It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@gr3yboy : yang dijelaskan @touch, semuanya benar.
Untuk seks dalam penjara, hanya sebagian kecil saja yang diungkap. Takut dibilang berlebihan. Padahal kenyataannya jauh lebih parah
@avatar : Siap.....Mau dilanjut lagi
@dollysipelly : Lanjut lagi ya...
@Henry_13 : Pernah sekali berkunjung ke Nusa Kambangan sama teman-teman kantor. Sekalian ngobrol dengan beberapa penghuni binaan disana.
@danze : memang benar seperti itu. Ada beberapa dialog yang dihapus tentang kehidupan penjara yang lebih parah. Takut ada yang nuntut...Heheheheh
[/quote]
@aji_dharma : lanjut ya ke part 8
@treezz : Hehehehhe....bukan kebetrik lagi. Harus disetrum otaknya. Hehehehe
@digorya : ada beberapa alur yang dipercepat, ada juga yang lambat. Untuk part ini alurnya sedikit lambat
Lanjut ya ke part 8...
Kulihat pipiku yang mulai membiru dan terlihat agak sedikit menggembung. Sudah kucoba dikompres dengan menggunakan es batu, namun tidak ada perubahan sedikitpun.
Tok..Tok..Tok..
“Bang….udah ditunggu tuh sama Mamah dan Papah…”Ucap Gilang dari balik pintu kamarku. Seperti biasanya, Gilang selalu memanggilku ketika acara makan malam telah tiba.
“Gue ngga makan malam ini. Masih kenyang Dul…”Elakku untuk menghindari acara makan malam bersama keluargaku. Sebenarnya perutku sudah terasa sangat lapar sekali, tetapi lebih baik aku tahan sampai mereka tertidur daripada aku harus menjawab beberapa pertanyaan dan disertai dengan ancaman-ancaman yang mengerikan.
KLEK…
Suara pintu kamarku terbuka. Gilang yang hanya menggunakan celana pendek dan kaos oblong masuk ke dalam kamarku.
“Bang Agam….!!!!” Seru Gilang sambil menunjuk ke arahku. Siap-siap deh mendengarkan cuapan dari adikku yang satu ini.
“Iya Dul, udah deh ngga usah cerwet. Sana makan malam dulu.” Selaku sambl berjalan mendekat ke arah Gilang.
“Ngga…ngga….ngga…!!! Aku harus tau dulu kenapa mukanya bisa biru-biru seperti itu.”Ucap adikku sambil memegang pipiku yang berwarna biru.
“Sshhhhh…..Sakit tau.”
“Aku tambahin satu lagi di pipi yang kiri !!! Biar kelihatan tambah jelek” Ucap Gilang dengan sedikit emosi.
“Jangan dong Dul…satu aja sakit banget, gimana kalau dua-duanya ?”Rengekku.
“Bang Agam mau ke meja makan sekarang atau aku yang kasih tau mamah dan papah !!!”
“Duh…ada pilihan lain lagi ngga Dul ? Aku beliin coklat ya…Tapi loe jangan bilang sama mereka berdua.”
“Haaa…!!! Kalau coklat aku bisa beli sendiri. Kecuali kalau Bang Agam mau beliin motor seperti punya Bang Agam, aku ngga akan bilang deh.” Ucap Gilang sambil tersenyum antagonis.
“Loe kok tega sih sama gue….”
“Aku ngga suka liat Bang Agam berantem melulu !!! KELUAR SEKARANG !!!!” Bentak Gilang
“Ehh…Iy..iya Dul….Jangan galak-galak gitu dong sama gue.”
“Cepet keluar…!!!”Ucap Gilang sambil mendorongku keluar dari kamarku. Aku digiring Gilang menuju meja makan. Sudah ada ayahku dan ibuku yang menunggu kami disana.
“AGAM PRATAMA !!!! PASTI BERANTEM LAGI !!!!” Ucap Ibuku ketika melihat kondisiku seperti ini.
“Eh….An..anu Mah, ngga berantem kok.” Ucapku Gugup. Ayahku seperti biasanya tidak terlalu banyak komentar. Tapi kali ini dia pun membuka suara juga.
“Kamu abis berantem sama siapa Gam ?” Ucap Ayahku tenang. Perlahan-lahan aku duduk di kursi meja makan ini. Sedangkan Gilang sudah mendahuluiku duduk di tempatnya.
“Ngga berantem kok Pah, tadi siang waktu main bola beklen sama Indah, bolanya kena ke muka Agam. Jadi aja biru-biru seperti ini.”
“Hahahahah….Masa anak Papah mainnya bola beklen. Kalau mau bohong itu dipikirin dulu. Jangan asal jeplak aja.”
“Ayo jawab, berantem sama siapa !!” Tanya Ibuku ketus.
“Eh…an..anu Mah, tadi cuma rebutuan sesuatu kok. Kepala Agam saling berbenturan dengan kepalanya teman Agam.”
“Memangnya apa yang kamu rebutin sih ?” Tanya Ayahku sambil mengambil nasi.
“An..anu Pah, rebutan matahari.” Jawabku.
“Ahhh…sudah…sudah…Susah juga ngomong sama anak yang satu ini. Nanti setelah lulus sekolah, Mamah mau kirim kamu ke Iowa, ikut pamanmu di sana.”Ancam Ibuku. Paman yang disebut Ibuku adalah adik kandungnya yang tinggal di Amerika. Dia sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Aku pernah berkunjung sekali kesana, tepatnya di kota Des Moines. Walaupun mengusung nama Amerika, namun kota itu tidak ada hiburan sama sekali. 2 minggu tinggal disana rasanya seperti 2 tahun.
“Mamah kok tega banget sih sama Agam yang rajin belajar dan menurut perintah orang tua.”Rengekku
“Rasain noh Bang….Makanya jangan suka berantem melulu.”Sambung adikku.
“Pah….Agam mau mogok makan aja sekarang kalau harus pindah ke Amrik.”
“Hahahahha….Masa jagoannya Papah mau mogok makan. Udah makan dulu sana.”Ucap Ayahku yang selalu membelaku.
“Papah tuh selalu aja membela Agam, coba kalau dulu Papah ngga suruh dia ikutan karate, pasti ngga akan seperti ini jadinya.” Sahut Ibuku.
“Mah…Bang Agam kirim aja ke Amrik, biar dia tau rasa.”Sambung Gilang semangat.
“Jangan ya Mah….Please…Please…Please…”Pintaku memelas.
Walaupun akhirnya Ibuku mengurungkan niatnya untuk mengirimku ke Iowa, tapi selama jamuan makan malam aku tidak luput dari omelan dan wejangan yang terlontar melalui mulut adikku dan ibuku.
Sama halnya pada saat aku masuk sekolah di selasa pagi. Teman-temanku yang sudah datang terlebih dahulu langsung menyerbuku untuk menanyakan sebab lukaku. Mereka mengira aku bertengkar dengan Rahmat.
“Kamu berantem ya dengan Rahmat ? Makanya jangan dekat-dekat dengan brandalan itu.” Tanya Dewi berempati.
“Eh…ngga berantem dengan Rahmat kok Wi.”
“Kok kamu bisa babak belur gitu ?” Tanya Ira sambil memeriksa pipiku yang bengkak.
“Kemarin sore aku ketemu maling yang siap beraksi.”
“Haaa…..Dia mau maling apa ? Ketangkep ngga malingnya ? Dimana ? Kejadiannya bagaimana ?” Tanya teman-temanku saling bergantian.
“Eh satu-satu dong kalau tanya…Kemarin itu ada yang mau maling matahariku. Pada saat dia mau beraksi, keburu ketahuan sama gue. Ya akhirnya kita duel maut deh. Terus…..”Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku Indah menarik tanganku sambil berkata kepada teman-temanku :
“Sudah selesai ya wawancaranya, besok-besok lagi aja disambungnya.”Ucap Indah yang kemudian menggiringku ke bangku tempat aku duduk seperti biasanya. Sedangkan teman-temanku kecewa melihat kelakuan Indah seperti itu.
“Gam….Gimana sih cerita sebenarnya ? Kok kamu bisa bonyok gitu ?” Tanya Indah berbisik sambil mendekatkan kepalanya ke arahku.
“Biasalah rebutan matahari terbit…”
“Haaa…..Maksudnya ?”
“Ntar gue cerita pas istirahat ya, ngga enak kalau yang lainnya denger.”
Aku menceritakan semua kejadian yang aku alami kemarin sore kepada Indah ketika istirahat jam pertama berlangsung. Seperti biasanya Indah terbelalak mendengar ceritaku.
“Aku baru tau istilah itu. Berarti kamu tuh sedang mengejar matahari terbit ? Memangnya Ipung mau apa kalau jadi matahari terbit dan kamu jadi bulan tenggelam ?”
“Gue udah susun semua strategi agar dia mau menjadi matahariku. Tapi memang perlu proses, karena Babeh dan Zabeth aja ngga tau kalau Ipung itu kayak gue atau ngga….”
“Kalau misalnya Ipung ngga seperti kamu, terus apa yang mau kamu lakukan ?”
“Heheheh…..Jangan sebut Agam Pratama kalau ngga menemukan jalan menuju Rome.”
Langkah pertama yang bakal aku lakukan adalah mengenal lebih dalam tentang kepribadian seorang Ipung yang sampai saat ini saja aku tidak tahu nama lengkapnya siapa. Untuk langkah-langkah selanjutnya mungkin agak sedikit keji, tapi itu juga akan aku lakukan jika Ipung sampai menolak apa yang kumau.
Setelah pulang sekolah aku berkunjung ke rumah Babeh bersama Rahmat. Aku ingin mengetahui kondisi Zabeth saat ini. Ketika aku sampai di rumah Babeh, Zabeth dan Babeh sedang duduk di ruang tengah sambil menyantap makan siang.
“Siang Beh….”Sapaku ramah. Sedangkan Rahmat langsung masuk menuju dapur.
“Masuk Gam…..Kamu udah makan belum ?”Tanya Babeh.
“Udah Beh…Beth, gimana badan kamu ?”Tanyaku kepada Zabeth yang mukanya sedikit bengkak sama seperti mukaku.
“Lumayan lah udah ngga gitu sakit.”Ucap Zabeth lebih ramah dibanding hari sebelumnya.
“Ipung kemana Beh ?”Tanyaku karena aku tidak melihat batang hidungnya.
“Tuh lagi tidur di kamar, tadi malam dia jagain si Zabeth sampai pagi.”Ucap Babeh.
Kulihat Rahmat berjalan dari dapur menuju ruang tengah sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya yang terdiri dari tumis kacang panjang dan ayam goreng.
“Gam…mau makan ngga ?”Tanya Rahmat sambil duduk di antara Babeh dan Zabeth.
“Gue masih kenyang Mat…Beh saya boleh masuk ke kamar ngga ?”
“Masuk aja Gam, sekalian bangunin Ipung ya….”
“Iya Beh….”Ucapku sambil beranjak dari kursi tengah dan berjalan menuju kamar yang pintunya berhadapan dengan ruangan ini.
Perlahan kubuka pintu kamar ini, kemudian aku masuk ke dalam kamar. Aku agak terkejut ketika melihat Ipung terlentang hanya mengenakan celana dalam berwarna putih saja. Jantungku langsung berdegub sangat kencang sekali, birahiku pun ikut memuncak. Dari pangkal kaki kanan sampai lutut terdapat tatto bergambar gotic hampir sama seperti gambar di lengannya. Aku tidak menyia-nyiakan pemandangan yang begitu indah ini. Pikiranku sudah terlalu cemar dan ingin segera memegang bagian tubuh Ipung yang terbungkus rapih dibalik celana dalamnya.
Setelah puas melihat pemandangan indah yang terhampar ini, perlahan aku mendekat ke arah tempat tidur agar bisa melihat lebih jelas lagi. Setelah posisiku berada sekitar setengah meter dari tubuhnya Ipung, dengan gemetar kuarahkan tanganku menuju gundukan yang menyerupai kuburan cina berbalut kain putih.
Klek…
“Gam !!!” Hardik Zabeth. Aku langsung menoleh ke arah Zabeth yang berdiri di depan pintu kamar ini.
“Loe apain dia semalem ? Pasti loe berbuat curang ?” Ucapku sambil memandang tajam ke arah Zabeth.
“Sumpah aku ngga berbuat apa-apa Gam…Dia kalau tidur kebiasaannya seperti itu.”
“Awas loh ya kalau sampai berbuat curang, gue ngga akan segan-segan memperkosa Rahmat sampai merem melek.” Ancamku.
“Iya…Iya…”Jawab Zabeth, dan berbarengan dengan itu, Ipung bergerak sambil mengeluarkan suara : “Eeemmmm….”
“Eh udah bangun Pung ?” Tanyaku.
“Jam berapa sekarang ?” Ucap Ipung dengan suara parau khas orang baru bangun tidur. Kemudian dia bangkit sambil mengucek-ucek matanya.
“Jam 2 lebih Pung….Mandi dulu sana Pung, gue mau ajak loe jalan.”
“Emangnya mau kemana Gam ?” Tanya Ipung
“Jalan aja Pung, gue tunggu di luar ya.” Ucapku sambil berlalu dari kamar ini dan mendorong Zabeth keluar dari kamar. Disaat yang berbarengan, tangan Zabeth menggenggam gundukan yang berada tepat di tengah-tengah selangkanganku yang sedang meregang. Sontak aku melengkuh kaget. “Aaargggghhh……”
“Kenapa Gam ?”Tanya Ipung yang heran mendengar lengkuhanku.
“Eh…An…anu…Zabeth nih minta dipukulin pake pentungan.”Ucapku yang kemudian langsung mendorong badannya Zabeth keluar dari kamar.
“Makanya kalau punya barang besar, jangan suka dipamer-pamer…Hehehhe”ucap Zabeth santai sambil berjalan menuju ruang tamu.
“Apanya yang besar Beth ?” Tanya Rahmat yang sedang menghisap rokok kretek filternya.
“Eh…Jangan dengerin omongan Zabeth Mat….”Selaku.
“Ipung udah bangun Gam….?” Tanya Babeh yang juga duduk di ruang tamu.
“Udah Beh….Eh Beh, saya minta ijin ajak Ipung jalan-jalan ya.”
“Memangnya kamu mau kemana ?”
“Kalau ngga ke mall, paling nongkrong sambil minum kopi.”
“Aku ikut Gam….”Pinta Rahmat.
“Ngga boleh…Kamu diem aja disini ya.”Ucap Zabeth kepada Rahmat.
Kulihat Ipung keluar dari kamar hanya berbalut handuk saja, dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di belakang rumah ini. Aku hanya bisa menghelai nafas untuk mengurangi rasa birahiku yang sedang memuncak.
“Gam….Hehehehehe….”Ledek Zabeth.
“Udah jangan ledek-ledekan melulu, ntar berantem lagi.” Ucap Babeh yang terus mengepulkan asapnya yang keluar melalui hidung dan mulutnya.
“Kapok ah Beh berantem sama Zabeth. Tapi dia masih punya hutang sama saya, dan harus dibayar.”
“Eh…kapan aku punya hutang ?”Tanya Zabeth heran.
“Hutang apa Gam ?’ Tanya Babeh penasaran.
Akupun mendekatkan mukaku ke arah telinganya Zabeth sambil berbisik “Loe pegang punya gue, harus tanggung jawab !!!”
“Hahahahhaha….”Tawa Zabeth pecah.
“Ngomong apa sih Gam ?” Tanya Rahmat yang bingung dengan bisikanku kepada Zabeth.
“Si Zabeth harus bertanggung jawab sama gue Mat….”
“Babeh seneng kalau liat kalian semua pada akur. Tapi Babeh harap kalian jangan sampai berbuat kriminal ya. Terutama kamu Zabeth….Jangan kebanyakan mabok.”
“Iya Beh…..”Ucap Zabeth.
“Eh Beth, gue mau ngomong ama loe, tapi di depan rumah aja ya…Beh, saya pinjem Zabeth bentar ya..”Ucapku sambil menepuk punggungnya Zabeth agar beranjak dari ruang tamu ini.
“Iya Gam…”Jawab Babeh. Sedangkan Rahmat hanya melihatku berjalan menuju depan rumah sambil mengepulkan asap rokoknya.
Setelah sampai di depan rumah, aku berbisik kepada Zabeth :
“Beth…loe tau ngga kesukaannya Ipung apaan ?”
“Aku ngga tau Gam…Paling juga dia mah suka cimeng.”
“Eh…memangnya loe udah berapa lama kenal sama dia ?”
“Baru juga bulan lalu, si Rahmat yang ngajak Ipung kesini.”
“Haaa…Dikira loe udah lama kenal. Terus loe kapan mau bilang suka sama si Rahmat ?”
“Semalem aku udah bilang kok.” Ucap Zabeth santai dan membuat aku terlonjak kaget.
“Reaksi dia gimana Beth ? Nolak atau nerima ?”Tanyaku penasaran.
“Ya pastinya nolak lah….Geli katanya kalau berhubungan dengan lelaki.”
“Lah kalau dia nolak, kenapa tadi mau aja diajak kesini ?”
“Kalau dia ngga kesini, mau kemana lagi mainnya ?”
“Iya juga sih….Terus rencana loe selanjutnya gimana ?”
“Gampang kalau si Rahmat sih, ntar malam mau gue kerjain.”
“Haaa…caranya gimana Beth ?”
“Rahasia dong….Untuk strategi ngga boleh dibagi-bagi.”
“Huuu..uuhhh…Tapi yang jelas loe masih punya utang sama gue.”
“Hahahaha…..Gampang kalau itu sih, loe maunya dimana ?”
“Weeiitt tunggu dulu, berhubung loe yang pegang kemaluan gue, loe harus jadi matahari terbit. Gue yang akan jadi bulan tenggelam.”
“Ngga sudi ya, masa aku disodomi sama anak SMA, yang ada juga kamu tuh yang jadi matahari terbit.”
“Oke…gue mau jadi matahari terbit, asal loe bisa ngalahin gue.”
“Hehehehe….kalau itu aku nyerah deh. Kamu ikut bela diri jenis apa sih ?”
“Dari kecil gue ikutan karate, berhubung udah ban hitam. Gue males untuk lanjut.”
“Busyet deh…pantes aja aku kalah. Latihan bela diri aja ngga rutin.”
“Tapi loe hebat juga teknik bertandingnya. Beda dengan Rahmat yang hanya memamerkan ototnya aja.”
“Memangnya kamu pernah berkelahi dengan Rahmat ?”
“Sekali aja, itu juga ngga sampai 1 menit dia udah terkapar.”
“Kamu tega ya sama Rahmat, mestinya liat-liat dulu lawannya siapa.”
“Deuh….Habisnya dia nantang sih.”
Belum selesai aku berbicara, Ipung sudah nongol di depan pintu rumah.
“Gam….jadi berangkat ngga ?”Tanya Ipung.
“Jadi Pung….sekarang aja ya….”Ucapku. Kemudian aku berpamitan kepada Babeh, Rahmat dan Zabeth. Setelah itu aku melajukan motorku menuju mall yang berada di jalan Merdeka. Selama perjalanan, tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Seolah otakku mendadak buntu untuk mencari topik yang menarik.
Sesampainya di mall ini, aku langsung mengajak Ipung menuju restauran cepat saji yang berada di lantai dasar. Aku memesan dua paket ayam beserta minumannya. Setelah makanan tersaji di nampan yang berwarna coklat, aku mengajak Ipung untuk duduk di luar restauran ini yang langsung menghadap ke jalan Merdeka.
Sambil menikmati makanan ini, aku mulai membuka percakapan untuk lebih mengetahui kepribadian seorang Ipung. Sedikit agak basa-basa yang basi.
“Pung….Loe udah lama kenal sama Rahmat ?”
“Lumayan sih, sekitar 6 bulanan.”
“Memangnya dulu kenal di mana ?”
“Kenalnya waktu kita sama-sama beli cimeng di Kosambi.”
“Eh Pung, gimana rasanya nyimeng ?”
“Enak banget Gam, seperti melayang-layang di udara. Seolah semua beban hidup dan masalah yang ada sirna semuanya.”
“Bedanya dengan obat-obatan apa Pung ?”
“Kalau obat-obatan hanya penenang aja. Tapi kalau dikonsumsi dalam jumlah banyak, paling bikin cepet tidur. “
“Udah berapa lama loe pake barang kayak gituan ?”
“Udah lama Gam, dari kelas 1 SMA. Pertamanya sih coba-coba, selanjutnya ketagihan sampai sekarang.”
“Eh memangnya loe lulus SMA kapan Pung ?”
“Dua tahun yang lalu Gam. Tapi aku males lanjut….”Ucap Ipung masygul.
Ada sesuatu yang dia tutupi sama halnya dengan Rahmat. Lebih baik aku alihkan pembicaraanku saja.
“Pung…Ntar malam loe mau tidur di mana ?”
“Kalau ngga di rumah Babeh, di kosnya Rahmat.”
“Loe malam ini tidur di Rumah gue aja ya…”Pintaku.
“Keluargamu gimana Gam ? Aku ngga enak sama keluargamu.”
“Nyantai aja, mereka cuek kok. Paling yang cerewet adik gue aja.”
“Asal kamu ngga repot, aku mau aja tidur di rumah kamu.”
“Siippp deh…”
Tahap pertama untuk mendekati Ipung telah berhasil. Setelah puas kami jalan-jalan di mall ini, saatnya untuk pulang ke rumah. Hari juga sudah menjelang sore, dan aku juga harus mengerjakan tugas sekolah.
***
akhirnya zabeth nembak rahmat.. hahay...
dan apa yg bakal terjadi ma agam ipung... pnasarannn....