It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Padahal si nabil dah bilang, 'harus sering lihat dunia nyata! Dan dunia nyata itu, gak akan ada kisah bagi dunia yang isal anut!!' Sakit memang, tapi itu kenyataan.
Ntr y,lg ngdit" nh.mdah"an ntr malm bsa posting lg.
Wah seru punya pengalaman unik.. *mataberbinar2
hohoho.setengah mateng bukannya enak?
Setelah sholat shubuh berjamaah, dia lalu melepas sarungnya lalu merapihkannnya kemudian menaruhnya didalam lemari. Lalu dia mengambil beberapa lembar kaos dan satu buah celana. Kemudian mengambil tas dari dalam lemari juga.
“mau kemana sih..?” tanyaku ketika melihat dia memasukkan beberapa baju kedalam tasnya.
“mandi dulu sal..ntar keburu telat” perintahnya.
“telat? Emang lo mau kemana?” tanyaku penasaran.
“bukan gua, tapi kita.”
“kita?”
“iya, buruan mandi”
“lo dulu dah..”
“lo dulu. Lo kan madinya lama..” aku lalu ditariknya dan diseretnya ke kamar mandi. Dia menyiapkan handukku. Aku terbengong-bengong.
“BURUAN..” katanya setengah teriak.
“iya iya. Terus lo ngapain berdiri disitu?” tanyaku ketus.
“Hah? Oh. Yadah, mandinya jangan lama-lama” katanya masih setengah teriak. Aku hanya misuh-misuh lalu membanting pintu kamar mandinya.
05.45.
Blue City, Carefour Unisma
“tunggu...sendalku lepas..” kataku berusaha melepas tangannya yang sedang menarik pergelangan tanganku.
“cepetan..bisnya keburu berangkat.” Katanya setengah teriak.
Aku lalu mengambil sandalku lalu memakainya dan berlari ke arahnya. Kami berdua naik ke bus Budiman. Pangandaran? Pikirku.
“kita mau ke pangandaran?” tanyaku heran.
“yap.” Jawabnya singkat.
“pantai lagi? Kok gak ke puncak aja..” gerutuku.
“gua lagi pengen ke pantai...udah, lo nurut aja..” katanya.
“tapi gua udah pernah. Gitu-gitu aja..”
“udah liat sunset sama sunrise-nya?”
“mmm..belum sih..waktu itu lagi ujan”
“udah ke green canyon?”
“mm..itu..”
“yadah, sekarang kita turun terus ke puncak?” katanya lagi.
Kutatap matanya, aku lalu cemberut dan menggeleng kepalaku.
“yadah gapapa. Dah nanggung naik.” Kataku.
Dia lalu memegang pundakku lalu menatap mataku sebentar, lalu melepaskannya kembali.
“maaf ya sal. Kadang gua egois, suka maksain kemauan gua tanpa minta pendapat lo dulu..” katanya sambil menatap kedepan tanpa memandangku.
Aku menatapnya. Aku jadi gak enak sama dia. Aku tahu dia melakukan ini untuk memberi kejutan buatku biar aku gak sedih lagi. Dia sengaja gak masuk karena mau ngajak aku ke Pangandaran.
“tem, lo udah kesana sebelumnya?” tanyaku mencoba mencairkan suasana.
“belum sih? Waktu stm mau kesana tapi gak jadi..” katanya datar.
Nanya apa lagi ya. Pikirku.
“ombaknya gede gak?”
“....” -_- ‘ :-SS
“pasirnya lembut ya?”
“...” -_-“ :-SS
Haduh, kenapa nanya hal-hal geje kayak gituh? Apa lagi ya? Aku lalu menceritakan hal-hal lucu yang ditimpalnya dengan dingin. Kadang aku memainkan ekspresi mukaku, kadang membuat juling, manyun-manyun-mencong bibir gak jelas ke arah mukanya, tapi dia hanya melirik sebentar ke arahku lalu kembali menatap lurus kedepan tanpa ekspresi.
Nah, kucoba trik terakhirku, kuambil kacamata yang diselipnya ke saku bajunya, lalu memakainnya. Dia mulai melirik sedikit, lalu kumayunkan bibir atasku dan mulai berbicara dengan suara yang ngebas meniru suaranya dengan logat sunda.
“sal, kamu TEH tahu gak, mie apah yang paling enak?”
Aku lantas kembali dengan suara asliku yang lebih halus, lebih tepatnya dihalus-haluskan.
“apa itu tem? Aku belum pernah liat.”
Lalu kutirukan lagi suaranya , masih dengan memajukan bibir atasku.
“nih, rambutkuh. Keritingnyah TEH alami loh”
Kulihat dia mulai melotot ke arahku.
“sal, coba tebak ku kamu, siapa artis indonesia yang mirip sama maikel jeksen?”
“siapa tem?”
“ya aku atuh. Nih, kulitku kan sehalus dan selembut kulit maikel jeksen karena aku memakai CITRA BI UTI”
“hahaha. Sialan lo” katanya sambil mengapit leherku lalu menjitakinya.
“aduaduh. nah gitu donk. Tapi kok jadi gua yang ngehibur lo? Yang lagi sedih kan gua tem?”kataku baru sadar.
“hahaha. Gapapa lah, yang penting kan lo sekarang udah senyum lagi..”
“hehehe. Heh,masih betah nih ngapit leher gua? Ketek lo bau tau.”
Kataku sambil berusaha melepas tangannya, tapi dia malah semakin mengencangkannya sambil terus menjitakiku. Kami masih terus saja bercanda, seperti dulu sebelum dia menyatakan perasaannya. Buspun melaju menuju Pangandaran, dan anganku pun mulai menerka-nerka, keajaiban apa yanga akan kulihat di pantai itu. Apakah akan ada hal-hal romantis seperti ketika Nabil mengajakku ke Ujung Genteng?
*****
“kenapa sal?”
“nggak tem.”
“Udah, tidur lagi aja. sekarang baru jam 1. Paling nyampenya jam dua atau setengah tiga.”
Aku hanya diam, bayangan sabrina masih ada di kepalaku. Gak, aku gak boleh terlalu mesra dengan dia. Dia itu suaminya sabrina sal...
“sal, gua boleh nanya sesuatu gak?” tanya si item.
“hmm?”
“semalem lo kenapa? Apa itu ada hubungannya sama...” katanya tanpa meneruskan kata-katanya.
Aku hanya diam. Ya, mungkin sekarang saatnya aku cerita ke dia. Tapi jujur, aku takut apa yang akan kuceritakan akan mempengaruhi sikapnya dan akan langsung merubah suasana hatinya. Ntar aja lah, kalau udah di perjalanan pulang. sekarang aku mau lupain hal-hal buruk semalam.
“gapapa kok. Biasa lah. Eh, lo gak sekalian mapir ke garut?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“gak cukup lah. Kenapa emang?”
“kangen aja ma orang garut..”
“yah..ngomong aja lo kangen ma gua..”
“tem..” kataku merengut.
“hmm?”
“lo kan sekrang udah jadi suaminya Sabrina..”
“....” dia hanya diam.
“jadi...” aku gak bisa lanjutin kata-kataku. Aku yakin dia ngerti kalau aku minta dia bisa mengendalikan diri, meskipun dia udah ngakuin kalao dia sayang sama aku.
Dia hanya diam. Aku yakin pikirannya berkecamuk sekarang, antara sabrina dan aku. Aku lalu menggenggam tangannya, dia memandangku dan aku mencoba tersenyum.
“tem, lo dulu pernah bilang, semua itu udah digarisin kan? Sekarang kita kan masih bisa sahabatan kayak dulu lagi kan?”
Dia hanya diam menatapku. Ya, kami berdua harus bisa menahan diri, meski aku akui berat rasanya harus mengontrol diri kalau sudah bersamanya. Dia dan segalanya selalu membuatku merasa nyaman. Mungkin kemarin nabil sempat mengganti posisinya, tapi sekarang aku tak tahu bagaimana keadaan akan membawaku bersama nabil atau item.
*****
“sal, bangun...bangun sal..”
Aku lalu mengucek mataku dan kutengok ke arah kiri si item sedang memegang pundakku. Dia lalu berdiri dan mengambil tasnya.
“yuk turun, udah sampai” lalu dia berjalan ke depan menuju pintu keluar, aku masih duduk duduk karena masih balideug (jetleg habis tidur).
“sal,ayo..”
“iya iya “ aku langsung menyusulnya.
Kami berdua lalu turun dan langsung mencari mushola untuk melakasanakan sholat dzuhur. Setelah itu kami berjalan sekitar lima puluh meter dan melihat ada pertigaan lalu belok ke kanan. Sebenarnya bisa saja kami naek ojeg atau becak, tapi kami lebih memilih jalan kaki, sambil foto-foto narsis gitu.
Setelah membayar retribusi dua ribu rupiah, kami lalu terus berjalan dan sesekali kami foto-foto. Kalau saja dia belum menikah seperti dulu, aku akan tiba-tiba loncat ke punggungnya dan dia akan menggendongku seperti dulu. Tapi aku urung melakukannya.
“tem, ntar malem kita tidur dimana?”
“gelar tiker aja,mau?”
“gapapa sih” kataku.
“hahah. Ga atuh ih. Katanya disini sih lumayan murah. Cepe juga dapet. Sekarang kita liat-liat pantai aja dulu ya” Katanya.
Lalu tiba-tiba dia berhenti. Kulihat kedepan sepanjang mata memandang adalah pantai. Aku tersenyum, dia juga. Lalu kulihat dia melepas sandalnya lantas menyelipkannya ke tas gendongnya kemudian menggulung celana panjangnya. Aku pun mengikutinya. Aku lepas sandalku dan ternyata aku telat. Belum juga kugulung, air laut udah dateng dan basahin celanaku. Dia malah ketawa-ketawa. Lantas dia mengambil handicam dari saku kecil di tasnya.
“sal, nih. Lo kan suka cuap-cuap. Ngomong gih” katanya sambil menyerahkan handicamnya padaku dan langsung kuambil.
Dia lalu mengambil kamera digitalnya dan mulai mengambil gambar lagi. Sesekali dia mencuri potoku yang sedang bengong, atau sedang manyun karena kecipratan ombak, atau ketawa karena melihat bocah-bocah kecil.
Kulihat dia masih tersenyum kearahku. Lalu kubuka handycamku dan kurekam (naon nya? Teu gaduh hendikem da, hehe). Kutekan play dan...
“haloh garuterz semuah, juga Jabotabekerz semua termasuk viking juga the jack, sekarang gue lagi ada di..Pangandaran..(aku dan si item yang tiba-tiba nongol mengucapkannya serentak, kamera kembali ke wajahku.) dan sekarang kami baru nyampe. Wah..pantainya indah banget lah. Hari ini kita mau jalan-jalan kemana tem?” kataku lalu mengarahkannya ke si item. Dia lalu mendekat.
“ntar kita mau liat-liat monyet di cagar alam, terus bikin istana pasir, maen ke Green Canyon, banyak deh. Yang pasti habis dari sini temen gua yang manja ini gak bakal sedih lagi..”katanya sambil tersenyum ke arahku. Aku lantas mengarahkan handycamnya ke wajahku.
“so, lo lo semua tinggal tunggu aja cerita seru dari pangandaran. Just cekidot. Klik”
Yap, openingnya lumayan dan sekarang si item sudah mulai atractive gak kayak dulu. Dulu dia sangat kaku dan sama-sekali gak punya jiwa entertain. Dia lalu berjalan lagi ke depan dan memasukkan lagi kameranya.
Ketika kami sedang asik foto-foto, kami mendengar ada suara gadu dan ternyata suara itu berasal dari tiga bocah yang sedang bikin istana pasir. Dan kami berdua menghampiri mereka.
“wah...lagi bikin istana pasir ini teh?” tanya item
“iya A..”
“sok atuh. Lomba bikin yang paling bagus. Juaranya ntar Aa kasih hadiah..”
“beneran A? Tapi A bantuin yah?”
“okeh, Aa bantuin kamu, aa yang itu bantuin temen kamu. Siap sal?”
Aku mengangguk pasti. Lalu anak yang berduet berasamaku mulai mengeduk pasir dengan ember kecilnya. Aku mencari-cari alat. Ah, pake tangan aja, pikirku. aku lalu mengeduk pasir ini dengan tanganku. Kukumpulkan dan kubentuk. Bentuk apa ya, masa cuman bentuk gunungan doank? Tapi, hwa..si item n partner sudah bikin setengah istanannya. Lalu diotakku muncul ide jahat. Hmm, aku harus menggagalkan istana mereka (evil smile dengan mata mendelik-delik).
Aku ambil uang gocengan dari saku celanaku lalu kukasih sama anak yang dari tadi Cuma bengong. Tentu saja tanpa sepengatahuan si item. Dengan kerlingan mata ala mafia, kuutarakaan maksudku. Dan ternyata bocah kecil itu juga sepertinya sudah terbiasa untuk melancarkan misi penghancuran. Dia lalu berdiri dan berjalan lalu pura-pura terjatuh dan dia jatuh tepat di gundukan istana si item.
“brukkk..aduh A..maap. kesandung..” kata bocah itu watados.
Hahaha. Yes, berhasil. Sungguh bocah yang sangat berbakat untuk jadi penyusup CIA untuk menggagalkan aksi terorisme.
Melihat istananya hancur, si item merengut sedang partnernya melihat tajam ke bocah CIA tersebut, tapi si bocah CIA itu malah siul-siul sambil menye-menye.
Aku lalu fokus ke istana pasirku. Tapi dari tadi kok gak jadi-jadi. Kayaknya aku emang gak ada bakat jadi Castle Interior designer deh T_T. Dan si item, hwa..mereka berdua kompak banget, baru aja hancur sekarang sudah setengah jadi lagi. Apalagi yang mesti aku lakuin buat gagalin mereka ya? Datengin ombak buat ngancurin jelas gak mungkin. Hmm, kayaknya masih ada goceng lagi. Kuambil lagi gocengan dari sakuku dan pandanganku dan bocah CIA itu kembali bertemu. Kami berkomunikasi lewat tatapan mata.
“siapkan misi penggagalan selanjutnya”
“siap komandan”
“laksanakan dengan rapi. Target bukan orang sembarangan”
“siap komandan”
“Sekarang aksi mereka sangat membahyakan keamanan istana kita. Segera lancarkan serangan”
“siap komandan”
“SIAP KOMANDAN MULU. BURUAN...ITU UDAH HAMPIR JADI...”
“siap komandan”
Transaksi gelap pun kembali terjadi dan dia lantas berdiri dan hendak berjalan lagi ke arah istana mereka dan pura-pura tersandung dan..
Waktu berjalan melambat. Gerakan badan bocah CIA yang jatuh itu dibuat slow motion dengan kecepatan sepersepuluh detik (satu detik dibikin sepuluh detik), mataku membesar, senyumku mulai merekah, tanganku hampir bertepuk tangan dan..dikit lagi..ya..dikit lagi...
Hap, tangan si item dengan sigapnya meraih tubuh bocah CIA itu. Oh no...misi gagal. Tidak..si item lalu melirik tajam ke arahku. Dia tersennyum sinis sambil menyipitkan mata. Dan bocah CIA itu menatapku dengan pandangan seperti pasukan kalah perang. Dia lalu berdiri dengan bantuan si item dan berjalan sambil menunduk ke arahku dan kembali menyerahkan uang gocengannya. Si item semakin mencang-mencong. Aku Cuma cengangas cemgemges sambil membentuk hurup V dengan jariku. Haduh, ketahuan deh.
Dan akhirnya pertandingan dimenangkan oleh si item..T_T dengan istana pasir Birmingkem. Kutengok istana pasirku, huah...kayaknya gak layak di sebut istana, bentuknya aneh. Hanya gundukan, sebenarnya ada hasil cetakan ember yang dilubangi, tapi secara keseluruhan bentuknya gak jelas. Aku jadi malu-malu sendiri karena kedua bocah didepanku sedang berbisik-bisik sambil melihat ke arahku. Huah... -_-‘
Lalu si item mengeluarkan toples berisi Beng beng. Dan memberikan tiga buah ke partnernya, sedang bocah CIA dan partnerku masing-masing satu. Aku sudah menamprakkan tanganku tapi dia hanya manyun. T_T. No Bengbeng buat yang curang...
****