It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Koq cerita pertama dan terakhir ? Emng dah mau pensiun gitu jd penulis ?
#siapin bantal/guling buat di tonjokin ntar..
part 21, i'm sorry
“hoi! Rama!”
Tubuh rama tersentak kaget. Suara dio sukses membuyarkan lamunannya.
“knapa si? Dari tadi bengong aja? Kayak ketiban utang aja”celetuk dio asal.
Rama berdiri dari tempat duduknya dan kembali melanjutkan mengelap meja yang tadi sempat terhenti tanpa sadar. “hmm.. bukan apa-apa kok.”
Dio memanyunkan bibir bawahnya dan berjalan meninggalkan rama,”dasar anak muda, paling-paling juga masalah gebetan.” (seolah-olah dirinya sudah tua kali -_-“)
Rama tidak menghiraukan gurauan dio, ia memilih untuk fokus dengan meja yang sedang ia lap. Jujur, kejadian tadi siang masih terus mengganggu pikiran rama.
‘kenapa kamu giniin aku ram?’
‘aku ingin kamu jauh dari nara, bukan jauh dari aku..’
‘aku Cuma ingin cinta dari kamu ram..’
Rama memejamkan matanya rapat-rapat seolah suara-suara itu mengiris kepalanya.
‘apa yang udah aku lakuin..’ batin rama.
ia akui kalau tadi dia sudah lepas kendali. Rama menyesal telah berbuat begitu kasar pada esa. Meskipun mungkin tindakan esa keterlaluan egoisnya, tapi ia melakukan itu karena dia mencintai rama. dia hanya ingin lebih dekat rama, tidak ada maksud lain. Dan perlakuan yang rama tunjukkan pada esa juga sedikit kelewatan. Rama merasa bersalah telah membentaknya, dia bahkan tidak pernah membentak esa sebelumnya, lebih-lebih mendorong tubuhnya dan menciumnya dengan kasar.
Sekali lagi rama memejamkan matanya rapat-rapat sambil mengusap wajahnya.
‘ya Allah... apa yang udah aku lakuin..’ rama sangat malu pada esa dan dirinya sendiri.
Dia merasa sangat hina. Ketika wajah esa yang menangis tersedu kembali muncul di benaknya, perasaan bersalah itu makin menjadi-jadi.
‘haruskah aku minta maaf ke esa..’
rama terdiam sesaat, ia termenung dan menimbang pikirannya itu, hingga akhirnya ia menggeleng pelan dan kembali mengelap meja.
‘mungkin ga sekarang, biarin dia tahu kesalahannya dulu.. ‘ batin rama.
sebenarnya hatinya masih ragu dengan keputusannya itu. Dia sebenarnya tidak tega pada esa, tapi kekesalannya juga masih belum bisa padam. Mungkin saat ini rama tidak bisa memutuskan, toh besok masih bisa bertemu esa lagi di sekolah.
‘ya, semoga saja besok aku bisa lebih tenang, dan besok juga aku akan minta maaf ke esa..’
***
Esok paginya, rama sudah duduk di bangkunya dengan canggung. Dia masih ragu dan malu. Bagaimana reaksi esa nantinya..? rama bahkan ragu esa masih mau duduk dengannya. Apakah esa akan marah padanya? Mengigat rama telah memberikan pengalaman yang buruk padanya. Tapi, apa yang terjadi nantinya jika rama minta maaf? Apakah esa akan kembali pada sifatnya? Bagaimana dengan nara? apakah nantinya rama bisa kembali dekat dengannya? Semua pikiran itu membuat rama makin bimbang dan gelisah.
Mata rama melebar. Suara tapak kaki sayup-sayup terdengar semakin mendekat.
‘apakah itu esa?’ tanya rama dalam hati.
Jantungnya berdegup agresif. Dia bingung, apa yang harus ia katakan jika esa sudah datang.
Suara itu makin jelas mendekat, jantung rama kian terpacu dan tangannya sedikit gemetar.
Dan akhirnya sebuah sosok berseragam putih abu-abu muncul di balik pintu. Mata rama melebar. Sosok yang datang ternyata bukan esa, melainkan nara! nara tampak mematung sesaat di ambang pintu. Mata rama dan nara akhirnya saling bertemu. Waktu seakan terhenti diantara keduanya. Jantung rama seakan mau berhenti melihat nara. tampak mata nara bergerak-gerak memandang rama. lalu sekilas, sepersekian detik, nara tersenyum. Senyum yang tipis dan ganjil seakan menahan getir. Rama terhenyak. Kemudian nara menundukkan wajahnya dan berjalan menuju bangkunya. Mata rama terus mengikuti tubuh nara hingga dia sampai dan duduk di kursinya.
‘ada apa dengan nara? kenapa dia tersenyum aneh padaku? Apa dia marah padaku?’ tanya rama dalam hati.
Mulut rama sudah terbuka untuk menyapanya, tapi entah kenapa seperti ada sebuah batu besar di tenggorokannya. Ia tidak bisa. Ia urungkan niatnya untuk menyapa nara. nara sendiri tampak menulis sesuatu di buku bindernya. Akhirnya rama hanya bisa menunduk menyesali ketidakmampuannya untuk menyampaikan perasaannya.
Sementara nara masih menulis di bindernya. Tampak sebuah tetes air merembes membasahi kertas yang ia tulisi.
‘ternyata kamu masih belum maafin aku ram.. apa salahku..?’ isaknya dalam hati.
Rama masih tidak tahu apa-apa, dia tidak sadar kalau telah meremukkan hati nara dengan tidak memakai pin pemberiannya. Nara juga tidak akan menyangka, kalau dia telah mengamanatkan nasibnya pada orang yang salah.
Orang itu kini tengah meringkuk di ranjangnya. Matanya menerawang kosong, sembab dan basah. Ia tidak memejamkan matanya sedikitpun sejak hari itu.
“den... ayo den, sekolahh...” panggil bi ida. Bi ida khawatir pada kondisi tuan mudanya itu. Sejak semalam esa mengurung diri di kamar, makan malam yang bi ida sediakan sama sekali tidak ia sentuh, bahkan saat ini pintu kamarnya terkunci dari dalam. Waktu menunjukkan pukul 6.30 dan esa masih belum keluar dari kamarnya.
“den.. aden kenapa..? sudah semalem ga mau keluar kamar.. ga makan..sekarang ga sekolah.. bilang ke bibi.. apa aden sakit..?” bujuk bi ida dengan mengiba.
Tak ada jawaban dari dalam kamar. Bi ida menghela nafas berat. Ia sudah tahu betul sifat tuan mudanya. Esa pasti sedang punya masalah. Dia akan mengurung diri dan membiarkan dirinya larut dalam kesedihannya sendiri. Ia sudah seperti itu sejak kecil, sejak ia kehilangan ibunya. Sebelum itu, hanya ibunya yang bisa menghibur esa.
Bi ida pun memilih meninggalkan tempat itu. Diambilnya secarik kertas dan bolpoin lalu menulis surat izin.
Beberapa lama kemudian dia mengganti pakaiannya dengan pakaian bepergian dan ia berjalan keluar memanggil pak ujang.
“jang.. anterin ke sekolah ya jang..”
Pak ujang yang tengah mengelap mobil jadi heran karena bukannya den esa yang minta diantar tapi justru bi ida.
“loh.. emang den esa kemana? Sakit?” tanyanya.
bi ida segera memasuki mobil dan memasang sabuk pengaman sementara pak ujang menyusul masuk kedalam mobil dan menghidupkan mesin.
“den esa ngurung diri lagi..”ujar bi ida dengan nada berat.
Mendengar itu, pak ujang menghela nafas berat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “hmm.. kasian aden.. akhir-akhir ini sering murung, padahal biasanya sering ketawa-ketawa sendiri..”
Mata bi ida menerawang ke arah jendela kamar esa. Tampak tirainya tertutup rapat. Bi ida pun menghela nafas panjang dan memalingkan kembali wajahnya. “udah jang, ayok jalan.. nanti bisa terlambat ngantar suratnya.”
Pak ujang mengangguk dan melajukan mobilnya.
Di kelas, rama tampak melamun. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding. Sudah jam 7.01, bu ainul sudah memasuki kelas dan menyiapkan materi, tapi esa tidak datang-datang juga.
‘apa dia sakit..? atau dia mau menghindari aku..?’batin rama.
baru saja ia pikirkan hal itu, mata rama menangkap sosok bi ida yang mengetuk pintu kelas.
‘bi ida? Ngapain bi ida kesini..? apa mungkin...’
Bu ainul menoleh dan tersenyum pada bi ida. Ia menghampiri bu ida yang masih menunggu di depan pintu. Setelah itu tampak keduanya bercakap-cakap sebentar dan bi ida menyodorkan sebuah amplop pada bu ainul. Lalu bi ida menunjuk rama dan bu ainul mengangguk.
“rama.. walinya esa mau bicara..”panggil bu ainul.
Rama pun bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri bu ida. Bu ainul kembali ke tempat duduknya dan membiarkan bi ida dan rama berbicara di luar ruangan.
“ada apa bi..? esa kenapa?”tanya rama.
“begini den rama.. den esa dari kemarin ngurung diri di kamar dan sampe sekarang ga mau keluar-keluar.. makanan juga ga disentuh.. tadi pagi bi ida sudah bujuk untuk sekolah tapi tetep ga ada jawaban..”
Rama termenung mendengar cerita bi ida. Sedalam itukah dampak dari perlakuan rama padanya? Rama menjadi makin menyesal dengan perbuatannya kemarin.
“j..jadi, apa yang rama bisa bantu bi..?”
“nanti siang bi ida harus ke rumah nenek den esa.. di rumah ga ada orang. Bibi khawatir ninggal den esa apalagi dengan kondisinya saat ini. Jadi bi ida harap, nanti den rama bisa jagain den esa.. hibur dia.. bibi ga bisa menghibur den esa. Mungkin Cuma den rama, yang bisa hibur den esa..”
Rama terdiam sesaat.
“nanti bibi bilang ke bu eny buat ijinin den rama buat ga kerja sehari kalau memang den rama mau.. tapi bibi ga maksa, kalo emang den rama ga bisa....”
“bibi tenang aja..”
Bi ida tidak melanjutkan kata-katanya dan menatap rama.
“nanti rama kesana..”
Seketika wajah bi ida menjadi cerah. “benar gapapa kan den rama? makasih banyak ya.. bibi sudah ngerepotin aden..”
Rama tersenyum pada bi ida, “nggak papa kok bi.. rama memang ada rencana mau kesana..”
“iya., makasih den.. nanti bibi tunggu sepulang sekolah...” ujar bi ida, rama mengangguk.
“iya sudah, bibi pulang dulu.” bi ida mendongakkan wajahnya menoleh ke bu ainul. “bu.. saya permisi dulu.. terimakasih..”
“oh, iya bu.. sama-sama..”bu ainul tersenyum sambil mengangguk.
Sementara rama kembali ke tempat duduknya.
‘mungkin.. memang aku harus segera meminta maaf pada esa.. ini sudah kelewatan..’ batin rama.
***
Sepulang sekolah, rama sedikit kaget ketika melihat bi ida sudah menunggu di depan gerbang, tampak mobil hitam esa bertengger dibelakangnya.
“bibi..? kok bibi disini?”sapa rama.
Bi ida tersenyum, “iya, bibi mau langsung ke rumah nenek soalnya, jadi bibi susul den rama biar lebih cepet..”
Rama mangut-mangut.
“ayo, den, masuk..”ujar bi ida. Bi ida sendiri duduk di depan, disebelah pak ujang sedangkan rama duduk dengan canggung di belakang. Rama mengeluarkan hapenya lalu menulis pesan ke ibunya kalau dia tidak langsung pulang untuk pergi menjenguk esa.
Mobil itupun melaju dengan anggun meninggalkan sekolah x.
Beberapa lama kemudian, mobil itu sudah sampai di pintu gerbang rumah esa. Rama pun keluar dari mobil itu begitu juga bi ida.
“bibi langsung pergi ya den.. ini kuncinya.. di meja makan sudah bibi sediakan makan siang buat den rama dan den esa. Tolong den esa dibujuk biar mau makan, soalnya dari kemaren belum makan..”
Mendengar intruksi bi ida, rama mengangguk pelan dan menerima sebendel kunci dari bi ida.
Setelah bi ida dan pak ujang pergi, rama pun membuka gerbang raksasa rumah esa. Rumah itu tampak lengang. Dilihatnya jendela kamar rumah esa di lantai dua. Tirainya tertutup rapat. Rama menghela nafas panjang dan ia berjalan menuju pintu utama.
Setelah rama berhasil masuk, dia segera mengunci pintu dan berjalan menuju kamar esa.
Tangannya gemetar dan jantungnya berdegup kencang ketika kakinya membawa ia makin dekat ke kamar esa. Kini pintu kamar esa sudah beberapa inci di depan hidung rama. sejenak rama mematung. Tangannya dengan ragu mulai mengetuk pelan daun pintu itu.
Di dalam, esa mendengar suara ketukan pintu, tapi ia tidak menghiraukannya dan tetap terpaku pada pikirannya.
Rama terhenyak, tidak ada jawaban dari dalam, ia pun mencoba untuk memanggil esa.
“esa..”
Seketika mata esa terbelalak.
‘suara itu.. apakah aku bermimpi..?’ batin esa. Tubuhnya bergetar.
“esa.. ini aku rama sa.. buka pintunya sa..”
‘itu rama... kenapa dia kesini..?’
“sa.. buka pintunya sa..”
Esa masih tidak mau menjawab. Ia menggigit bibirnya dan matanya lagi-lagi mulai basah. Padahal ia pikir sudah tidak ada lagi air mata yang tersisa di kelopak matanya.
“esa.. aku minta maaf sa.. aku sudah keterlaluan ma kamu kemarin sa.. aku.. aku minta maaf sa.. bener-bener minta maaf..”
Kini air mata esa mulai berjatuhan, dengan gemetar ia membuka bibirnya yang kering.
“kamu ga usa minta maaf...ram.. aku yang salah.. aku ga pantes buat kamu.. aku dah jahat ma kamu.. “
Suara esa terdengar begitu menyedihkan di telingan rama. serak dan parau. Rama makin tidak tega mendengarnya.
“nggak sa.. jangan bilang gitu.. aku sudah nggak marah.. kemarin aku aja yang hilang kendali...”
Tangis esa makin menjadi-jadi mendengar itu. “aku dah terlalu mengharap lebih dan menuntut lebih dari kamu ram... aku dah ga punya muka lagi di depan kamu ram.. aku ga sanggup...”
Rama terhenyak. ternyata esa sudah menyadari kesalahannya. Kebimbangan rama kian memudar. Mungkin dia bisa memberi esa kesempatan sekali lagi.
“nggak apa-apa sa.. pliis buka pintunya sa.. . aku masih sayang ma kamu.. aku janji ga akan nyakitin kamu lagi..”
Esa terpaku, badannya berhenti gemetar. apakah itu benar? benarkah rama masih menyayanginya? esa menggigit bibirnya. dengan perlahan, ia turun dari ranjangnya dan membuka kunci pintu.
Begitu daun pintu terbuka, rama disana berdiri memandangi esa. Ia termenung dan iba melihat kondisi esa. Wajah esa tampak basah oleh air mata. Bajunya kusut, matanya sembab, wajahnya pucat dan tampak begitu tirus, bibirnya kering dan pucat.
Untuk beberapa saat mereka terdiam dan beberapa detik kemudian esa menjatuhkan dirinya ke dalam tubuh rama. ia peluk erat-erat tubuh rama dan menangis sejadi-jadinya.
“maafin aku ram.. maaf..maaf.. maaf.. maaf..... “isaknya berulang-ulang.
Rama terdiam dan perlahan ia membalas pelukan esa dan mengusap pelan punggung esa yang kurus.
“iya sa.. aku juga minta maaf..”
esa masih terisak didadanya. tubuhnya bergetar hebat dan rama mencoba menenangkannya dengan mengelus punggungnya.
“plis ram.. jangan tinggalin aku lagi......” ujar esa. suaranya terdengar kian pelan dan parau, hingga akhirnya pelukan esa makin melemah dan tubuhnya sedikit demi sedikit merosot dari tubuh rama. rama terkejut dan segera menahan tubuh esa.
“esa..!”
Badan esa terasa lemas, dan pandangannya kian meredup. Dilihatnya samar-samar wajah rama yang memanggil-manggil namanya, meskipun suara rama juga semakin menghilang, dan akhirnya semua menjadi gelap.
***
'esa,,'
suara rama terdengar sayup-sayup di kegelapan. hingga akhirnya seberkas cahaya menerobos masuk di rongga matanya. esa lihat wajah rama yang sedang kalut. esa perlahan mulai sadar. kini tubuhnya sudah terbaring di ranjangnya.
"rama.." panggil esa lirih.
"iya sa.. kamu kenapa? kamu belum makan ya..?"
esa menggeleng pelan. melihat respon esa, rama menghembuskan nafas panjang. "pantes aja.. sekarang kamu makan ya.. biar ga lemes.." bujuk rama,
esa menggeleng.
"loh.. kok ga mau..?" rama heran dengan sikap esa. kenapa ia bertahan dengan rasa lapar dan dahaganya.
"aku ga akan makan.. sebelum aku tahu, apakah ini nyata ram...?"
rama termenung. "ini nyata sa.. kamu bisa pegang kan, ini tanganku.." ujar rama sambil menggenggam tangan esa.
esa tampak terhenyak, ia ulurkan tangan yang satunya dan meraba tangan rama. setelah itu ia mengusap lembut wajah rama. hingga akhirnya ia benar-benar yakin, jika itu memang benar rama. ini bukan mimpi!
air mata esa merembes lagi. "ram.. maafin aku..."
rama tersenyum,"iya sa.. aku yang harusnya minta maaf.."
"nggak ram..! aku yang salah.. aku minta maaf.. pliss jangan benci aku.."
air mata esa kembali membanjiri wajah dan bantalnya. rama dengan hati-hati menghapus air mata itu.
"iya.. aku maafin sa.. aku ga akan nyakitin kamu lagi.."ujarnya pelan.
esa mengangguk pelan dan menghapus air matanya.
"ya dah, sekarang kamu makan ya.."bujuk rama lagi.
kali ini esa mengangguk, rama pun tersenyum lega. "ya gitu dong.. bentar aku ambilin nasinya ya.. "
rama bangkit dan berjalan meninggalkan kamar. sementara esa masih terpaku menatap ambang pintu.
'ini semua terasa seperti mimpi.. rama.. kamu begitu gampangnya bikin aku hancur, tapi begitu cepatnya juga kamu bikin aku ngerasa seperti orang paling berbahagia di dunia.. '
***
esa melahap nasinya dengan semangat. lapar dan dahaga yang selama ini ia acuhkan karena telah terganti dengan kesedihan kini sangat menyengat terasa begitu kesedihan itu sirna. rama yang menyuapinya jadi geli sendiri.
"pelan-pelan sa, ngunyahnya.." imbau rama lembut.
mendengar itu, esa nyengir dan memperlambat kunyahannya.
"jangan ngurung diri lagi ya.. kasihan bi ida jadi khawatir.. juga bisa sakit ntar kalo kamu telat-telat terus makannya.."
esa mengangguk dan menelan makanan di mulutnya. "iya.. esa ga akan gitu, lagi.. tapi rama janji jangan ngambek lagi ya.." rengek esa.
"iyaa.."sahut rama ringan sambil menyodorkan sendok nasi terakhir.
esa terkekeh pelan lalu melahap suapan terakhirnya itu.
"siip.. pinter.. aku bawa ini kebelakang dulu ya.. ini minum dulu..."
rama pun mengambilkan esa segelas air yang langsung esa sambut dan meminumnya hingga tinggal separuh. sementara rama meninggalkan kamar itu untuk mencuci piring.
esa termenung sesaat sambil menatap gelas ditangannya.senyum tipis tersungging di bibirnya.
esa sungguh bahagia bisa dekat lagi dengan rama. dia lega karena rama mau memaafkannya dan menyuapinya lagi. tapi tetap saja. kejadian pahit itu baru saja terjadi kemarin. perlakuan rama dan pengakuannya masih segar diingatan esa.
'aku dah lakuin apa yang kamu minta kan? sekarang apa lagi?!'
'itu kan! Itu kan, cinta yang kamu minta..?! sekarang apa lagi?!'
esa memejamkan matanya rapat-rapat. ingatan itu sungguh menyakitkan seperti duri di jantungnya.
semua yang esa rasakan selama ini memang benar, bahwa rama tidak pernah tulus mencintainya. esa akui itu. celakanya rama memiliki pujaan lain di hatinya, yaitu nara.
esa menoleh ke arah tempat sampah. ia kumpulkan tenaganya untuk berdiri dari ranjangnya. setelah makan, kini ia sudah memiliki tenaga untuk berjalan lagi. ia pun mendekati tempat sampah berisi sampah kertas itu. ia ulurkan tangannya dan mengorek-ngorek dasarnya, hingga akhirnya tangannya menggenggam pin kecil berbentuk penguin. ia kembali duduk di ranjangnya sambil memandangi pin itu.
esa sadar, jika meminta rama untuk menjauhi nara, yang ada rama yang jadi menjauhinya. esa menyesali hal itu. namun tetap saja. esa masih tidak rela jika cinta rama harus terbagi untuk orang lain. pikiran gelap kembali membutakan pikiran esa.
ia genggam pin itu dengan erat dan ia pejamkan matanya. 'kalo aku ga mungkin minta rama jauhin kamu, kamu lah yang harus jauhin rama, nar...' batin esa.
dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki rama sedang berlari kecil menaiki tangga. esa membuka matanya dan cepat-cepat menyembunyikan pin itu di saku piyamanya. kemudian tampak sosok rama muncul di balik pintu sambil tersenyum pada esa. esa pun membalas senyum rama itu.
dan dibalik senyum itu, esa berbisik pelan ke hatinya sendiri.
'maaf nara.. maaf rama.. '
***
Sadar Esa, jgn di paksakan...
Esa jahat banget, kesian Rama n Nara.
@touch: o ya? wah aku lupa klo ada yg namax aini, seingtku ainul si.. hahaha y gmpg lh nnti aku priksa n rvisi klo mang slh... mkasih saranx... ;-)
@ nunu0219: yh bgitulah, esa dsini siftx keras kpla n possesive bgt, kombinasi yg sulit buat di ubh.. PHP itu apa..?
Duuhh..esa jgn btindak bodoh ℓαgi donk, ntr ƙℓo rama tau bs ngamuk ℓαgi ϑαћ..
@zalanonymouz bro, happy endingkan? *sogok pake boxer* ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ