It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@savanablue : iya nih, ada awal, ada akhir juga. Kan jangan sampai menggantung.
Lanjut ya ke part yang terakhir
@arieat : Lanjut ya ke part 57.
Bi....kalau Ferdi kan memang the have banget lah. Rumahnya aja di Singapore. Tetapi kalau Hendra, the have aja, levelnya masih jauh dibawah Ferdi.
Sedangkan Andri...sama sekali bukan orang berada, tetapi dia punya keinginan untuk menjadi orang yang berhasil.
Kadonya dari Andri sebenarnya agak sedikit mahal, tetapi dia selalu mengumpulkan uang utk membeli kado itu. 3.5thn cukup untuk membelinya.
Untuk endingnya...baca ya di part 57
@sean242 : lanjut ya ke part 57
~Pov Ferdiansyah Putra Perdana~
Hari ini adalah hari terakhir kami berada di kota Mekkah, besok pagi kita sudah harus meninggakalkan kota ini menuju Medinah.
Rencananya setelah sarapan pagi, kami semua akan berkeliling kota Mekkah.
“Fer….bawa apa aja hari ini ?”
“Yang pasti kacamata hitam dan kain putih untuk menutup muka. Suhunya hari ini naik sampai 58 derajat celcius. Katanya sih bisa sampai 60 derajat.”
“Kamu pake pelembab bibir dan body lotion dulu. Takutnya pecah bibirnya.”
“Iya Fer…”
“Sayang…sini dulu, badannya aku oles ya.”
Andri menghampiriku, sebelum aku mengoles tubuhnya dengan menggunakan body lotion, aku putar badannya Andri, kemudian aku peluk tubuhnya Andri dari belakang.
“Fer…jangan erat-erat, gw ngga bisa nafas.”
“Aku kok selalu kangen ya sama kamu.”
“Tapi jangan sekarang ya kalau mau, ntar aja kalau udah di Indonesia. Lo bebas deh mau apa aja.”
“Bener ya sayang….Aku udah ngga tahan.”
“Heddehh….Kita kan sekarang lagi ibadah, bukan lagi bulan madu.”
“Iya Andriku sayang, kamu balik badan, sekalian buka dulu baju dan celananya.”
Walaupun banyak lelaki yang berusaha mendekatiku, namun hati dan badanku hanya aku persembahkan untuk Andri seorang. Apa yang aku inginkan bisa aku dapat dari Andri, jadi aku tidak perlu mencari kepuasan dari orang lain. Aku juga tidak tega jika sampai dia terluka hanya gara-gara perbuatanku yang sembrono.
“Sayang…celana dalamnya sempit banget ya ?”
“Ngga kok, ukurannya pas.”
“Itu kok ada yang keluar dari celana dalam kamu.”
“Lo tuh ya Fer…tadi sih pake acara peluk-pelukan segala. Jadi aja ada yang bangun kan…”
“Aku ngga sabar pengen cepet pulang ke Indonesia.”
“Iya Ferdi….Tapi ntar malam, temenin gw ya ke masjid. Gw mau tawaf semaleman sampai subuh.”
“Iya sayang…pasti aku temenin. Kamu minta apa aja, pasti aku kasih kok.”
“Makasih ya Fer….gw beruntung banget bisa jadi bagian dari hidup lo.”
“Ngga dong sayang, aku yang beruntung banget, soalnya kamu type aku banget. Terutama kesederhanaan kamu yang tidak pernah berubah sampai sekarang.”ucapku sambil melumuri badannya Andri dengan body lotion.
“Nih udah semua badan kamu aku balur dengan body lotion. Tinggal bibirnya dikasih pelembab.”
“Pelembab bibirnya lo taro dimana Fer ?”
“Sini aku yang kasih pelembabnya.”
Cup….
“Ferdi….kok malah dicium sih.”
“Abis bibir kamu menggoda sih.”
“Boleh lagi ya…”ucapku
Sebelum Andri mengiyakan, ternyata dia terlebih dahulu mencium bibirku dengan binal. Aku seperti tersengat listrik ribuan watt. Hasrat ku langsung naik tajam.
“Saa…saayy…sayang….uuddah ya…”
“Makanya lo jangan suka memancing. Udah tau gw juga lagi birahi tingkat tinggi.”
“Iya Andriku sayang… Sini bibirnya, aku oles pelembab dulu.”
Kemudian aku oles bibirnya menggunakan pelembab. Terlihat agak sedikit berminyak bibirnya Andri. Aku kecup sekali lagi.
“Fer…lo masih ngga kapok ya…”
“Iya sayang…jangan melotot gitu. Serem liat mata kamu kalau udah seperti itu.”
“Makanya, jangan suka mancing.”
“Lo sekarang telanjang, gw olesin badannya dengan body lotion.”
“Iya sayang…”
Aku pun melepas kaos dan celana pendek yang aku gunakan. Hanya tersisa celana dalamku yang menempel pada tubuhku.
“Aaahhhhhh…..Sayang” Lenguhku, karena tiba-tiba Andri menggenggam kemaluanku yang dari tadi masih berdiri tegak.
“Enak ya Fer…?”Tanya Andri dengan muka polos.
“1 menit aja kamu elus-elus, aku jamin celana dalamku ngga akan bisa kugunakan lagi.”
“Gw kulum kalau gitu ya…”Ucap Andri sambil tersenyum meledek.
“Kamu tuh ya…awas aja kalau udah samapi Indonesia, ngga akan aku kasih ampun.”
“Weeiiiittt….ngga boleh mengancam.”
“Kamunya sih…ikut-ikutan menggoda aku.”
“Iya Ferdi…sini body lotionnya. Gw oles seluruh badan lo…”
Andri pun mulai mengoles body lotion keseluruh badanku. Setelah dirasa merata, kami pun menggunakan pakaian casual.
Aku mengecek perlengkapan yang akan dibawa untuk city tour di kota Mekkah, mulai dari kacamata hitam, kamera, kain penutup kepala, dokumen perjalanan, dompet dan botol minuman.
“Yuk sayang…kita sarapan dulu, sekalian berangkat ya.”
“Kunci kamarnya kamu yang pegang”
“Iya Fer…Gw yang bawa kunci kamarnya.”
Kami pun bergegas meninggalkan kamar menuju Restaurant yang berada 3 lantai dibawah kamar kami. Sudah agak banyak tamu hotel yang bersarapan dipagi hari ini. Namun masih ada banyak tempat duduk yang kosong, sehingga dengan mudah kami dapat memilih posisi yang strategis.
“Hendra…!!!” Teriakku memanggil Hendra yang baru masuk ke dalam restaurant.
“Fer….Si Aa kemana ?”
“Tuh lagi ambil makanan.”
“Rena kok ngga barengan turun ?”
“Tadi dia ke kamar orang tuanya dulu Fer…”
“Kamu ambil makanan dulu sana…”
“Aku tunggu disini ya.”
“Siap ABK !!!”
Tidak beberapa lama, Andri pun kembali ketempat duduk kami.
“Fer…gantian sana, gw udah ambil nasi briyani dan susu murni.”
“Tadi ada Hendra, dia lagi ambil makanan.”
“Ya udah suruh duduk disini aja kalau begitu.”
“Siiippp….Aku ambil makanan dulu ya..”
Aku beranjak dari kursi menuju tempat makanan. Banyak sekali pilihan makanan untuk sarapan pagi ini. Tapi memang budaya orang Arab, porsi makannya jauh lebih banyak dibanding porsi makan orang Indonesia.
Setelah mengambil makanan, aku kembali. Ternyata sudah ada Hendra sedang bercanda dengan Andri. Kami pun menikmati sarapan pagi bersama.
“Hen…gimana malam pertamanya ? Berhasil ngga ?”
“Ngga euy Fer….susah pisan siah…”
“Terus si Beib nya juga kesakitan melulu, jadi aja aku nya ngga tega.”
“Lo mungkin kurang pemanasan kali…”
“Emang harus gimana dulu A ?”
“Gw juga belum pernah nyoba sih Hen…tapi menurut referensi yang pernah gw baca, sebelum lo melakukan penetrasi, lo harus rangsang dulu bagian sensitive dari istri lo.”
“Aa…aku kan ngga tau mana bagian yang sensitive nya ?”
“Lo harus cumbu dulu, mulai dari bibir, terus turun ke buah dada. Tapi jangan digigit ya…”
“Terus….Terus….Terus….”
“Setelah itu, lo mainin tuh yang ada diantara kemaluan wanita, namanya klitoris.”
“Cek bagian dinding kemaluan wanitanya, kalau sudah agak basah, baru deh melakukan penetrasi.”
“Tapi pelan-pelan ya….”
“Siap A….Ntar malam aku mau coba lagi.”
“Hen…itu Rena, suruh duduk disini.”
“Iya Fer…aku kesana dulu ya…”
Hendra bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan ke arah Rena yang baru masuk Restaurant bersama kedua orang tuanya.
Beberapa saat kemudian Hendra kembali ketempat kami bersama Rena.
“Hai Ren....seger banget pagi ini ?”
“Iya dong Fer….harus tampil segar. Kamu juga kayaknya sumringah banget.”
“Abis ngapaian aja hayo semalem ?”
“Weeiiitt…kita ngga lagi Bulan madu, jadi ngga ngapa-ngapin.”
“Yakin A Andri….Tuh mukanya A Andri juga sumringah gitu.”
“Lo tuh ya Ren…Dijamin ngga ngapa-ngapain.”
“Tapi tangannya Ferdi gerayangan kan…?”
“Cuma dikit aja kok Ren….Keburu di geplak tuh ama Andri.”
“Ren…lo ambil makan dulu sana. Kita udah dari tadi.”
“Duh…ni orang, mengalihkan topik secara halus. Ya udah aku ngambil makanan dulu ya…”
Kulihat Rena meninggalkan kami bertiga untuk mengambil makanan dan minuman. Pagi ini kami sangat menikmati moment-moment kebersamaan. Hal ini jarang sekali terjadi, mengingat kesibukan kami masing-masing.
Setelah selesai sarapan, kami bergegas menuju bis yang telah terparkir di samping hotel Hilton. Ternyata sudah ada pemandu wisata yang siap menjelaskan segala sesuatu tentang lokasi-lokasi yang akan kami kunjungi di hari ini.
Sebelum bis bergerak, kami pun melakukan doa bersama untuk keselamatan kami selama perjalanan sampai dengan tiba kembali di Hotel Hilton. Setelah berdoa, bis pun mulai melaju. Aku sama sekali tidak paham, arah dan tujuan bis ini bergerak, karena ini kali pertama aku menginjakkan kaki di Mekkah.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, kita sebentar lagi akan sampai di Jabal Nur dan Gua Hira.”
“Di Gua ini Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama, yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5”
“Jabal itu jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, adalah gunung atau bukit. Tetapi berbeda dengan gunung di Indonesia yang dipenuhi rumput dan tumbuh-tumbuhan. Gunung disini sangat gersang. Hanya terdapat bebatuan.”
“Nah ini dia Jabal Nur….Bapak-bapak dan ibu-ibu bisa turun dari bis untuk melakukan foto bersama.”
Kami pun segera turun dari bis untuk melakukan foto bersama.
“Fer…panas banget ya di luar. Kayaknya gw tambah hitam deh…”
“Semakin hitam, kamu semakin seksi sayang, Jarang-jarang kan liat bule yang hitam.”
“Tapi ini belum seberapa panas loh, ntar siang jauh lebih panas lagi.”
“Iya ya Fer…pagi aja, udah kerasa banget panasnya.”
“Eh itu ada papan pengumuman, apa ya isinya ?”
“Liat aja yuk sayang…”
Kami pun menuju papan berwarna hijau yang terbagi menjadi 3 bagian.
“Fer…ada bahasa Indonesianya, intinya sih kita ngga boleh mengambil batu atau tanah disini untuk dijadikan jimat atau sejenisnya. Musyrik.”
“Aa….aku kepanasan siah…”
“Sini Hen…pake kain punya gw, buat nutup kepala dan muka lo.”
“Iya A….sakit banget ke kulit.”
Andri pun memberikan kain putih yang berbentuk sorban kepada Hendra.
“Si Aa ngga kepanasan gitu…”
“Gw ngga masalah Hen, lagian Ferdi lebih suka kalau gw tambah hitam.”
“Iya Hen….Andri kan lebih seksi kalau kulitnya tambah hitam.”
“Atuh nanti ngga keliatan bule lagi A…?”
“Ya ngga masalah Hen…kan yang ngeliat cuma Ferdi aja.”
“Iya ya A…aku juga mau gitu sama si Beib, apa yang dia suka, aku harus turutin.”
“Tapi da si Beib mah suka kalau aku putih A…”
“Makanya lo jangan kepanasan, supaya kulitnya ngga hitam.”
“Tapi memang dasarnya kulit lo putih kan…mau kejemur juga, ntar balik lagi jadi putih.”
“Hen…foto bareng yuk…itu udah pada kumpul semuanya.”
“Siap ABK !!!”
Kami bertiga bergabung dengan rombongan lainnya untuk melakukan foto bersama. Setelah foto bersama, kami melanjutkan perjalanan. Kembali pemandu wisata berbicara. Tujuan wisata selanjutnya adalah Jabal Tsur. Gunung ini merupakan tempat dimana Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kaum Quraiys.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Jabal Rahma. Gunung ini dipercaya sebagai tempat pertemuan antara Nabi Adam dan Hawa setelah keduanya terpisah saaat turun dari surga. Dan disini pula Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3.
Dari Jabal Rahma, perjalanan dilanjutkan menuju Mina, Muzdalifah dan Padang Arafah. Kota ini hanya digunakan pada musim haji. Tepatnya tanggal 9 Zulhijah setiap tahunnya. Karena waktu yang sangat terbatas, kami hanya melihat dari dalam bis saja.
Pemandu wisata hanya menceritakan beberapa kejadian yang pernah terjadi di kota ini. Salah satu yang aku ingat adalah tragedi terowongan Mina pada tanggal 2 Juli 1990. Banyak jemaah haji yang terperangkap di dalam terowongan. Akibat dari tragedi itu 1.426 jemaah haji tewas karena kekurangan oksigen. Kebanyakan jemaah haji yang tewas berasal dari Asia.
Dari kota ini, perjalanan dilanjutkan menuju museum Kiswah. Menurut pemandu wisata, Kiswah adalah kain penutup Ka’Bah. Aku, Andri dan Hendra sangat berantusias untuk melihat ke dalam museum ini. Di dalam museum ini, terdapat tangga menuju Ka’Bah yang terbuat dari kayu. Masih banyak lagi hal yang dipamerkan di sini, alat tenun untuk membuat Kiswah, miniatur Mesjidil Haram dan Mesjid Nabawi, tetapi yang membuat aku tertarik adalah gambar sumur air zam-zam.
“Hen…sini…Liat gambar ini.”
“Kenapa gitu Fer…”
“Kok kayak sumur, tulisannya arab semua, aku ngga ngerti.”
“Ini kayaknya sumur zam-zam…”
“Eh iya ya Fer….itu putih-putih apaan ya ?”
“Es gitu Hen…”
“Tapi kan di Mekkah panas banget, kok bisa ya di dalam sumurnya ada es nya.”
“Sepertinya sih es Fer….coba aja lo minum air keran di mesjid, pasti rasanya dingin banget kan.”
“Itu mukzizat Yang Maha Kuasa Fer…”
“Iya ya A…Hebat banget, padahal kalau lihat kota Mekkah, meni gersang pisan.”
“Kemarin sih gw denger dari pemandu wisatanya, kebutuhan air minum di Mekkah dan Medinah, hanya menggunakan satu sumur itu.”
“Tapi kalau untuk mandi dan siram tanaman, mereka mengambil air laut yang sudah diproses.”
“Hebat pisan ini Negara teh….”
“Sebenarnya Indonesia juga hebat banget, tetapi karena sumber daya alamnya sangat melimpah, membuat orang-orang pada terlena Hen…jadi aja kreatifitasnya kurang berkembang.”
“Coba kalau kamu lihat Negara Singapore, mereka kan sangat terbatas lahannya, makanya mereka memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada.”
“Ooo gitu ya Fer….jadi kesimpulannya, kalau kita dalam keadaan sulit, kreatifitas kita akan jauh lebih berkembang.”
“Iya Hen…tuh buktinya si bule hitam.”
“Dia mana pernah mau dibantuin masalah keuangan. Tapi buktinya dia bisa lulus kuliah dengan nilai yang sangat memuaskan.”
“Lo tuh ya Fer….sekarang bilang gw bule hitam, kalau gw putih aja, pasti lo ngga suka.”
“Iya Andriku sayang….tapi kan kamu memang hitam.”
“Tapi bener apa yang kamu bilang Fer….Aku selalu dimanja sama si mamah, makanya aku santai-santai aja. Kalau kamu ngga bantuin aku waktu kuliah, mungkin aku belum lulus sampai sekarang.”
Setelah puas kami melihat-lihat museum Kiswah, kami kembali menuju bis. Selang beberapa menit, bis pun kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju Hotel Hilton.
Pada saat aku turun, terdengar suara Adzan Dzuhur, sehingga kami langsung menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat wajib.
~Pov Oktaviandri~
Setelah melakukan Thawaf perpisahan, gw segera menuju ke dalam bis. Menurut buku panduan, kita tidak boleh melirik ke belakang. Sebenarnya dalam hati gw, masih belum rela untuk meninggalkan kota Mekkah. Ada sebagian jiwa gw yang tertinggal disini. Gw hanya bisa memohon, agar suatu saat diundang kembali ke kota Mekkah yang begitu memikat hati gw.
“Sayang….kamu duduknya di dekat jendela aja ya…Dari tadi mata kamu ngga kering-kering.”
“Iya Fer….gw kayaknya bakal kangen banget dengan kota ini.”
“Ya udah, ntar kalau kamu mau balik lagi ke sini, tinggal bilang ya. Aku akan selalu memenuhi permintaan kamu.”
“Makasih ya Fer….tapi nunggu gw ngumpulin uang dulu ya.”
“Iya Andriku sayang….”
“Cepet hapus dulu air matanya, tuh Hendra baru naik.”
“Aa….aku sudah beres Thawaf perpisahannya.”
“Eh kenapa mata Aa kok merah gitu…”
“Diapain siah sama kamu ?”
“Nah loh….kok aku yang disalahin Hen ?”
“Itu buktinya si Aa sampai merah gitu matanya. Pasti kamu buat dia sedih siah ya…!!!”
“Ngga Hendra…gw cuma sedih bakal ninggalin kota Mekkah.”
“Tuh Hen….bukan aku loh yang buat Andri sedih.”
“Ooo…dikira gara-gara kamu.”
“Awas aja kalau si Aa sedih gara-gara kamu. Aku mah bakal buat kamu lebih sedih lagi siah !!!”
“Gimana caranya buat Ferdi sedih Hen ?”
“Sama aku mau di gendir aja A..”
“Emang lo berani gitu ?”
“Ngga A….”
“Lo tuh ya….Berarti kalau gw sedih gara-gara Ferdi, lo biarin aja Ferdinya ?”
“Emmmm….aku ncus ncus aja si Ferdi nya A…”
“Bener ya Hen…..Aku udah siap nih…”
“Tuh ya A….si Ferdi mah malah nagih.”
“Ferdi…!!! Lo tuh pura-pura takut gitu, bukannya minta…!!!”
“Iya Sayang….”
“Sini Hen…kamu aja yang aku ncus ncus…”
“Mau…mau….mau….”
“Bener siah Fer…”
“Hendra !!!!”
“Eehh…iiy…iya A…”
“Ngga jadi ah Fer….Si Aa nya udah melotot gitu sama aku.”
“Ini kalian bertiga ngomongin ncus…ncus…”
“Untung aja pada ngga ngerti apa itu ncus ncus”
“Beib…..aku kan dari dulu pengen jadi itu tuh, kayak si Aa.”
“Tapi ngga boleh terus sama si Aa nya”
“Sekali-kali kasih aja A Andri…supaya dia ngga penasaran.”
“Yang penting asal jangan dikasih cewek aja.”
“Bisa disunat 10 kali.”
“Ihhh…si Beib meni kejam begitu sama si Ganteng teh….”
“Ehhh…ngga boleh. Ngga liat apa, ada body guardnya disamping si bule hitam.”
“Heddehh…udah ya, jadi pada ngelantur gini.”
“Fer….Si A Andri mah kalau udah ngomongin yang kayak gini, suka menghindar melulu.”
“Tadi malam udah dikasih belum sih ?”
“Ngga Ren…kan semaleman kita thawaf di mesjid. Pulang ke hotel aja setelah shalat Subuh.”
“Gimana semalem Hen…Berhasil ngga ?”
“Iteuh si Ferdi….atuh jangan di depan si beib nanyanya. Aku kan malu ceritanya.”
“Belum Fer….Masih amatiran dia nya.”
“Atuh Beib…aku kan belum pernah sama sekali.”
“Makanya belajar, kan banyak tuh buku panduannya.”
“Iya Hen…gw pernah baca kok, tapi waktu masih smu. Sekarang udah lupa.”
“Tuh, si A Andri aja belajar, masa kamu ngga mau belajar sih.”
“Iya Beib…ntar aku cari bukunya kalau udah sampai Indonesia.”
“Ya udah kalian pada duduk sana, kayaknya udah mau jalan bisnya.”
“Siap A…”
Bis yang kami gunakan akhirnya berjalan meninggakan kota Mekkah menuju Kota Medinah. Menurut pemandu wisata, jarak antara kedua kota ini kurang lebih 500km, dan ditempuh selama 5-6 jam perjalanan.
Selama dalam perjalanan, tidak ada yang bisa dilihat. Sejauh mata gw memandang, hanya hamparan padang pasir yang gersang. Gw coba alihkan pandangan gw ke arah jendela, namun sama juga, hanya hamparan padang pasir yang tidak berujung.
Setelah 3 jam perjalanan, bis pun berhenti di rest area. Disini terdapat pom bensin, restaurant dan mini market. Tidak ada bangunan lain disekitar rest area ini. Kami semua turun dari bis untuk melepas penat.
“Fer…duduknya samping pemandu wisata yuk…”
“Iya sayang…..”
Gw dan Ferdi pun menghampiri pemandu wisata yang juga ustad di Indonesia.
“Selamat siang Pa Ustad…”
“Siang nak…sini pada duduk disini.”
“Iya Pak…”
“Nama kamu Ferdi kan…Kamu Andri kan…”
“Iya Pak Ustad…”
“Kamu coba beli nasi putih dan ikan goreng, rasanya nikmat sekali.”
“Pa Ustad udah beli belum ?”
“Barusan saya sudah pesan.”
“Oh iya…kalian pesan juga minuman kapulaga dan teh panas. Kalau orang suku baduy yang meracik, rasanya berbeda banget dengan di Indonesia.”
“Buat apa minuman kapulaga Pak ?”
“Kapulaga itu berfungsi untuk mengembalikan stamina tubuh kita. Kamu coba pesan, rasanya dijamin nikmat.”
“Iya Pa…saya pesan dulu.”
“Dri..kamu mau apa ?”
“Sama aja kayak pesanan Pak Ustad.”
“Siippp kalau gitu.”
Sambil menunggu Ferdi, gw berbincang-bincang dengan Pa Ustad. Gw lihat Hendra dan Rena menghampiri kami.
“Assalamualaikum Pa Ustad…”
“Waalaikum salam….sini duduknya.”
“Gimana nih penganten baru…sudah berhasil malam pertamanya ?”
“Belum Pa Ustad…Masih pada amatir semuanya.”
“Pelan-pelan aja Ren…ngga usah terburu-buru.”
“Pa Ustad, kalau pernikahan orang Arab juga kayak kita ya Pak…”
“Sama aja Hen….”
“Tetapi disini lelaki yang membeli perempuan. Dan disini tidak mengenal pacaran. Biasanya mereka dijodohkan oleh kedua orangtuanya.”
“Lalu gimana mereka bisa saling cinta Pa Ustad ?”
“Pertamanya, calon mempelai lelaki datang ke rumah calon mempelai wanita. Jika lelakinya suka, kemudian oleh keluarga lelaki, diperiksa seluruh tubuh calon mempelai wanita dalam kondisi telanjang. Tetapi yang memeriksa wanita semua ya…”
“Buat apa diperiksa Pa ?”
“Untuk menentukan berapa biaya yang harus diberikan pihak lelaki kepada pihak wanita.”
“Semakin cantik dan mulus tubuhnya, harganya pun semakin mahal.”
“Berarti kalau lelaki disini punya uang pas-pas an, ngga bisa dapat cewek cantik dan mulus ya Pa Ustad ?”
“Kira-kira begitu Hen…”
Tak lama kemudian, Ferdi pun datang berasama seorang pelayan yang membawakan 3 nampan yang terbuat dari kaleng.
“Yuk kita makan….”
“Hendra…Rena, mau makan juga ngga ?”
“Mau Pa Ustad….”
“Yuk Beib..kita pesen makanan dulu…”
Hendra dan Rena pun beranjak dari kursinya. Kami bertiga langsung menyantap ikan goreng dan minuman kapulaga. Memang benar apa yang dikatakan oleh Pa Ustad. Ikan gorengnya sangat nikmat sekali.
Setelah semuanya beristirahat di rest area ini, kami pun melanjutkan perjalanan menuju kota Madinah. Bis yang kami tumpangi tiba disana pada pukul 13.30 waktu setempat.
Kami semua menginap di Hotel Al Haram, lokasinya sangat dekat dengan Masjid Nabawi. Gw ngga sabar ingin segera masuk ke dalam masjid Nabawi. Menurut buku petunjuk, masjid ini merupakan masjid termegah yang ada di dunia.
“Fer....langsung ke masjid yuk...”
“Iya sayang, aku juga pengen cepet-cepet lihat dalamnya seperti apa.”
“Eh...Hendra dan Rena diajak juga ya.”
“Sipppp...”
Gw mengetuk pintu kamar Hendra yang berada persis disamping kamar gw.
“Hen...lo mau ikut ke masjid ngga sekarang ?”
“Kalau mau, ajak Rena sekalian ya...”
“Siap A....”
“Aku siap-siap dulu ya...”
“Gw tunggu di bawah ya, tapi jangan lama-lama.”
“Siap A...”
Gw dan Ferdi kemudian berjalan menuju lift hotel untuk turun ke bawah. Kami menunggu Hendra dan Rena di lobby hotel yang berada di lantai 2. Lantai 1 difungsikan sebagai toko-toko yang menjual beraneka ragam barang. Mulai dari emas, jam tangan, baju dan lain-lain.
Hendra keluar dari lift bersama Rena. Setelah itu, kami pun bergegas menuju masjid Nabawi. Masjid ini memang sangat megah sekali, di setiap pilar, dilapisi oleh lempengan emas. Terutama masjid utama yang berada paling depan. Hampir disetiap sudut dilapisi oleh lempengan emas. Ukiran-ukiran yang terdapat diatas langit-langit masjid, terlihat sangat indah dan detail sekali.
**
Setelah sarapan pagi, kami akan melakukan city tour di kota Madinah. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah makam Baqi yang berada persis di sebelah timur masjid Nabawi. Sangat berbeda sekali dengan makam di Indonesia, disini hanya terdapat hamparan luas dengan batu-batu yang tidak berbentuk simetris. Namun batu tersebut merupakan batu nisan yang menandakan dibawahnya terdapat jenasah.
Setelah dari makam Baqi, kami menuju masjid Bani Mu’awiyah. Menurut pemandu wisata, masjid ini dikenal sebagai masjid Ijabah, kenapa demikian, karena Nabi Muhammad SAW, pernah datang ke masjid ini, dan shalat sunat 2 rakaat. Setelah shalat sunat, Beliau meminta 3 permohonan kepada Tuhan YME.
Yang pertama, negeri ini dijauhkan dari bencana kekeringan dan kelaparan. Permohonan ini dikabulkan.
Yang kedua, negeri ini dijauhkan dari bencana banjir besar. Permohonan ini pun dikabulkan
Yang ketiga, mempersatukan umat Islam dan dijauhkan dari pergaduhan antara sesama Islam. Permohonan ini tidak dikabulkan.
Kemudian pemandu wisata itu berpesan kepada kami semua, jika terjadi perbedaan diantara umat Islam, kita harus menyikapinya sebagai anugerah, sehingga tidak menimbulkan fitnah yang dapat menimbulkan perpecahan bahkan bisa menjadi peperangan.
Setelah dari Masjid Bani Mu’awiyah, kami menuju ke Jabal Magnet. Lokasinya sangat jauh dari kota Madinah, sekitar 40km menuju arah kota Tabuk. Kami pun disarankan untuk mematikan seluruh peralatan elektronik, karena gunung ini dapat merusak beberapa komponen elektronik.
Di kiri dan kanan hanya terdapat bukit bebatuan. Tidak ada hal yang aneh, namun bukit ini sebenarnya mengandung magnet yang sangat besar. Menurut pemandu wisata, lokasi ini banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun internasional. Di ujung jalan ini, mobil akan bergerak sendiri dengan kecepatan bisa sampai 120km/jam. Namun tidak untuk sebaliknya.
Setelah sampai ujung, kami pun turun sejenak untuk berfoto-foto di jabal magnet. Cuaca hari ini sangat panas sekali terasa di kulit. Hanya sedikit saja orang yang mau turun dari bis. Menurut pemandu wisata, cuaca siang ini nyaris 60 derajat celcius. Sangat extrime sekali.
“Nah bapak-bapak, ibu-ibu, setelah kita berputar, bis ini akan dilepas kupling dan rem nya. Dia akan bergerak sendiri.”
Sesuai dengan perkataan pemandu wisata, bis ini perlahan-lahan mulai bergerak, semakin lama semakin kencang.
“Kita sekarang sudah melaju mencapai 100km/jam. Sebenarnya bis ini bisa melaju lebih kencang lagi, namun peraturan disini, bis hanya boleh melaju maksimal 100km/jam. Oleh karena itu, supir bis sudah mulai menginjakkan rem, untuk menahan laju bis ini.”
Gw takjub melihat fenomena alam ini. Kuasa Tuhan memang luar biasa.
==End Of Flash Back==
TERMINI STATION ROME ITALY
~Hendra Hargiana~
“Aa...kalau menurut petunjuk, dari ujung jalan kereta, kita belok kiri, terus setelah keluar dari station, kita belok kanan. Ntar ada pertigaan belok ke kiri. Nama hotelnya Torino.”
“Nama jalannya apa Hen ?”
“Disini mah ditulisnya Via Principle Amedeo.”
“Hen...Nama jalannya nempel di dinding ya ? Ada tulisan via gitu”
“Gw belum pernah sama sekali ke Italy.”
“Sama siah A...Aku juga belum pernah.”
“Mungkin via itu artinya jalan ya A...?”
“Bisa jadi Hen...”
“Eh itu ada tulisan Via Principle Amedeo, belok ke kanan lagi kalau gitu.”
“Siap A...”
Ternyata tidak sulit mencari lokasi hotel di Italy, kami hanya kesulitan dalam bahasanya saja. Karena disini jarang sekali petunjuk yang menggunakan bahasa Inggris.
“Aa...duduk aja dulu di situ ya, aku yang check in.”
“Iya Hen...”
Sebenarnya hanya akal-akalan aku saja menyuruh Andri duduk di lobby, aku akan memberikan dia kejutan.
“Yuk A....udah beres.”
“Kamar berapa Hen ?”
“301 A...”
Aku dan Andri berjalan menuju lift yang berada di depan pintu masuk hotel. Setelah sampai di depan kamar 301 aku mengetuk pintu kamar ini.
“Hen....kok di ketok pintunya ?”
“Memang ada orang di dalama ?”
“Siapa tau aja ada jurig A...”
(Jurig = hantu)
Kemudian pintu kamar pun terbuka. Aku segera bersembunyi di belakang tubuhnya Andri.
“Tuh A....ada jurignya kan...”
“Lo tuh Hen....”
“Halo sayang.....”
“Fer, lo kok ngga bilang kalau udah ada di Italy ?”
“Kapan sampainya ?”
“Terus sama siapa lo nginep disini ?”
“Nah loh....datang-datang kok aku langsung dimarahin sih sayang.”
“Puas siah Fer...!!!!” Kataku sambil mnegeluarkan kepala sedikit dari balik tubuhnya Andri.
“Eh ngapain tuyul ngumpet di belakang ?”
“Jawab dulu Ferdi !!!!”
“Eehh...iiy..iya..”
“Sini dulu kamunya, jangan marah-marah dulu ya sayang...”
“Udah ngga usah pake acara peluk-pelukan segala.” Ucap Andri sambil melepaskan tangannya Ferdi.
“Hen...bantuin aku dong...”
“Ngga mau ah...biarin aja kamu dimarahin si Aa...”
“Andriku sayang....aku kan mau kasih kamu kejutan.”
“Tapi bukan kayak gini caranya !!”
“Kamu kan bisa langsung datang ke Belanda.”
“Kenapa harus ketemu di Italy.”
“Pasti kamu udah sekongkol ya dengan Hendra..”
“Atuh A....aku mah ngga ikut-ikutan.”
“Si Ferdi da yang nyuruh aku jemput si Aa teh...”
“Gini sayang....Hendra kan besok harus tugas bawa kapal dari Ancona ke Singapore.”
“Dan aku juga lagi libur Natal sampai Tahun Baru.”
“Jadi aku sekalian bisa ketemu kamu dan Hendra di Italy.”
“Terus kenapa lo nitip hadiah ulang tahun ke Hendra ?”
“Bukannya dari dulu lo ngga boleh kasih kado kalau gw ulang tahun.”
“Duh, kalau bawelnya udah keluar, ngga bisa berhenti.”
“Kalau aku yang kasih, mana mau kamu terima.”
“Makanya, aku nyuruh Hendra yang kasih.”
“Masuk dulu ya sayang....ngga enak didenger kalau ada yang lewat.”
Aku dan Andri pun masuk ke dalam kamar hotel ini.
“Fer...Jendelanya dibuka ya. Aku kepanasan siah.”
“Iya Hen, tapi jangan lama-lama ya, dingin banget diluar soalnya.”
“Siap ABK...!!”
Ternyata sangat ngga nyaman jika suhu terlalu dingin, pada saat kita masuk ruangan, kuping dan tangan terasa panas. Sehingga harus pelan-pelan untuk menyesuaikannya.
“Ini Fer jam tangannya, gw ngga mau terima.”
“Andriku sayang...jangan cemberut terus..”
“Jam tangannya mau kamu pake sekarang, atau mau kamu pake tanggal 1 Januari ?”
“Kalau kamu pakainya tanggal 1 Januari, emmmm....boleh juga sih...”
“Fer...emmmm nya itu pasti lo mau nyiksa gw ya ?”
“Itu sih udah pasti, kan setiap aku ulang tahun, kamu ngga boleh protes.”
“Bener ngga Hen..”
“Iya Fer...si Aa ngga boleh protes selama seharian.”
“Gw nyerah deh Fer...gw pake sekarang aja, daripada lo siksa batin gw.”
“Tapi janji ya, ngga boleh siksa gw pas lo ulang tahun.”
“Hehehe...gitu dong sayang.”
“Aku janji pas ulang tahun ngga akan siksa kamu.”
“Udah ya jangan cemberut.”
“Aku kan kangen banget sama kamu.”
“Iya Fer...gw juga kangen banget sama lo..”
“Hen...sekarang kita jalan-jalan yuk”
“Mau kemana Fer...?”
“Kemarin aku ke piazza de Spagna, banyak tempat untuk minum kopi disana.”
“Siap ABK !!!”
“Aa...aku mau minum kopi.”
“Iya Hendra...ya udah langsung aja berangkat ya.”
“Pake apa dari sini Fer ?”
“Pake metro aja ya sayang...Supaya kamu tau transportasi umumnya disini.”
“Iya Fer...lebih irit juga.”
“Eh disini harus beli kartu langganan dulu atau bayar setiap kita naik ?”
“Disini kita cuma beli tiket BIG seharga 4 euro untuk seharian.”
“Itu bisa digunakan untuk metro, bis dan tram.”
“Belinya dimana Fer ?”
“Banyak kok, di warung-warung majalah atau rokok, pada jual.”
“Ya udah kita berangkat sekarang ya....”
“Siiipppp....”
Kami bertiga bergegas meninggalkan hotel menuju station Termini. Semakin siang suhu udara terasa semakin dingin. Setelah sampai station, Ferdi membeli 3 tiket kereta di warung yang menjual koran dan majalah.
“Fer...itu tiketnya harus di register dulu ngga ?”
“Kalau di Belanda, harus diregister dulu.”
“Iya sayang...tuh mesin registernya. Nempel di pilar.”
“Hebat ya disini mah, di Indonesia kok belum ada ya system kayak gini.”
“Ntar juga ada kok Hen....”
“Tapi waktunya ngga tau kapan.”
Setelah tiket BIG kami diregister, kami pun menuju terminal metro yang berada dibawah station ini. Untuk menuju ke piazza de Spagna, kami harus menggunakan Metro jalur A jurusan Ottaviano.
“Hen...abis station Barberini, kita turun ya di piazza de Spagna.”
“Siap ABK....”
“Berarti ngga jauh ya Fer dari Termini.”
“Deket banget kok Hen....Terus lagi kita sampai Vatikan deh.”
“Tapi sayangnya Natal kan udah lewat 4 hari yang lalu.”
“Pasti seru banget ya kalau bisa liat acara natal di Vatikan.”
“Iya Hen...”
“Tiket kereta ke Ancona sudah aku beli ya Hen.”
“Jam berapa dari station Termini Fer ?”
“Jam 11.30 berangkatnya. Keretanya pake Eurostar.”
“Ntar nyampe sana jam 15.00.”
“Kamu tinggal jalan kaki ke pelabuhanna.”
“Siap ABK !!!”
“Makasih ya Fer…”
“Fer…turun disini kan ?”
“Iya sayang…yuk..”
Kami bertiga turun di station piazza de spagna. Kemudian berjalan ke atas menuju Piazza de Spagna
“Hen….lo cium bau bakar-bakaran ngga ?”
“Iya siah A….kayaknya ada makanan yang dibakar gitu…”
“Bukan Hendra…itu bau kacang kenari bakar. Tuh bapak-bapak yang jual.”
“Pasti si bule hitam udah ngebet liat makanan yang gosong-gosong.”
“Iya Fer…gw mau ya kacang kenari bakar.”
“Lo mau ngga Hen ?”
“Mau A…aku mah penasaran, rasanya kayak gimana ?”
“Beli aja 1 bungkus dulu, kalau suka, beli lagi Hen….”
“Itu isinya 20 biji, harganya cuma 5 euro aja kok.”
“Siap ABK….”
Aku dan Andri berjalan kearah penjual kacang kenari bakar.. Aromanya memang sangat menggoda. Setelah membeli 1 bungkus, kami berdua menikmati kacang kenari bakar.
“Enak ya Hen….ada yang gosong-gosongnya, jadi agak sedikit renyah.”
“Iya A…aku juga suka.”
“Fer…kamu mau ngga ?”
“Ngga Hen…aku udah nyobain kemarin. Ngga begitu doyan.”
“Si bule hitam sih anteng kalau udah dikasih makanan yang agak gosong gitu.”
“Iya Fer….dulu Tante Nur juga pernah bilang, kalau si Aa mah sukanya kerak nasi yang gosong.”
“Gw ngga makan deh kalau gitu…”
“Ya ampun…ni udah ketularan kamu Hen….cepet pundungnya.”
“Habisin ya sayang…ntar kita makan pizza tipis yang di bakar. Pasti kamu suka.”
“Bawahnya gosong gitu ngga Fer ?”
“Agak sedikit gosong, renyah lagi…”
“Si Beib pasti suka pizza tipis bakar. Dulu juga waktu di Bandung, sering makan itu di warung laos.”
Sambil berjalan-jalan di Condotti, aku dan Andri menghabiskan kacang kenari ini. Banyak toko-toko branded berjejeran disini. Tetapi kami sama sekali ngga masuk ke dalam toko tersebut. Ferdi mengajak kami masuk ke dalam salah satu café yang menjual beraneka ragam pizza.
Sepanjang siang menuju sore, kami pun menikmati hidangan pizza sambil bersenda gurau. Kadang aku iri melihat kemesraan mereka berdua. Suatu saat nanti aku akan ajak istri dan anakku kembali ke kota rome untuk menikmati suasana seperti ini. Tetapi tentunya harus ada mereka berdua.
~Pov Oktaviandri~
“Hen….udah ngga ada yang ketinggalan kan ?”
“Sejam lagi keretanya berangkat loh..”
“Udah dicek semua A….Ngga ada yang ketinggalan.”
“Si Aa dari sini mau kemana lagi…”
“Tergantung Ferdi, dia kan ulang tahunnya 2 hari lagi Hen…”
“Fer…kamu mau kemana dari sini ?”
“Besok siang kita mau balik ke Belanda Hen….Aku pengen malam tahun baruan di Amsterdam. Katanya disana lebih seru.”
“Aku malam tahun baruannya di kapal euy….”
“Sedih ngga bisa malam tahun baruan bareng-bareng.”
“Lain kali aja ya Hen….Lagian tahun depan, gw udah balik ke Indonesia kok.”
“Malam tahun baruan di Dago aja, kan lebih seru disana.”
“Siap A….”
“Tapi….tapi….tapi….”
“Kenapa lagi Hendra ?”
“Aku dianterin ke Termini kan ?”
“Iya lah…masa lo jalan sendirian”
“Ya udah yuk, kita berangkat.”
“Sayang, kunci kamarnya jangan lupa ya…”
“Iya Fer…gw yang bawa.”
Kami bergegas keluar dari hotel ini menuju station Termini. Setelah Hendra pergi, kami pun kembali ke kamar Hotel. Rasanya udara semakin dingin.
“Sayang….buat anak yuk…”
“Haaa…berarti ngga usah pake alat KB dong ?”
“Terus siapa yang mau hamil nya ?”
“Emmmmm…siapa ya…”
Belum sempat gw menjawab, Ferdi sudah terlebih dahulu mencium bibir gw. Sejak kemarin gw sudah menahan hasrat untuk berhubungan intim dengan Ferdi, karena ngga enak ada Hendra diantara kita. Namun hari ini tinggal kami berdua.
Mungkin karena sudah berbulan-bulan kami tidak bertemu, hubungan intim ini terasa begitu nikmat. Kami pun saling bergumal, membagi kasih dan saling menerima.
END
sesuai perkiraan ada ferdi yang menunggu
ditunggu cerita berikutnya
akhir yang bahagia, puas baca nya salut buat TS nya, di tunggu cerita terbaru nya
suka pisan lah,, klo crita baru dah dposting kabarin ya kang..
Maaf baru baca mantion nya gaak masuk ABK !
Gak bisa koment apa2, salut buaat authornya... Berharap ada season2nya hehe.
Makasih ya ABK ! Ditunggu next ceritanyaaa
Suka ma endingy.slamat mnikmati hri" tnang kang.abi mah msh kahutangan nh.