It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@gr3yboy : Hahahaha...ngepens nya kok ama Indah. Ganas loh...
@hikaru : Lanjut lagi ya bacanya, sambil minum teh kalau sore begini. Hehehehe...
@black2_gemini : Iya...salah copy, jadi ada beberapa yang ngga ke mensen
@joe_senja : Mau di lanjut sebentar lagi...
@lembuswana : Aku ngepens padamu....Hehehe, tapi sama @gr3yboy juga ngepens
@omarov : Lanjutannya sebentar lagi di upload...
@4ndh0 : Aduh punten pisan, kemarin kayaknya salah copy, jadi ada beberapa orang yang lupa di mensen. Jangan pundung lagi ya... Sekarang mah pasti di mensen.
@yunjaedaughter : Siap...bentar lagi mau di upload part 6 nya
@Dhika_smg : siap...siap.....
@danze : Sabar ya....moga-moga nunggunya ngga terlalu lama.
Teman-teman yang kemarin ngga di mention, maafkan saya ya....salah copy sepertinya.
Sekarang dilanjut ke part 6. Pertama kalinya Agam ke markasnya Rahmat. Disana juga Agam mengenal 2 orang lainnya.
Setelah pulang sekolah, aku segera membersihkan badanku. Hari ini aku berencana akan jalan dengan Rahmat untuk bertemu dengan Ipung. Kugunakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans biru terang dengan beberapa sobekan di sekitar paha dan lutut. Kupastikan dandananku serasi dengan bercermin di depan kaca lemari bajuku.
Tok…tok…tok…..
“Bang Agam….” Terdengar suara Gilang dari balik pintu kamar.
“Masuk aja Dul…”Ucapku menyuruh Gilang masuk ke dalam kamarku.
“Eh tumben udah rapi…Mau kemana Bang ?” Tanya Gilang sambil melihatku, kemudian dia duduk di atas kasur.
“Mau malam mingguan dong….”
“Sama Ka Indah ya Bang ? Aku boleh ikut ngga ?”
“Loe diem di rumah aja ya…Lagian gue ngga jalan sama si nenek lampir.”
“Di rumah nanti malam ngga ada siapa-siapa Bang. Si Mamah katanya mau kumpul sama genk nya. Bang Agam pulangnya jangan malam-malam ya…..”
“Jam 6 sore deh gue balik ke rumah. Loe mau diem di rumah aja atau mau jalan sama gue ?”
“Aku mau jalan-jalan aja sama Bang Agam.” Ucap Gilang ceria.
Adikku yang satu ini sebenarnya bukan anak manja. Tetapi aku dan kedua orang tuaku selalu memanjakannya. Walaupun otaknya tidak sepintar aku, tetapi hatinya sangat baik sekali. Dia sama sekali tidak pernah melawan perintahku dan kedua orangtuaku.
Ketika aku jemput Rahmat di Cisitu, akupun memberitahu kepadanya bahwa aku tidak bisa pulang sampai larut malam.
“Sama Gam….aku juga ngga bisa sampai malam.” Ucapnya ketika akan naik di jok belakang motorku.
“Memangnya loe mau kemana lagi ? Mau pacaran ya ?”
“Pacar mah ngga punya Gam, aku mau jalan sama Ipung. Biasalah, mau ngancing.”
Pikiranku langsung ngeres mendengar kata-kata ngancing yang berasal dari kata dasar kancing. Apakah mereka akan berbuat mesum dengan cara mengancing pintu rumahnya ? Tapi lebih baik aku pastikan dulu istilah kata ngancing.
“Apaan ngancing ?”Tanyaku penasaran.
“Itu Gam….Boat*. Eh tapi nanti kalau di depan si Babeh, jangan bilang kalau aku sama Ipung suka ngeboat ya…”Ucap Rahmat sambil berbisik.
Boat asal kata dari obat-obatan terlarang.
“Memangnya si Babeh itu siapa ? Terus kenapa dia ngga boleh tau ?”Ucapku sambil mematikan motorku. Aku penasaran dengan pernyataan Rahmat barusan.
“Si Babeh itu dulunya mantan narapidana, tapi sekarang udah insyaf.”
“Kasus apaan Mat ? Terus dihukumnya berapa tahun ?”
“Katanya sih pembunuhan, tapi aku ngga berani tanya kasusnya seperti apa. Di penjaranya juga lama banget.”
“Gue mau langsung tanya aja sama si Babeh. Ya udah kita berangkat sekarang ya…” Ucapku sambil menyalakan kembali motorku. Kemudian aku melajukan motorku menuju jalan BKR.
Walaupun aku sudah tidak berhasrat dengan Rahmat, tapi lumayan juga kalau nyetir motor sambil dipeluk dia. Terkadang aku ngerem mendadak agar tubuhnya Rahmat yang seksi ini menempel dipunggungku.
“Gam….Pelang-pelang aja ngejalaninnya.” Pinta Rahmat. Aku tidak terlalu hiraukan permintaannya.
“Mat…pegangnya yang kenceng ya.” Teriakku agar terdengar oleh Rahmat. Kutambah kecepaatan laju motorku hingga 100km/jam. Kurasakan tangannya Rahmat semakin kencang melingkar di perutku.
Cuaca kota Bandung siang ini cukup terik, sedangkan jalanan sudah mulai dipadati oleh kendaraan berplat B yang ingin berwisata kuliner atau datang ke factory otlet yang tersebar di kota Bandung. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di jalan BKR. Rahmat menunjuk jalan di sebelah rel kereta api yang masih aktif, agar aku menuju jalan tersebut.
Hanya beberapa puluh meter masuk ke dalam jalan ini, Rahmat pun menyuruh memberhentikan motorku di depan sebuah rumah yang sangat sederhana. Halaman rumah ini tidak terlalu besar, mungkin panjangnya sekitar 2 meter. Sedangkan lebar muka rumahnya sekitar 7 meter. Bangunannya sudah menggunakan batu bata dan agak sedikit usang.
Setelah memarkirkan motorku, Rahmat langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Pintu depan rumah ini terbuka lebar-lebar, sehingga aku bisa langsung melihat isi dalam rumah ini. Aku hanya berdiri di depan rumah ini tanpa berani masuk ke dalam.
Hanya beberapa saat aku memandang rumah ini, terdengar teriakan Rahmat dari dalam rumah.
“Gam….Jangan berdiri di luar. Masuk….!! Ada Ipung kok di sini.”
“Eh..iy..iya Mat…” Ucapku terbata-bata mendengar nama Ipung disebut-sebut.
Dengan ragu, aku melangkah masuk ke dalam rumah ini. Ruang tamunya tidak terlalu besar, dan perabotannya pun terlihat sangat kuno. Ada satu set kursi tamu yang terdiri dari 2 kursi single dan 1 kursi panjang. Diantaranya ada meja kaca yang di atasnya terdapat taplak bermotif bunga-bunga dan berwarna putih kusam.
Jantungku berdegub semakin kencang ketika melihat Rahmat duduk berdampingan dengan Ipung di kursi panjang. Penampilan Ipung masih sama seperti aku pertama kali melihatnya. Sedangkan ada seorang lelaki yang kuperkirakan berumur 50tahun dengan muka yang agak sedikit menyeramkan dan berkumis tebal. Perutnyapun sangat tambun. Di lengan kanan dari atas sampai pergelangan tangannya terdapat tatto bermotif ular yang sedang melilit.
“Permisi….” Ucapku yang aku paksakan senormal mungkin.
“Masuk aja….Ngga usah malu-malu” Kata lelaki itu mempersilahkanku masuk kedalam rumahnya.
“Beh….kenail ini Agam, teman sekolahku.” Ucap Rahmat untuk memperkenalkanku kepada lelaki tambun bertato ini.
“Agam….”kataku sambil mengulurkan tangan untuk tabe. Lelaki itu menyambut tanganku.
“Duduk Gam….Panggil saya Babeh aja. Anak-anak disini semuanya memanggil seperti itu. Dengan Ipung kamu udah kenal ?”
Aku menjawab pertanyaan Babeh sambil kuletakkan pantatku di kursi yang berseberangan dengannya. “Sudah Beh…waktu itu ketemu di kos nya Rahmat.”
“Kamu keliatan kayak anak yang baik-baik. Kamu suka minum obat-obatan atau isep ganja ngga ?” Tanya Babeh sambil menyalakan sebatang rokok Jarum Coklat.
“Saya ngga pernah menyentuh obat-obatan. Sedangkan ganja saya pernah sekali lihat di….”Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba Rahmat berbicara.
“Beh…Di dalam ada siapa ?” Tanya Rahmat sambil melirik tajam kearahku. Aku tau arti dari lirikannya.
“Ada si Zabeth lagi buat nasi goreng.” Jawab Babeh sambil mengepulkan asapnya ke udara.
“Aku ke belakang ya Beh…Dari tadi belum makan siang. Pung…mau ikut ngga ?” Ajak Rahmat kepada Ipung sambil beranjak dari kursi panjang. Ipung hanya mengangguk saja dan mengikuti Rahmat berjalan menuju belakang rumah.
“Kamu udah makan belum Gam ?”
“Sudah Beh…tadi sebelum kesini makan dulu dirumah.”
“Kamu jangan ikut-ikutan Rahmat dan Ipung yang suka pake obat-obatan dan ganja. Babeh sudah ngelarang mereka berdua untuk menjauhi barang-barang seperti itu.”
“Iya Beh…Dulu saya pernah lihat Rahmat mabok di sekolah. Tapi sekarang-sekarang sih udah ngga.” Ucapku untuk menutupi perbuatan Rahmat.
“Mata Babeh mah ngga bisa ditipu Gam. Mereka berdua masih aktif pake barang seperti itu. Zabeth juga sama aja, udah babeh larang-larang, masih aja pake. Babeh ngga mau mereka terjerumus seperti apa yang sudah pernah Babeh alami dulu. Kata penyesalan itu ngga pernah kita ucapkan sebelum kejadian.”
“Memangnya Babeh dulu suka mabok juga ya ? Kok bisa berhenti sekarang ?” Tanyaku penasaran.
“Dulu Babeh sama temen-temen babeh sering banget mabok-mabokan, sampai harus jual barang-barang yang ada di rumah hanya untuk membeli barang haram seperti itu. Karena lama kelamaan barang-barang di rumah sudah habis terjual, akhirnya Babeh mulai mencuri.”
“Terus Beh….”
“Karena keasikkan mencuri, lama kelamaan temannya Babeh merencanakan sebuah perampokan di rumah orang-orang kaya. Karena beberapa kali aksi kami berhasil, makanya kami menjadi ketagihan. Tidak perlu kerja, tetapi duit banyak. Suatu saat, kami semua merampok sebuah rumah di daerah Setiabudi, tetapi pemilik rumah itu melakukan perlawanan. Alhasil terjadi baku hantam di rumah tersebut.”
“Haaa….Terus yang kalah siapa Beh ?”
“Yang kalah ya pemilik rumah, karena satu lawan 3 orang. Tetapi salah satu teman Babeh tergores lengannya oleh sebuah pisau. Dia tidak terima dengan hal itu. Dan dengan brutal dia hujamkan pisau itu ke tubuh korban.”
“Mati dong Beh kalau sampai ditusuk pisau begitu…”
“Ya jelas aja mati, tapi tidak sampai disitu saja, teman Babeh juga membantai istri, kedua anaknya yang masih kecil dan 1 orang pembantu.”
“Setelah kejadian itu gimana Beh ?”
“Babeh sempat melarikan diri ke Sumedang, sedangkan kedua teman Babeh melarikan diri ke Jawa Timur. Sekitar 6 bulan Babeh berada di Sumedang, setiap tidur Babeh selalu di datangi orang yang dibunuh teman Babeh itu. Dia meminta pertanggungjawaban Babeh.”
“Haaa….yang bener Beh…Saya sampe merinding begini dengernya.”
“Iya Gam….Babeh juga jadi ngga tenang hidupnya. Setelah dipikir-pikir, Babeh memutuskan untuk menyerahkan diri. Selain itu juga, kalau kita langsung menyerahkan diri seperti itu, biasanya mendapatkan keringanan hukuman.”
“Temannya Babeh ikut menyerahkan diri ngga ?”
“Mereka berdua tidak mau menyerahkan diri. Sekitar 3 bulan kemudian mereka tertangkap di Madura ketika hendak menyeberang ke pulau Jawa.”
“Terus Babeh di hukum berapa tahun penjara ?”
“Babeh dihukum 18 tahun penjara, sedangkan kedua teman Babeh yang satu dihukum 20 tahun penjara, yang satunya lagi dihukum mati.”
“Haaa…..!!!! Sekarang teman Babeh udah mati dong ?”
“Setahun yang lalu dia ditembak mati di Nusa kambangan.”
“Serem ya Beh….”
“Nah itu dia Gam, makanya Babeh ngga mau kalau mereka terjerumus sama seperti Babeh dulu. 18 tahun kan bukan masa yang sebentar Gam.”
“Iya lah Beh…Umur saya aja sekarang baru 19 tahun. Beh ceritain dong kehidupan penjara itu seperti apa ?”
“Kamu mau tau yang bagian mananya Gam ?” Tanya Babeh sambil menyalakan batang rokok yang ketiga. Mulutnya seperti lokomotif yang terus menerus mengeluarkan asap.
“Semuanya aja Beh…Saya penasaran gimana kehidupan penjara itu.”
“Mulai dari awal aja Babeh cerita ya…”
Belum sempat Babeh melanjutkan ceritanya, kulihat Rahmat dan Ipung berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu sambil membawa 2 gelas air putih. Di belakang mereka ada seseorang yang tubuhnya tidak terlalu tinggi, sedikit lebih kurus dan lebih gelap kulitnya dibanding Ipung. Dia hanya mengenakan celana pendek selutut. Dimulai dari leher sampai dengan pergelangan kaki, terdapat tatto yang bermotif abstrak. Hampir seluruh lengannya tertutup tatto bermotif gotic. Tebakanku orang ini yang bernama Zabeth.
Dia memandangku sangat tajam. Seolah tidak suka melihat aku berada di dalam rumah ini. Tadinya aku akan membalas pandangannya, namun aku masih menghargai Rahmat yang mengajakku ke sini.
“Gam, ini yang namanya Zabeth….” Kata Babeh memperkenakal Zabeth kepada diriku.
“Agam….” Ucapku sambil memberikan tangan kananku untuk tabe. Sedikitpun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya Zabeth. Dia hanya memandangku tajam beberapa saat, kemudian dia langsung berlalu menuju kamar yang pintunya menghadap ruang tengah.
“Ngga usah dimasukkan ke dalam hati ya Gam….Dia orangnya baik kok, tapi kalau sama orang baru suka seperti itu.” Ucap Babeh menjelaskan tentang Zabeth. Walaupun hatiku terasa sangat panas, namun aku coba untuk meredam emosiku dan mengikuti apa yang Babeh katakan.
Akupun kemudian duduk kembali diiringi dengan Ipung dan Rahmat. Sedangkan Babeh beranjak dari kursinya kemudian berjalan menyusul Rahmat yang berada di kamar tengah.
“Mat….kayaknya Zabeth ngga suka ya sama gue ? Kenapa ya…?”
“Emmm……mungkin belum kenal aja.” Ucap Rahmat berbohong. Aku bisa tau demikian karena mata orang yang berbohong, sangat jelas kelihatan perbedaannya ketika tidak berbohong. Tapi aku tidak mau mengorek lebih dalam alasan mengapa Zabeth bersikap demikian. Lebih baik aku mulai mengakrabkan diri dengan Ipung yang untu kedua kalinya sukses membuat jantungku berdegub kencang. Dalam hatiku berbicara “ Awas ya Pung…loe harus bertanggung jawab !!!!”
Ada sedikit suara gaduh yang terdengar dari dalam kamar, namun karena suaranya tidak jelas, jadi aku tidak bisa merekam pembicaraan mereka berdua. Ipung dan Rahmat kemudian menyalakan sebatang rokok kretek filter.
“Gam….mau ngga ?” Tanya Ipung sambil menyodorkan bungkus rokok bertuliskan gudang garam.
“Makasih Pung…Gue ngga ngerokok.”Tolakku dengan sopan. Andaikata dia menyodor rokok yang ada di balik celana jeansnya, pasti dengan senang hati aku akan langsung menghisapnya.
Terkadang waktu akan bergerak lebih cepat jika kita sedang mengalami suatu kesenangan atau kebahagiaan, sama seperti yang terjadi sore ini. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Jika tidak memikirkan adikku yang berada di rumah sendirian, mungkin aku masih akan berlama-lama berbincang di rumah ini bersama Babeh, Ipung dan Rahmat.
“Beh…senin siang saya main ke sini lagi ya. Ceritanya kan masih bersambung.”
“Iya Gam, kamu main aja lagi kesini ya…Babeh tunggu di rumah.”
“Siap Beh…” Kataku sambil melajukan motorku menuju rumahku. Sedangkan Rahmat berboncengan dengan Ipung entah kemana.
Sesampainya di rumah, kulihat Gilang sudah siap untuk jalan denganku. Aku hanya minum segelas air putih saja, kemudian aku langsung berangkat bersama Gilang menuju BIP yang berada di jalan Merdeka tidak jauh dari rumahku.
Kami berdua mulai menelusuri etalase demi etalase untuk melihat lihat barang yang di jajakan oleh masing-masing counter di mall ini. Perutku sepertinya sudah mulai berkicau dengan diiringi musik keroncong.
“Dul…Loe laper ngga ?” Tanyaku kepada Gilan
“Pasti Bang Agam udah laper ya ? Aku juga laper Bang.”ucap Gilang sambil memegang perutnya yang rata.
“Loe mau makan apa Dul ? Fastfood atau mau yang lain ?”
“Makan Hokben aja ya Bang…Pengen chicken teba.”
“Sekalian ke Gramed ya Dul….Gue mau beli alat rekam suara.”
“Buat apaan Bang ?” Tanya Gilang heran.
“Buat si nenek lampir. Dia selalu melanggar sumpahnya. Ntar kalau dia bersumpah lagi, gue mau rekam suaranya. Supaya dia inget apa yang udah dia sumpahkan.”
“Ooo dikira Bang Agam mau jadi wartawan.” Ucap Gilang sambil merangkulku. Kemudian kami berjalan menuju restaurant Hokben yang berada di seberang jalan Mall ini.
***