It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Yg penting lanjjuuuutttt..... ЂёђёђёЂёђёђё
tambah penasaran nich, gimana miki bisa gandeng ma viranya berlanjut gak yaaaa
Sudah 3 minggu lebih dia terbaring tanpa daya. Salahkah aku jika aku menginginkan keadaannya tetap seperti ini? Jujur saja semenjak aku membaca buku hariannya batinku di dera rasa bersalah yang teramat sangat akut. Meskipun tindakan bunuh dirinya dilakukan atas keputusannya sendiri namun jauh di belakang kepalaku, aku tahu apa yang sudah kulakukan selama ini kepadanya berkontribusi besar terhadap pilihannya tersebut. Tiap helaan napasku semakin berat karena dosa ini semakin menghimpit batinku.
menunggu itu bikin capek
laksana disiksa seribu cambuk
tapi ...
aku tidak pernah capek menunggu ceritamu sis @xchoco_monsterx
akut" agak bingung, ada kata yg kurang?
Melangkahkan kakiku di rumah sakit dia di rawat terasa sangat berat sekali setiap harinya. Namun aku tetap memaksakan diri karena setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan untuknya.
Hari ini seperti jadwal yang telah di atur Mbak Vira, aku bertugas menjaga siang hari dengan Bi Uneh. Sedangkan Mamah dan Mbak Vira berjaga malam hari. Biasanya aku datang sekitar pukul sembilan pagi. Hari ini pun aku melakukan tugasku seperti biasanya. Namun tak kusangka hari ini ada banyak hal-hal terjadi diluar firasatku.
Menunggu dengan sabar angka berganti di atas pintu lift terkadang bisa jadi pekerjaan yang butuh kesabaran apalagi jika lift yang ditumpangi dijejali banyak sekali orang dan saat pintu lift terbuka rasanya gerbang surgalah yang terbuka atau setidaknya itulah yang biasanya kupikirkan. Tapi, untuk kali itu saja aku keluar dari lift dengan wajah pasi.
Di sana, di tempat duduk khusus pembesuk Mamah duduk dengan manisnya. Tanpa kusadari aku mematung. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya, biasanya pergantian tugas jaga tak pernah membuatku dan Mamah bisa saling berpapasan. Biasanya Mamah selalu pulang pagi-pagi bersama Mbak Vira dan yang menunggu sampai aku datang adalah Bi Uneh. Lalu kenapa sekarang Mamah masih ada di rumah sakit? Apa yang menyebabkan Mamah berubah pikiran? Aku bertanya demikian bukan tanpa sebab. Semenjak semua kejadian ini sikap Mamah terhadapku sangatlah tidak bersahabat terlebih setelah Mbak Vira menyerahkan buku harian milik "dia". Aku tidak menyalahi Mamah jika dia membenci karena aku pernah berjanji aku tidak akan pernah muncul lagi dalam kehidupannya. Tapi lihatlah sekarang kemunculanku hanya membuat petaka baru.
Dengan hembusan napas pelan aku memutuskan untuk menghampirinya. Tindakan percuma menghindari Mamah toh jalan masuk menuju ruang rawat inap sejurus dengan matanya yang tengah memandangi pintu masuk ruangan rawat inap dan aku harus berhenti menjadi seorang pengecut.
Sedikit lemas aku berhasil mendekatinya. "Assalammu'alaikum Mah."
Mamah yang sepertinya tidak menyadari kedatanganku sedikit tertegun, tapi akhirnya Mamah membalas salamku. "Wa'alaikumsalam."
Dengan keberanian yang masih tertinggal aku mencium tangannya. "Mamah belum pulang?" Agak gugup aku duduk di sebelahnya.
"Belum," Suaranya terdengar Mamah pasti sangat lelah.
"Memang Papah gak bisa jemput?"
"Dokter bilang setelah pemeriksaan kemarin sore tekanan darah Aa sudah mulai normal dan kalau pagi-pagi benar-benar normal transfusi untuk penurunannya bisa dihentikan lalu bisa dilanjutkan pengobatannya Aa," Ah... iya aku lupa, kenaikan tekanan darah adalah salah satu dari sekian banyak komplikasi yang timbul dari efek kristal-kristal kimia yang masuk kedalam tubuhnya.
Jika aku bisa mengigit lidah sampai aku berdarah lalu mati mungkin sudah akan aku lakukan. Lebih baik aku yang terbaring sekarang ketimbang membiarkan Mamah tampak letiih seperti ini. Ah sudahlah, tidak perlu ada tindakan bodoh untuk memperkeruh suasana.
"Mamah sudah sarapan?"
"Sudah."
Suara-suara lalu lalang pengunjung yang riuh rendah mengisi hangat ruang tunggu, tapi di tempat aku dan Mamah duduk keheningan membuat kami seolah-olah berada di dimensi lain. Tak apa, tak perlu ada kata. Begini saja aku sudah sangat bahagia. Sekian lama aku terpisah dari Mamah hanya secuil momen inilah aku bisa menemukan lagi kebersamaan yang pernah hilang. Ironis memang sebuah kejadian tragislah yang menyatukan kami kembali meski tak bisa kupungkiri keadaan antara kami tak bisa lagi seperti dulu.
"Miki," Suara parau Mamah memecahkan keheningan di antara kami. Aku tercekat. Untuk pertama kalinya Mamah benar-benar memanggil namaku. Setitik embun dipelupuk mataku siap meleleh, tapi aku menahannya karena aku tidak ingin merusak momen ini dengan tangisan.
Senyum kecil tersungging diwajahku, "Iya Mah?"
"Mamah tidak mengerti dan tidak habis pikir."
"Apanya Mah?"
"Aa Kebo anak Mamah. Sembilan bulan penuh Mamah mengandung dia dan butuh perjuangan hidup dan mati agar dia bisa hidup. Lalu kenapa sekarang Aa menyia-nyiakan hidupnya seperti ini?"
Jantungku berhenti.
Seuntai airmata mengalir di sudut mata Mamah. "Tapi sudahlah dipikirkan sampai kepala ini meledak tetap tidak akan habisnya. Hanya ada satu yang Mamah mengerti sekarang," Matanya Mamah yang tengah berkaca-kaca menatapku lamat. "Tolong jaga Aa Kebo, Miki. Meski Mamah tetap tidak bisa menerima setidaknya sekarang Mamah memahami kesungguhan hati Aa."
Apa artinya? Apa maksud Mamah berkata seperti itu?
"Jaga Aa, Miki," Sebelum Mamah beranjak dari tempat duduknya keningku dikecupnya. Aku benar-benar terkesiap, tidak bisa mencerna dengan baik semuanya.
Saat aku tersadar Mamah sudah berada di lift dengan Papah disampingnya. Terakhir kali sebelum pintu lift tertutup sebuah senyum kecil dari Mamah ditujukannya padaku. Saat pintu tertutup aku masih tidak memahami apa yang baru saja terjadi.
Apakah itu sebuah pertanda positif untukku atau sebaliknya?
hehe...makasih yah Dam buat koreksinya