It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@hikaru : Kayaknya kalau agam terlalu kuat staminanya. Hehehehe...
Lanjut ya
@bi_ngung : Terimakasih ya sudah di koreksi. Barusan sudah dibetulkan tulisannya.
Lanjut ya...
@fahmy37 : Yuk lanjut lagi...
@4ndh0 : Eh...jangan dada yang menyempit...
Lanjut lagi ya...
@AwanSiwon : Kayaknya banyak banget kok yang type nya kayak Andri. Beneran deh....
@kiki_h_n : mau di update Ki....
@yuzz : Semenjak ganti Rektor, sanmor nya digusur ke kebun rusa. Lebih sempit jadinya.
Lanjut ya...
Lanjut ya ke Part 3
3
Perlahan kubuka mataku, lalu kuambil ponselku yang berada di samping kasur. Tertera di layar, waktu menunjukkan pukul 6.05.
“Wuuaaaaa......Kesiangan...!!!!”
Aku segera bangkit dari tempat tidur dan mengambil peralatan mandi. Kemudian aku keluar dari kamarku menuju kamar mandi yang berada di sudut ruangan kosku. Kos ini mempunyai 8 kamar yang disewakan dan terdapat 2 kamar mandi. Untungnya jam kebiasaan kami tidak berbarengan, sehingga jarang sekali untuk antri kamar mandi.
Kulihat Andi baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Dia satu-satunya penghuni kos ini yang membuat aku salah tingkah. Terkadang aku bingung terhadap diriku sendiri. Andi kan seorang lelaki, tetapi mengapa aku bisa menyukainya. Tapi sepertinya tidak mungkin. Aku hanya mengagumi Andi, karena dia mempunyai kulit putih bersih dan badan yang sangat atletis. Jika selesai mandi, dia hanya berbalut handuk saja, sehingga terlihat perutnya yang berbentuk kotak-kotak.
“Telat ya Kha....”
“Eeh..ii..iya Di...”
“Keenakan tidur kayaknya.”
“Emang semalem kamu nidurin siapa Kha ?”
“Hehehehehe....saya tidur sendiri lah. Belum ada cewek yang mau sama saya.”
“Ditolak melulu Di...”
“Aku ngga percaya kalau ada cewek yang nolak kamu.”
“Beneran Di...”
“Atau mungkin kamu sukanya sama aku kali.”
Pernyataan Andi membuat badanku menjadi panas lalu berubah menjadi dingin secara drastis.
“Eehh...ng..ngga mungkin lah.”
“Kamu ada-ada aja DI...”
“Dari tadi matamu selalu liat kearah badanku terus sih.”
“Sa..sayyaa.. mandi dulu ya Di....” Jawabku gugup. Memang sedari dulu aku selalu mengagumi badannya yang begitu sempurna.
“Ya udah...mandi sana.”
“Iya Di...” Jawabku sambil terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi.
Hanya membutuhkan waktu 15 menit, aku sudah siap untuk berangkat ke kampus. Kupacu motorku dengan kecepatan maksimal 80 km/jam. Setelah motorku terparkir sempurna, aku bergegas menuju kelasku dengan berlari kecil. Kulirik jam yang tertera pada ponselku, masih ada waktu 3 menit lagi sebelum perkuliahan dimulai.
Jadwal perkuliahan di hari senin hanya ada dua mata kuliah. Statistik dan makro ekonomi. Jam 12 siang aku sudah bisa keluar dari kampusku. Aku bereskan buku-buku kuliah yang baru saja aku gunakan. Teman-temanku sudah terlebih dahulu keluar dari kelas ini.
“Reskha....”
Terdengar suara Gilang dari pintu masuk kelas ini.
“Eh Lang...Endah kemana ?”
“Tumben ngga bersama kamu...”
“Dia ngga masuk hari ini Kha....”
“Katanya ada keperluan sama orangtuanya ke Semarang.”
“Kamu kerja ngga sore ini ?”
“Hari ini saya libur Lang.”
“Nah kebetulan kalau kamu libur hari ini.”
“Bantu aku ngerjain tugas statistik ya...”
“Gampang kalau itu sih.”
“Mau ngerjain dimana ?”
“Di rumahku aja Kha...Kamu kan belum pernah main kerumahku.”
“Ada siapa aja di rumah kamu ?”
“Paling ada pembantu, abangku jarang ada di rumah kok.”
“Kelayapan terus kalau dia sih”
“Orang tua kamu di Jakarta atau di Jogja ?”
“Mereka di Jakarta, minggu depan katanya mau ke Jogja.”
“Kamu udah makan belum ?”
“Belum lah...Tadi pagi agak kesiangan bangunnya.”
“Ya udah kita makan dulu ya. Aku yang traktir.”
“Sippp...mau makan di mana Lang ?”
“Mau di kantin kampus atau di tempat lain ?”
“Aku lagi kepengen makan soto Kha.”
“Kamu tau ngga tempat soto yang enak ?”
“Ada soto yang enak, murah lagi..”
“Di mana Kha ?”
“Yang di stadion Kridosono, soto ayam pak Marto. Dijamin enak deh...”
“Sippp kalau begitu...Kita langsung kesana ya. Kamu bawa motor ngga ?”
“Bawa Lang…”
“Kita iring-iringan saja ya…”
“Ok Kha…”
Kami pun bergegas menuju parkiran motor dan kemudian menuju ke stadion Kridosono yang berada tidak jauh dari tempat kerjaku.
***
I Love This Monday
Ungkapan itu jarang terucap dari mulutku, tapi khusus untuk hari ini, akan aku ucapkan sepanjang hari.
Rasanya perkuliahan di hari pertama minggu ini berjalan sangat lambat sekali. Entah apa yang dibicarakan dosen. Tidak ada satu kata pun yang masuk ke dalam otakku. Detik demi detik, menit demi menit, berlalu sudah. Akhirnya selesai juga perkuliahan ini pada pukul 12.30.
Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan Gerald. Kemarin siang aku sudah berjanji untuk bertemu Gerald di kosnya yang berada di jalan seturan. Sedari semalam, otakku sudah berlumur cabul.
Menurut pandangan kebanyakan orang, perbuatan yang akan aku lakukan beberapa menit kemudian merupakan hal yang jijik, jorok, nista, ataupun mesum. Namun berbeda denganku yang sangat menghormati perbuatan seks sebagai permainan seni dan keindahan yang memberikan kepuasan dan kesenangan. Entah sudah berapa puluh lelaki yang pernah menjadi pelampiasan nafsu sex ku, atau mungkin aku yang dijadikan pelampiasan nafsu sex mereka.
Kupacu mobilku dari kampus menuju jalan Seturan. Walaupun daerah ini banyak bertebaran kos-kosan untuk mahasiswa/i, jangan sebut namaku Agam Pratama, jika tidak bisa menemukan kos yang ditempati Gerald.
Kos ini cukup mewah untuk ukuran mahasiswa. Bangunan baru dengan gaya minimalis, dan terdapat parkiran motor maupun mobil. Sesuai petunjuk Gerald, setelah sampai, naik ke ke lantai 2, cari kamar bernomor 24.
Aku ketuk pintu kamar yang bertuliskan 24.
Tok…Tok….Tok….
“Spada…” Sapaku
Terdengar suara pintu terbuka dari dalam.
Sumpah demi Antonio Vivaldi maestro biola dari Venice, Gerald membuat badanku terasa melayang-layang. Kulihat dia hanya mengenakan kaos oblong dan celana boxer, sehingga dengan leluasa mataku memandang betis dan pahanya yang begitu kokoh.
Tak perlu rasanya untuk berbasa-basa yang basi. Kudorong tubuh Gerald kedalam kamarnya. Sambil kututup pintu kamarnya, mulutku langsung bekerja dengan giat memberikan serangan-serangan jitu yang membuat Gerald kelabakan dan sekaligus menikmati.
Tanpa menunggu persetujuan dari Gerald, aku melucuti seluruh kain yang melekat pada tubuhku dan tubuhnya. Dengan ganas, kembali kulancarkan serangan-serangan maut yang sudah menjadi bakat alami.
Sebuah alat pengaman yang selalu kuselipkan didompetku, aku keluarkan dari pelastiknya. Setelah kugunakan, aku siap kembali melancarkan serangan yang membuat badannya Gerald bergeliat kenikmatan. Kami pun kembali berkomunikasi tanpa teks dan berakhir dengan deru nafas tersengal-sengal, kemudian kembali normal seperti sediakala.
Selayaknya ibu-ibu sosialite yang suka berbasa-basa yang basi, aku pun melakukannya setelah pergumulan yang kami lakukan beberapa menit yang lalu.
“Ger….loe udah punya pacar belum ?”
“Belum Gam….aku ngga suka terikat.”
“Kamu udah berapa lama pacaran sama Beni ?”
“Kira-kira udah 5 bulan.”
“Loe sama sekali belum pernah pacaran Ger ?”
“Pernah sih dulu, cuma sekali aja. Itu juga cuma 3 bulan aja pacarannya.”
“Loh kok bisa putus Ger ?”
“Dia ketahuan selingkuh.”
“Mulai dari situ aku ngga pernah mau pacaran.”
“Pasti ujung-ujungnya juga selingkuh. Jadi buat apa pacaran.”
“Iya juga ya Ger….”
“Gue aja yang baru pacaran 5 bulan, udah beberapa kali berhubungan dengan laki lain.”
“Nah itu dia Gam….makanya aku ngga mau pacaran.”
“Eh…tapi kalau aku mau ml lagi sama kamu, boleh kan ?”
“Boleh lah Ger….Gue suka banget sama badan loe..”
“Mandi dulu yuk…udah lengket banget nih..”
“Ok deh….”
Kami pun bergegas menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar. Dengan berbalur sabun cair, kami saling menyabuni secara bergantian. Bermula dengan kejahilan menyentuh daerah-daerah yang sensitif, dan terulanglah permainan terlarang yang baru saja telah kami lakukan beberapa menit yang lalu.
Setelah berpamitan dengan Gerald, aku pacu mobilku menuju rumahku yang berada di jalan Palagan melalui jalan Ring Road utara dan berbelok ke kanan di perempatan yang terdapat monumen Jogja Kembali.
Dreettt....Dreettt....
Sepertinya ada yang memanggilku melalui ponsel. Kulihat nama yang tertera di layar ponselku. Indra rupanya yang meneleponku.
“Hai Dra....”
“Gam...kamu dimana sekarang ?”
“Mau pulang Dra. Kenapa memangnya ?”
“Ntar sore ngopi di mall yuk.”
“Jam berapa Dra ?”
“Jam 7an ya....”
“Ok deh...”
“Sampai ketemu ntar ya Dra...”
“Siipppp...”
Tanpa terasa aku sudah sampai di rumahku. Kulihat ada dua motor terparkir di halaman depan rumah. Sepertinya ada temannya adikku.
“Tumben udah pulang Bang ?” Tanya adikku yang umurnya hanya selisih dua tahun dariku.
“Siapa ini Dul ?”
“Kenalin Bang...Temen kampusku. Reskha namanya.”
“Siang mas... Saya Reskha.” Ucap temannya Gilang, sambil mengulurkan tangannya.
“Eh..Agam...”Ucapku sambil menyambut tangannya Reskha.
Kupandang sejenak wajahnya Reskha, terlihat jelas garis wajah dengan hidung yang mancung. Kulitnya agak sedikit gelap, namun sangat bersih.
“Ehhemmm...”
Terdengar suara Gilang. Aku buru-buru melepaskan tangannya Reskha.
“Bang.....”
Kulihat Gilang menatapku tajam. Sedangkan Reskha tidak mengerti maksud dari ucapan Gilang.
“Iya Dul...” Jawabku agak sedikit kecewa.
Hanya aku dan Gilang saja yang mengerti arti pembicaraan kami berdua.
“Ya sudah...teruskan belajarnya ya...”
Akupun menuju kamarku yang berada di lantai dua. Sambil merebahkan badanku, aku kembali membayangkan wajah Reskha yang membuat aku penasaran. Bagaimana caranya aku bisa mendekatinya. Tadi saja, aku sudah dilarang oleh adikku.
Gilang memang sudah mengetahui jika aku gay. Aku pernah tertangkap olehnya ketika aku sedang berciuman di kamar bersama seorang lelaki. Tetapi sejauh ini dia tidak terlalu memperdulikan perbuatanku. Bahkan dia juga menyembunyikan perbuatanku terhadap orang tuaku.
Entah berapa lama aku terlelap, perlahan kubuka mataku ini. Kulirik jam yang berada di dinding kamarku. Waktu sudah menunjukkan pukul 5sore. Aku bangkit dari tempat tidur, kemudian keluar kamar untuk mengambil minum di dapur.
Rupanya Gilang dan Reskha sudah pergi lagi. Ada sedikit perasaan kecewa di dalam hatiku, karena aku tidak bisa memandang wajahnya Reskha.
Setelah mandi dan berpakaian casual, aku pacu mobilku menuju Maliobro Mall. Namun sebelumnya aku akan mampir dulu untuk menjemput Beni di kosnya. Tidak membutuhkan waktu yang lama aku sudah sampai di depan kos ini. Aku langsung menuju kamarnya.
Sebelum kuketuk pintu kamar, terdengar suara sayup-sayup dari dalam kamarnya Beni. Aku coba tempelkan kupingku ke pintu.
“Ben…Hari ini kamu ngga janjian sama pacarmu ?”
“Ngga Gi…”
“Tadi pagi sih dia bilang sedang banyak tugas, jadi hari ini dia ngga bisa ketemu denganku.”
“Berarti malam ini aku bisa tidur sepuasnya dengan kamu dong…”
“Pastinya Gi…”
Cup…cap….cup….
cuk….cak….cuk….
Suara percakapan yang terhenti, berganti dengan suara kecupan dan decakan yang dihasilkan dari pertemuan dua mulut yang saling melumat satu dengan lainnya. Suara kecupan dan decakan pun terhenti, berganti dengan suara desahan-desahan kenikmatan.
Darahku mulai mendidih, gigiku bergemulutuk menahan emosi. Kugenggam erat kedua telapak tanganku yang sudah mulai dingin.
Apakah aku harus melabrak pacarku yang sedang bergumul durja dengan pejantan lain ? Atau aku biarkan saja.
Lebih baik aku biarkan saja. Aku bergegas menuju mobilku yang terparkir di depan kos ini. Kulajukan mobil ini menuju Malioboro Mall dengan hati panas.
Hanya 10 menit aku sudah sampai di mall ini. Kulirik jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 19.15. Setelah kuparkirkan mobilku di depan hotel Ibis, aku bergegas menuju café Excelso yang berada di lantai dua.
Kami biasa menghabiskan waktu di café ini hanya untuk sekedar bercanda. Sudah ada Indra dan Rico rupanya.
“Gam….mukamu kok kusut gitu ?”
“Beni ngga diajak ?”
“Gue lagi kesel Dra…”
“Kenapa lagi Gam ?”
“Beni lagi selingkuh tuh sama laki lain.”
“Haaa….kok kamu bisa tau Gam ?”
Lalu kuceritakan kejadian beberap menit yang lalu.
“Tapi kamu berbuat cabul juga dengan Gerald tadi siang kan ?”
“Loh kok loe tau Ric ?”
“Ya iya lah tau….Gerald kan selalu cerita sama aku.”
“Gini nih kalau jalang pacaran sama sundal.”
“Sama-sama cabulnya.”
“Iya ya Dra….”
“Betul juga apa yang dibilang Gerald tadi siang.”
“Ujung-ujungnya saling selingkuh.”
“Lagian suruh siapa pacaran Wuk…”
“Woooyyy….Nama gue Agam Pratama. Bukan Awuk.”
“Heh…itu panggilan sayang buat kamu tau.”
“Artinya apa Dra…?”
“Itu dari kata gawuk*. Bahasa jawa, artinya anak lelaki yang cakep.”
*Gawuk = kemaluan wanita
“Kamu tuh Mas….Heheheheh…”
“Gue curiga artinya bukan itu.”
“Apa artinya Ric ?”
“Tanya aja sama Mas Indra….Aku ngga tau artinya apa.”
“Wuk….terus kamu mau gimana sama Beni ?”
“Sumpah demi Nicolaus Otto penemu mesin 4 tak, gue udah ngga mau pacaran lagi dengan dia.”
“Kamu tuh cocoknya jadi pelacur wuk…”
“Itu congor belum pernah gue sumpel gawuk ya ?”
“Hahahaha……kayak yang tau artinya aja Gam.”
“Yang jelas artinya bukan anak laki-laki. Bener kan Ric…”
“Ya gitu lah kira-kira Gam…”
Untuk sesaat aku melupakan permasalahanku dengan Beni. Besok aku akan berbicara dengannya untuk tidak melanjutkan hubungan kami. Bagiku memutuskan seseorang sama mudahnya dengan mencari orang baru. Jadi bukan masalah yang besar jika saat ini aku harus putus dengan Beni.
***
Can't wait to read the rest of this story.
Ayo dilanjut