It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ayo semangat esaaa \(*o*)/
mention me ok...
still waitin' for it...
ibunya rama janda ...
jangan jangan entar malah merid
hahaha
akhirnya aku bisa update.. tapi bhubung ngetiknya lagi dikejer waktu, jadi harap maklum kalo ada salah ketik ato gimana.. please enjoy..
part 16, 'third step almost done -bang!-
Om le tampak setengah berlari mengejar esa yang berjalan seperti kereta api.
“boss…! Pelan-pelan dong..!!” pinta om le setengah berteriak.
Namun alih-alih mendengarkan , esa malah tetap pada kecepatan berjalannya, malah makin cepat.
‘aduuh.. kenapa ya? Anak muda jaman sekarang suka buru-buru jalannya’batin om le heran, masih belum hilang rasanya pegal dikakinya setelah mengejar-ngejar rama kemarin.
Sementara itu esa masih terbakar emosi. Bahkan esa terlalu marah untuk menyadari keberadaan tante eny yang berpapasan dengannya.
“lho.. esa..”bisik tante eny yang heran dengan tingkah laku keponakannya.
“booss… tunggu!!”
Om le tampak ngos-ngosan mengejar esa dan ia juga melewati tante eny yang keheranan.
“ini ada apa sebenarnya?”bisik tante eny sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tante eny pun melangkahkan kakinya menuju ruangan pak jaya, kakak laki-lakinya.
Begitu ia sampai, ia mendapati pak jaya sedang termenung seperti patung. Tante eny mengerutkan dahinya lalu berjalan mendekati meja kerjanya.
“mas.. “panggilnya.
Pak jaya segera tersadar dan agak terkejut melihat kedatangan tante eny.
“eh, eny.. ada apa?”
“loh.. kok ada apa? Katanya mau mendiskusikan pernikahan Lisa?”
Pak jaya sontak menepuk jidatnya. “ya ampun.. oh iya…”
Tante eny menggeleng-gelengkan kepalanya. “sebenarnya ada apa? Tadi aku lihat esa jalan dengan buru-burunya, sampek ga lihat kalau ada aku? Kayaknya dia sedang marah.. “
Pak jaya menghembuskan nafas panjang, tante eny tampaknya sudah mampu membaca apa yang terjadi.
“kenapa..? mas marahin esa lagi?” selidik tante eny.
Pak jaya tidak segera menjawab pertanyaan tante eny. Lalu perlahan, ia pun menceritakan apa yang terjadi tadi. Lama –kelamaan nada bicaranya semakin keras, seakan dia masih tidak setuju dengan pemikiran esa. Namun lama-lama suaranya melemah seperti menyesali sesuatu.
“begitulah en, aku Cuma takut. Esa masih polos, belum dewasa benar. Aku takut kepolosannya dimanfaatkan oleh orang-orang yang nggak baik.. aku..” pak jaya tidak bisa melanjutkan kata-katanya, seakan ada sebuah batu mengganjal tenggorokannya.
Tante eny menghela nafas panjang. “mas.. aku tahu, mas sayang sama esa.. begitu juga aku.. mas salah kalau mengira esa belum dewasa. Esa sudah besar, dia tahu apa yang harus ia lakukan. Dan rama, dia sebenarnya pegawaiku, esa sendiri yang mengusulkannya dan aku tahu, bagaimana rama. esa bener mas.. rama bukan orang jahat seperti yang mas duga. Dia sama polosnya dengan esa. Dia Cuma hidup dengan ibunya, kasihan dia mas.. harusnya mas bangga dong, dengan sikap esa yang peduli dengan temannya.. bukan menyudutkan dia seperti ini..” terang tante eny.
Pak jaya mengurut ubun-ubunnya. Ia sedang menimbang-nimbang perkataan tante eny. Dia sendiri sebenarnya sangat menyesali kata-katanya. Sebenarnya, pak jaya sangat menyayangi esa, anak satu-satunya. Baginya, esa adalah satu-satunya pusaka yang diwariskan mendiang istrinya. Hanya saja dia tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya dengan terang-terangan.
Dia selalu takut, jika terjadi sesuatu terhadap putranya, itulah sebabnya dia selalu bersikap tegas dan berusaha menggemblengnya supaya menjadi lelaki yang dewasa dan hati-hati sehingga mampu menjaga dirinya sendiri.
Kini putranya itu sudah berani menentangnya. Ia sendiri menyadari bahwa dia bukanlah sosok ayah yang baik bagi esa. Dan mungkin kata-kata esa benar, bahwa ia terlalu kikir untuk membantu orang lain. Padahal 6 juta juga tidak terlalu sulit baginya.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil hapenya dan menghubungi sebuah nomor.
“halo.. esa…”
***
“7000 mas” ujar tukang ojek begitu sampai di tempat tujuan rama, kafe imajinasi. Rama merogoh sakunya dan memberikan selembar uang sepuluh ribuan pada tukang ojek.
“ya, makasih mas”ujar tukang ojek itu lagi sambil menyerahkan uang kembalian. Rama mengangguk pelan dan tanpa menunggu lama, dia segera memasuki kafe lewat pintu samping, pintu pegawai.
Di dalam dapur, tampak sifa dan aldo sedang sibuk meracik pesanan. ia menyapa kedua chef itu lalu pergi menuju ruang tante eny. ruangan itu terkunci. beberapa kali rama memanggil namun tidak ada jawaban dari dalam. Rama pun mencari ditempat lain di kafe itu, tidak ada juga tanda-tanda keberadaan mas ando, sang menejer. Rama ingin menanyakan dimana tante eny, namun sayang sang menejer tidak ada. Pasti lagi keluar. Rama juga terlalu sungkan untuk mengganggu sifa dan aldo yang sedang bekerja. Rama pun menghampiri agus yang baru saja kembali ke dapur, barangkali dia tahu dimana tante eny.
“mas, bu Eny ada tidak?”
Agus yang baru saja menyadari kehadiran rama jadi sedikit heran, karena ini memang bukan sift jam kerja rama.
“heh? Oh tadi aku liat bu eny lagi keluar. Kenapa? Kok dateng sebelum jam kerja?”
Bukannya mendapat jawaban yang jelas, rama malah balik ditanya.
“pergi kemana ya mas? Aku ada perlu nih..”
“wah.. aku ga tau, ram.. mungkin sebentar lagi juga datang. Mending kamu tunggu aja disini. Nanti kalo mas Ando datang, kamu bisa Tanya ke dia”usul agus.
Dengan wajah kecewa, rama mengangguk pelan. Ia pun duduk di sebuah kursi pegawai.
Sudah setengah jam rama menunggu disana, kepalanya sesekali mengangguk-angguk melawan kantuk. Lalu datanglah mas Ando yang heran dengan tingkah rama.
“woi!”
Gertakan mas ando sontak membuyarkan kantuk rama. ia terperanjat dan dengan linglung melihat wajah mas ando.
“haha.. ngapaiin..?? belum jam 3 juga..” Tanya mas ando yang sedang menaruh jaketnya.
“iya mas.. anu..” ujar rama yang masih belum seratus persen terkumpul nyawanya sekaligus ragu mengutarakan maksudnya.
“heh? Kenapa anumu?!” celetuk mas ando dengan lantang. Tampak aldo dan sifa menengok heran kearah mereka berdua.
Rama celingukan sambil menahan malu karena pandangan orang-orang padanya.
“yah mas.. bukan.. aku lagi ada perlu sama bu Eny..”
Mas ando tampak mengeryitkan alisnya yang tebal. “bu Enny? Bu Enny
baru saja terbang ke bandung, dia mau mengurusi pernikahan keponakannya di bandung..”
Tubuh rama serasa balon yang kempis kehabisan udara. Tubuhnya lemas sambil menatap kosong pada wajah mas ando.
“ke.. bandung?”
“iya.. tadi si bilangnya ke mas, mau pergi ke kantornya pak jaya dulu terus langsung berangkat ke bandung. Emang ada apa sih?”
Rama tampak tidak menghiraukan pertanyaan mas ando, otaknya kini sedang berpikir keras untuk mencari alternative lain.
“kira-kira kapan bu eny pulang ke malang, mas?”
“wah, kalo itu, mas kurang tahu.. “
Rama kembali menundukkan wajahnya dengan gelisah.
“hoi.. kenapa sih? Daritadi ditanya ‘kenapa’ kok ga dijawab”sergah mas ando yang gemas karena pertanyaannya tidak dijawab.
Rama mengangkat kembali wajahnya dan tersenyum ke arah mas ando.”ga papa kok mas.. oh iya, kalo boleh, rama izin tidak kerja untuk malam ini..”
“heh? Kenapa? Kok tumben kamu ijin?”
Agak lama sebelum rama menjawabnya. “ibu ku sakit mas..”
Mas ando terdiam sesaat seakan ia bisa tahu apa yang rama pikirkan.
“hmm.. oke, kali ini mas maklumi deh.. tapi kedepannya jangan ijin2 terus ya.. ku potong gajimu nanti”celetuk mas ando ringan sambil mengeluarkan sebatang rokok.
Rama tersenyum simpul lalu ia beranjak dari tempat duduknya. “ya sudah kalo gitu mas, rama pamit dulu..”
“yoi, ati-ati le..”
“iya mas”
Rama pun meninggalkan kafe dengan langkah gontai. Mungkin ini memang bulan paling sial dalam hidupnya. Masalah datang silih berganti, ga ada selesainya! Kini rama bingung, darimana ia bisa mendapatkan uang? Satu pertanyaan itulah yang menghantui rama di setiap langkahnya menuju rumah sakit.
Sementara itu, esa sedang menggerutu di dalam mobilnya. Dia sama sekali tidak menyangka ayahnya bakal bicara seperti itu. Esa jadi menyesal menemui ayahnya, bukannya membantu malah menimbulkan masalah baru.
Kini esa tengah memandangi hapenya. Sebuah hape berbasis android miliknya mungkin bisa dijual lagi, mungkin nyampeklah 4jutaan.. masih kurang..
Esa memikirkan benda lain yang sekiranya bisa ia jual lagi. Sempat terpikir laptopnya, toh dia sudah punya komputer. Ya, mungkin 2 benda itu yang bisa esa korbankan untuk mendapatkan uang. Tapi..
Jujur, esa masih berat untuk melepas 2 benda kesayangannya itu. Banyak kenangan manisnya sih.. T_T.
Andai saja ayahnya mau membantu, pasti esa tidak perlu melakukan hal seberat ini. Esa segera memejamkan matanya rapat-rapat. ‘gak! Aku ga perlu bantuan ayah’ batinnya. Segera saja ia hapus pikiran tadi. Kini sudah bulat tekadnya. Dia ga peduli lagi pada hape ato laptopnya, yang penting rama!
Tiba-tiba hape ditangan esa berdering dengan hebohnya, hingga membuat esa setengah kaget dari lamunannya. Saat ia lihat, ternyata ayahnya yang menelfon!
Esa termenung sesaat. ‘ngapain ayah telfon? Apa perlu aku angkat?’
Esa ragu untuk menerima panggilan itu. Dia ga ingin kejadian ga enak yang tadi ia alami terulang lagi. Suara dering hape masih berdendang dengan hebohnya, om le yang gemas akhirnya angkat bicara.
“boss.. angkat dong hapenya.. berisik nih, lama-lama..”
Sambil mendengus kesal, esa pun mengangkat hapenya.
“halo..”
***
Rama sudah sampai di rs dengan menggunakan angkot. Ia pun berjalan menuju kamar ibunya.
“assalamualaikum” salamnya sambil membuka pintu. Namun ia terhenyak sesaat. Ibunya sudah tidak ada! Hanya seorang suster yang sedang merapikan tempat tidur. Rama segera menghampirinya.
“suster, ibu saya mana?! Yang dirawat disini..”tanya rama dengan rasa kalut.
Suster itu hanya tersenyum melihat kekhawatiran rama.
“tenang dik.. ibu adik sudah dipindahkan ke RSSA Malang..”
Pupil rama menyempit. ‘dipindah? Maksudnya apa??’
“dipindah sus? Kenapa?” kekalutan rama menjadi-jadi, dia takut penyakit ibunya makin parah sampai-sampai rs itu tidak bisa lagi menangani. Tapi kenapa tanpa persetujuan rama?
“iya, tadi kalau tidak salah sudah ada yang menanggung semua biaya operasi dan perawatan untuk ibu adik. Ibu adik juga setuju, jadi tadi langsung dipindah ke ruang perawatan praoperasi di rssa malang. Lebih baik adik segera kesana.”
Rama hanya mengangguk kikuk, lalu keluar dari kamar itu dengan bingung. Siapa yang begitu baik menanggung semua biaya perawatan dan operasi ibunya? Apakah tante eny? Tapi bukankah dia sedang pergi keluar kota? Lalu siapa?
Ketika semua pertanyaan itu berputar-putar dalam benak rama. Muncul om le dari balik lift. Ia langsung memanggil rama. “den! Sini, cepet! “
Rama terhenyak untuk sesaat. Kali ini rama sudah tahu, siapa yang menolongnya.
‘esa..’
Di tempat lain, yaitu di RSSA malang, disebuah kamar tampak ibu rama berada di ranjang,sedang menyalami tangan pak jaya. Dia menangis sambil tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih. Pak jaya yang aslinya memang tegas dan keras kini menjadi kikuk dan hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum canggung. Dia kurang terbiasa berbuat lembut dengan orang lain. Sementara di sudut ruangan tampak esa tersenyum melihat pemandangan itu. Dia sama sekali tidak menyangka ayahnya bisa berubah pikiran. Dia masih ingat bagaimana percakapan dengan ayahnya tadi.
*flashback
“halo.. esa?”
Suara pak jaya terdengar parau di sebrang sana. Esa mengeryitkan dahi.
“apa?”
“hmm.. kamu butuh berapa..?”
“nggak usah! Ayah ga perlu bantu kalo mang ga mau!”
“esa.. a..ayah, ayah minta maaf atas kata-kata ayah tadi.. ayah terlalu berburuk sangka sama kamu dan temen kamu..”
Tak terdengar suara dari mulut esa. Esa hanya mencoba mencerna lagi kata-kata ayahnya. ‘ayah minta maaf? Ga mungkinn.. ini pasti mimpi’ batin esa.
“sa.. kamu masih mendengarkan? Ayah minta maaf.. ayah janji akan menanggung biaya operasi ibu temen kamu.”
“hmm... bener yah..?” tanya esa dengan ragu.
“iya.. “
Mendengar kabar itu, Esa melengkungkan senyumnya dan bersorak dalam hati, seakan dia benar-benar lupa pada kemarahannya tadi.
“hmm.. iya deh, esa maafin.. tapi esa harap ayah bisa nemuin ibunya rama..”
“eh? Buat apa?”
“loh, kok buat apa sih..? sudah seharusnya ayah bertemu dulu sama orang saat mau nolong dia.. kan sungkan kalo ayah Cuma kasih uang doank, kesannya ga sopan..”
“hmm.. tapi ayah mau rapat”
“sebentar..... sebantar ajah.. pliiss..”
Agak lama tidak terdengar suara dari pak jaya, lalu beberapa saat kemudian barulah pak jaya menjawab dengan nada sedikit setengah hati.
“iya, ntar ayah kesana..”
“asik! Gitu donk..makasih yah..”
“iya.. udah, ayah mau kesana.”
“iya, daah ayah..”
“daah..”
Dan sambungan pun terputus. Esa kini jadi cengengesan sendiri,
akhirnya Tuhan mau memberikan hidayah pada yahnya, hehehe...
Yup, kembali ke saat ini. Saat esa sedang larut dalam suasana haru di kamar itu, tiba-tiba daun pintu bergerak, dan muncul sosok rama dengan wajah kalut. Dengan kikuk ia melihat sekeliling kamar itu. Esa, pak jaya dan ibu rama menatapnya.
“esa.. apa maksudnya ini?”tanya rama masih dengan ekspresi bingungnya. Esa jadi gemas melihatnya. Belum juga esa menjawab, suara ibu rama memanggil rama.
“rama.. kemari nak..” ujarnya masih dengan air mata mengalir di pipinya. Rama pun menghampiri ranjang ibunya.
“bilang terimakasih pada pak jaya dan esa, nak.. beliau yang mau membantu menanggung biaya operasi ibu..”
Seketika mata rama tertuju pada orang yang dimaksud ibunya. Orang itu tersenyum canggung padanya. Rama segera mendekati pak jaya dan menyalami dalam-dalam tangannya.
“terimakasih banyak pak... “
Pak jaya jadi semakin salah tingkah, namun ia berhasil mengontrol dirinya dan menepuk pundak rama yang masih menunduk meyalami tangannya.
“sudah nak.. tidak perlu berterima kasih.. sudah seharusnya bapak menolong teman yang sudah esa anggap saudara..”
Rama menengadah dengan mata sendu dan berkaca-kaca.
“saudara esa, berarti anak bapak juga..” lanjut pak jaya lagi sambil tersenyum.
Rama tidak bisa berkata apa-apa lagi selain ‘terima kasih’.
“iya.. sudah sudah... bapak mau pamit dulu, masih ada urusan yang harus bapak kerjakan”.
Rama mengangguk dan melepas tangan pak jaya, lalu ia pun merangkul ibunya, sementara pak jaya berjalan mendekati esa.
“sa.. ayah mau pergi dulu.”
Esa mengangguk sambil tersenyum, begitu juga pak jaya. Saat pak jaya menggenggam gagang pintu, suara esa menahannya.
“yah..”
Pak jaya dengan heran menatapnya.
“esa.. esa minta maaf.. atas ucapan esa di kantor. Esa kebawa emosi..”
Mendengar pengakuan anaknya, pak jaya tersenyum puas. “nggak perlu minta maaf. Maaf hanya untuk orang yang salah. Kamu ga salah nak.. ayah yang salah”
Keduanya pun tersenyum, lalu pak jaya pun mengucapkan salam pada ibu rama lalu membuka pintu dan meninggalkan kamar itu. Esa mengikutinya sampai di ambang pintu. Ia melihatnya hingga sosoknya benar-benar hilang dalam pandangannya.
“ayah.. terimakasih.. “ Batinnya.
Saat ia berbalik akan kembali ke kamar ibu rama. Tampak rama berjalan kearahnya. Tampak bayang-abayang air menggenang di kelopak matanya, seperti bak air yang terisi penuh nyaris tumpah.
“sa.. bisa kita bicara sebentar?”
***
Saat ini esa mengajak rama berkeliling di taman rumah sakit yang saat itu sedang lengang. Mereka pun duduk di sebuah kursi di samping pohon cemara. Sejenak mereka saling diam, seperti saat pertama kali bertemu.
“sa..”
“ya?”
Rama tak segera menjawabnya, melainkan menundukkan wajahnya lebih dalam.
“makasih banget sa.. aku ga tau harus bilang apa lagi..” ujarnya lirih.
“iya ram.. sama-sama.. aku juga seneng bisa bantu..”
Rama terdiam lagi untuk sesaat.
“aku.. aku janji aku bakal bayar semuanya sa.. aku mohon kamu bersabar, mungkin aku bakal lama ngembalikinnya.”
Esa sontak kaget mendengar kata-kata rama.
“ngembalikan apa? Ga perlu ram! Ayahku ikhlas kok bantu kamu.. ini bukan pinjaman ram.. kamu ga perlu ngembalikan apa-apa..”
“tapi sa.. “ belum selesai rama melanjutkan protesnya, telunjuk esa sudah menempel di kedua bibirnya, seakan men-stop rama untuk protes lagi.
“ssttt.... sudah. Jangan banyak protes.. jangan ada pengembalian uang lagi.. “ ujar esa sambil tersenyum nakal.
Rama terdiam, matanya yang sendu bergerak-gerak sambil menatap esa dengan rasa penuh kekaguman. Esa pun dengan perlahan menarik lagi telunjuknya dari bibir rama. Dan setelah itu, sebutir air mengalir dipipi rama dan tak disangka-sangka, sebuah pelukan mendarat di tubuh esa, membuat esa terhenyak. Ia bisa merasakan suhu tubuh rama, degup jantungnya yang berdebar kencang, begitu juga degub jantungnya sendiri. Dan ia juga bisa merasakan bulir-bulir air yang menetes di bahunya.
“makasih sa.. aku ga tau gimana cara bales budi baikmu sa.. aku.. aku janji bakal ngelakuin apapun buat kamu sa.. aku janji..” isak rama.
Esa masih terdiam, dia tidak bisa berkata-kata lagi. Ia mencoba mencerna apa ang sedang terjadi saat ini. Lalu sesaat kemudian, sebuah senyuman melengkung lebar di bibir esa, entah kenapa esa mendapat suatu harapan lebih dari ucapak rama. Seperti seberkas cahaya di hati esa. Dengan perlahan dan lembut ia membalas pelukan rama, ia menepuk pelan punggung rama.
“udah ah.. jangan nangis lagi.. malu nih,diliat orang....” canda esa.
Sambil terisak, rama mulai melepas pelukannya. Ia hapus semua air mata diwajahnya dengan punggung tangannya.
“kamu belum mandi ya?! Badanmu bauk asem tuh!”celetuk esa sambil mengenduk-endus tubuh rama. Rama hanya cengengesan meskipun matanya masih basah.
“belum sa.. ga sempat” akunya.
“ya dah, ayo ke ibumu dulu. Ntar kamu mandi di rumahku aja..!”ajak esa.
Tampak rama ragu, tapi belum sempat rama mengajukan protes, tangan esa sudah menarik tangannya menuju rumah sakit.
“udah... ga usa terlalu banyak mikir..”
Rama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum canggung.
Setelah sampai di kamar ibu rama, rama dan esa izin untuk pergi sebentar.
“iya... hati-hati ya nak.. rama, kamu jangan ngerepotin esa lo..”pesa ibu rama.
“iya bu..”jawab rama sambil menyalami tangan ibunya.
Setelah itu, merekapun meninggalkan rumah sakit dengan menggunakan mobil esa. Mobil itu berjalan dengan cepat menuju rumah esa. Setelah mobil itu sampai di rumah esa, esa segera menarik tangan esa masuk kerumahnya.
“udah, kamu mandi aja dulu.. nih handuknya” esa melemparkan sebuah handuk pada rama.
“hmm.. tapi aku ga bawa baju ganti, sa”
“santai.. pake bajuku”
Rama mengangguk lalu ia pun memasuki kamar mandi sementara esa menuju lemari bajunya.
“hmm... kalo ga salah, bajunya rio masih disini..” bisik esa pelan. Rio adalah kakak sepupu esa. Saat esa baru pindah ke malang, rio ikut menginap untuk beberapa hari, dan beberapa pakaiannya tertinggal.
Setelah agak lama mengobrak abrik lemari, akhirnya esa berhasil menemukan 2 helai baju dengan ukuran agak besar, berbeda sekali dengan baju-baju esa yang lebih kecil.
“asiik.. masih ada.. semoga aja cukup,hehehe..”
Tidak lupa esa juga menyiapkan celana termasuk boxer,hehehe..
setelah semuanya siap, ia mengambil handuknya dan mampir ke kamar mandi tempat rama mandi.
“ram.. bajunya dah ku siapin di kasurku. Pake aja..” seru esa di depan pintu.
“yaa.. makasih sa”jawab rama disela-sela suara debur siraman air.
Esa tersenyum simpul. Hati esa sebenarnya sedikit tergelitik mendengar suara air yang menyiram tubuh, suara sentuhan sabun... coba saja esa bisa ngintip, sedikiiittt...aja...
‘woaaaa... apa-apaan ini?! Pikiran lo bejad banget si, sa!!’
esa menggeleng-gelengkan kepalanya lalu ia bergegas pergi menuju kamar mandi yang lain. Bisa-bisa esa ga tahan kalo deket-deket kamar mandi tempat rama mandi.
‘byaar..byurr.... serr... kricik kriciik.....’
“fuaah... segerrrr...” gumam esa lebay. Ia pun sambil bersiul riang menuju kamarnya. Ia lihat rama sudah selesai berpakaian dan duduk dengan manis di sofa kamarnya, tampak bajunya melekat agak longgar di tubuhnya. Dia menoleh pada esa yang baru selesai mandi.
‘deg..’ jantung esa ga aturan lagi.
‘waa.. rama ganteng bangett....’ esa jadi gemas sendiri melihat rama, padahal memang aslinya dia cakep.
“lama banget sa, mandinya..? skalian nguras ya?”tanyanya sambil cengengesan.
Esa hanya tersipu malu. Esa tidak cuma malu karena gurauan rama, tapi karena saat ini, tubuhnya cuma ditutupi selembar handuk! Esa sedikit canggung ketika rama melihatnya.
“ehmm.. ram, permisi aku mau ganti baju dulu ya..” ujar esa sambil malu-malu.
“oh,, oke..” rama pun bangkit dan berjalan keluar kamar.
Begitu rama keluar, esa menutup pintunya dan segera membongkar lemarinya lagi. Ia ingin menggunakan kaos yang enak tapi tetep pantes buat dilihat rama. Beberapa lama kemudian, esa sudah selesai menggunakan pakaian. Dia segera membuka pintu dan dilihatnya rama masih berdiri bersandar di tembok.
“hoe.. ngapain berdiri disituu..??!”
Rama menoleh pada esa yang menanyainya dengan heran.
“ya kan nunggu kamu selesai ganti baju..”
“ya duduk dulu kek.. ya ampun ram..” esa geleng-geleng kepala melihat tingkah polos pujaannya itu.
Rama hanya tersenyum tipis.
“ayok makan siang dulu.. “ajak esa, ia segera menarik tangan rama menuju dapur. Ia tahu kalau rama pasti bakal berusaha menolak, harus ditarik paksa biar mau, hehehe..
Setelah makan siang, esa mengajak rama ke kolam renang dan duduk di sebuah gazebo. Tampak rama masih belum bisa menghilangkan kekagumannya pada rumah esa.
Esa tampak memandangi rama sambil tersenyum penuh makna saat rama sedang sibuk memperhatikan sekeliling rumah itu. Hingga akhirnya rama menangkap pandangan dan senyum esa.
“heh? Kenapa? Kok senyum-senyum gitu sih?”
Esa masih tersenyum padanya, rama mulai merasa salah tingkah.
“kenapa sih? Kamu mulai gila ya?” tebak rama dengan salting.
Esa terkekeh pelan. “ram... kamu.. beneran mau ngelakuin apapun buat aku?”
Rama terhenyak dengan pertanyaan esa. Dia terdiam sambil menatap mata esa dalam-dalam.
“tentu aja.. aku janji.. kamu mau apa, bilang aja.. selama aku mampu,pasti aku lakuin..”ujar rama mantab. Dia tidak tahu, kalau saat ini dia sudah terkena kait pancing esa.
“benerr..?”
“iya.. kamu mau apa? Ngerjain tugasmu? Mijetin selama setaun? Bawain tasmu? Nyuci mobilmu..? atoo.”
Esa menempelkan telunjuknya lagi ke bibir rama. Rama otomatis berhenti bicara.
“aku ga mau itu semua.. aku Cuma...”
esa sedikit ragu mengutarakan maksudnya. Jantungnya berdegub kencang. Dia mencoba memalingkan fokus pandangannya ke arah lain. Rama masih memandanginya dengan penasaran. Agak lama, akhirnya esa berhasil mengumpulkan segenap kekuatannya dan bibirnya bergerak dengan lirih.
“aku.. pingin jadi pacarmu, ram..”
***
lanjut kakak, jangan buat aku jadi gila karena penasaran menunggu lanjutan nya
lanjut lanjut lanjut ....
wowwwwwww...
gw pengen ngeliat reaksi rama kaya gimana