It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Btw.. Dah liat lapak aku pa blm? Mhon masukannya tuk pmula sperti aku
“bay, bangun bay, bentar lagi kita sampai”
Aku membuka matanya dan langsung memicing karena silau. Aku mencoba duduk lalu kukucek mataku. Kulihat di depanku sudah tampak dermaga sederhana yang sudah bertumpuk beberapa kapal motor.
“yuk turun” ajaknya.
Aku terdiam sebentar mengumpulkan kesadaranku. Lalu kami berdua turun ke geladak. Ketika kapal yang kami tumpangi menepi, aku lantas menoleh kearah azam. Dia tampak tersenyum ke arahku.
Aku lantas dengan hati-hati melangkahkan kakiku meninggalkan kapal ini. Kulihat penumpang yang lain tampak berloncatan karena sudah tak sabar ingin mengabadikan momen ketika mereka menjejakkan kaki di pulau Tidung ini. Beberapa orang tampak berpose dengan begitu ekspresif di papan selamat datang di Pulau Tidung.
Aku memerhatikan mereka yang tampak asyik berpoto ria. Kulirik sebentar ke arah azam, aku berharap dia menyuruhku berpose sebentar untuk mengabadikan momen langka buatku ini.
“langsung aja yuk?” ajak azam.
“kemana?”
Aku merasa sedikit kecewa karena sebenarnya aku ingin berpoto dulu disini dan kupamerkan ke eza. Tapi toh masih ada waktu ketika kepulangan kami nanti.
Dia hanya tersenyum. Dan aku tak berani bertanya lagi kemana dia akan mengajakku. Dan kalau saja eza yang mengajakku kesini, aku pasti akan cerewat sekali.
Aku mengikutinya dan sekarang dia berbelok ke kanan dan kami berdua masih tampak diam. Dan ketika sampai disebuah rumah yang bertuliskan motel, dia menghampiri si pemilik rumah dan ternyata dia menyewa sepeda.
“bay, ambil satu” kata azam.
Aku dengan agak ragu memilih sepedaku. Dia juga sama, dia memilih sepeda warna putih. Dan dia mulai menaikinya dan aku mengikutinya dari belakang. Kami berdua menyusuri jalan kecil dan di sebelah kananku tampak pantai dengan mangrove yang masih kecil. Dan disela-sela kayuhan sepeda kami yang beriringan, azam bercerita sedikit tentang pulau tidung ini. Dan kata dia, sepanjang pantai disini ada penanaman mangrove.
Setelah sampai di parkiran, kami berdua memarkirkan sepeda dan dia tampak menelpon seseorang. Lalu kami berdua duduk sebentar di sebuah warung sambil minum. Dan tak lama muncullah seseorang dan berjalan ke arah kami sambil menenteng dua buah kantong kresek warna hitam. Setelah meletakkan kantong kresek itu di atas meja, azam dan orang itu lantas bersalaman.
“yuk” ajak lelaki yang kutaksir sudah berumur tiga puluh lebih itu.
Aku hanya diam sambil melirik ke arah azam.
“ikan kerapunya gimana pak?” Tanya azam.
“Alhamdulillah zam, udah ada yang pesen. Lumayan lah, lima belas”
“lima belas juta? Waduh..Lumayan ya pak”
“Alhamdulillah lah. Ini temennya mas Azam?”
“iya pak. Kenalin bay, ini pak Danu. Pak danu ini bayu”
“bayu” kataku mencoba tersenyum ramah sambil mengulurkan tangan dan kami saling berjabat.
“yaudah, sekarang kita ke keramba aja langsung ya. “ kata Pak Danu
“keramba?” tanyaku bingung.
“iya. Keramba. Jadi pak danu ini punya keramba ikan kerapu. Dan sekarang udah jamnya ngasih makan.” Timpal azam.
“yuk, nanti keburu kelaparan ikannya” sergah pak danu.
Kami bertiga lantas berjalan menuju tempat yang dibilang keramba itu. Kutengok ke arah kiri, laut..ahh..warnanya hijau dan bening, menandakan bahwa air lautnya masih bersih, dan udaranya segar sekali..dan sekarang kami sampai di jembatan.
Aku sedikit mendongak karena jembatan di depanku tampak melengkung tinggi. Kulihat beberapa orang tampak senang sekali meloncat dari puncak lengkungan jembatan ini. Aku sedikit ngeri. Dan jujur saja aku tak berani kalau harus loncat dari jembatan itu.
“kok malah bengong bay? Kamu mau nyobain loncat juga dari atas situ?” tanya azam
“mmm...nggak ah. ngeri ya kalo kita loncat dari atas situ...”
“yaudah, yuk..tuh kerambanya keliatan dari sini”
“yang itu? Di tengah laut?” tanyaku sambil menunjuk ke arah saung yang mengambang di tengah laut, sekitar dua puluh meter dari jembatan.
“yap. Ya gak tengah-tengah juga. Cuma sepuluh meter dari jembatan”
Lantas kami bertiga melanjutkan perjalanan. Kulihat jembatan kayu ini kondisinya sudah cukup parah. Banyak kayu yang sudah hilang dan patah. Kami bertiga berjalan melintasi jembatan ini dengan ekstra hati-hati. Kebayang kalau sendalku sampai jatuh, wasalam deh
Kulihat pak danu turun ke papan terapung. Lantas azam pun ikut turun. Aku hanya diam mematung.
“ayo turun bay. Kita nyebrang” ajak azam
Dengan ragu aku turun dan papan itu agak bergoyang sedikit. Lalu pak Danu melepas ikatan talinya dan mulai menarik tali yang tertambat ke pinggir keramba itu. Papan yang kami naiki mulai melaju dengan kecepatan pelan. Papan yang kami naiki agak sedikit oleng karena gelombang laut, dan aku berpegangan ke tangan azam karena takut jatuh. Azam menoleh dan tersenyum ke arahku.
Setelah papan ini menepi, pak danu dan azam mulai naik. Papan masih bergoyang, lalu azam mengulurkan tangannya dan membantuku naik. Kulihat pak danu berjalan di atas dua bilah bambu dengan tenang sekali. Padahal tangan kanan maupun kirinya menenteng kantong kresek besar dan di sebelah kirinya laut lepas dan di sebelah kanannya keramba yang isinya ikan kerapu. Hadududuh, kebayang kalau aku jatuh. Dan kalau jatuhnya ke keramba, aku pasti digigitin ikan kerapu..
“ayo...” kata azam.
Aku merengut. Baru saja kakiku akan melangkah, rasanya kakiku gemetar sekali.
“ati-ati..” kata azam.
“iya..” kataku tak bisa menyembunyikan kakiku yang gemetar.
Melihat aku yang hanya sedikit demi sedikit beringsut maju, azam lantas mengulurkan tangannya dan aku langsung menyambutnya.
“gak usah liat ke laut. Buang pikiran bakal jatuh jauh-jauh. semakin kamu berpikir bakal jatuh, otak kamu bakal menyugesti itu dan itu justru akan mengganggu keseimbangan kamu”
Aku memandangnya sebentar. Lalu kutarik nafas dalam-dalam. Okey, aku mulai meyakinkan diriku bahwa aku gak bakal jatuh. Dan langkah pertama, kedua, ketiga..dan akhirnya kakiku sepertinya telah terbiasa. Dan azam tersenyum dan menganggukkan kepala.
“aku lepas ya”
Aku mengangguk dan masih berusaha mengontrol diri. kucoba langkahkan dan ternyata tak terlalu sulit juga. fyuh..akhirnya sampai juga di saung.
“lagi motongin apa pak?” tanyaku ketika melihat pak Danu sedang memotong ikan-ikan kecil.
“ini, ikan krismon”
“ikan krismon?” tanyaku bingung sambil melirik ke arah azam.
“iya. Jadi ceritanya dulu waktu krismon ikan ini dimasak, karena saking mahalnya harga sembako.”
“oh..ini buat pakan ikan kerapunya?” tanyaku sambil berjongkok.
“iya. Di campur pelet juga. kalo pake pelet semua, biaya produksinya terlalu tinggi. Dan gizinya juga cukup bagus kok”
“boleh bantuin pak?” tawarku.
“gak usah” sergah pak Danu merasa tak enak.
“gapapa pak. Sekalian pengen nyobain daripada diem ngeliatan aja” kataku sambil beringsut ke sampingnya.“diapain aja nih pak?”
“di kerik tipis aja. terus dipotongin tiga bagian. Itu guntingnya di iket ke palang”
Lalu aku mulai mengerjakan apa yang pak Danu instruksikan. Dan selama aku membantunya beliau bercerita panjang lebar tentang keadaan Pulau tidung yang ada dua, tidung kecil dan tidung besar. Serta menjelaskan tentang siapa itu raja Pandita yang dimakamkan di Tidung Besar dan juga Panglima Hitam yang dimakamkan di Tidung kecil.
Azam hanya senyum-senyum saja melihatku yang langsung bisa akrab dengan pak danu.
“gimana nak Azam, udah ada yang mau liburan lagi?”
“belum pak. Nanti saya coba cari rekan-rekan alumnus saya”
“liburan?”
“iya. Pak danu ini agen travel wisata pulau tidung.”
“iya bay, dan mas azam itu ya partner bapak. Jadi mas azam itu ya sebagai agen atau marketing lapangan. Mas azam juga yang bikinin web punya bapak. mas azam itu pemuda hebat loh. Umurnya baru berapa? 24?”
“22 pak.”
“tuh, dua puluh dua tapi sudah cukup mapan. Dan bapak yakin gaji di pabrik itu hanya sampingan aja. hanya sebagai status. Iya kan nak azam?”
Aku menoleh ke arah azam, dia hanya tersenyum tipis. Azam memang ke pabrik dengan mobil. Awalnya aku menyangka bahwa dia berasal dari keluarga yang berada.
“iya pak. Yang namanya rezeki itu memang sudah ditakar. Tapi buat saya rezeki itu ibarat buah yang ada di pohon, dan gaji pabrik itu hanya buah yang jatuh saja oleh angin dan karena sudah tua. Masih banyak buah yang bisa kita ambil, dan salah satu galahnya itu ya dengan berdagang. Dagang barang atau jasa”
“kamu..dagang zam?” tanyaku tak percaya.
Azam hanya tersenyum.
“dan mobil kamu itu hasil kerja keras kamu sendiri?”
“alhamdulillah aku sudah punya mobil dan rumah.”
Aku terbelalak. Dia sudah bisa beli rumah dan mobil? Dari keringatnya sendiri?
“keluargaku memang didik untuk menjadi perantau, dan salah satu cara bertahan hidup kami ya berdagang. Karena salah satu mata pencaharian yang diajarkan rosululloh itu ya..dagang. ada sembilan belas pintu rezeki dari berdagang”
Aku hanya diam. Tak kusangka ternyata azam itu orang yang berpikiran lain dari kebanyakan orang. Dan perlahan-lahan aku mulai mengaguminya.
“Zam, ajak snorkling aja temennya” kata Pak Danu yang sedang memotong ikan kecil-kecil.
Azam menoleh ke arahku.
“kamu bisa renang kan bay?” tanya azam.
“mm..bisa. kenapa emangnya zam?” kataku sambil mencuci tangan karena ikan seember telah selesai kupotong.
“mau nyobain snorkling gak?”
“snorkling? Liat terumbu karang yang pake kacamata itu?”
Azam mengangguk sambil tersenyum.
“terus perlengkapannya mana zam?”
“seadanya aja gapapa kan?” katanya sambil berjalan ke arah saung dan ternyata dia mengambil dua buah kacamata yang sepertinya terbuat dari kayu dan diikat oleh karet lalu menyerahkannya padaku.
“kamu pake celana pendek gak? Boxer atau kolor?”
“pake.”
“yaudah, yuk” katanya sambil melepas kaos dan celana levisnya dan baru kali ini kulihat dia hanya menggunakan kaos dalam dan itu terlihat sungguh...indah.
Aku sedikit memalingkan wajahku. Rasanya wajahku memerah. Aku merasa ada yang mendesir di dalam dadaku.Kulihat dia tampak melakukan pemansan dan dibawah sinar matahari yang terik, dia terlihat memesona sekali. Tak bisa kupungkiri, secara fisik dia begitu mengagumkan. Kulitnya gelap, tampak lelaki sekali dengan badan proporsional. Otot lengannya cukup besar dan padat. Dan rambut bergelombangnya tertiup angin laut meliuk-liuk dengan indahnya.
“ayo” katanya sambil melakukan pemanasan dengan melipat tangan dan kaki dan gerakan pemanasan standar.
Aku dengan agak kikuk melepas baju dan juga celana panjangku lalu ikut melakukan pemanasan biar gak kram saat berenang. Aku sedikit malu juga kalau disandingkan dengan azam. Badanku yang kurus tanpa otot ini akan terlihat kontras sekali dengan tubuh azam.
“yuk” ajaknya dan sekarang dia memakai kacamatanya lalu melompat dan langsung berenang.
Akupun ikut memakai kacamataku dan melompat langsung menyusulnya.
Aku masih mencoba beranang menyusulnya dan ketika sudah dekat dengan azam, aku mencoba melihat ke bawah dan baru pertama kali melihat indahnya terumbu karang dari jarak dekat. Dulu waktu masih suka nonton acara tivi, aku selalu terpesona oleh indahnya biota laut. Dan hari ini aku melihat secara langsung indahnya ciptaan tuhan ini, terumbu-terumbu karang hijau terang dan kecoklatan itu tampak indah dan disekitarnya ada ikan-ikan kecil berwarna-warni yang mengitari terumbu karang itu. Seperti nemo si ikan badut yang lucu itu.
Lalu tiba-tiba kacamata yang kugunakan putus. Secara otomatis tanganku menggapai-gapai dan ouwch..rasanya tanganku seperti menggores sesuatu. Dan baru aku sadar bahwa terumbu karang itu jaraknya dekat sekali. Dan ketika tanganku mengayuh ke bawah, jariku seperti tertusuk sesuatu dan aku langsung mencari pijakan. Ketika kakiku telah mendapat pijakan di terumbu karang, kulihat jariku berdarah dengan titik hitam. Aku mengaduh pelan.
“kenapa bay?” tanya azam agak panik lalu membuka kacamatanya.
“kacamatanya putus.”
“itu tangannya berdarah” kata azam tambah panik.
“gatau, ini tanganku rasanya kayak ketusuk sesuatu”
“coba aku liat?” katanya sambil memerhatikan tanganku.“kamu ketusuk bulu babi. Naik dulu yuk. Kita bersihin dulu, takut infeksi.”
Kulihat disela-sela terumbu karang memang banyak yang berwarna hitam dan berduri. Ternyata itu yang namanya bulu babi. Lantas kami berdua berenang kembali ke arah keramba. Sesampainya di keramba, rasanya jariku membengkak dan terasa cukup sakit kalau dipegang.
“kok udah selesai? Baru juga bentar”
“teman saya kena bulu babi pak”
“oh..dikencingin aja biar gak infeksi. Masih untung baru kena bulu babi, coba kalo kena patil ikan setan, mesti langsung dibedel di puskesmas.” Katanya bergidik ngeri.
Dibedel? haduh, jangan donk.amit-amit deh.
“ayo, sebelum racunnya menjalar ke aliran darah.”
Dikencingin? Aku melirik azam. dia mengangguk pasti.
“ayo. Sebelum menjalar lewat aliran darah. Abis dikencingin di teken-teken biar keluar racunnya , atau disentil-sentil terus aja”
Aku menoleh lagi ke arah azam. Dengan gerakan tanganku kusuruh dia membalikkan badan. Dan dia pun membalikan badan.
Setelah selesai kukencingi, kusentil-sentil dengan ujung jariku. Sesekali azam tampak melirik ke arahku dan juga tanganku.
“masih sakit bay?”
Aku menggeleng. Padahal iya tanganku masih terasa sakit. Tapi tak kubilang karena merasa malu. Masa iya aku jadi cengeng di depan azam. aku kan mekanik, masa kena gini aja udah cengeng. Huhuhu.
Tak terasa sekarang sudah jam dua siang. Dan aku mulai merasa lapar, dan kami juga memang belum sholat dzuhur.
“bay, ikut yuk”
“ikut kemana zam?”
“kita dzuhur dulu. Habis itu kita cari makan.pak danu, kita keliling dulu ya”
“yaudah, ati-ati. Ntar malem jadi nginep disini gak?”
“jadi pak”
“oh yaudah, jadi ntar saya bilangin ke temen saya kamu nginep disini ya. Ntar sore jangan lupa ajakin ke Barat ya”
Dan azam pun mengangguk. Aku hanya bengong tak tahu mana yang disebut barat itu. Setelah berganti pakaian, kami pamit dan langsung menuju ke darat. Setelah menemukan mushola dan sholat, azam mengajakku bersepeda.
” sepedahan yuk, jam segini enak banget kalo sepedahan sambil keliling pantai”
“sepedaan keliling pantai? boleh”
Lantas kami berdua pun mulai keliling pantai menyusuri jalan-jalan setapak. Dan setelah singgah sebentar untuk sholat ashar, kami melanjutkan kembali sepedahan. Ternyata sepedahan itu selain menyehatkan juga menyenangkan. Baru kali ini merasa bahagia bersama azam. Kami berdua bertukar kisah tentang masa lalu. Dia menceritakan tentang kampunya di Bukit tinggi sana dan aku menceritakan kampungku di Purwakarta. Kami berdua terus menyusuri jalan-jalan setapak yang ditumbuhi ilalang dan kadang kami berdua menuntun sepeda kami karena jalan berpasir tak bisa dilalui sepeda.
“ayo buruan, takut keduluan orang”
“keduluan orang?”
“iya. Semua yang main kesini pasti pergi ke Barat buat liat sunset.”
Dan kami berdua semakin berlomba sampai ke tempat yang disebut Barat itu. Dan ketika kami berdua sampai, ternyata beberapa orang sudah menunggu dan beberapa orang sudah mengabadikan momen matahari tenggelam itu.
“mataharinya indah ya” kataku ketika melihat matahari yang tampak kejinggan mulai turun melewati awan dan sekarang pinggiran awannya tampak berwarna jingga yang indah.
Dan dari sela-sela awan itu, masih ada cahaya matahari yang kekuningan menelusup masuk. Terlihat indah sekali.
Azam hanya diam tak berkomentar. dia hanya tersenyum ke arahku. Dan akupun ikut tersenyum ke arahnya.
“makasih ya zam..”
“semoga ini bisa bikin kamu maafin aku atas sikapku dulu”
“udah deh zam..gak usah diinget-inget lagi..”
Selanjutnya kami berdua hanya terdiam. Kami mengapresiasi keindahan alam ini dalam hati kami masing-masing. Aku bersyukur karena tuhan telah membalikan keadaan dan sekarang aku dan azam tak lagi seperti dulu.
*****
“makasih zam buat makan malamnya barusan” kataku ketika sudah sampai di keramba.
Kulihat dia tersenyum simpul. Lalu berbaring dan menopangkan kepalanya diatas lipatan tangannya. Dan akupun ikut berbaring disampingnya.
“bintang-bintangnya indah ya?” kataku ketika melihat bintang-bintang yang bertabur di langit.
“iya. Banyak banget bintangnya. Hmm..”
“kenapa zam?”
“kamu paling suka bintang apa?”
“hhh?”
“kalo dulu aku paling suka sama yang namanya rasi scorpio. Terlihat dan terdengar keren sekali. Gagah kayaknya.”
“dulu? Emangnya sekarang enggak?”
“sekarang aku lebih suka rasi layang-layang”
“layang-layang?”
“iya. Rasi layang-layang selalu ngingetin aku sama masa kecilku di kampung halaman. Lari-lari di pematang sawah, mengejar layang-layang, berenang di sungai, main bola..” katanya tersenyum mengenang.
Aku sedikit merengut. Dan aku kembali merasa malu. Masa kecilku memang tidak seperti anak laki-laki yang lain. Aku tak seperti lelaki kebanyakan. Aku tak pernah ikut main bola seperti yang lain. Dan disaat anak-anak lain mengejar layang-layang, aku malah masak-masakan. Arght..kenapa masa kecilku memalukan sekali..
“kenapa bay?”
“hhh? Hhmmm..hehe..nggak kok. Hehe”
“yaudah, sekarang kita tidur yuk”
“disini?”
“jangan lah. didalam saung aja. weathernya lagi kurang bersahabat, sekarang lagi angin timur. Jadi anginnya lumayan kencang. Makanya aku gak bawa tenda. Yuk masuk”
Dan kami berdua pun masuk ke dalam saung. Dan ternyata di dalam saung ada bantal dan juga selimut. Lalu aku duduk dan sedikit merasa kikuk.
“kamu duluan aja tidurnya. Aku masih mau nikmatin angin malam.”
Aku lantas berbaring. Aku sedikit menyingkapkan bajuku karena hawanya panas sekali. Dan aku kembali tersenyum mengingat kejadian-kejadian hari. Dan disela-sela senyumku, tiba-tiba aku teringat eza. Lalu kucek hapeku, aduh, gak ada sinyal lagi. Padahal aku mau kabari dia kalau sekarang aku udah bersahabat sama azam dan sedang menginap disini, di Pulau Tidung. Tapi nanti sajalah kalau sudah kembali ke cikarang.
****
Lamat-lamat terdengar suara yang berderak-derak. Keramba terasa bergoyang pelan karena gelombang laut dan juga hembusan anginnya terasa kencang sekali. Padahal semalam hawanya panas sekali, tapi sekarang rasanya dingin sekali. Kutarik selimut yang sepertinya telah turun sampai kuperutku. Aku berselimut? Aku mulai memicing dan dalam keremangan malam aku melihat orang yang tidur disebelahku tampak menggigil kedinginan. Ternyata azam telah menyelimutiku dan membiarkan dirinya kedinginan.
Selimutnya Cuma satu dan aku tak tega melihat dia begitu kedinginan. Akhirnya aku mengangsurkan diriku merapat padanya. Kubagi selimutku dengan dia. Dan ketika selimutnya telah menutupi badannya, azam tampak sedikit menggeliat dan memeluk tubuhku. Dan ketika kulitku bersentuhan dengan kulitnya, aku merasakan kulitnya begitu dingin. Mungkin karena semalaman dia tak mengenakan selimut.
Aku sedikit gelagapan karena tak siap dipeluk olehnya. Tapi bila aku bergerak, aku takut dia bangun dan merasa gak enak. Akhirnya kubiarkan dia tidur sambil memelukku. dan sekarang aku tak bisa memejamkan mata. Pikiranku mulai merasakan hal-hal aneh. Kulihat lagi wajahnya, dia terlihat begitu tenang sekali. Sebenarnya azam itu orangnya menarik, tapi tak sedikitpun aku suka sama dia. Terlebih sikapnya yang begitu menyebalkan dulu. Dan sekarang, orang yang begitu menyebalkan itu sedang tidur sambil memeluk tubuhku.
Aku bingung dengan apa yang kurasakan sekarang. Belakangan ini sikap azam semakin aneh. Dan sekarang dia membawaku ke pulau tidung. Memperlihatkan terumbu karang sambil melihat-lihat ikan-ikan kecil beranang dengan lucunya mengitari terumbu karang itu, mengajakku bersepeda melihat sunset di Barat, dan menemaniku menghitung bintang. Lalu tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku dan aku menjadi gelagapan. Aku merasakan hal yang aneh. Kulihat sekarang, dia tampak mengulum senyum dalam tidurnya.
Aku berusaha melepaskan pegangannya lalu menggapai-gapai hapeku untuk melihat jam berapa sekarang. Dan mungkin karena gerakanku azam terbangun. Ketika dia menyadari tertidur sambil memelukku, dia terlihat salah tingkah sekali.
“maaf..” katanya pelan lalu terduduk dan mencari-cari jaketnya.”aduh, jaketku diluar” katanya dengan nada menyesal
Aku ikut duduk dan melihatnya menggigil, aku merapat padanya dan menyelimutinya.
“pake aja selimutnya, kan aku udah pake sweeter” kataku.
Dia menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan lalu melihat lagi ke arah lenganku yang terpasang gelang yang dia berikan.
“jam berapa sekarang?” tanyaku dan dia tampak sibuk mencari hapenya.
“mmm..jam lima. Shubuh dulu?” katanya pelan.
“ayo. Tapi sholat dimana?”
“di samping aja. kalo buat sholat cukup kok”
Lantas kami berdua keluar dan mengambil air wudlu dengan air laut. Setelah selesai sholat, azam mengajakku ke jembatan cinta untuk menunggu matahari terbit. Lalu kami berdua segera menuju ke jembatan dengn papan terapung lagi.
Matahari mulai merangkak naik diatas Tidung Kecil. Warna emasnya terlihat indah. Kupandangi air laut yang jernih memamerkan terumbu-terumbu karang dan ikan kecil warna-warni yang berenang mengitari terumbu itu dengan lucunya.
Setelah naik ke jembatan, kami berjalan sampai ke tikungan dan duduk. Sambil menjulurkan kaki ke bawah.
“ainya jernih banget ya” kata azam memecah kesunyian pagi.
“iya. Dan anginnya udah gak sedingin tadi. Makasih ya zam, kamu udah nyelimutin aku semalem”
“weather disini emang begini. Tengah malam panas, dan mendekati shubuh, anginnya lumayan kencang dan suhunya juga dingin. Tadinya aku mau bikin tenda, tapi karena sekarang sedang angin timur, angin lagi kenceng-kencengnya.”
Dan mengalirlah obrolan tentang kami masing-masing. Dari sini aku tau bahwa dia berasal dari salah satu kota di Sumatra Barat dan kuliah di bandung.
“zam, kabar azka gimana?”
Dia tersenyum kaku sekarang. lalu menengadahkan kepalanya ke arah Tidung Kecil.
“liat, mataharinya udah mulai keliatan” katanya sambil tersenyum.
Dia pasti mengalihkan pembicaraan. Aku mendongak dan benar saja, langit timur sudah mulai keemasan, dibalik awan tampaklah matahari yang dengan malu-malu muncul dari balik Tidung kecil. Tanpa sadar aku mulai tersenyum dan kulihat azam juga mulai tersenyum. Aku menghirup udara pagi di laut tidung ini dan memandang keramba yang tampak bergoyang dan terapung itu.
“makasih ya zam, kamu udah ngajak aku ngeliat ini semua.”
“tapi ini gak sebanding kan sama apa yang udah aku lakuin ke kamu kemarin-kemarin”
“dulu aku emang kesel sama kamu. Tapi itu kan dulu. Sekarang kita berteman kan?” tawarku sambil tersenyum ke arahnya.
Dia menatapku dengan tatapan berbinar.
“makasih udah maafin aku” katanya.
“jadi sekarang manggilnya aku kamu nih?” godaku.
“hmm..gapapa kan? lagian juga takutnya jadi kebiasaan kalo ntar aku pulang kampung” katanya.
“iya. Kadang juga waktu di kampung aku suka keceplosan nyebut gua, dan keluargaku jadi risih kayaknya. Eh, kapal jam berapa berangkatnya?”
“jam tujuh.”
“aduh, sekarang udah jam setengah tujuh. Yuk ah, takutnya ketinggalan” kataku sambil berdiri.
Dia terlihat enggan sekali untuk beranjak.
“ayo zam”
“mm..padahal aku masih mau disini.” katanya dengan nada kecewa.
“iya, kapan-kapan kan kita bisa kesini lagi. yuk ah” kataku sambil menyampirkan tanganku dan dia menyambutnya.
Dia lantas berdiri dan kami dengan berhati-hati berjalan menghindari jembatan yang boong-bolong.
“bay, boleh gak aku megang tangan kamu?”
“hhh? Maksudnya?”
“mm..jembatannya kan bolong-bolong, takutnya kamu jatuh. Kamu pegangan aja ke aku. Gapapa kan?”
Aku memandangnya dengan agak heran. Dan dengan ragu aku menjabat tangannya dan berjalan beriringan menyusuri jembatan cinta ini. Dan ketika kami berdua menaiki cembungan jembatan cinta, azam berdiri sebentar.
“tadinya aku mau ngajak kamu loncat dari atas sini” kata azam.“tapi gapapalah, segini aja udah cukup”
Aku berpikir sejenak. Maksudnya apa? Segini saja udah cukup?
Sesampainya di parkiran, kami langsung naik sepeda dan segera mengayuhnya sampai ke dermaga. Dan beberapa saat lagi, kami akan sampai di cikarang, dan aku harus segera menemui eza.
****
penasaran eung naha si azam bisa kitu ?
eh kang pulkam ka garut teu ?
hah nungging? masya allah