It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Iya Ki....Part 56 akan menceritakan pernikahan antara Hendra dan Rena di Mekkah.
Eh Hendra dapat kado loh dari Andri dan Ferdi.
semangat terus akang...
Abis ayam kampus,bruan apdet Journal'na.pnasaran euy.(pasti kl dah bca jd pngen maen k jogja)
@jjk_mod_on : Lanjut ya ke part 56
@4ndh0 : Lanjut ya ke part 56.
@kiki_h_n : Ki...lanjut ya ke part 56.
@arieat : Lanjut ya ke part 56
@aDvanTage : lanjut ya ke part 56.
@alabatan : Bi....Lanjut ya ke part 56.
@adacerita : sebenernya diatas udah di mention. tapi ternyata ngga masuk ya, kalau mention berjamaah begitu.
Ka Ali....Lanjut ya ke part 56.
~Ferdiansyah Putra Perdana~
Hari ini adalah hari keberangkatan kami menuju Mekkah. Aku dan Andri sudah mandi dari jam 3 pagi. Rencananya, rombongan akan diberangkatkan dari Mesjid Pusdai (Pusat Dakwah Indonesia) yang berada tidak jauh dari lapangan Gasibu Bandung, menuju Cengkareng pada pukul 5.00 dengan menggunakan bis yang telah disewa.
"Andriku sayang....baju Ihromnya dan sendalnya sudah kamu pisahkan di tas kecil ?"
"Sudah Fer....mau berangkat sekarang ?"
"Boleh sayang....pake taksi aja ya..."
"Cari taksi pagi-pagi gini agak susah loh Fer..."
"Aku tadi sudah telepon taksi gemah ripah kok sayang..."
“Ooo…Tinggal tunggu aja kalau begitu.”
Tidak lama untuk memesan taksi di Bandung. Setelah taksi tiba, kami pun berangkat menuju mesjid Pusdai. Jika pagi begini, hanya membutuhkan waktu 20menit untuk tiba ditujuan.
Hari masih sangat pagi sekali. Kami tiba disana pada pukul 4.05, ternyata sudah ada beberapa keluarga Hendra dan Rena yang telah tiba terlebih dahulu.
Beberapa saat kemudian Hendra datang beserta kedua orang tuanya dan Bi Neneng.
“Si Aa udah lama datangnya ?”
“Belum Hen…Baru aja beberapa menit yang lalu.”
“Lo kok cuma pake celana jeans dan kaos aja. Mestinya kan calon penganten pake baju resmi.”
“Si Aa sama Ferdi juga cuma pake celana jeans dan kemeja juga.”
“Kan nikahnya hari kedua A…Bukan hari ini.”
“Hen…ini kado dari aku, tapi bukanya ntar aja ya kalau sudah nikah disana.”
“SIAP ABK !!!!”
“Kado dari si Aa mana ?”
“Iya Hendra…gw juga bawa kado buat lo dan Rena.”
“Semoga lo seneng sama kadonya ya Hen…”
“Aa….Aku mah penasaran pisan, pengen liat kado dari si Aa teh”
“Boleh dibuka sekarang ngga ?”
“Boleh Hendra….lo buka aja kadonya ya…”
“Siap A…”
Aku melihat Hendra begitu bersemangat membuka kado pemberian dari Andri. Setelah terbuka, terdapat dua buah kotak kaca yang di dalamnya terdapat patung ayam jago dan patung ayam betina yang tingginya kira-kira 15cm terbuat dari emas.
“Aa…kadonya bagus banget. Makasih banyak ya A…” Ucap Hendra sambil memeluk tubuhnya Andri.
“Iya Hendra….Lo simpan ya kado dari gw.” Ucap Andri sambil membalas pelukan Hendra dan mengusap kepala dengan tangan kanannya.
“Tapi….tapi…tapi….”
“Kenapa lagi Hendra….?”
“Ini kan terbuat dari emas 24 karat. Katanya aku ngga boleh boros, kenapa si Aa beli kadonya mahal banget buat aku. Berarti si Aa teh sekarang boros pisan.”
“Gw sengaja ngumpulin uang dari pertama kerja di hotel, khusus buat lo Hen…Jadi bukan berarti gw boros, tapi memang sudah lama gw merencanakan memberikan patung Ayam untuk Lo Hen…”
“Lo masih inget kan pertama kali kita bertemu ? Berawal dari Coklat Cap Ayam Jago gw mengenal lo. Dan berawal dari situ juga gw mengenal arti dari sebuah persahabatan. Andaikata kita nanti terpisahkan oleh jarak dan waktu, lo cukup lihat patung Ayam Jago itu. Itu melambangkan hati gw selalu ada untuk lo. Gw selamanya akan selalu sayang sama lo Hen…..”
“Patung Ayam Betina untuk Rena, melambangkan pasangan hidup sejati lo. Mengarungi hidup bersama, saling berbagi manis pahit nya kehidupan, gendut bersama, dan tua pun bersama.”
“Iya Aa….aku juga sayang pisan sama si Aa teh...”
“Aku sebisa mungkin akan selalu setia sama si Beib”
“Aa….aku pengen liat kado dari Ferdi…Boleh ya A…”
“Heddehhh….minta sama Ferdi dong. Tadi kan disuruhnya dibuka setelah nikah.”
“Tapi aku kan penasaran banget A…”
“Fer…boleh ngga dibuka kadonya.”
“Iya Andriku sayang…..”
“Hen…lo boleh buka tuh kadonya….”
“Asiiikk…makasih ya Aa ku sayang…”
“Fer….aku buka ya kadonya ?”
“Iya Hen…buka aja…”
Hendra membuka kado dari aku. Kotaknya agak lebih besar dibanding kado pemberian dari Andri.
Aku melihat Hendra terkesima memandang kado pemberianku. Isinya adalah sebuah miniatur kapal pesiar yang terbuat dari emas putih dan ada butiran berlian 2 karat tertempel di lampu utama kapal miniatur.”
“Fer…..miniatur kapalnya bagus. Berliannya besar banget….”
“Ini kan mahal banget Fer….Seharga satu mobil sedan ini mah.”
“Berlian itu melambangkan diri kamu yang telah memberikan seberkas cahaya untukku.”
“Maaf ya Hen….itu kado dari aku sebenarnya ngga sebanding dengan apa yang telah kamu berikan kepadaku.”
“Aku dulu sudah berjanji sama kamu untuk membuatnya tetap tersenyum…Dan selamanya aku akan berbuat demikian.”
“Iya Fer….tapi kamu kan ngga perlu kasih barang semahal ini.”
“Makasih banyak ya Fer….”
“Sama-sama ya Hen…”
Terdengar sebuah pengumuman dari pengeras suara, agar seluruh jemaah untuk mengambil air wudlu, kemudian shalat Subuh dan shalat sunat berjamaah sebelum keberangkatan.
“Hen….lo bergabung dulu sana sama orangtua lo. Takutnya mereka pada nyari lo. Gw sama Ferdi mau ambil air wudlu ya.”
“Siap A…..”
Kemudian Hendra berjalan menuju kedua orangtuanya yang sedang asik berbincang-bincang dengan kedua orang tua Rena. Aku dan Andri bergegas menuju tempat ambil air wudlu.
Setelah melakukan shalat Subuh dan shalat sunah berjamaah, kemudian kami berdoa bersama sebelum acara pelepasan jemaah umroh.
Tepat pukul 5.00, bis pun mulai melaju munuju Cengkareng.
Hanya membutuhkan waktu 3 jam, kami telah tiba di terminal 2 bandara udara Soekarno Hatta. Masih ada waktu 3 jam lagi sebelum pesawat yang kami gunakan take off.
Kami semua kumpul di KFC yang berada dekat dengan pintu keberangkatan. Sudah ada tour guide yang telah menunggu kami semua. Sambil sarapan pagi, kami dibagikan tiket dan paspor yang telah terisi visa Saudi Arabia.
Seperti biasa, sebelum masuk keruang tunggu, kami harus melalui counter Imigrasi untuk memeriksa dokumen keberangkatan.
Tepat pukul 11.20, pesawat Garuda yang kami tumpangi tinggal landas menuju Jeddah. Perjalanan ini ditempuh dengan waktu kurang lebih 9 jam non stop. Tepat pukul 17.00 waktu Jeddah atau 20.00WIB kami telah tiba dengan selamat di Jeddah.
Kami semua mengambil Miqat di Bandara King Abdul Aziz. Bandara ini menyediakan kamar mandi yang cukup banyak. Sebelum berganti baju dengan pakaian Ihrom, aku dan Andri pun mandi besar dan mengambil air wudlu. Setelah melakukan shalat sunah, kami semua melanjutkan perjalanan menuju Mekkah dengan menggunakan bis. Perjalanan ditempuh kurang lebih 2 jam.
“Fer….waktu kemarin kita manasik, katanya setelah pakai baju Ihrom, banyak hal yang dilarang. Salah satunya bermesraan. Nah lo ngga boleh bermesraan dulu ya, sampai kita melaksanakan ibadah Umroh.”
“Iya Oktaviandri….Aku udah menahan nih….Padahal kalau deket kamu, pengennya meluk kamu terus.”
“Weiiitt….ngga boleh ngomong jorok juga loh.”
“Itu kan ngga jorong…say…eh…Dri…”
“Tuh kan…lo tuh nyaris aja kelepasan. Udah lebih baik diem aja ya....duduknya jauh-jauhan, paha lo ngga boleh nempel sama paha gw.”
“Duh..gini nih kalau udah keluar bawelnya.”
“Ngga boleh bertengkar juga…”
“Siap ABK….!!!!”
“Ssstttt…..Lo tuh, ntar Hendra denger lagi.”
“Ups…”
“Iteuh si Ferdi….potokopi.”
“Eehh…..maap…..Tapi kan diaturan Ihrom, ngga ada larangan potokopi.”
“Aa….tangan aku gatel, katanya ngga boleh digaruk.”
“Boleh Hendra, tapi asal jangan sampai kulitnya terkelupas. Sini sama gw aja. Mana yang gatel ?”
“Ini A….” Ucap Hendra sambil memberikan tangan kanannya.
Kemudian Andri mengusap-usap bagian yang gatel.
“Masih gatel ngga Hen…?”
“Udah agak mendingan A…..”
“Ya udah, lo duduk disini aja, samping Ferdi. Gw duduk diseberang situ.”
“Siap A…”
Tidak terasa perjalanan menuju ke Mekkah, kami telah tiba di Hotel Hilton yang berada persis diseberang Mesjidil Haram…
“Aa….aku ngga sabar pengen cepet liat Ka’Bah…”
“Sabar ya Hen…kita kan harus taro tas dulu. Lo masih satu kamar dengan gw, ntar kalau udah nikah, lo pindah ke kamar penganten ya…”
“Iya A….”
Setelah kami menyimpan semua koper dan bersitirahat sejenak, kami semua masuk menuju Mesjidil Haram melalui pintu utama bernama King Abdul Aziz. Karena letaknya berhadapan dengan hotel Hilton.
Kami semua melakukan ritual ibadah Umroh, karena setiap orang yang baru datang di kota Mekkah, wajib melakukan ibadah Umroh.
Tidak ada kata yang bisa aku ucapkan pada saat melihat Ka’Bah untuk pertama kalinya. Aku dan Andri saling berdecak “Allahuakbar” karena kami diberikan kesempatan untuk datang ke tempat paling suci sedunia.
Setelah melakukan Tawah, Sai dan mencukur rambut, kami semua meminum air zam-zam dari keran yang terdapat disetiap sudut mesjid ini.
“Andriku sayang….sekarang udah boleh kan bermesraan.”
“Iya Fer…Lo mau balik ke hotel atau masih mau disini ?”
“Aku ikut apa maunya kamu sayang…”
“Gw masih pengen melihat Ka’Bah. Duduk di deket makan nabi Ibrahim aja ya Fer….”
“Iya sayang….sambil lihat pintu Ka’Bah yang terbuat dari emas.”
“Gw panggil Hendra dulu ya, siapa tau dia mau ikut…”
“Aku tunggu disini aja ya…”
Andri pun menghampiri Hendra yang sedang mengantri untuk dipotong rambutnya. Selang beberapa saat, Andri kembali bersama Hendra.
“Yuk Fer….Hendra pengen ikut juga.”
“Sipppp…”
“Aa…Tumit kaki aku pegel pisan siah….”
“Ntar gw pijitin ya kakinya, sekarang lo masih kuat kan jalan kesana.”
“Kuat A…tapi pelan-pelan aja ya…”
“Iya Hendra…”
Walaupun aku sudah terbiasa untuk berjalan kaki, namun selalu menggunakan sepatu. Ternyata pada saat tidak menggunakan alas kaki, terasa sangat sakit ujung tumit kami. Jarak antara bukit Shafa dan bukit Marwah sekitar 400meter, dan kami harus berjalan sebanyak 7 kali pulang pergi antara ke dua bukit tersebut.
Setelah kami sampai didepan makan Nabi Ibrahim, kami pun duduk bersila.
“Aa…Pintu itu tuh namanya apa ?”
“Tadi gw baca di buku panduan, nama pintunya Multazam.”
“Katanya kalau berdoa di depan pintu Multazam, Insya Allah pasti akan terkabul.”
“Amin…..Moga-moga terkabul ya A…”
“Hen…Besok jam berapa Ijab Kabul nya ?”
“Jam 9.30 Fer…Syekh nya ntar mau ke hotel.”
“Sekarang pulang ke hotel dulu kalau gitu, sekarang udah jam 12 malam loh.”
“Siap A….”
Kami pun mininggalkan Masjidil Haram yang selalu dipadati orang untuk melakukan ibadah.
“Hen…kamu mau minum kopi dulu ngga di toko itu ?”
“Mau Fer…dari tadi aku teh pengen minum kopi…”
“Ya udah mampir aja dulu”
“Sayang…kamu mau kebab ngga ? Asli kebab arab kalau ini sih”
“Iya Fer…gw pengen coba juga kebab arab.”
“Harganya berapa Fer ?”
“Aku ngga tau, moga-moga aja mereka bisa bahasa Inggris.”
Aku memesan 1 gelas kopi, 2 gelas teh dan 3 porsi kebab kambing.
Seluruhnya 12 real, ternyata sangat murah sekali makan dan minum disini. Padahal lokasinya tepat dibawah hotel Hilton. Namun tokonya menghadap ke arah jalan.
“Fer….murah banget disini mah..”
“Iya ya Fer…gw pikir harganya bakal mahal. Kebabnya juga enak banget.”
“Aku juga ngga ngira kalau harganya semurah itu.”
Kami semua menikmati Kebab daging kambing. Setelah selesai makan kebab, kami pun langsung bergegas menuju kamar hotel yang berada di lantai 9.
Di kamar disediakan 3 kasur single. Jendela kamarnya sangat unik, terbagi menjadi delapan bagian. Walaupun hotel ini bintang 5, namun fasilitasnya tidak terlalu modern. Hanya terdapat tv berukuran 14 in.
Setelah kami bergantian mandi, kami langsung merebahkan diri dikasur. Andri tidur diantara aku dan Hendra. Tidak beberapa saat, kami semua langsung terlelap.
~Pov Oktaviandri~
“Fer….bangun, udah jam setengah 3 pagi. Ngga usah mandi, langsung ke mesjid aja ya.”
“Iya sayang…tapi mataku masih ngantuk. Peluk dulu.”
“Duh…sejak kapan lo bisa semanja ini sih Fer ?”
“Bentar aja sayang….”
“Iya Fer….” Ucap gw sambil memeluk badannya Ferdi dari belakang.
“Udah ya….cepet bangun dan ambil air wudlu.”
“Iya Andriku sayang….”
Ferdi pun bangkit dari kasur menuju kamar mandi. Sekarang gw harus bangunin Hendra yang masih sangat terlelap.
“Hen….bangun ya...”
“Aku masih pengen tidur A….”
“Hen….cepet bangun, ntar keburu Subuh loh.”
“Atuh A….” ucap Hendra sambil menutup tubuhnya dengan selimut.
Gw buka kembali selimut yang menutupi tubuhnya Hendra, kemudian gw peluk badannya dari belakang.
“Hen…bangun ya sekarang…”
“Angkatin atuh A badan aku nya…”
Seperti biasa, agak susah bangunin Hendra jika manjanya keluar.
“Yuk sini, gw angkat, tangannya mana ?”
Hendra menjulurkan tangannya ke arah gw, kemudian gw tarik tangannya sehingga badannya Hendra terangkat dari kasur. Setelah berdiri, Hendra memeluk badan gw dengan posisi kepala disenderkan ke pundak gw.
Gw tuntun Hendra menuju kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Ferdi telah terlebih dahulu selesai dari kamar mandi.
Setelah kami siap semuanya, kami langsung menuju mesjid untuk Shalat Tahajud dan menunggu shalat Subuh. Sudah sangat ramai sekali di Masjid, namun kami masih kebagian tempat duduk di pelataran Ka’Bah.
Kira-kira jam 6 pagi kami keluar dari Masjidil Haram, gw dan Ferdi langsung menuju kamar, sedangkan Hendra menuju kamar kedua orang tuanya yang masih satu lantai dengan kamar kami.
“Andriku sayang….Aku pengen mandi sama kamu. Boleh ya…”
“Iya Fer….tapi ngga boleh ngapa-ngapin loh…”
“Iya sayang…”
“Ya udah, yuk mandi. Takut keburu siang, abis ini kita langsung sarapan ya..”
“Siiippp…”
Walaupun gw sudah sering banget melihat tubuhnya Ferdi, namun tetap saja jika melihat dia dalam keadaan telanjang, hasrat gw langsung muncul.
“Tahan….tahan….”Ucap gw dalam hati.
“Sayang….kenapa mata kamu merem gitu ?”
“Terus ini kenapa kok ada yang bangun…”
“Ferdi…lo tuh jahil banget. Tadi kan lo udah mengiyakan ngga ngapa-ngapain.”
“Iya sayang…tangan aku aja yang jahil.”
“Nakal nih tangan.”
“Heddehh…udah lepasin tangannya.”
“Iya Andriku sayang…padahal tangannya masih betah disini.”
“Dasar nakal tuh tangannya.”
“Lo balik badan, gw sabunin dari belakang ya….”
Kami pun saling menyabuni tubuh bergantian. Terkadang tangan gw juga sedikit jahil untuk memegang kemaluannya Ferdi yang sedang berdiri tegak lurus.
“Fer….gw mau ini…”
“Nah loh….sekarang kamu yang minta kan ?”
“Hehehehe…bercanda.”
“Beneran juga ngga apa-apa kok.”
“Ntar aja ya…kalau udah balik ke Indonesia.”
“Iya Andriku sayang…”
Setelah kami selesai mandi dan berpakaian gamis putih, kami bergegas menuju restaurant Al Fayhaa yang berada di lantai 6 untuk sarapan pagi.
“Dri….kamu makannya harus banyak.”
“Lihat tuh ibu-ibu yang pake kerudung hitam dan mukanya juga tertutup sama sekali.”
“Roti cane nya 4 lapis, ada kari kambing, nasi briyani, sate kambing 4 tusuk besar.”
“Itu mungkin makan dengan suaminya kali Fer….”
“Dari tadi aku lihat sendirian kok…”
“Disini porsi makannya banyak banget.”
“Terus kalau mukanya ketutupan cadar gitu, cara makannya bagaimana Fer…?”
“Dibuka dari bawah setiap mau memasukkan makanan ke dalam mulutnya.”
“Oh iya ya…cadar bawahnya diangkat dikit.”
“Itu kan sate kambungnya gede-gede. Gw aja 1 udah cukup.”
“Mungkin kalau disini, cewek semakin gendut, semakin seksi. Kalau di Indonesia kan, cewek semakin kurus, semakin seksi.”
“Iya ya Fer…”
“Aa…..aku sudah siap…”
“Eh Hen…kamu kok cakep banget.”
“Iya fer…tadi aku dikasih bedak dikit sama si Mamah. Katanya supaya kelihatan beda.”
“Syehk nya udah datang belum ?”
“Tadi sih udah ditelpon ke KJRI, katanya mereka sudah menuju ke hotel.”
“Lo udah siap jadi penganten ?”
“Siap A…”
“Kan bulan depan aku udah mulai kerja.”
“Terus rencananya mau bulan madu kemana ?”
“Aku mau ke senggigi aja Fer…katanya disana pantainya bagus banget.”
“Bagus Hen…aku pernah kesana sekali. Suasananya juga mendukung banget untuk bulan madu. Tapi kamu jangan nginep di kuta Lombok.”
“Emang kenapa gitu Fer…”
“Terlalu sepi kalau disana. Nginepnya di Senggigi aja. Lebih seru kok”
“Iya ya Fer….aku udah pesen paket bulan madu di senggigi. Katanya juga lebih rame disana.”
“Hotel apa disananya ?”
“Senggigi Beach hotel kalau ngga salah.”
“Ooo…itu sebelahan dengan Intan Laguna Hotel. Gede banget hotelnya Hen….Nyambung dengan pantai.”
“Kalau malam, biasanya suka ada acara di pinggir pantai. Asik banget buat nongkrong.”
“Tapi kamu jangan kaget ya kalau liat tokek disana.”
“Emang kenapa tokek di sana Fer…”
“Yang besar, panjangnya bisa semeter lebih.”
“Haaa…Gede banget Fer….”
“Iya Hen…asal jangan dipegang aja. Ngga akan nyerang kok.”
“Hen….ntar lokasi nikahnya dimana ?”
“Katanya sih didepan Ka’Bah. Sambil berdiri kok.”
“Terus Rena juga kesana.”
“Katanya sih ngga.”
“Mempelai wanita nunggu di pintu Babussalam.”
“Ngga sama kayak di Indonesia ya Hen….kan biasanya mempelai wanita ada di samping mempelai pria.”
“Iya A…kalau disini katanya dipisah.”
“Aa….aku udah dipanggil sama si Mamah tuh…Langsung ke masjid yuk A..”
“Iya Hen…gw juga udah beres kok sarapannya.”
“Fer…lo masih udah beres belum ?”
“Udah sayang…yuk kita berangkat ke masjid.”
Kami bertiga beranjak meninggalkan Restaurant ini menuju ke Masjidil Haram. Di depan kedua orang tuanya Hendra ada seseorang yang menggunakan baju kebesaran Arab, sepertinya Syekh yang merangkap menjadi penghulu. Di sampingnya ada orang yang menggunakan pakaian lengkap berjas dan berdasi, sepertinya orang dari KJRI yang mencatat pernikahan.
Kami yang bergender lelaki, masuk kedalam Masjidil Haram bersama mempelai pria, sedangkan yang bergender wanita, menunggu di depan pintu Babussalam bersama mempelai wanita.
Ternyata sangat simple sekali menikah di sini, tidak menggunakan adat istiadat yang kadang sangat merepotkan dan bisa menghabiskan uang yang sangat banyak. Hanya sekitar 30 menit, acara ijab kabul pun telah selesai.
Gw berdiri tidak jauh dari Hendra. Ada rasa haru pada saat dia telah mengucapkan ijab kabul.
“Andriku sayang….kamu sedih ya…”
“Ngga Fer….gw malah bahagia lihat Hendra sekarang sudah menikah.”
“Tapi kadang gw kangen masa-masa waktu kita masih sekolah.”
“Dia sangat manja sama siapapun, terutama sama gw.”
“Bercanda dengan nyokap gw.”
“Setia menemani gw pada saat bahagia dan terpuruk”
“Kita sama-sama tumbuh menjadi dewasa.”
“Kayaknya waktu begitu cepat berputar.”
“Gw kangen semua itu Fer…” Ucap gw. Air mata gw semakin banyak mengalir di pipi.
“Iya sayang….aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan kok.” Ucap Ferdi, sambil mengelus punggung gw.
“Hapus dulu air matanya, ngga enak kalau sampai Hendra liat kamu menangis.”
“Iya Fer…..”
“Fer….gw ngga minta janji dari lo, tapi gw cuma mohon, jangan tinggalin gw ya…. Gw sayang banget sama lo Fer.”
“Iya Andriku sayang….aku juga sayang banget sama kamu.”
“Walaupun nanti kita akan berpisah oleh jarak, tetapi kamu selalu ada di hati aku.”
“Makasih ya Fer….lo selalu buat hati gw merasa nyaman.”
“Fer…Waktu kita manasik, katanya kita boleh meng umroh kan orang yang sudah meninggal. Nanti setelah shalat Dzuhur, gw mau meng umroh kan nyokap gw.”
“Kalau lo capek, tunggu aja di kamar hotel ya.”
“Aku temenin dong sayang. Kamu kan harus ambil Miqat. Ntar kalau ada yang memperkosa kamu dijalan bagaimana ?”
“Lo yakin mau nemenin gw…? Ambil miqatnya jauh loh.”
“Iya sayang…aku temenin. Ntar mau ambil miqatnya dimana ?”
“Di buku panduan sih ada beberapa tempat, yang gw inget Tanim dan mesjid Al Ji’ranah.”
“Ke Mesjid Al Ji’ranah aja ya…”
“Iya Andriku sayang…kesananya pake taksi aja ya, kalau pake umum, kita kan ngga tau, ntar malah nyasar lagi.”
“Iya Fer…gw juga ngga tau kesananya pake apa. Yang gw baca, lokasinya ada di Wadi Saraf. 24km dari kota Mekkah.”
“Siipp kalau gitu, nanti setelah shalat Dzuhur, kita mandi besar lagi, terus pake baju Ihrom ya sayang.”
“Iya Fer…tp inget ya aturan kalau sudah pake baju Ihrom”
“Iya Oktaviandri….ngga boleh panggil sayang kan ?”
“Ngga perlu menyebut nama lengkap juga Fer…”
“Aa….sekarang aku udah resmi jadi penganten.”
“Selamat ya Hen….”Ucap gw sambil memeluk badannya Hendra.
“Hen…lo ngga boleh pundungan lagi ya. Sekarang kan bukan anak kecil lagi.”
“Siap A…tapi kalau manja sama si Aa masih boleh kan ?”
“Kalau itu sih boleh Hen….Lo juga boleh pundung kalau sama gw. Tapi sama yang lain ngga boleh ya.”
“Iya A….tapi si Aa mah jarang banget bikin aku pundung, yang aku inget, terakhir waktu kita jalan-jalan ke Jogjakarta.”
“Iya Hen…gw juga masih inget itu. Makanya gw sama sekali ngga berani lagi buat lo jadi pundung.” Ucap gw sambil melepaskan pelukan gw
“Hen…selamat ya…”
“Makasih ya Fer…”ucap Hendra sambil memeluk tubuhnya Ferdi.
“Fer….kata Rena, kadonya bagus banget. Tapi ngga boleh dibawa kalau aku lagi berlayar. Harus ditaro dirumah.”
“Iya Hen….Itu kan miniatur buat nemenin Rena, kalau kamu lagi ada di laut.”
“Kamu kok ngga mau lanjut sekolahnya ?”
“Ngga ah Fer…aku pengen kerja di kapal, ntar aja kalau udah bosen, aku mau lanjut sekolah.”
“Ya udah kalau gitu, kan kamu juga kerja diperusahaan orangtuaku. Gampang kalau mau minta ijin buat sekolah lagi.”
“Siap ABK !!!”
“Hen....ke tempat Rena yuk…kayaknya lo udah ditungguin tuh.”
“Iya A…aku juga mau kesana. Pengen cepet-cepet ketemu si beib. Kan sekarang mah udah resmi jadi istri aku. Jadi aku udah bisa ncus-ncus ntar malam.”
“Yuk kita jalan kesana.”
“Siap A…”
Author memohon maaf jika tidak semuanya Author mention.
Part 57 adalah final dari keseluruhan cerita Coklat Cap Ayam Jago.
Besok malam author usahakan untuk upload part 57.