It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
bayunya slalu buat gw ngakak!
lanjut bank bro @alabatan n kstw gw lok ud ad lanjutannya
karna jogja kota gua...
kapan dilanjt ni....
hati hati loohh kak,,, terkadang yang gelap gelap malah menyimpan sesuatu yang gak baik juga hahahaa,,,
Segera update bung!
kl ada yg berani grepe adek bilang ya biar kakak
@justnewbie.sip
@igoigo. siap meluncur ke jogja hari jumat
@iffanvan.y ada lah. ntar juga ketauan modusnya
@anan_jaya.pengen buktiin dbest nya kota jogja..
@excargotenak. insya alloh jejekkan kaki disana
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg @admmx01.@justnewbie @excargotenak @nazruddin_oth@Daramdhan_3OH3@ularuskasurius@danielsastrawidjaya @rubysuryo
Dan disela-sela pikiranku tentang azam, tiba-tiba aku teringat eza. iya, Eza. aku harus telpon dia sekarang.
Setelah kukunci pintu, kucoba telpon eza. Lama tak diangkat sampai akhirnya mati sendiri. Waduh, apa jangan-jangan eza marah sama aku? Ah, bodoh. Pasti dia marah sama aku. Aku kan ke PRJ sama dia, masa pulangnya sama Azam. Tapi kan kutelpon hapenya gak aktif. Aku mesti gimana sekarang?
Aku berpikir sejenak.
Nah, bentar lagi kan bulan puasa. Apa aku ajak eza ke tempat itu aja ya? Hmm..tapi dia suka gak ya? Ahh..gapapalah. Aku ajak dulu dia kesana. Masalah dia suka ato enggak, gimana ntar aja. yap, aku istirahat aja dulu, biar besok fit dan bisa ajak dia ke tempat itu.
Aku masih duduk diatas motor matikku di depan pabrik. Kutengok jam tanganku, sekarang sudah jam delapan lewat lima. Ya.. paling sekitar lima menit lagi, meeting paginya kelar. Tapi waktu kerasa lama banget ya kalo lagi nunggu. Benar juga kata Pak Patah, menunggu adalah hal yang paling membunuhku, eh membosankan.
Benar saja, tak lama kulihat operator produksi sudah pada bubar. Dan banyak sekali motor antri hendak keluar pabrik. Tapi engineering itu biasanya lebih lama, karena kadang suka ada perbaikan yang belum kelar. Ah, ku sms aja eza, biar dia gak usah ke parkiran bawa CBR-nya. Aku mau ngajak dia ke suatu tempat. Hmm...mudah-mudahan aja dia suka.
“za, w nunggu lo d dpn. Lo lgsg ja k dpan”
Message sent. Sip, tinggal nunggu balesan. Dan tak lama dia balas.
“napa mangnya?”
“udh. Lo lgsg ja. Bruan.gpl”
Tak lama kulihat seseorang datang menghampiriku. Dia mengenakan sweeter ber-hoodie sambil memasukkan tangannya ke saku sweeternya. Terlihat lucu sekali.
“eh, ada apa si?” tanya dia membuyarkan lamunanku.
“hmm..kasih tau gak ya...” kataku berusaha menggodanya.
Dia hanya diam saja tak bereaksi dengan candaanku. Biasanya dia langsung sewot. Wajahnya terlihat kusut sekali. Dia pasti masih marah sama aku.
“za, gua mau minta maaf soal kemaren di PRJ.”
“oh..”
“oh doank? Emang lo gak marah sama gua?”
“biasa aja” jawabnya kaku.
“gua gak enak aja sama lo. Abis tiba-tiba lo ngilang gak jelas kayak gitu. Gua telpon lo, hape lo gak aktif. Yaudah, gua pulang sama azam...”
“oh..”
“kok oh doank si? Lo gak marah kan? dan sebagai permintaan maaf gua ke elo, gua mau ngajakin lo ke suatu tempat za” lanjutku lagi.
“hah? kemana?” tanya dia mulai terlihat penasaran karena tumben-tumbenan aku ngajak dia kemana, biasanya juga dia yang ngajak aku main ke suatu tempat.
“masa gua bilang? Gak seru donk..”
“idih. Mulai deh. Lagian bentar lagi bulan puasa. Lo malah ngajakin maen. Banyakin tuh sholat ma ngaji”
“hehe. Justru karena mau puasa gua ngajakin lo ke suatu tempat”
“terus, kita kesono pake...”
Aku tersenyum ganjil sambil menunjuk matic-ku dan memainkan alisku.
“aduh...kok pake matic sih?” katanya dengan raut enggan.
“napa emangnya? Gua yang bawa kok. Lo kan baru balik gawe, pasti cape. Belom tidur. Tapi gapapa nih langsung maen?” tanyaku sedikit khawatir. harusnya kan pulang shift malam langsung tidur.
“asal tempatnya gak bikin nyesel aja”
“gatau juga sih. Lagian juga gua belom pernah kesana”
“lo belom pernah kesana? Ajegile. Ntar kita malah nyasar lagi” kata dia mulai sewot.
“hahaha. Udah ah, tinggal nanya orang aja. katanya sih jalannya gampang. Sebelum jalan tol krawang, kita belok kanan, lurus terus. Ntar juga ketemu kok”
“yaudah. Gua ngikut, tapi awas aja kalo nyasar” katanya masih cemberut.
“yaudah, buruan naik” kataku.
Lantas dia langsung naik ke jok belakangku.
“udah?” tanyaku sambil memakai helmku.
“mmm...”
“kenapa za?”
“rasanya aneh aja. kok jadi gua yang dibonceng si?” katanya sambil garuk-garuk kepala.
“hahaha. gapapa kan sekali-sekali gua boncengin lo? Udah, lo tinggal duduk manis. Tapi awas aja kalo lo curi-curi kesempatan”
“hahaha. Pikiran lo bay...mau puasa juga, masih ngeres aja”
“nah gitu donk, jangan cemberut mulu. Yuk ah capcuss”
“cusss..” timpal eza sambil tertawa.
Akupun langsung melajukan motorku. Aku senang akhirnya dia bisa kembali tertawa bersamaku. Tadi udah was was aja kalau-kalau dia marahnya lama. Sebenarnya aku mau tanya apa alasannya dia meninggalkanku tanpa pamit. Tapi nanti sajalah, kalau udah nyampe sana.
Diapun mulai merangkulkan tangannya ke pinggangku. Mungkin dia takut jatuh karena sekarang dia mulai mengantuk. Jujur, aku mulai senyum-senyum sendiri karena merasa nyaman sekali dipeluk olehnya.
“hey, kok senyum-senyum sendiri gitu si? Geje banget”
“hehehe. lo ngantuk gak za?” tanyaku disela-sela perjalanan.
“hmmm..gak terlalu si. Lo jalanin motor lo kayak keong banget sih? Gua malah ngantuk kalo kayak gini”
“hah? Oh, yadah, lo pegangan yang kenceng ya. Gua mau ngebut nih. Buruan, pegangan yang erat, fast furious nih” kataku lagi dan diapun mulai memelukku lebih erat.
Kutarik gas si matic dan kucoba kulajukan dengan kecepatan maksimal.
“huah...katanya mau ngebut..segini doank?” tanya dia mengejek.
Segini doank? Sial, ini kecepatan maksimal yang berani kutarik. 90 km/jam. Bayangin aja, kuulangi sekali lagi, 90 km/jam pemirsah.
“ini udah mentok tau za..udah, lo jangan protes.”kataku sedikit kesal dan dia hanya membuang nafas tanpa melonggarkan pelukannya.
Sebenarnya belum mentok sih, tapi aku gak berani kalo diatas itu. Huhuhu.
Sesampainya di Tanjung Pura, kulajukan terus sampai lampu merah kerawang dan kubelokkan motorku ke melewati fly over By pass dan masih terus kulajukan sampai jembatan sebelum tol. Jalanan yang kami lalui sekarang sedikit berbatu. Kutengok sebelah kiriku kali yang kondisinya sudah tak bersih lagi. Dan tampak beberapa anak kecil dengan riangnya berloncatan dari jembatan ke kali itu.
“hayo..porno aksi kok malah diliatin..inget..bentar lagi puasa..”
“idih..pikiran lo za. Sapuin dulu gih, suujon mulu sih sama gua...gua suka aja ngeliat mereka bisa ketawa-ketawa gitu..”
“alibi. gua telpon kak seto nih..”
“hahahahah parah... Liatin deh za. Mereka tuh kayaknya gak punya beban hidup ya. Coba ada mesin waktu, gua mau balik ke masa kecil gua za”
Dia hanya diam saja.
“za..?”
“kalo gua sih gak mau” katanya pelan.
“hhh?apa za?”
“ngg..nggak kok. Udah buruan. Masih jauh gak?”
“kebiasaan deh kalo bikin statement tuh suka gak jelas. ya tempatnya lumayan jauh juga sih. Lo udah ngantuk ya za?”
“jalan ajrut-ajrutan kayak gini? Mana bisa ngantuk..dan debunya itu..parah..”
“iya. Ini kan daerah penambangan kapur za. Makanya gua bawa yang full face.” Kataku setelah melewati jalanan berbatu dan berdebu sekali. Rasanya aku gak kuat kalo mesti tinggal disitu. Debunya itu yang gak tahan.
Kulanjutkan perjalanannya. Setelah isi bensin dan nanya penduduk yang kebetulan lewat, serta melewati jalan yang ckckck..parah..akhirnya kami sampai pintu gerbang pertama tempat yang kami tuju.
“udah nyampe?” tanya eza untuk kesekian kalinya setelah hampir dua jam perjalanan
“belum...ini baru gerbang pertama..masih ada kira-kira tiga kilo lagi lah”
Dia membuang nafas kuat-kuat..
“sorry ya za..lo mestinya istirahat, malah gua ajakin maen. Jalannya parah lagi...”
“gapapa kali bay. justru gua yakin, perjalanan ke tempat yang indah itu pasti melewati jalan berbatu. Ibarat kata, untuk mencapai kebahagiaan, kita pasti melewati cobaan. Dan gua termasuk orang yang masukin proses perjalanannya kedalam paket liburan..”
Aku membuang nafas lega. Syukurlah. Tapi entahlah, apa dia bilang gitu karena itu keluar dari hatinya ato Cuma biar aku gak ngerasa gak enak lagi sama dia.
“yaudah, kita lanjutin ya” kataku masih melajukan lagi motorku.
Lalu akupun melanjutkan perjalanan dan sekarang kami melalui jalanan cukup sempit dan cenderung menanjak. Tapi untungnya kondisi jalannya cukup bagus.
“bentar, curug Cigentis?” tanya eza exited ketika melewati spanduk yang tertempel di pohon bertuliskan curug cigentis 1 km lagi.
“yap. Kebiasaan di kampung gua, kalo mau puasa itu mesti bersihin diri dulu..makanya gua ngajakin lo ke curug ini biar sebelum puasa, biar pikiran lo bersih, gak suujon mulu, gak ngeres mulu..”
“ah..itu kan Cuma kebiasaan. Yang penting niat kita ikhlas. Udah ah, buruan. Gua udah penasaran sama yang namanya Curug Cigentis itu”
Dan kamipun melanjutkan perjalanannya. Kontur jalannya sekarang cenderung nanjak dengan elevasi sampai 40 derajat. Ditambah kondisinya mulai berbatu. Beberapa kali motorku hampir jatuh dan oleng karena batu-batu sebesar kepalan tangan dan tajam. Sedikit ngeri kalo misalnya kami berdua jatuh. Dan sekarang kulihat beberapa orang tampak memarkirkan motornya.
“bay, motor lo parkirin aja disini. pake matic rentan tau. Matic kan pendek banget. Jalannya parah lagi, gak safety”
Aku menimang sesaat. Kalau diliat emang jalannya parah banget. Dan kayaknya motorku mesti langsung turun mesin kalo kupaksakan ke atas.
Dan akhirnya kuparkirkan juga motorku dan ikut berjalan sama orang lain. Kulihat beberapa orang sudah mulai memegang lutut mereka dengan leleran keringat membanjiri dahi dan leher serta bajunya pun mulai basah. Kulap keringatku, lalu kutengok eza.
“masa segitu aja udah keringetan..”kata eza sambil berkacak pinggang ke arahku.
Aku Cuma merengut sambil melap keringat dari dahiku dengan saputangan. Masih jauh gak sih...tapi dia terlihat tambah semangat dan mempercepat jalannya.
“eza..tungguin..jangan cepet-cepet...kaki gua pegel banget...”
“buruan ah. Dikit lagi nyampe. Tuh dah keliatan gerbangnya.”
Benar saja, kulihat kira-kira dua puluh meter lagi kulihat ada gerbang bertuliskan SELAMAT DATANG DI CURUG CIGENTIS. Aku tersenyum. Akhirnya sampe juga..dan setelah membayar retribusi delapan ribu kami berdua tergesa-gesa ingin segera melihat indahnya air terjun ini.
******
“za...ayo...”aku berteriak berusaha mengalahkan suara gemuruh beribu-ribu meter kubik air yang jatuh di curug ini.
Kulihat dia hanya melongo tanpa berkedip. Matanya tampak memandang ke atas, ke arah air terjun itu mulai turun dengan derasnya. Lalu dia tersenyum penuh arti kearahku.
“za..buruan..gua udah bawain baju ganti buat lo..tenang aja..” lanjutku.
Dia masih memandangku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Aku lantas menghampirinya.
“sekarang lo ganti dulu pake celana pendek. Jangan pake boxer, malu. Gih, ganti dulu di kamar ganti. Gua tungguin. Buruan...abis itu gua titipin tas nya. Eh, malah melongo, ayo buruan..” kataku gemas sambil menyerahkan celana pendek ke dia.
Dan diapun mengambil celana pendek itu lalu masuk ke kamar ganti. Sedang aku menunggunya diluar sambil menenteng tasku. Aku juga hanya mengenakan celana pendek dan kaos tanpa lengan. Aku emang agak risih kalo harus telanjang dada. makanya aku pake daleman.
Tak lama, eza keluar sambil menenteng celana panjang dan kemejanya. Aku sedikit terpesona melihat keindahan tubuhnya. Tubuhnya memang kecil, tapi ramping dan padat. Dan dibalik wajahnya yang imut-imut itu, aku melihat keindahan tubuhnya. Aku membuang muka karena wajahku memerah.
“nih..” kata eza sambil menyerahkan bajunya padaku.
Dengan sedikit gelagapan dan berusaha agar tidak melihat badannya kuambil. Bajunya kuambil lalu kumasukan ke dalam tas. Setelah itu kutitipkan di penitipan, kami berdua segera berjalan ke arah curug itu.
******
Ragu sekali aku berjalan ke bawar air terjun itu. Aku sedikit ngeri melihat derasnya air terjun itu. Hempasan anginnya aja kerasa kenceng benget. Kuperhatikan orang-orang yang sedang berdiri dibawah derasnya air terjun itu berteriak-teriak sambil tertawa lepas. Beberapa dari mereka bahkan tampak berteriak karena derasnya air yang jatuh ke badannya. Aku sedikit mengernyit karena pasti rasanya sepat juga ketika kita berdiri di bawah air terjun yang deras itu.
Lalu orang-orang yang tadi berteriak-teriak dibawah guyuran air terjun segera bertepi sambil masih tertawa-tawa...
“anjir..peureus tonggong aing euy..”
(anjir..pedes banget punggung gue..)
“heueuh. Demina lah”
Lalu aku kaget karena eza tiba-tiba berjalan ke arah guyuran air terjun itu. Lalu dia balikan tubuhnya menghadap ke arahku. Pelan-pelan dia mundurkan badannya dan ribuan meter kubik air terjun itu tumaph ke punggungnya. Dia menundukkan kepalanya dan mulutnya terbuka ketika air terjun itu menghujaninya dengan deras sekali..
“HWA...AYO BAY..SINI COBAIN..” katanya berteriak berusaha lebih kencang dari gemuruh air terjun itu.
Lalu aku dengan ragu mencelupkan kakiku ke air. Brrr..dingin..kulangkahkan kakiku diantara batu-batu koral di dasarnya dan tersenyum kaku ke arah eza. Dia terlihat senang sekali. Dan akupun segera berjalan ke arahnya. Hemapasan anginya terasa kencang sekali. Suara gemuruhnya pun membuatku sedikit bergidik. Dan ketika aku berdiri disamping eza dan berkubik-kubik air terjun itu menimpa punggungku, aku mengernyit dan sontak berteriak.
“HWAAAA..”
“GIMANA..???”
Aku hanya bisa membuka mulutku lalu menutup mataku merasakan sensasi yang baru kali ini kurasakan. Rasanya punggung dan kepala kita seperti kejatuhan jarum-jarum besar. Terasa peureus (bahasa indonesianya pa ya? Sepat kali ya) di kulit.
“LO MUNDUR LAGI..” kata eza.
Dan aku mencoba memundurkan badanku dan punggungku menabrak dinding batu dan rasanya air terjunnya semakin deras saja.
“HWAAAA....” kataku berteriak lebih kencang karena sekarang air yang jatuh lebih banyak dan lebih sepat di kulit.
“GIMANAAA...???”
“KENCENG BANGET ZAAA..BADAN GUA RASANYA SEPERTI KETUSUK-TUSUUUK...”
Benar, rasanya badanku seperti tusuk-tusuk jarum tapi terasa nyaman sekali. Mungkin karena kena ke saraf-sarafku. Pantas saja ada terapi yang menggunakan semprotan air..tapi kok makin sini makin deras airnya. Dan rasanya kulitku makin sepat sekali. Aku makin merundukkan kepala dan punggungku. Lalu aku tersentak karena tiba-tiba ada yang memeluk badanku dan melingkupi tubuhku. Dalam tetes air terjun yang jatuh dari rambut orang yang melingkupiku. Dibalik butiran air yang berupa titik-titik halus yang melayang-layang diantara wajah kami, aku melihat dia tersenyum penuh arti. Aku enggan sekali menutup mata meski air telah masuk ke mataku. Rasanya suasana sunyi senyap. Deburan air terjun tak terdengar, yang terdengar adalah deru desah nafas kami berdua, dan itupun terdengar merdu sekali. Waktu seakan berjalan melambat. Dan tetes air pun jatuh dari rambutnya yang basah seakan turun dari ketinggian puncak himalaya, lambat sekali.
Aku baru sadar bahwa aku terlalu lama mengagumi dia. Lalu kami berdua sedikit maju menghindari kubikan air yang menghujani kami. Lalu kami berdua sedikit bergeser memberi tempat pada orang lain yang ingin merasakan sensasi yang sama.
“lo bisa lihat gak?” tanya dia dalam gemuruh air terjun.
“apa?”
Dengan isyarat matanya dia menunjuk ke depan, dan ketika kulihat ke arah yang dia tunjuk, mataku terbelalak.
Baru kali ini aku melihat pelangi dengan jarak sangat dekat. Warnanya yang cerah bersembunyi di balik butiran air yang halus itu. Kucoba menjangkawnya. Tapi warnanya tak bisa kurengkuh. Aku tersenyum, lagi-lagi aku tersenyum. Kulihat eza, dia juga tersenyum ke arahku. Dan dia berbisik di telingaku..
“indah ya? Inilah salah satu alasan kenapa gua suka air terjun”
Aku tertegun. Aku mencoba menahan senyum. Dan senyum itu kulepaskan dalam hati. Ada rasa yang membuncah ketika aku tahu,bahwa aku membawanya kesini dan ternyata dia suka. Ntahlah, aku tak bisa jabarkan apa yang kurasa saat ini.
“naik yuk” ajaknya.
Lalu kami berdua beranjak dan tampak beberapa orang sekarang menghambur ke arah kami tadi. Kemudia eza mengajakku ke batu yang letaknya agak diatas. Kayaknya dari situ kami bisa lihat keindahan air terjun ini.
Aku berusaha berpegangan pada batu yang cukup licin karena berlumut. Lalu eza yang sudah sampai diatas, membalikkan tubuhnya. Dia berdiri sambil berkacak pinggang melihat ke sumber air terjun itu. Dia tersenyum. Dan akupun ikut tersenyum. Lalu dia menoleh ke arahku dan tersenyum manis, aku segera menyusulnya. Lalu kami berdua duduk di atas batu itu sambil melihat orang-orang yang tampak tertawa lepas.
“lo suka air terjun za?” tanyaku
Dia hanya menjawabnya lewat senyuman.
“eh liat za, pelangi. Ada satu..dua..tiga..wah..pelanginya banyak..” kataku antusias.
Memang, dari atas sini terlihat ada beberapa pelangi kecil. Dan itu terlihat indah sekali.
“itulah kenapa gua suka air terjun.”
Aku mendongak melihat ke arahnya. Dia tersenyum tipis. Dan dari nada suaranya, dia seperti sedang mengenang sesuatu.
“karena pelangi?”
“bukan. Karena orang itu yang mengenalkan gua pada indahnya fisika”
“katanya pelangi, kok nyambungnya ke fisika?” tanyaku bingung.
“orang itu dulu sempet bercerita ke gua. Katanya pelangi itu tempatnya para bidadari. Lebih tepatnya, jembatan yang dilalui para bidadari untuk mandi dan menikmati pemandangan bumi yang indah. Walaupun negeri kayangan itu indah, tapi para bidadari yang berjumlah tujuh itu lebih suka mandi di bumi. Sampai suatu hari waktu gerimis, kami berdua liat pelangi. Gua penasaran dan bilang ke dia, gua mau buktiin apa yang dia ucapin. Lalu kami berdua datengin ujung dari pelangi yang napak ke bumi. Dan ketika gua rasa gua sampai di ujung pelangi itu, gua bukannya liat bidadari, tapi yang gua liat air terjun..”
Aku masih terdiam menyimaknya. Dia terlihat seperti bermain dengan masa lalunya, dengan seseorang yang entah itu siapa. Yang pasti orang itu pasti telah menorehkan kenangan manis di memori eza.
“gua protes sama orang itu. ‘mana bidadarinya?’ tanya gua bingung dan orang itu bilang..’emang kamu gak liat bidadari itu?’ gua bingung karena emang gua gak liat dimana bidadarinya, akhirnya gua cuman menggeleng. ‘Bidadari itu ya..itu..’ katanya sambil menunjuk ke arah pelangi-pelangi kecil yang menghiasi air terjun.”
“..”
“itu bukan bidadari’ kata gua protes.’ Itu kan pelangi’. Orang itu Cuma tersenyum.’terus pelangi itu apa?’ kata orang itu balik tanya. Gua yang gak tau kenapa bisa ada pelangi Cuma diam. Dan orang itu lalu bilang. ‘kamu liat gak za. Bidadari itu cantik. Air terjun yang dihiasi pelaangi itu juga tak kalah cantik kan sama bidadari. Suara deburannya juga sama merdunya dengan nyanyian bidadari itu’”
“..”
“’tapi kan bidadari itu bisa terbang’ kata gua lagi, tapi orang itu Cuma senyum.’dan bidadri itu katanya ada tujuh, bukan tiga, bukan merah kuning hijau’ kataku lagi. dan dia Cuma bilang,’ Jawabannya besok ya’”
Dia terdiam tak melanjutkan ceritanya. Aku juga masih terdiam. Aku bertanya-tanya, siapa orang yang dia bilang itu. Siapa orang yang telah mengisahkan kisah pelangi itu? Pasti orang itu sangat berarti buat eza.
“za, gua mau nanya donk. Dari dulu lo sering nyebut orang itu. Tapi lo gak pernah bilang dia itu siapanya elo. cerita donk za” pintaku.
Dia memandangku sebentar lalu kembali melihat ke arah pelangi.
“nanti gua pasti cerita. Sekarang makan jagung bakar dulu yuk, gua laper” katanya lalu beranjak turun.
Aku terdiam sebentar. Dia selalu saja menghindar setiap aku bertanya tentang orang itu. Suatu hari nanti, pasti itu jawabnya. Tapi itu kapan?
Aku lantas mengikutinya dan berpegangan ke batu-batu karena pijakannya cukup licin. Setelah turun, dia berjalan ke bawah dan beberapa menit kemudian dia membawa dua buah jagung bakar yang masih mengepul. Kami berdua duduk diatas batu sambil memandangi orang-orang yang masih menikmati dingin dan sepatnya berdiri dibawah air terjun sambil teriak-teriak.
“makasih ya bay” kata dia tiba-tiba.
Aku yang sedang makan jagung bakar terdiam sebentar. Untuk pertama kalinya sejak kebersamaan kami, dia bilang terima kasih. Dia mengucapkannya sambil tertunduk tanpa berani melihatku. Kupandangi wajahnya yang sedang makan jagung bakar itu. Dia tampak beda. Sekarang dia hanya diam. Dan ada sesuatu yang aneh yang aku rasakan. Dadaku bergemuruh, dan...rasanya seperti ada yang meluap-luap. Jantungku mulai berdebar kencang. Aku tak bisa berpikir sekarang. Apakah ini yang namanya jatuh cinta? Entahlah. Belakangan ini yang selalu mengisi pikiranku adalah eza. aku selalu merasa ada yang kurang kalau sehari saja tak ketemu eza.
“lo tau gak, gua paling suka yang namanya air terjun. ketika yang lain bilang mereka lebih suka ke pantai liat sunset, atau ke gunung liat sunrise, gua lebih suka liar air terjun”
“ke..kenpa emangnya?”
“air terjun itu bukti kekuasaan tuhan, bukti bahwa tuhan itu indah. Dia menunjukkan keindahannya lewat fisika.”
“...”
“Segala sesuatu yang ada di dunia itu adalah fisika. Dan buatku, setelah kepergian orang itu, indah itu...hampir tak ada. Semuanya itu semu. Tapi ternyata aku baru sadar dari setiap kata-kata orang itu, bahwa tuhan telah menunjukkan keindahannya lewat sesuatu yang tersembunyi yang ternyata bisa dijelaskan oleh fisika. Kenapa air terjun begitu indah? Karena tuhan telah membuat air yang jatuh itu menjadi butiran kecil. Dan...ketika titik-titik ir itu bercumbu dengan sinar matahari, apa yang kita lihat? Dan dari titik-titik air itu, muncullah dengan perlahan-lahan warna-warna yang membuat mata enggan berkedip. Dan yang paling bisa membuatku exited itu, ketika tuhan tunjukan kuasanya lewat energi potensial. Semakin tinggi air terjun itu, semakin deras dan semakin lebar bawahnya. Dan semakin banyak butiran air yang bisa ciptakan pelangi”
Aku tertegun memandangnya. Aku tahu dia begitu terobsesi pada fisika. Kecepatan, percepatan, gaya..selalu saja membuatnya terpesona, seperti ketika dia memerhatikan lampu-lampu hias ketika kami berdua di PRJ. Bukan karena warna-warninya. Tapi kenapa bisa menghasilkan paduan warna yang indah. Dia tersenyum mengenang. Lagi-lagi orang itu. Dan setelah kepergian orang itu? Jadi orang itu telah meninggal?
“...”
“tuhan itu indah ya?” katanya sambil tersenyum.
Aku mengernyit. Tuhan itu indah?
“lewat pelangi, Kita bisa liat gradasi warna disini.suara gemuruh yang indah...buih air yang lembut...beningnya air..formasi batu-batu...bukankah tuhan itu indah?”
“gua bingung tau za. Lo daritadi ngomongnya kemana-mana. Ngehubungin pelangi lewat fisika, terus nyambung ke tuhan yang indah.”
“Aku dan air terjun, seperti obsesiku pada kecepatan. Dan aku pada orang itu, seperti aku pada fisika” lanjutnya makin aneh.
Dan ketika kami melanjutkan obrolan kami, tiba-tiba aku melihat ada orang yang sedang berjalan ke arah air terjun. Dia hanya mengenakan celana pendek dan juga kaos.
Bentar, Itu..azam? dia ngapain kesini? Kulihat eza juga tampak melihat azam dengan tatapan aneh. Aku tadinya mau manggil dia, tapi gak enak sama eza. Aku kan kesini sama eza. Walaupun kemarin aku diajak azam ke pulau tidung, tapi aku ajak dia kesini buat minta maaf sama Eza.
Lalu azam berdiri diatas sebuah batu besar sambil memerhatikan air terjun, lalu dia turun dan menuju ke arah air terjun itu. Untuk kedua kalinya aku begitu terpesona oleh keindahan fisiknya. Dari balik kaos basahnya, keindahan pahatan tubuhnya yang kotak-kotak membuatku begitu terpesona.
“bay..”
“..”
“bay..”
“hah? Apa za?” kataku baru sadar bahwa eza memanggilku.”apa apah? Lo ngomong apa?”
“huh..kemaren lo kemana? Gua telpon gak aktif-aktif” tanya eza dengan nada ketus.
“gua..” kataku ragu, apakah aku harus bilang ke pulau tidung sama azam?
“gua ke tempat lo, lo gak ada” katanya lagi.
“gua sama azam ke pulau tidung” jawabku ragu..
“ke pulau tidung? Pulau seribu itu? Bedua aja?” tanya eza kaget.
“iya” jawabku ragu.
“lo nginep dimana? Terus disana ngapain aja?”
“hah? Kita nginep di keramba temennya azam. kita..”
“lo tidur sama azam? berdua?” berondongnya sebelum selesai kujawab pertanyaan tadi.
“Iya..kenapa emangnya? Lo kenapa sih za?”
“gapapa kok. Terus, ngapain aja?” katanya mencoba lebih tenang.
“hmm..Cuma snorkling, nyampe tanganku ketusuk bulu babi, nih tanganku masih bengkak.”
“..” dia melihat sebentar ke arah tanganku yang masih terlihat ada titik hitamnya.
“terus sepedaan keliling pulau sambil liat sunset, ngobrol-ngobrol sambil bakar ikan dan liat bintang, paginya liat sunrise, balik deh”
“lo sama dia..”
“kenapa gua sama azam?” tanyaku bingung.
“lo bedua..pegangan tangan waktu lewatin jembatan cinta?” tanya dia seperti terlihat khawatair.
“iya. Dia bilang takut gua jatoh karena jembatan cinta itu kan udah bolong-bolong. Dan sayang banget jembatannya udah bolong-bolong. Padahal kalo masih bagus, kita bisa lari-larian di jembatan itu. Emangnya kalo pegangan tangan di Jembatan Cinta kenapa za?” tanyaku bingung karena dia terlihat begitu aneh setelah mendengar penjelasanku.
Dia langsung lunglai dan aku bingung kenapa dia menjadi seperti itu.
“eza, emangnya kenapa kalau gua sama dia pegangan tangan? Lagian juga karena jembatan itu udah bolong-bolong..jadinya gua pegangan ke dia, takut jatuh..” kataku panjang lebar.
Eza hanya diam saja seperti sedang memikirkan sesuatu.
“bayu? Eza?” sapa seseorang.
Aku dan eza menoleh ke arah suara itu.
“azam..lagi maen kesini juga?” tanyaku sambil melirik ke arah eza. dia tampak dingin lagi sekarang setelah dari tadi tersenyum.
“iya. Aku emang dari dulu-dulu pengen maen kesini, tapi belum sempet juga. kamu berdua aja sama eza?”
Kulihat eza melirik ke arahku. Pasti dia bingung karena sekarang aku dan azam pake kata aku-kamu, sapaan yang gak lumrah, setidaknya disini. Aku menjadi agak gelagapan diperhatikan seperti itu oleh eza. Suasana yang kurasakan menjadi agak kurang enak. Aku yang niatnya kesini hanya ingin menikmati keindahan air terjun ini sama eza, jadi agak kagok dengan kehadiran azam. Sempat terpikir olehku, apa jangan-jangan azam ngikutin aku tadi. Terus kalo iya, kenapa dia ngikutin aku?
“iya zam, tapi kita kayaknya balik duluan deh.”
“balik sekarang? buru-buru amat?”
“Kasian eza, dia kan baru pulang shift tiga. belum sempet tidur..” kataku walaupun aku merasa gak enak karena terkesan menjauh dari azam.
Tapi aku lebih ngerasa gak enak sama eza. Belakangan ini eza terlihat lebih diam kalau sama azam. Padahal dulu sebelum dekat sama aku, azam dan eza terlihat sering makan bareng di kantin.
“oh...ya udah. Kalian bawa motor?”
“iya. Matic-ku di parkiran bawah. Gak kuat kalo dibawa ke atas sini. Duluan ya zam” kataku lantas eza mengikutiku tanpa kata.
Setelah kami berdua ganti baju, kami berdua langsung turun ke bawah dan sesekali kutengok ke belakang, azam tampak memerhatikan kami. Aku mencoba tersenyum ke arahnya dan diapun balas tersenyum. Dan sampai parkiran motorpun, aku dan eza sama-sama diam.
******
Dan diapun melajukan motorku seperti kesetanan. Padahal jalanan yang kami lalui itu berdebu sekali dan kondisi jalannya berbatu. Aku merasa ngeri sekali apalagi harus menyalipi bus-bus pariwisata dalam kondisi pandangan yang terbatas oleh debu yang pekat. Dan ketika dia telah sampai di jalan utama, dia makin menggila. Aku semakin merapatkan peganganku di pinggangnya. Aku memeluknya erat sekali.
Aku merasa tubuhku tersentak dan ketika kubuka mataku, aku kaget. Aku telah sampai di depan pabrik. Dan ini hampir setengah waktu perjalanan berangkat tadi.dia terdiam dan aku masih bingung.
“za..lo..kenapa?” tanyaku bingung oleh sikapnya.
Dia hanya diam saja.
“apa karena tadi ada azam?”
“mmm..gapapa kok bay. Tadi gua ngantuk banget, makanya pengen cepet-cepet sampe rumah. Gua ngambil motor dulu ya” katanya sambil menyerahkan stang motornya biar aku langsung pegang.
Aku lantas menunggunya dan aku kaget, tiba-tiba motornya melesat cepat sekali tanpa memberi klakson padaku. Apa dia benar-benar mengantuk sampai dia tak berhenti sejenak untuk pamit sama aku?
Dia kenapa lagi? Aku jadi semakin bingung oleh sikapnya. Dan aku yakin ini pasti ada hubungannya sama azam. Azam kayaknya suka sama eza, lalu eza terlihat marah saat tau aku diajak azam ke pulau tidung, apalagi saat tau aku dan azam pegangan tangan di jembatan cinta. Apa jangan-jangan eza cemburu sama aku, karena eza suka sama azam? hwa..aku bingung...
***