sama sama, udah kewajiban aku kok sebagai sahabatnya”
###
>> RAFFI SIDE
Laju motorku mulai melambat memasuki lorong menuju rumahku, ku belokan motor tepat di depan gerbang rumahku, mataku langsung tertuju pada sebuah mobil yang terparkir di dalam garasi, mobil om irwan. Ahh.. sepertinya aku datang di saat yang kurang tepat, dengan masih mengenakan jaket kulit warna hitam dan menggenggam helm d tangan kiriku aku melangkah memasuki ruang tamu.
“kak raffi !!!” kedatanganku langsung di sambut oleh seorang anak perempuan bertubuh ramping, cukup tinggi untuk ukuran anak kelas XII sma.
“eh selly, udah lama kemari..”
“udah dari siang tadi kak, 2 jaman ada lah..” kami beriringan masuk ke dalam langsung di sambut oleh om irwan dan tante maria, juga aldo, dan yang pasti raffa, salah satu yang paling tak ingin ku temui saat ini.
Ingin rasanya aku segera menuju kamarku meninggalkan mereka tapi sepertinya terlalu gila melakukannya saat ini, om irwan langsung mengajakku duduk, seperti biasa aku harus siap dengan obrolan yang membosankan jika sudah bersama om irwan.
“kata raffa kamu dari rumah teman ya fi ? sudah makan kamu ?” tanya tante maria, aku melirik datar ke arah raffa.
“oh.. iya tan, tadi ada tugas kuliah, udah makan kok aku di sana”
“oh baguslah, tapi kamu telat datangnya, soto makassar yang tante bawa sudah habis kami sikat tadi..”
“wah.. sayang banget yah tante..” sahutku basa-basi, rasanya dia bikinkan sirloin steak khusus untukku pun sekarang tak ada nafsuku untuk memakannya.
“nanti deh lain waktu tante bawakan lagi. Oia, sudah ada kabar kapan papa kalian kapan balik dari desa...?”
“kata om fadli besok tan.. usaha perkebunan di sana sudah ke handle di sana, papa juga udah siap kayaknya sekarang” ujarku datar.
“begitu yah.. baguslah.. tak baik terus-menerus bergelut dalam duka..”
“iya tan..” keadaan hening sejenak, semua sibuk dengan benak masing-masing.
“kak raffi kok jarang ke rumah sih ? selly kan kangen..” lengkingan suara selly memecah keheningan.
“eh.. oh maaf ya sel, akhir-akhir ini kakak sibuk banget, banyak tugas kuliah”
“e..e..eee.. kecil kecil ganjen juga kamu yah..” sergah tante maria.
Aku hanya bisa memaksakan senyum kecil tesungging di wajahku, rasanya lidahku kelu untuk menyahut perkataan selly maupun tante maria tadi. Mataku tertuju pada aldo dan raffa yang memandangku dingin, aldo.. biasanya di momen seperti ini ia pasti akan ikut menimbrung adiknya, tapi kali ini berbeda, tak ada kata-kata keluar dari mulutnya sejak aku tiba tadi. Raffa.. tak usah di tanya, ekspresinya tiga kali lebih buruk dari aldo, menatapku sinis seolah aku ini benda menjijikan yang begitu ingin ia hindari.
Aku semakin jengah dengan keadaan ini, sudah hampir sejam aku terus di hujani pertanyaan pertanyaan tak penting dari om irwan. Ada saja bahan untuk ia ber-cuap-cap sendiri mulai dari kisah pengalamannya sewaktu masih menempuh pendidikan di sekolah kepolisian, hingga ke topik korupsi di negara kita yang kian meraja-lela. Sedari tadi hanya ku tanggapi dengan anggukan dan sahutan-sahutan kecil tanpa semangat, namun hal itu tak sedikitpun menurunkan semangatnya untuk terus bercerita. Timbrugan-timbrungan dari selly pun semakin membuat gerah disini, rasanya wajah dan telingaku sudah sangat panas, andai bisa aku ingin segera lari ke kamar dan mengunci diri di sana.
Jam sudah hampir menunjukan pukul setengah 4 sore, detik demi detik berlalu terasa sangat lama sekali, obrolan om irwan tak kunjung habis sejak tadi. Aldo dan raffa sudah meninggalkan kami, enak sekali mereka berdua. Tante maria dan selly kini tengah sibuk membuat pisang goreng di dapur bersama bik ina. Kira-kira hampir pukul 4, terdengar suara mobil memasuki pekarangan, tak lama kemudian munculah seseorang yang tak kami duga kedatangannya.
“assalamualaikum,”
“waalaikumsalam, papa, tante livia kok datengnya hari ini, bukannya besok ?”
“iya rencananya sih begitu, tapi tante kamu kemarin berkunjung ke kebun, kata dia mau menjenguk ponakan hari ini, jadi sekalian papa ikut aja hari ini, bik ina ???”
“iya pak ada apa ?” tergopoh-gopoh bik ina menghampiri kami.
“bawakan barang-barang saya ke kamar!”
“baik tuan”
“eh, ada bang irwan yah, ini bang kenalin kakak ipar saya livia..” papa memperkenalkan tante livia.
“irwan...”
“livia..”
Tak lama kemudian datang tante maria dan selly, menyusul kemudian raffa dan aldo.
“wah, ada mbak livia ya, lama nggak ketemu mbak..”
“sudah lama di sini mar ?” tanya tante livia.
“dari siang mbak, jenguk aldo, dia nginap di sini karena sakit”
Aldo dan raffa pun menyalami tante livia. Aku semakin jengah disini, kedatangan tante livia yang tak diduga semakin memperparah situasi, membayangkan dia sehari disini saja sudah membebani kepalaku, apalagi ini ? dia akan menginap di sini entah berapa hari.
Tante livia adalah kakak dari mama, dia satu-satunya keluarga mama yang begitu pedulinya padaku dan raffa. Dia sangat memperhatikan kami berdua, mulai dari urusan pendidikan, kesehatan , bahkan finansial kami. ia seorang janda beranak satu, bercerai dengan suaminya 3 tahun yang lalu, dan kini membesarkan anaknya sendiri. Tante livia orang yang sangat perfeksionis, sebagai wanita karir dan single parent, ia berusaha menjalankan kedua tanggung jawabnya itu dengan baik dan berimbang. Satu lagi predikat yang sangat lekat pada dirinya, itulah sifat tempramennya, sangat keras dalam mendidik kami , terlebih anaknya. Ia punya seorang anak perempuan, namanya lilyana, dia seumuran denganku, saat ini tengah menempuh perdidikan di MIT, amerika, tante livia betul-betul mendidiknya menjadi seorang wanita yang kuat dan berkarakter. Aku memang tak kenal betul orangnya, tapi bagiku dia adalah sosok wanita ideal untuk di jadikan seorang istri.
###
Kami mengobrol sekitar sejam, kemudian tante livia mengajak kami makan di luar. Kami mencari restoran seafood yang tak jauh dari rumah, setelah makan tante maria dan om irwan pamit pulang karena hari sudah malam, mereka pun pulang bersama aldo. Setelahnya, aku, raffa, beserta papa dan tante livia kembali ke rumah, sepanjang perjalanan suasana mobil begitu hening, papa dan tante livia duduk di depan , sedangkan aku dan raffi di belakang. Tante livia bukan tipe orang yang pendiam, dia bisa membawa dirinya sesuai situasi, ada saat baginya untuk bercanda, dan hanya bisa seperlunya, sedangkan aku dan raffa, sepertinya masih belum ada topik yang pas untuk kami bicarakan di saat seperti ini. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, alulan lagu ‘hotel california’ dari mp3 player di dashboar mobil-lah yang menjadi satu-satunya sumber suara di situ.
###
Sekitar jam 9 lewat kami tiba di rumah, tante livia yang sudah terlihat sangat capek memilih langsung tidur. Kami semua pun akhirnya memutuskan untuk tidur.
Sudah 2 jam aku uring-uringan di atas ranjang, tubuhku sudah sangat letih, setelah semua yang terjadi hari ini. Tapi anehnya letih tubuhku tak sejalan dengan mataku, kantuk belum juga menyergapku, benakku masih di penuhi masalah-masalah yang terjadi hari ini.
Jam sudah menunjukan pukul 12 lewat, rasanya kantuk benar-benar sudah hilang dariku sekarang. Aku beringsut dari pembaringanku bersandar pada 2 buah bantal. Ku ambil rokok dan pemantik dalam laci bufet ku, kunyalakan lalu ku hisap perlahan. Aku menggumam, apakah tak pantas orang sepertiku mendapatkan kebahagiaan, aku juga tak mau mengkhianati banyak pihak, kaluarga, teman, sahabat-sahabat, serta semua yang sudah peduli dan beharap banyak padaku. Aku pun tau ini salah, cinta semacam ini takkan pernah di terima baik oleh masyarakat maupun agama. Tapi aku hanyalah orang biasa, aku takkan pernah luput dari salah dan dosa, aku hanya seorang pemuda yang ingin merasakan yang namanya kebahagiaan, walau singkat aku ingin merasakan indahnya mencintai dan dicintai, cintaku ini memang beda, tapi ini juga cinta kan ? sehina itu kah sampai harus di pandang bagaikan kotoran menjijikan di hadapan banyak pihak.
Aku heran dengan negara ini, sebuah negara dengan semboyan ‘berbeda-beda tetapi tetap satu’, namun sepertinya masyarakatnya sendiri yang menyalahi makna semboyan itu. Harusnya perbedaan ini dapat dijadikan sesuatu yang semakin memperkaya kemajemukan di negara ini. Atau apakah semboyan ini tak belaku untuk kaum kami yang sakit seperti ini ? entahlah...
Tepat setelah hisapan terakhir rokokku, handphoneku berdering, panggilan dari arga.
“halo yang, kamu belum tidur?”
“aku nggak bisa tidur kak..”
“kak, kamu baik-baik aja ?”
“kok kamu nanya gitu ?”
“...” ia tak menjawab, hanya suara isakan kecil yang terdengar
“arga..?”
“kak maafin aku ya, gara-gara aku semua jadi kacau sekarang..” jawabnya serak.
“sudahlah sayang, jangan pernah salahkan dirimu dengan ini, ini juga salahku..”
“aku takut kak, aku takut kita di pisahin, aku tak bisa hidup tanpa kamu” suaranya makin terisak.
“nggak akan ada yang pisahin kita ga, aku janji, aku sayang sama kamu, dan aku akan berjuang untuk itu, kamu nggak usah khawatir..”
“makasih kak..”
“sudahlah kamu tidur sekarang, udah tengah malam, kamu pasti capek”
“nggak mau ! kamu nyanyiin dulu lagu buat aku..” suaranya memanja.
“hmm.. ada-ada aja kamu nih.. yaudah, sekarang pejamin mata kamu..”
“hmm...”
Aku mulai bernyanyi...
No me abandones asi...
hablando solo de ti...
ven y devuelveme al fin...
la sonrisa que se fue...
una ves mas tocar tu pier...
el hondo surpirar...
recuperemos lo que se ha perdido...
Regresa a mi...
quereme otra vez...
bora el dolor...
que al irte me dio...
cuando te separaste de mi...
dime que si...
yo no quiero lorrar...
regresa mi..........................
Aku terus melantunkan lagu ini, salah satu mahakarya terbesar dari sebuah grup vokal fenomenal di dunia. Selain alunannya yang indah, lagu ini menyimpan banyak kenangan antara aku dan arga, ia paling senang mendengar lagu ini.
Setelah dua kali reffrain aku akhiri lagu ini, aku yakin arga sudah tertidur, walau samar dapatku dengar suara dengkuran halus dari speaker ponselku. Ku letakkan gitar di samping ranjang lalu ku beringsut membenamkan tubuhku di balik selimut hingga sebatas leher.
“selamat tidur sayang.. sleep tight.. i love you” lalu ku matikan sambungan telepon, ku coba pejamkan mata, dan kali ini berhasil, tak butuh waktu lama dan akupun terlelap.
###
Hari ini jadwal kuliah cukup padat, sejak pagi ada tiga mata kuliah, masing-masing 2 jam full, dan semua dosennya masuk. Hanya ada jeda istirahat makan siang, kuliah kemudian dengan praktek, ada dua mata kuliah yang kesemuanya di lakukan di dalam laboratorium. Kuliah praktek jam terakhir selesai kira-kira pukul 3 sore, raffa dan aldo terlihat sangat lelah, selesai kuliah mereka langsung bergegas pulang. Keduanya berjalan menuju tempat parkir.
Tiba di sana mereka langsung di suguhi pemandangan yang menyesakkan. Raffi tengah di kerubungi oleh 3 pemuda yang sangat terkenal di kampus itu, 3 orang berandalan yang selalu membuat ulah di kampus mereka. Satu bertubuh ideal dengan rambut panjang di ikat kebelakang, satu bertubuh gempal, dan satu lagi bertubuh jangkung, ketiganya terus menghina dan memanas-manasi raffi dengan hinaan yang jugamembuat raffa menjadi geram.
@pokemon
@Pieterr
@memetutut
@Zhan
@Adam08
@idans_true
@nino_nano
thanks semua^^
lanjutkan...