It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
sama euy....untung wifi dr tetanggaku gk d filter, jd bs mantengin cerita bf trus... :-P
maaf nih 'agak-sedikit-banget' lama, hehehe... ini final stepnya esa. apapun yang terjadi, jangan memandang rendah esa ya.. commen n kritikan aku tunggu.. please enjoy..
part 22, the last step.
***
Waktu dengan cepat berlalu. Tiba-tiba waktu sudah menunjukkan pukul 23.45, dan saat ini rama sedang berada dalam dekapan esa. Rasanya aneh, ketika kemarin rama mencaci maki esa dengan semangat, sekarang malah dia merelakan esa bergelayut manja di tubuhnya. Esa memang memintanya untuk menginap di rumahnya. Rama pun akhirnya luluh juga dan pulang sebentar untuk mengambil pakaian ganti dan pamit pada ibunya.
Rama menengok ke arah esa. Esa sudah memejamkan matanya dan menyandarkan pipinya di pundak rama. untuk sejenak rama terdiam memandangi esa, lalu ia kembali memalingkan wajahnya menatap langit-langit.
Hati rama masih belum bisa tenang. Hubungannya dengan esa mungkin sudah kembali normal, tapi dia masih memiliki tanggungan pada nara. baru saja pada malam ulang tahunnya, rama berani untuk mendekati nara tapi keesokan harinya ia malah mencampakkannya seperti barang bekas. Bagaimana perasaan nara? rama masih ragu nara akan menanggapinya serius, karena dia sendiri juga belum tahu, apakah nara merasakan hal yang sama dengannya.
‘mungkinkah nara mau menyukaiku?’ pertanyaan yang sampai saat ini belum bisa rama pastikan. Padahal nara belum tentu mau dengannya, tapi rama malah bersikap seakan sok jual mahal kemarin. Nara mungkin jadi merasa illfeel dengannya saat ini. Rama menghela nafas panjang. Dia menoleh lagi ke esa yang terlelap kelelahan. Dengan hati-hati ia melepaskan dekapan esa. Ia sandarkan kepala esa dengan lembut di bantalnya lagi . esa tampak tidak melawan dan larut dalam lelapnya. Rama pun bangkit dari ranjang itu. Ia berjalan menuju beranda di depan kamar esa. Dengan perlahan ia buka pintu geser dari kaca itu. Ia buru-buru keluar dan menutup lagi pintu itu supaya angin malam tidak terlalu lama masuk dan menganggu esa.
Rama memandangi langit malam yang kelam dari sana. Tampaknya mendung masih enggan untuk pergi. Langit tidak lagi tampak hitam dan penuh dengan ketombe, tapi abu-abu seperti rambut yang tua. Ini pasti karena mendung. Cuaca yang benar-benar sesuai untuk suasana hati rama.
Rama duduk di atas pagar beranda. Ia menengadah ke langit. Mencoba mencari bulan yang diculik awan mendung. Entah kenapa, setiap ia melihat langit malam, ia selalu teringat pada nara. senyumnya lembut dan indah bercahaya seperti bulan, dan tidak menyengat seperti matahari. Untuk sejenak Ia mengasihani dirinya sendiri. Hatinya sesak. Perasaan cintanya pada nara sudah penuh sesak, seakan mau meledak. Rama tidak tahan untuk menahannya terlalu lama.
‘apa aku harus bicara dengan nara.. minta maaf padanya.. dan berharap dia juga merasakan apa yang aku rasakan padanya?’
Rama larut dalam pikirannya. Ia menimbang-nimbang usulan hatinya itu. Saat ia masih termenung, ia mendengar suara ranjang esa. Rama menoleh ke dalam kamar, dilihatnya esa sedang berganti posisi, dia tidak menyadari rupanya jika rama sudah tidak disisinya lagi. Rama agak lama memandangi esa. Kini wajah esa menghadap ke arah beranda, ke arahnya. Rama bisa melihat wajah esa yang terlelap. Wajah yang manis, polos seperti bayi.
Rama menghela nafasnya lagi. Ia memalingkan wajahnya dan kembali menatap langit.
Ia kembali teringat, bahwa dia tidak mungkin semudah itu mengungkapkan perasaannya pada nara. dia sudah memiliki ikatan dengan esa. Rama tidak ingin gegabah. Ia tidak ingin kejadian pahit kemarin terulang kembali. Rama kini sudah memahami sifat esa. Esa masih polos, dia akan bertindak sesuai kata hatinya. Dia masih labil seperti anak kecil. Dia akan merengek meminta lolipop yang ia mau dan dia akan menangis jika orang lain merebut permen lolipop yang sedang ia jilat. Begitulah esa, rama pun tak punya pilihan selain menurutinya. Mungkin selama berjalannya waktu, rama bisa berbicara dengan esa dan mengubah sifatnya, dan rama tahu itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Rama hanya perlu bersabar. Selama itu pula, mungkin dia bisa sedikit-sedikit mencari peluang untuk berbicara dengan nara. dia perlu waktu yang tepat.
‘greekk...’
Rama terkejut, dia menoleh ke arah suara itu. Tampak esa menggeser pintu kaca.
“babe.. ngapain kamu disitu...?”ujar esa dengan suara serak.
Dia masih tampak setengah sadar dan mengucek-ngucek matanya. Rama segera berbalik dan turun dari pagar lalu berjalan menghampiri esa.
“nggak ada.. cari angin seger aja.. kamu ngapain kesini juga? Masuk yuk, anginnya terlalu dingin disini..”bujuk rama. ia memegang pundak esa dan membawanya masuk lagi kedalam kamar.
“hhmmm..”esa masih belum sadar sepenuhnya. Ia menuruti kata-kata rama dan merebahkan lagi tubuhnya diatas ranjang, sementara rama menutup pintu lalu menyusul esa di ranjang.
Esa langsung merangkul lengan rama begitu ia mendaratkan tubuhnya di samping esa.
“jangan tinggalin aku lagi ya..”rengek esa pelan sambil memejamkan matanya.
“iya..”sahut rama pelan.
Keduanya pun memejamkan mata. Membiarkan gelap menuntun mereka kedalam mimpi masing-masing. Meskipun agak lama kantuk tidak kunjung berhasil membawa rama ke alam mimpi. Kepalanya masih penuh dengan berbagai masalah. Masalah nara dan esa. Bayangan wajah keduanya terasa seakan berputar-putar dan memanggil nama rama. rama memeajamkan matanya rapat-rapat, ia berusaha menyingkirkan semua hal itu sekarang. Yang ia butuhkan sekarang adalah istirahat. Ia harus membuat matanya segar dan kuat untuk menanggung kegiatan di hari esok.
***
“ram.. rama..”
Esa mengguncang-guncang tubuh rama pelan. Sedikit-demi sedikit
rama membuka matanya. Dilihatnya esa sejenak lalu bangkit dan mengucek-ngucek matanya.
“ada apa sa? Jam berapa nih..?”
“udah jam setengah 6”
Rama sontak membelalakkan matanya,”hah? Jam berapa?”
“jam setengah 6.. maaf aku tadi ga tega mau bangunin kamu.. habis pulas banget tidurnya..”rengek esa.
Rama tertegun sesaat. Dia tidur terlalu nyenyak sampai-sampai lupa sholat subuh. “kamu dah mandi sa?”
Esa mengangguk.”sudah.. agih kamu mandi cepet..”
Rama pun segera meloncat dari ranjang dan bergegas mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
Sementara rama ber-gebyar-gebyur ria, esa mengganti piyamanya dengan seragam sekolah. Hari ini hari jumat, dia menggunakan seragam coklat yang ia rangkap dengan sweeter karena hawanya memang sedang dingin dan angin agak kencang. begitu pakaian sudah lengkap terpasang, ia berdiri sejenak di depan cermin sambil memastikan penampilannya sudah cakep, sesekali ia menyisir poninya yang mulai panjang. Sejenak ia termenung menatap cermin. Ia keluarkan pin nara dari saku bajunya. Ia memandangi pin itu agak lama sebelum akhirnya dia buru-buru memasukkan lagi pin itu ke dalam sakunya saat mendengar bunyi pintu kamarnya diketuk. Esa segera membukakan pintu dan ia melihat rama yang bertelanjang dada dengan hanya handuk melilit di pinggangnya.
‘gleg..’esa menelan ludah melihatnya.
“sebentar sa.. aku mau pake seragam dulu..”
Esa mengangguk dan berjalan meninggalkan kamarnya, sesekali ia mencuri-curi pandang ke arah tubuh rama yang putih dan ramping itu sedang mengorek-ngorek isi tasnya, mengambil seragam.
Begitu ia sudah berada di luar kamar, ia menutup pintu dan untuk terakhir kali melihat rama. rasanya esa tak akan pernah puas untuk melihat rama. sudah beberapa kali rama menginap di rumahnya dan selalu saja ia menyuguhkan pemandangan yang indah setelah mandi. Esa jadi ingin memeluknya dengan erat.
Esa menghembuskan nafas panjang. Ia menyandarkan punggungnya pada dinding. Matanya menerawang kosong.
‘sampai kapan... kapan aku bisa milikin kamu ram... ‘
Esa merapa saku bajunya. Ia rasakan keberadaan pin disana.
‘mungkin ini yang bisa aku lakuin.. ‘batin esa.
Untuk sejenak ia termenung, lalu ia mengetuk pintu pelan. “babe.. kalo sudah, aku tunggu di meja makan ya...”
“iya..”sahut rama dari dalam kamar.
Esa pun berjalan menuju ruang makan. Setibanya disana, esa menyiapkan 2 piring, satu untuknya, satu untuk rama. (iya lah, buat sapa lagi..?!)
Beberapa saat kemudian, tampak rama menuruni tangga dan menghampiri esa di meja makan.
“ayo sarapan dulu, babe..” esa menyodorkan piring yang sudah ia isi dengan nasi dan lauk ‘seadanya’. (Cuma 2, telor ceplok dan telor dadar. Sumpah kagak ada variasinya)
“wuih... masak sendiri nih..?”ujar rama saat menerima piring itu.
Dia terkekeh pelan saat melihat 2 lauk yang tampak seperti sepasang mata itu.
“iya.. maaf ya, aku Cuma bisa masak ini...hehe..”ujar esa sambil nyengir.
Tadi pagi ia tidak tega untuk membangunkan rama. so, esa pun menanak nasi sendiri dan memasak lauk yang ia bisa masak, yaitu telor.
“hehe.. iya gapapa.. lain kali satu aja ya.. telor satu dah banyak proteinnya kok..”
Esa tersenyum malu-malu dan duduk di kursinya. Ia melihat rama yang menyendok makanannya sambil tersenyum-senyum sendiri. Rama menyadari itu dan langsung merasa salah tingkah.
“kenapa babe.. kok ngeliatin aku kayak gitu si..?”
“hehehe... nggak kok. Gimana nasinya? Dah pas belom? Terus telornya?”
Rama mengangguk-angguk sambil mengunyah makanannya. “hmm... nasinya...lumayan... telornya.. biasa aja..”jawabnya santai.
Esa segera memanyunkan bibirnya begitu mendengar komentar rama. “yee.. kok biasa semua sih... itu kan nasi n telor special ala cheff esa...”
Rama tersenyum kecil,”special ala cheff apanya.. telor ceplok ma dadar biasa juga..”
“eh..jangan sembarangan... itu special tauk.. ga sembarang orang boleh makan masakan esa ntu... coz ada bumbu rahasianya..”
Rama mengerutkan alisnya sambil tersenyum kecut.”hmm? bumbu rahasia apaan? Jangan bilang pake trasi ya..”
Esa tersenyum simpul lalu menyendok nasi dan telornya. Ia sodorkan nasi itu ke mulut rama.
“pake cinta...”
Rama termenung sesaat. Kemudian dia tersenyum agak kaku lalu membuka mulutnya, membiarkan makanan yang di sodorkan esa masuk ke dalam mulutnya. Senyum esa semakin cerah. Ia melihat rama yang sedang mengunyah makanan yang ia sodorkan lalu ia menyendok nasi untuk dirinya sendiri. Hmm.... rasa gurih telornya pas.. nasinya juga lumayan empuk.. tapi disamping itu, makanan itu terasa enak di lidah esa bukan karena rasa bumbu, tapi lebih karena kehadiran orang yang dicintainya.
‘aku harap kamu juga bisa menikmati apa yang aku rasain sekarang babe..’
Beberapa menit kemudian, nasi di piring mereka sudah ludes. Esa dengan sigap mengambil piringnya dan piring rama lalu membawanya ke dapur.
“sini aku bantuin nyuci babe..”ujar rama sambil mengikuti esa.
Namun ia heran ketika melihat esa kembali.
“udah ga perlu babe.. nanti aja pulangnya aku cuci, sekarang kita buruan berangkat, dah jam 6.15 nih..”
Rama dengan ragu mengangguk dan mengikuti esa untuk mengambil tas. Setelah itu mereka berjalan menuju garasi. Disana tampak sebuah sepeda motor matic berwarna putih bertengger dengan manisnya. Rama baru tahu, jika esa punya sepeda motor.
“nih.. rama yang nyetir yaa...”ujar esa sambil melemparkan kunci kontak pada rama, ia sendiri membuka garasi.
“hmm.. ya..”rama menangkap kunci itu dan segera menghidupkan mesin motor itu. Untuk beberapa lama ia memanaskan mesin sepeda itu lalu ia melaju pelan, keluar dari garasi.
“helmnya?”
Baru saja rama bertanya, esa sudah mengambil 2 buah helm dari rak. “ini..”
Rama menyambut helm dari esa dan memakainya. “punya siapa nih..?”
Esa nyengir lalu duduk di belakang rama setelah mengunci pintu garasi. “punya pak ujang.. hehe..”
“heg..” rama menahan getir. Pantas saja baunya sedikit ‘aneh’.
Motor matic putih itupun melaju ringan meninggalkan rumah esa. Selama perjalanan, sesekali esa mendongak ke langit. Langit masih diselimuti mendung. Angin yang menderu saat motor itu menembusnya terasa dingin menusuk. Esa pun mendekatkan tubuhnya ke tubuh rama. ia melihat ke sekeliling jalan. Jalan tampak lengang, mungkin karena masih pagi dan mendung pula. Esa pun dengan ragu menggerak tangannya ke pinggang rama. lalu dengan pelan ia mengalungkan tangannya di tubuh rama. rama terhenyak.
“dingin babe.. “ujar esa pelan.
Rama tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis ke arah spion. Dalam hati, ia sedikit gelisah. Bagaimana jika ada teman yang melihat? Namun rama melihat ke sekeliling, jalan masih lengang. Rama pun mencoba untuk tenang. Toh esa baru ini membawa motor ini, tak ada yang mengenalnnya, terlebih lagi mereka menggunakan helm. Yah, rama hanya bisa berharap semoga tidak ada yang mengenal mereka.
Sementara esa tidak memikirkan itu lagi. Ia sandarkan pipinya ke punggung rama dan ia pejamkan matanya. ia terlarut dalam kehangatan tubuh rama. ingin rasanya ia menikmati momen ini lama-lama. Dia tak ingin hal ini cepat berakhir. Ia memeluk erat tubuh rama.
Tak terasa, saat esa membuka matanya ia sudah sampai di gerbang sekolah x. Esa segera melepas pelukannya dan melihat sekeliling lagi.
“hehe.. untung masi nggak ada orang ya..”ujar rama, esa nyengir malu.
Setelah memarkir motor, mereka pun berjalan beriringan menuju kelas mereka. Saat mereka melewati kantin, esa melihat ibu kantin dan anaknya baru saja datang.
“eh, babe.. kamu langsung aja ke kelas, aku mau ke kantin dulu..!”ujar esa yang langsung setengah berlari menghampiri kantin.
Rama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “ckck.. pagi-pagi dah jajan.” Ia pun berjalan menuju kelasnya.
Akhirnya ia sampai dan duduk dengan manis di kursinya. Ia menopang dagunya dan tangan yang lain ia mainkan dengan mengetukkan jari jemarinya ke meja. Seperti biasa ia menatap ke arah luar jendela. Memandangi langit yang muram. Rama menoleh ketika ada suara sepatu menyentuh lantai di ambang pintu kelas. Rama sontak mengangkat dagunya saat melihat sosok di ambang pintu. Sebelumnya ia mengira kalau itu esa. Ternyata bukan. Dia nara.
Nara memandang rama sebentar, lalu ia buru-buru menundukkan wajahnya dan berjalan ke bangkunya. Disana ia duduk dan membuka tasnya. Ia keluarkan sebuah buku tebal, novel kelihatannya, lalu membuka halaman-halamannya. Sesekali ia terbatuk dan menghela nafas dalam.
Rama termenung. Sikap nara aneh akhir-akhir ini. Tidak hanya sikapnya, kondisi fisiknya juga makin tidak bugar. Wajahnya pucat dan tubuhnya makin terlihat kurus. Rama jadi merasa bersalah. Ini mungkin karena perbuatannya di hari-hari yang lalu. Tangan rama bergetar. Apakah ia harus minta maaf sekarang. Tapi apa yang bisa rama jelaskan padanya? Apa yang harus rama katakan apabila nara bertanya ‘kenapa kamu dingin ke aku..?’? rama bahkan tidak bisa menjawabnya. Tidak mungkin rama menjelaskan situasi sebenarnya. Tapi rama juga merasa tidak enak jika tidak meminta maaf pada nara.
‘ya! Aku harus minta maaf sekarang. Aku harus segera minta maaf sebelum esa datang..’ batin rama.
ia mulai menggerakkan tubuhnya untuk bangkit. Bibirnya sudah bergetar, tak kuasa menahan kata-kata maaf dan penyesalan yang terbendung di tenggorokannya. Tapi semangat itu sirna begitu saja ketika esa muncul di balik pintu. Rama segera kembali ke posisinya dan menyesali keadaan.
Esa sendiri terhenyak ketika melihat nara sudah menempati bangkunya. Ia sedang duduk manis sambil membaca buku. Sedangkan rama menunduk di bangkunya. Esa berjalan dengan canggung melewati nara, tapi suara nara menahannya untuk sesaat.
“eh esa.. kemarin kok ga masuk..?” sapanya.
Esa menoleh dan tersenyum padanya dengan canggung. “iya nar.. kemarin agak ga enak badan”
Nara manggut-manggut. “hmm... ya deh.. jaga kesehatan lo, cuacanya lagi ga enak soalnya..”
Esa mengangguk sambil nyengir dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “hehe.. iya.. aku duduk dulu ya nar..”
“iya..”jawab nara. ia pun kembali membaca novelnya sementara esa duduk di sebelah rama.
esa melihat rama, ia masih diam dan menundukkan wajahnya. Esa merasa tidak enak, dia pun memlihi diam. Dipeluknya ransel yang ia geletakkan di atas meja. Ia sandarkan wajahnya disana. Ia memandang nara di kejauhan yang sedang membalikkan halaman bukunya.
‘aku harap aku ga terlambat’ batin esa.
***
Bel istirahat berbunyi. Esa merentangkan tangannya dan melemaskan otot-otont punggungnya yang kaku selama pelajaran.
“hei.. jangan lebar-lebar.. ntar kemasukan lalat tuh..”celetuk rama.
Esa segera menarik tangannya dan menutup mulutnya. Benar juga kata rama. dia tidak sadar kalau menguap terlalu lebar. Esa nyengir, selama pelajaran tadi dia memang tidak terlalu banyak bicara dengan rama, tapi setidaknya suasananya tidak seperti kemarin. Rama masih merespon kata-kata esa dan seringkali tersenyum padanya.
“sa..”
Sebuah suara lembut sontak mengagetkan esa begitu juga rama. saat esa menengok rupanya nara sudah berdiri disampingnya.
“aku mau ke kantin.. kamu nitip..?”
“ehm... nggak deh .. ehhmm... mungkin rama mau nitip?”esa memalingkan wajahnya ke rama. tampaknya esa ingin menguji sesuatu. Rama tampak menunduk dengan canggung. Nara melihatnya. Agak lama rama terdiam, hingga akhirnya esa kembali menatap nara.
”eeer... dia ga nitip kayaknya nar.. makasih ya..”
Nara tersenyum getir,”iya.. aku ke kantin dulu ya sa.. “ ujarnya sambil meninggalkan tempat itu.
Esa hanya tersenyum dan memandangi dia pergi. Esa menoleh lagi ke arah rama yang masih keukeuh dengan diamnya. Esa pun bangkit dari tempat duduknya dan rama menoleh padanya.
“kemana sa?”
Esa yang sudah berjalan agak jauh menoleh pada rama,”ke belakang dulu” ujarnya singkat lalu setengah berlari meninggalakan kelas.
Di kantin, tampak nara sedang mengantri di keramaian siswa-siswa yang ingin menikmati makan siang. Setelah agak lama, barulah giliran nara tiba.
“mau pesan apa mbak?”tanya Putri, anak ibu kantin.
“hmm... aku pesan mpek-mpek sama es jeruknya 3 ya..”
“iya, ditunggu sebentar ya mbak..”
“iya..” nara pun meninggalkan kerumunan itu dan berjalan mencari meja. ia melihat melani dan dika melambai padanya. Mereka memang bertugas mencari meja kosong. Nara pun menghampiri meja itu dan bercengkrama dengan melani dan dika.
Beberapa lama kemudian, putri datang sambil membawa nampan berisi pesanan mereka.
“mpek-mpek sama es jeruk tiga ya..”tanyanya yang langsung dibalas
‘ya’ oleh melani.
Putri pun meletakkan pesanan di meja itu. Nara sekilas melihat putri saat sedang meletakkan pesanan, dan mata nara memicing ketika melihat sesuatu berkilat di dadanya. Ia segera menahan tangan putri saat ia hendak meninggalkan tempat itu.
“tunggu sebentar dek..” ujarnya pelan,
“iya mbak.. ada apa?” putri kembali dengan tersenyum.
Untuk beberapa saat nara terdiam, matanya terpaku pada pin yang putri kenakan. Pin berbentuk penguin yang sedang mengedipkan matanya dengan nakal.
“kamu.. kamu dapat pin itu darimana..?”tanya nara dengan senyum getir.
Putri sontak melihat pin yang ia kenakan. Tampak melani dan dika saling pandang keheranan melihat sikap aneh nara.
“oh.. ini.. ini dari mas rama,mbak..”
Jawaban malu-malu dari putri membuat nara terdiam. Matanya kosong, tangannya yang semula memegang tangan putri perlahan melonggar dan akhirnya ia melepaskannya.
“kenapa mbak...?”putri sendiri heran kenapa nara menanyakan hal itu.
Untuk beberapa saat nara masih terdiam, tapi sejurus kemudia dia menatap putri dan tersenyum.
“nggak kok.. lucu soalnya...”
Wajah putri tampak tersenyum malu-malu.”oh ya..? makasih mbak.. saya tinggal dulu ya..”
Nara mengangguk dan putri pun kembali ke dapur. Sementara melani menyenggol pelan tubuh nara yang masih mematung.
“eh, kenapa kamu nar..? kamu pingin pin itu?”
Nara tersadar dari lamunannya dan menatap melani,”hehe.. sedikit..”kilahnya.
Melani manggut-manggut.”hmm... tapi bener ga sih putri dapet itu pin dari rama? mang dia sapa? Kok bisa-bisanya rama ngasih-ngasih gitu ke dia..? masa’ rama sukanya ma cewek macam itu? Padahal jelas juga cantikan aku..”
Nara termenung lagi. Ia tidak menghiraukan lagi ocehan melani yang membuatnya semakin sedih.
‘ternyata memang ada orang lain yang kamu cintai.. kenapa sejak awal nggak kamu bilang aja ke aku..?’batin nara. tangannya gemetar dan mencengkram roknya.
Dika termenung melihat nara. dia yang paling tahu perasaan nara. ia tahu tentang pin itu. Ia tahu kalau pin itu hadiah dari rama untuk nara. nara sudah mencurahkan semuanya kedalam buku diarynya. Dika beberapa kali menginap di rumahnya dan sempat membaca buku diari nara yang tergeletak di meja belajar saat nara sedang mandi. Nara juga sudah mengakui perasaannya pada dika. kini dikalah sahabat kedua nara selain esa. Dika yang paling tahu kesedihan nara. Kini nara melihat pin itu dipakai oleh wanita lain. Itu tandanya rama memang tidak punya perasaan dengan nara. setidaknya ia bisa memberikan pin itu lagi pada nara, tapi tidak! Ia malah memberikannya pada wanita lain. Dika menghela nafas dan berbisik pelan ke telinga nara.
“tenang nar... ini mungkin kebetulan.. jangan terlalu diambil hati..”bisiknya.
Nara mengangguk pelan. Ia setuju dengan kata dika. mungkin itu pin dari rama yang lain, rama ga cuma satu kan? Dan itu mungkin bukan pin yang rama berikan. Nara mencoba tenang dengan sugesti-sugesti lemah dan terlihat memaksa itu. Dia hanya bisa menanti harapan kosong. Berharap adanya keajaiban yang mengatakan padanya bahwa ini semua hanya mimpi buruk.
Di kejauhan, tampak sepasang mata mengawasi nara. ia mencermati setiap detil ekspresi nara. setelah ia merasa cukup yakin, ia meninggalkan tempat itu.
Di kelas, rama menopang dagunya dan melihat ke pemandangan favoritnya, langit. Hatinya masih diliputi resah karena penyesalannya pada nara. dia gugup tadi, saat nara mendatanginya. Rama merasa serba salah. Sebenarnya dia bisa bilang minta maaf padanya. Tapi dengan adanya esa disampingnya ia membuat merasa tidak nyaman mengatakannya. ‘apa yang harus kulakukan..’batin rama.
Disaat rama sedang galau-galaunya, esa datang menghampirinya. Rama baru sadar jika esa sudah pergi terlalu lama untuk sekadar buang air.
“kemana aja? Lama banget?”
Tampak esa nyengir,”hehe.. antri taukk... mungkin dingin-dingin gini akhirnya anak-anak jadi pada kebelet, hehe..”
“ohh.. hmm... iya juga sih...”ujar rama.
Setelah itu mereka saling bercanda lagi, seolah beban pikiran yang tadi bergelayut di kepala rama hilang pergi untuk sementara waktu.
Sesekali mata rama melirik ke arah nara yang baru saja datang dan duduk dibangkunya. Wajahnya makin pucat dari sebelum ia pergi ke kantin tadi. Rama sempat mengeryitkan dahinya, ada apa dengan nara..? (kayak judul film aja)
“ram? Kok bengong?”
Suara esa kembali membuat rama tersadar. Ia pun kembali menatap esa dan tersenyum kecil.
Terdengar suara bel tanda istirahat berakhir berbunyi dengan merdu, namun seperti tiupan sangkakala malaikat Israfil bagi siswa-siswa, khususnya siswa IPA2, karena tak lama lagi pelajaran paling ribet akan memukul-mukul kepala mereka. Kimia.
Ah males kalo mengulas bagian selama pelajaran -yang narator sendiri ga suka- itu panjang lebar. Langsung saja kita simak ceritanya ketika bel pulang berbunyi. Nah bedanya dengan bel yang tadi. Bel yang ini sungguh dinanti-nantikan seperti suara bedug saat berbuka puasa.
Esa segera mengemasi barang-barangnya. Esa dan rama pun siap untuk meninggalkan kelas. Saat esa melewati bangku nara, tiba-tiba tangan nara menahannya. Esa terhenyak, begitu juga rama. rama yang sudah dekat dengan pintu melihat keduanya dengan ganjil.
“sa.. bisa jangan pulang dulu..? ada yang mau aku tanyain?” bisik nara lirih.
Rama masih bisa mendengar suara nara. ‘apa yang nara ingin tanyakan pada esa..??’
Esa tampak ragu. Tangannya menunjuk rama,”ta..tapi..rama gimana..?”
“nggak apa-apa sa..”
Suara rama membuat esa menoleh. Rama tampak berekspresi datar, matanya menatap kosong wajah nara yang tidak berani melihatnya.
“aku jalan kaki aja.. gapapa kok... aku duluan sa..”
Belum sempat esa menahannya, rama sudah menghilang dari pandangan. Esa menghembuskan nafas panjang, dan ia pun duduk di samping nara.
“maaf sa.. aku ganggu kamu sama rama ya..?”
“eh..nggak kok nar.. tadi dia kan nebeng aku naik sepeda motor..”kilah esa.
“oh.. ya udah gpp kok, kamu antar rama dulu..”ujar nara getir.
“ehmm.. gapapa nar, rama kalo sudah maunya ga bisa di tentang.. udah kamu tenang aja n bilang aja yang mau kamu sampein.”ujar esa. Dia sendiri ingin tahu apa yang nara ingin sampaikan padanya.
Nara masih terdiam dan menunduk. Bibirnya bergetar lalu berkata lirih. “kamu.. sudah ngasi pin itu ke rama kan,sa..?”
‘deg..’ hati esa membeku. Untuk beberapa saat ia membisu. “sudah, nar...”jawab esa pelan. Kebohongan ini mencekik hatinya. Dan ia hanya bisa berharap nara percaya padanya.
Mendengar jawaban esa, nara tampak wajah nara menahan getir. Agak lama ia diam, begitu juga esa yang membisu untuk menerima pertanyaan berikutnya.
“sa.. apakah rama memang menyukai gadis lain..?”
Mata esa bergerak-gerak saat mendengar pertanyaan kedua nara.
“maksud kamu apa nar..?” lagi-lagi esa berlagak bodoh. Dia mencoba untuk menutupi kebohongannya.
“kamu terus terang aja sa.. kamu sahabatnya rama kan..? kamu yang paling tau tentang dia..” kata-kata nara terhenti, air matanya mulai mengalir dan napasnya tersengal-sengal. Esa hanya diam, menunggu nara melanjutkan kata-katanya.
“aku..aku ngeliat pin itu dipake putri, anaknya ibu kantin.” Ujarnya setengah terisak.
Esa mendongakkan wajahnya dan menatap nara.”pin..? ya ampun nara.. kok kamu sampe segitunya sih.. mungkin aja itu pin yang lain..”
Belum selesai esa melanjutkan kata-katanya, nara sudah menggeleng-gelengkan kepalanya.”nggak sa... itu pin rama... aku kenal betul pin itu.. putri sendiri bilang kalau pin itu pemberian rama..” tangis nara makin menjadi-jadi, nafasnya tampak main tersengal-sengal. Sementara esa lagi-lagi memilih bisu.
“jawab sa.. aku bener kan..? apa rama menyukai gadis lain..? kenapa dia ga bilang..? kenapa dia kasi pin itu ke aku, kalau akhirnya dia kasih ke gadis lain..? kenapa sa..? kena..” kata-kata nara terhenti.
Dia terbatuk-batuk dengan keras dan dalam. Dia hampir tidak bisa berkata-kata lagi. Esa makin panik dengan keadaan nara yang tiba-tiba memburuk. Ia pun merangkul pundak nara.
“tenang nar.. tenangg....”ujar esa.
Nara tampak lemas. Dengan terisak dia melanjutkan pertanyaannya.
“pliss sa.. aku minta kejujuranmu sa.. jangan kamu tutupi lagi dari aku.. “
Bibir esa bergetar. Hatinya bergolak dengan liar. Konflik batin makin sengit dalam hatinya. Dia tidak tega melihat kondisi nara. dia begitu mencintai rama, dan dia sudah begitu percaya pada esa sebagai sahabatnya. Nara sudah memendam perasaannya pada rama begitu lama, dan ketika dia sudah diberi kesempatan untuk dekat dengan rama, esa justru mucul menghalanginya. dan ironisnya, nara yang esa anggap saingan terberat itu begitu percaya dan menyayangi esa sebagai sahabat karibnya. Esa tidak tega! Namun sisi gelap hatinya berkata lain, jika dia mengalah, dia tidak akan memiliki kesempatan lagi memiliki rama. rama mencintai nara, begitu juga sebaliknya. tidak ada cinta tersisa untukmu sa!
Tangan esa gemetar. Ia lihat mata nara yang sayu menunggunya. Dan kata-kata itu pun meluncur dengan ringan dari bibirnya.
“iya nar... rama.. sudah lama menyukai putri..”
***
Esa .. Esaa . Sampai kapan mau jadi orang egois
(ikut nimbrung ah.. sambil makan pop corn dengan wajah tanpa dosa)
makasih ya sudah di mention...
Tengkyu yak, udh dimention