It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@dasrielaldo ,,~ apakah wajar sifat esa yg telah mempermainkan 3 buah hati yakni rama,,nara dan sekarang putri....???,
Enggak gentlemen si esa,,,bersaingnya dngn cara kotor........!!
satu kebohongan membalikkan semuanya. mana yang lebih menyakitkan, melihat orang yang kita cintai berbahagia dengan kekasih hatinya, atau melihat orang yang kita cintai menderita karena jauh dari kekasihnya?
part 23. Nara
***
“iya nar... rama.. sudah lama menyukai putri..”
Mata nara bergerak-gerak. Esa memandangnya dengan getir. Ia seperti terhipnotis oleh hati gelapnya sendiri. Ia sama sekali tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. hati gelapnya terus saja bersorak untuk menyemangatinya. meski esa tahu ini salah, tapi hanya ini yang bisa esa lakukan. esa hanya ingin rama seorang.
Saat esa akan melanjutkan kata-katanya, nara tampak tak kuasa menahan tangis. Ia menangis menjadi-jadi. Tubuhnya berhetar hebat karena isak tangis. Dia tak mampu lagi untuk berkata
‘kenapa’ dan ‘tapi’. Nafasnya benar-benar tersita. Esa segera merangkul nara dan menenangkannya.
'gapapa nar.. sakit ini hanya sementara.. aku yakin suatu hari kamu bisa cari laki-laki yang sesuai untukmu' batin esa.
Tiba-tiba nafasnya nara terdengar semakin berat, tubuhnya tampak kejang mengikuti tarikan nafasnya yang kian sulit. Tampak nara menahan sakit sambil memegangi dadanya.
Esa panik. ‘apa yang terjadi..??!!’
“nar..! kamu knapa nar..!!”
Dan seketika tubuh nara tergolek lemas, esa segera menangkapnya dan masih bingung dengan apa yang terjadi. Segera saja ia berteriak minta pertolongan dan berharap masih ada orang disana yang mendengarnya.
“tolooooong..! siapa saja toloongg..!!!!”jeritnya dengan suara parau.
Selama itu dia menepuk-nepuk pipi nara supaya dia tersadar. ‘pliss nar...sadarr....’ bisik esa.
Tak lama kemudian tampak pak asrul datang dengan tergopoh-gopoh.
“loh.. kenapa ini..??!”tanyanya kalut setelah melihat kondisi nara.
“nggak tau pak.. tadi dia tiba-tiba jatuh..”ujar esa tidak kalah kalutnya.
“ya sudah, ayo cepet bantu bapak angkat dia ke mobil bapak!”
Esa pun dibantu pak asrul membopong tubuh nara yang terkulai. Beruntung saja pak asrul belum pulang dan untung juga beliau membawa mobil. Tak mungkin esa akan membawanya dengan menggunakan sepedanya.
“ya ampun.. kenapa nara..??”tanya bu ainul yang baru-baru datang.
“nggak tau ini.. ayo ibu tolong ikut ke rumah sakit. Esa, kamu juga ikut?”
“nggak pak, saya ngikutin dari belakang saja, saya bawa sepeda soalnya.”
“ya sudah, ayo bu, cepet masuk!”ujar pak asrul tergesa.
Bu ainul pun segera memasuki mobil dan memangku tubuh nara.
sementara itu esa berlari menuju motornya dan segera menyusul mobil pak asrul yang melaju kencang.
‘ya ampun... kenapa jadi begini..??’ batin esa.
Ia pun larut dalam kebingungan selama perjalanannya menuju rumah sakit dan berharap nara tidak kenapa-napa.
Sementara itu rama hampir tiba di rumahnya. Pikirannya masih penuh dengan tanda tanya.
‘apa yang ingin nara tanyain ke esa? Kenapa harus esa? Lalu gimana dengan esa? Apakah mungkin nantinya...’ rama segera menghapus pikiran itu. ‘nggak.. esa sudah berubah.. dia gak akan berbuat yang macam-macam.. ‘ batinnya lagi.
Kini ia hanya bisa berharap penuh pada esa, supaya dia mau jujur dan ksatria.
‘plis sa.. jangan sakitin kami lagi..’
Rama pun memasuki rumahnya. Dilihatnya ibunya sedang membereskan warung.
“dah pulang? Cepet ganti baju.. bantu ibu beresin warung!”ujar ibunya setelah rama mencium tangannya.
“iya bu..” rama bergegas mencopot sepatunya dan berlari ke kamarnya. Disana ia merogoh hapenya, baterenya tinggal sebiji. Rama pun mencolokkan kabel charger dan meninggalkannya di atas meja sedangkan ia sendiri mengganti pakaian dan bergegas menuju teras untuk membantu ibunya.
Sudah 2 jam berlalu. Esa mendongakkan wajahnya ke arah ranjang nara tergolek. Matanya masih menutup. Terdengar bunyi ECG yang mengalun bagai irama lirih. Tampak frekuensi jantung nara yang masih lemah meski kata dokter dia sudah melewati masa kritis. Esa menundukkan wajahnya. Sesekali dia mengacak-acak rambutnya.
‘kenapa jadi beginii..??!!!’ sesal esa.
Esa sama sekali tidak tahu jika nara mengidap kelainan jantung sejak kecil. Ia baru tahu hal itu dari diagnosis dokter dan cerita dari pembantu nara yang tadi datang dengan tergopoh-gopoh.Dan kali ini esa sukses membuat penyakit itu kambuh. Pantas saja selama ini nara selalu tampak mengenakan sweeter tebal dan tampak sesekali mengambil nafas dalam. Esa sama sekali tidak mengharapkan hal ini. Yang dia ekspektasikan adalah setelah nara tahu jika rama menyukai gadis lain, nara akan menjauhinya. Bukan seperti ini! Esa tidak bermaksud mencelakai nara.
Kini penyesalan dan ketakutan hebat melanda hatinya. Dia akui, dialah yang mengatur semua ini. Tentang pin itu. Dialah yang memberikan pin itu pada putri. Dialah yang mengatakan pada putri bahwa pin itu adalah dari rama, karena rama sendiri terlalu malu untuk memberikannya secara langsung. Putri yang memang dari dulu mengagumi rama tentu saja langsung menerima kebohongan itu mentah-mentah dan mengambil pin itu dengan senang hati. Esa tahu jika nara pasti akan ke kantin untuk membeli mpek-mpek, dia tahu kebiasaannya. Dan dia juga tahu, kalau nara pasti akan mengenali pin itu. Dengan begitu, nara akan patah hati dan memilih meninggalkan rama. hanya itu! Esa sama sekali tidak menyangka kalau karena ulahnya membuat nara sekarat seperti ini. Beruntung saja tadi ada pak asrul yang dengan sigap mengantar nara ke rumah sakit, jika terlambat, mungkin kali ini wajah nara sudah ditutup selimut.
Tubuh esa sedikit bergetar. Tak terasa air mata menetes lagi. Dia bingung. Dia takut. Dia takut jika terjadi sesuatu dengan nara. esa sadar kalau nara adalah sahabatnya yang paling baik. Dia selalu tersenyum padanya dan mempercayainya tanpa kecurigaan sedikitpun. Esa juga merasa iba pada nara yang sejak kecil hidup berdua dengan pembantunya. Orang tuanya sibuk bekerja diluar negeri dan jarang sekali mampir ke rumah hanya untuk sekedar mengetahui kabar putrinya. Esa memahami betul kesedihan nara, karena ia sendiri juga mengalami nasib yang sama. Tapi nara berbeda, meski ia sedih dan selalu sendiri, dia selalu tersenyum. Dia tidak egois seperti esa, dia justru selalu lembut dan perhatian pada semua orang seperti adiknya sendiri. Bahkan nara bersedia menahan kesedihan di bawah senyumnya ketika melani dengan centilnya menggoda rama. Esa makin larut dalam kesedihan jika membayangkan senyumnya yang lembut. apa jadinya jika senyum itu hilang untuk selamanya? Lebih dari itu.. bagaimana dengan rama? apa yang harus ia katakana pada rama??
Esa mengangkat wajahnya. Ia merogoh hapenya. Dia pandangi nomor kontak rama. ‘haruskah aku memanggilnya..?’
Lagi-lagi hati esa diliputi pertimbangan. Dia bingung harus memberitahu rama atau tidak. Hati kecilnya berkata bahwa ia harus segera menghubungi rama. ia harus tahu keadaan nara. tidak boleh ada lagi yang esa tutup-tutupi. Kali ini esa harus jujur dan tegar. Tapi langsung sisi gelap hati esa membantah. Esa tidak boleh memberitahu rama, karena bisa jadi rama akan semakin cinta pada nara dan jadi benci pada esa.
Esa memejamkan matanya rapat-rapat dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia memandang wajah nara yang pucat dan getir.
‘tidak.. sudah cukup sa.. jangan ada permainan lagi.. sudah cukup aku membuat nara dan rama menderita. Mungkin dengan inilah aku bisa membalas kesalahanku padamu nar..’
Esa pun keluar dari ruangan itu dan segera menghubungi nomor rama.
“ayo ram… angkatt…plissss…”
Ditempat lain, terdengar suara vibrasi dari hape rama. tampak hape rama masih terpaut dengan kabel charger dan bergerak-gerak karena getaran. Tapi tidak ada yang mengangkatnya. Hape itu menjerit sendiri di kamar rama yang sepi, ditinggal pemiliknya.
Setelah beberapa kali menghubungi rama dengan tanpa hasil, esa manjadi makin kalut.
‘ya Tuhan.. kenapa hal ini terulang lagi.. kenapa dia selalu ga bisa dihubungi ketika orang yang disayanginya sedang sakit?’
Esa pun mencoba mengirim pesan singkat pada rama.
‘rama..! cepet ke RSSA M, nara kritis..!!!’
Esa kini sadar kalau kejadian ini pernah terulang sebelumnya. Saat ibu rama sakit, esa juga yang mengantarnya ke rumah sakit. Kali ini esa hanya bisa berharap, hal ini juga akan berakhir bahagia seperti ibu rama.
Esa pun berinisiatif untuk menghubungi pihak kafe, pasti rama sedang disana. Namun begitu ia hendak mencari nomor telfon kafe, layar hapenya tiba-tiba berubah menjadi gelap. Mata esa terbelalak. Hapenya mati! Esa lupa mencharge hapenya tadi pagi.
Esa pun kembali ke ranjang nara dengan wajah sayu. ia dekatkan kursinya ke ranjang dan ia menagkupkan wajahnya di tangan nara.
“maafin aku nara… aku ga bisa hubungin rama… maafin juga atas kata-kataku nar.. aku ga bermaksud bikin kamu kayak gini…”
Suara esa terdengar parau dan terisak. Dia luapkan kesedihan dan penyesalannya di tangan nara. tiba-tiba dia merasakan ada gerakan dari tangan nara.
“sa..”
Esa sontak mendongakkan wajahnya. Ia lihat bibir nara bergerak-gerak dan matanya mulai berkedip pelan. Esa segera bangkit dan melihat wajah nara.
“nara.. nara… aku disini nar.. syukur kamu sadar nar..”ujar esa dengan kelegaan yang tak terkira.
Tampak nara menyunggingkan senyumnya meski tipis. Ia memandang sekeliling.
“sa.. mana bibi..?”
Esa tahu, yang ia maksud pasti bi Isa, pembantu rumah nara. “bi isa masih ke rumah nar, mengambil pakaian buat kamu..” jawab esa sambil tersenyum lembut.
Nara terdiam sejenak. Esa memaklumi kenapa nara langsung mencari bi isa alih-laih mencari orang tuanya. Sudah pasti orang tuanya tidak bisa datang kesini. Sungguh kasihan nara.
Lalu nara memandang esa lagi. “rama.. dimana rama sa..? apa.. dia tahu kalau aku disini?”
Pertanyaan nara sontak membuat hati esa terasa ngilu. Tangannya bergetar dan dengan menahan getir ia tersenyum pada nara.
“iya nar.. rama pasti segera datang.. tunggu ya..” hibur esa. hatinya pedih ketika harus berbohong pada nara. hanya itu yang bisa esa lakukan untuk membuat nara tetap semangat.
Mendengar itu, nara melengkungkan lagi senyumnya yang indah. Seakan mendapat secercah sinar pelangi dari surga.
Waktu segera beralih menjadi malam. Tampak ibu rama sedang beristirahat di ruang keluarga sambil menonton tv. Tangannya tampak mengibas-ngibas di udara.
‘huushh... nyamuknya banyak benar sih..”keluh ibu rama. ia pun bangkit dari kursi berlengannya dan masuk ke kamar rama untuk mengambil obat nyamuk semprot. Saat ia melewati meja belajar rama. ia melihat hape rama tergeletak dengan kabel charge masih terpasang.
“ya ampun… ini daritadi lupa di dibawa toh.. mana belum dilepas juga kabelnya.. kalau terbakar gimana” ibu rama pun meraih hape itu dan melepas kabel charger. Begitu kabel charger dilepas, otomatis hape itu menyala. Dan alis ibu rama mengerut ketika melihat beberapa panggilan tak terjawab dari esa.
“loh.. ini kenapa nak esa telfon banyak sekali..?”
Dengan tertatih-tatih ibu rama mencoba mengutak atik hape itu dan ia melihat 6 pesan singkat dari esa.
“ini pasti penting. Duh! Rama ceroboh sekali, hapenya ditinggal.. kalau ada urusan gawat gimana..”omel ibu rama. ia pun membuka pesan itu dan terbelalak.
‘rama..! cepet ke RSSA M, nara kritis..!!!’
“ya ampun...! “
Ibu rama pun segera mencari nomor telfon kafe dan menghubunginya.
“halo, iya.. slamat malam. Maaf bisa saya bicara dengan rama? ini dari ibunya, penting!”
Waktu sudah menunjukkan waktu 17.14. dan rama masih belum juga datang. Esa jadi makin panic. Hatinya gelisah. Rama sedang bekerja, dan pulangnya pasti sampai larut malam.
Esa menatap tubuh nara yang tergolek lemas. Tampak mata nara terpejam. dadanya naik turun seakan terasa berat untuk bernafas meski sudah terpasang selang oksigen. Esa seakan tidak berani lagi menatap wajah nara, ia malu. esa menyesal. Esa merasa hina dihadapan nara. Esa merasa dia adalah orang yang kejam!
Tiba-tiba nara terbatuk pelan.
“esa…” panggil nara parau.
Esa terhenyak dan mendekati nara.
“iya nara..”jawab esa sambil menahan sedih.
“boleh aku menitip pesan lagi padamu sa?”
Esa merasa seperti ditusuk seribu panah beracun. Esa pernah menyalah gunakan pesan dari nara, dan kini nara menitipkan pesan lagi padanya. Esa benar-benar merasa malu pada dirinya sendiri.
“iya nar”ujar esa sambil mengangguk pelan. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.
Nara tersenyum tipis. “pertama, aku ingin menitipkan pesan untuk ayah-bundaku di luar negeri.. bilang pada mereka bahwa aku ga pernah menyesal hidup dengan keadaan seperti ini. Jika memang ayah bundaku sedih ketika aku ga ada.. aku harap mereka ga menyalahkan diri mereka sendiri.. aku senang dan beruntung bisa jadi putri mereka..”
Tangis esa makin menjadi-jadi ketika mendengar pesan nara, dia benar-benar tidak kuat menahan gejolak perasaan dihatinya.
“cukup nar.. kenapa kamu bilang gitu.. kamu bakal baik-baik saja nar..” hibur esa meski ia sendiri menahan kegetiran hebat. Ia tidak tahu kenapa nara mengatakan hal itu, seolah-olah dia tahu kalau hidupnya tidak akan lama lagi. Tapi bukankah kondisinya sudah membaik? Kenapa nara..?
Mendengar hiburan dari esa, nara tersenyum tipis, diraihnya tangan esa dan menggenggamnya lalu melanjutkan kata-katanya.
“yang kedua.. katakan pada rama..”
Jantung esa terhenti sesaat ketika nara menyebut nama rama.
“katakan padanya.. bahwa aku bahagia bisa bertemu dengan dia.. aku mungkin masih ga paham, kenapa dia memberikan pin itu ke aku jika memang dia menyukai gadis lain.. aku dah ga mikirin itu lagi.. “
Esa terhenyak. Dia benar-benar merasa tersindir, meski dia tahu nara tidak tahu jika orang yang ia ajak bicara saat inilah penyebabnya.
Nara mengambil nafas berat lalu berusaha melanjutkan kata-katanya.
“aku akan tetap mencintainya, bahkan ketika aku mati.. katakan padanya bahwa dialah satu-satunya pria yang kucintai.. katakan esa… katakan.. “ air mata nara mulai mengalir dengan deras dan nafasnya mulai tersengal-sengal. Tangannya menggenggam tangan esa dengan erat. Esa mengucurkan air matanya dengan deras dan ia menggenggam tangan nara dengan kedua tangannya.
“katakan esa.. katakan pada rama.. aku mencintainya.. aku mencintainya..” kata nara terputus-putus karena isakan, nafas nara semakin hilang, begitu juga denyut jantungnya. Esa panic, saat melihat tanda frekuensi jantung nara di ECG semakin hilang. Kenapa ini? bukankah tadi dia masih baik-baik saja?? esa semakin kalut diguncangnya tangan nara.
“nara…??!! Bertahan nar! Rama akan kesini.. tunggu sebentar nara..! dokter..!! dokter..!!”
Esa berusaha meraih tombol untuk memencet tombol panggil, tapi tangan nara menahannya. Nara tampak tidak mampu menghiraukan kata-kata esa, yang ia lakukan hanya menggenggam tangan esa erat-erat seakan tak mau ditinggalkan. Nafasnya sudah hampir hilang. Pandangannya semakin gelap. Namun diantara kegelapan itu, nara melihat seberkas cahaya.
Pintu kamar dibuka dan rama memasuki kamar itu, memandang nara dengan pandangan tak percaya. esa terpukau sejenak melihat kedatangan rama.
Nara melihatnya untuk sesaat. Dia tersenyum, nafasnya makin melambat hingga akhirnya ia menhembuskan 1 nafas panjang, lalu memejamkan matanya.
'rama..' bisiknya pelan.
Esa menatap kosong wajah nara. Ia rasakan genggaman tangan nara mulai melemah dan akhirnya jatuh dari genggaman tangan esa.
***
“nara..” panggil rama. wajahnya tampak pucat dia dekati ranjang nara. Di ulurkan tangannya dengan gemetar di pipi nara. Ia usap perlahan dan memanggil namanya. “nara… “
Tidak ada respon dari nara. Sementara esa menunduk sambil menangis dalam diam. Dia tahu, kalau nara sudah pergi. Suara denyut jantungnya kini terdengar seperti sebuah nada datar. Nara sudah pergi. Tapi dengan sedikit harapan yang tersisa, ia pencet tombol panggil di samping ranjang nara dengan gemetar.
Rama memandang getir wajah nara. Air matanya menetes perlahan dan kian lama kian deras, jatuh diatas wajah nara.
“nara.. bangun nar.. aku sudah disini..” ujar rama lembut. “nara.. aku mohon bangun nar.. aku mohon… aku sudah datang… “ rama bersimpuh di samping ranjang nara.
Ia menangis di tangan nara. Makin lama, tangis rama semakin menjadi, suaranya yang sangat pilu menyayat hati esa. Esa pun merangkul tubuh rama yang bergetar hebat karena menangis.
“sudah ram.. tenang nara pasti baik-baik aja “hibur esa, ia mencoba untuk tersenyum meski wajahnya sendiri basah oleh air mata yang terus mengucur. Ia merasa bodoh dengan ucapannya sendiri.
Tak lama kemudian para suster dan dokter datang dan memeriksa nara. Suster itu pun meminta esa dan rama untuk keluar. Dengan susah payah esa mengangkat tubuh rama.
“aku ga mau pergi.. aku mau bersama nara..!!”jerit rama yang meronta saat esa menariknya.
“tenang rama… kita harus keluar ram..”bujuk esa.
Setelah bersusah payah, akhirnya esa berhasil membawa rama keluar dan mendudukannya disebuah kursi. Disana rama membenamkan wajahnya pada kedua tangannya. Tubuhnya masih bergetar hebat karena tangis. Esa sendiri masih menangis, namun ia mencoba untuk menenangkan rama dengan mengusap-usap pundaknya.
“tenang rama.. “
Beberapa lama kemudian seorang dokter keluar dari ruangan itu. Esa segera bangkit dan menghampirinya dengan wajah penuh harap.
“gimana dok? Nara baik-baik aja kan?”
Dokter itu tampak memandang esa dalam-dalam lalu menghela nafas panjang. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Esa terpaku. Matanya melebar, menatap kosong wajah sang dokter dan berharap itu adalah bohong.
“maaf dek.. kami sudah berusaha semampunya, tapi tampaknya Tuhan berkehendak lain.. saya harap adek bisa tabah dan segera menghubungi orang tua atau keluarganya. Permisi.”
Dokter itupun meninggalkan esa yang masih terpaku di lantai. Dia bisa mendengar isak tangis rama kian menjadi-jadi. Ia tidak berani menatap rama. ia hanya bisa diam membelakanginya.
Hingga akhirnya rama berjalan melewatinya dan mendorong pintu kamar nara.
“ram..” esa pun mengikuti rama.
disana, tampak suster sudah menutupi sekujur tubuh nara dengan selimut putih. Tampak tubuh rama bergetar melihat nara. sementara esa terhenyak.
‘nggak mungkin..!ini nggak mungkin terjadi..! ini bohong kan? Tadi nara masih baik-baik saja.. kenapa tiba-tiba begini..? kenapa kamu pergi semendadak ini nara..!’
Satu per satu para suster meninggalkan ruangan dan menunggu mereka untuk melihat nara untuk terakhir kali sebelum dibawa ke rumahnya.
Dengan hati-hati dan ragu, rama membuka kain yang menutup wajah nara. tampak wajah nara yang putih pucat namun masih terlihat anggun dan cantik. Di bibirnya masih tersungging setitik senyum. Rama bersimpuh di samping ranjang nara. ia genggam lembut tangan nara dan ia menangis di tangan nara.
“kenapa kamu tiba-tiba pergi ninggalin aku gini nara..?? kenapa kamu ga mau nunggu aku..? “
Esa berjalan mendekati rama. ia pegang pundak rama dan memijatnya pelan untuk menenangkannya.
“kenapa nar..? kenapa kamu ninggalin aku sebelum aku minta maaf ke kamu..? kenapa kamu ga mau nunggu aku untuk bilang ke kamu.. kalo aku sayang ma kamu nara...!”
Waktu seakan membeku di hati esa. Tangannya bergetar. Ternyata memang benar. Selama ini memang nara lah yang rama cintai. Selama ini dia memendamnya demi esa. Demi esa, rama mengorbankan perasaannya. Dan kini...
“aku mohon nara.. bangun... beri aku kesempatan nar.. beri aku kesempatan untuk mencintai kamu nar... “ suara rama terdengar makin parau. Seakan sebuah pisau berkarat mengiris pelan jantungnya.
Seteguh apapun rama memohon, nara masih kukuh dalam kebisuannya. Bagai manekin yang terbuat dari batu pualam yang putih dan dingin. Rama masih merintih di punggung tangan nara.
“maafin aku nar.. maafin aku...”isak rama, dan ia mencium lembut tangan nara dan tenggelam dalam tangis di punggung tangan nara.
Sementara esa. Dia berdiri diam di sisi gelap ruangan. Dia menatap kosong rama dan nara. dia meneteskan air matanya yang terakhir. Kini dia sadar. Kalau memang sejak awal, tidak ada tempat untuknya. Dan kini, ia hanya bisa menyesali perbuatannya. Keegoisan yang selama ini dia nikmati, pada akhirnya membuatnya dia semakin jauh dari kebahagiaan. Melihat orang yang ia cintai menangis dan terkulai di lantai nyatanya lebih menyakitkan hatinya daripada melihat dia bahagia bersama orang yang ia cintai.
‘ini kah yang aku inginkan? Melihat rama menderita seperti itu. Kini nara sudah benar jauh darinya.. tapi.. kenapa? hanya penyesalan yang aku rasakan.. hanya pedih..’
Esa pun meraih tubuh rama dan memeluknya lembut dan ia berbisik di punggungnya. “maafin aku ram.. maaf...”
***
cuma bingung aj... esa tu naek sepeda ap motor? gabung aj y jd sepeda motor.....
Tengkyu yah dh dimention
Pleaseeeeeee.......Lakukanlah Esa, wkwkwk
Jd sebel α♏α esa..kasian Rama απϑ nara tp tetep Ga rela jg ƙℓo Rama jadian α♏α nara.. -_-'