It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ampura nya @chocolate010185
Edun iye mah edun pisan!
Ampura nya @chocolate010185
Edun iye mah edun pisan!
Ampura nya @chocolate010185
Edun iye mah edun pisan!
Waddeuuwwhh fajar mulai nantang ya ini mimpi pa nyata ya?
Semakin seru aja, jangan lama-lama updatenya ya kang autor
Dilanjooootttttt.......
Jangan2 agam it penggambaran dari kang @chocolate010185?
Atau bisa jadi agam adalah kang @chocolate010185 itu sendiri ya?!
#mata mendelik curiga ala detective conan
author... binali saya...
@kiki_h_n : Andri cuma sekilas aja Ki...
@afif18_raka94 : Lanjut ya ke part 18
@yuzz : Lanjut ya ke part 18
@pokemon : Eh ada bang admin...Lanjut ya ke part 18.
@darkrealm : I love u full too....
@4ndh0 : Bukannya dia yang mau, tapi mempersilahkan Agam untuk menjamahnya. hehehehe....
@sandy.buruan : Gilang ngga diapa-apain kok sama Agam.
@sigma : Wuaaa...Agam ngga suka Indah.Heheheh...
@lembuswana : Mas Hilmi buat aku aja deh...
@Dhika_smg : Duh...kan part 17 ngga ada adegan mesumnya..
@touch : Ngga ada yang terlalu memperhatikan dari dekat. Karena mereka banyak yang tau keganasan Indah, di part 18 ada kok yang sempet memperhatikan obrolan mereka berdua.
@Adam08 : Pastinya lah...Dijamin berminggu-minggu ngga berani ke kantin.
@Sagida : kayaknya banyak banget perempuan yang suka dengan lelaki gay kayak Indah. Lanjut ya ke part 18...
@DItyadrew2 : Mereka juga sukses membuat orang lain gelagapan. Lanjut ya ke part 18.
@danze : Hahahahaha.....Kasihan ya si Andri...
@dandykuerentz : Sama adiknya juga dia takluk kok, eh yang jelas sama pacar pertamanya dia juga ngga berani.
@dedeOZI : Bungkus aja Indahnya, tapi hidup bakal susah loh...Hehehehe...
@joe_senja : Hehehehe...lanjut ya ke part 18, Indah berbuat ulah lagi.
@Bluedragoste : Lanjut ya ke Part 18....
@black2_gemini : Sayang banget Agam sama Gilang....
Ntar ada kok sesi dimana Gilang tau kalau Agam itu lelaki normal. Hehehehe....
@woonma : Makasih ya udah mau baca dan komen ceritaku.
Agam saat kuliah semakin menjadi mesumnya. Ada di cerita Journal.
@bocahnakal96 : Siap....Bentar lagi mau dilanjut.
Agam ngga segila itu sampai ngerjain adiknya. Kan sudah pernah bilang di part awal, walaupun adiknya lebih cakep dari Agam, tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk berhubungan intim dengannya.
@Wooyoung : Lanjut ya ke part 18.
@arieat : Hehehehe...kan bisa dibuka di pesbuk, saya posting juga disana. Lanjut ya ke part 18.
@savanablue : Hahahaha...udah kering belum sekarang ?
@joenior68 : Kenyataan Fajar nantang Agam...Tapi Agamnya masih ngga mau.
@revian97 : Siap....
@Henry_13 : Hahahahaha......Kok aku sih yang dituduh. Aku kan ngga bandel.....
*sambil ngintip, takut ketahuan belangnya...
@rulli arto : Wuuaaa.....Ngga isengan kok....
@sigma : Sini...sini......
@omarovBaru : Siap...Udah diganti namanya...Kirimin dong gambar-gambarnya. Hehehehhe
@semua : Siap.....
Lanjut ya ke part 18....
Entah berapa lama aku terlelap. Pada saat aku membuka mata, kepalanya Gilang masih berada di atas perutku. Posisi mukanya menghadap ke arahku. Matanya masih terpejam. Rupanya dia tertidur sama seperti diriku.
Aku kasihan juga jika harus membangunkan Gilang yang sedang nyenyak seperti ini, tapi ada dorongan yang mendesak kemaluanku dan memaksaku harus segara menuju ke toilet. Aku coba membangunkannya secara lembut dengan mengelus-elus kepalanya. Lambat laun matanya terbuka.
“Dul….gue kebelet pipis, loe geser dulu kepalanya dari perut gue.”
“Iya Bang….” Ucap Gilang dengan suara parau. Setelah dia merubah posisi tidurnya, aku lalu bangkit dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarku.
Pada saat aku keluar dari kamar mandi, kulihat Gilang sedang terduduk di atas kursi sambil mengucek matanya. Rambutnya sangat kusut. Walaupun penampilannya saat ini berantakan, hal itu tidak mengurangi kegatengannya.
“Loe masih ngantuk ngga ? Kalau udah ngga ngantuk, mandi dulu sana. Abis itu kita jalan ke BIP.” Aku mengambil handuk bersih yang ada di dalam lemariku.
“Iya Bang, aku mandi bareng Bang Agam aja ya.” Gilang beranjak dari kasurku dan langsung menuju kamar mandi tanpa menunggu jawabanku.
Seperti biasa, dia selalu mintaku menggosok bagian belakang tubuhnya. Terkadang aku berfikir, kapan Gilang bisa bersikap dewasa dan mandiri, segala sesuatu selalu bergantung kepadaku. Atau aku yang salah terlalu memanjakan dia. Tapi ya sudah lah, toh dia adikku satu-satunya. Suatu saat juga dia tidak akan lagi bergantung kepadaku.
Selesai mandi, kami langsung bergegas menuju BIP menggunakan motorku. Suasana mall ini di sabtu sore lebih padat dibandingkan hari-hari biasa. Sudah banyak pasangan muda-mudi yang datang ke mall ini. Gilang mengajakku ke depan pintu masuk mall, dia paling suka melihat binatang-binatang yang di jual oleh pedagang kaki lima.
“Bang Agam, boleh ngga aku beli kelinci yang itu ?” Gilang menunjuk kelinci yang bulunya sangat lebat. Berbeda dengan kelinci yang biasa aku temui di pasar burung.
“Loe lebih baik ngga usah beli, ntar loe repot harus kasih makan setiap hari. Belum lagi kalau sakit, loe harus bawa ke dokter. Waktu loe malah habis untuk ngurus kelinci.” Saranku kepada Gilang.
“Tapi kelincinya lucu banget Bang, aku suka….” Gilang terlihat sedang mengelus kelinci yang di letakan di atas kurungan. Kelinci ini memang terlihat jinak.
“Iya Dul, kelincinya memang lucu banget. Tapi ngga usah beli ya.” Aku membiarkan Gilang berlama-lama melihat binatang yang lainnya. Karena selain kelinci, ada juga tikus putih, marmot, dan berbagai jenis ular.
“Bang Agam takut sama ular ngga ?” Tanya Gilang sambil memegang ular hijau kecil. Kemudian dia lilitkan ular tersebut di pergelangan tangannya.
“Gue suka ular kok Dul, apalagi ular yang kuning itu.” Aku menunjuk ke arah ular jenis sanca berwarna kuning.
“Itu kan besar banget Bang, aku ngga suka kalau yang segede itu.” Gilang memberikan ular yang tadi melilit di tangannya kepada penjual binatang ini.
“Ke dalam mall yuk Dul…” Ajakku sambil merangkul badannya Gilang.
“Iya Bang, tapi aku udah laper. Makan dulu ya….” Aku mengajak Gilang menuju foodcourt yang berada di lantai atas gedung ini.
Pada saat kami berdua sedang menyantap makanan, ada yang memegang bahuku dari belakang sambil membisikkan : “ Lagi makan apa sayang…?” Suara serak-serak menggoda itu membuat tubuhku sedikit bergidig.
“Loe bikin gue merinding aja. Sama siapa kesininya ?” Tanyaku kepada Indah yang sekarang sedang memelukku dari belakang.
“Sama ortuku, mereka lagi memesan makanan juga. Gilang lagi makan apa ?” Tanya Indah kepada Gilang yang duduk di depanku.
“Sop kambing Kak, Kak Indah udah makan belum ?” Tanya Gilang sambil memasukkan sendok yang berisi nasi ke dalam mulutnya.
“Ni, Kak Indah mau nyemil cahkwe. Gilang mau ngga ? Enak loh, masih panas.” Indah kali ini duduk di sampingku dan meletakkan piring yang berisi 2 potong cahkwe dan saus merah.
“Makasih Kak, aku ngga begitu suka cahkwe. Alot banget kalau digigit.” Kata Gilang.
“Kalau ngga alot, bukan cahkwe namanya Dul. Kalau makanan dari Cina itu rata-rata punya sejarahnya, jadi ngga sembarang buat aja.”
“Memangnya kamu tau sejarah tentang cahkwe ?” Tanya Indah yang terlihat mulai menyantap cahkwe yang dia bawa.
“Sedikit sih, gue pernah baca di Gramedia. Tapi ngga terlalu detail.” Aku memasukkan suapan terakhir dari santapanku. Setelah itu aku menenggak air mineral dari botol kemasan.
“Bang Agam, aku mau tau dong sejarah cahkwe…”Kata Gilang bersemangat.
“Dengerin baik-baik ya. Jaman dinasti Sung yang dipimpin oleh Kaisar Zhaogao, hidup seorang jendral bernama Yue Fei. Dia terlahir dari keluarga petani miskin, tetapi dia sangat pintar dalam strategi perang. Karirnya dalam dunia militer akhirnya membawa dia menduduki posisi Jendral. Yue Fei ini amat dicintai masyarakat pada waktu itu. Tapi ada pejabat pengadilan yang iri pada kesuksesan karirnya Yue Fei, namanya Qin Hui. Dia menfitnah Jendral Yue Fei, dan Kaisar Zhaogao yang bodoh dan manja itu akhirnya menghukum mati Jendral Yue Fei tanpa ada pengadilan.”
“Jahat banget si Qin Hui itu ya Bang, lagian Kaisarnya percaya aja omongan si Qin Hui.”
“Makanya Dul, loe harus banyak belajar dan jangan manja, ntar kayak si Kaisar Zhaogao, mudah dihasut orang lain.”
“Itu kejadiannya tahun berapa Gam ?”
“Kejadiannya sekitar tahun 1100an.” Jawabku
“Terus lanjutannya gimana Bang ?”
“Lanjut ya…Masyarakat yang merasa kehilangan Yue Fei, mendirikan kuil bernama Baogao yang artinya pengabdian kepada tanah air. Kuil itu didirikan secara diam-diam. Nah setelah kaisar Zhaogao dan Qin Hui wafat, dan pemerintahan diganti oleh Kaisar Xiaozong, nama Yue Fei akhirnya direhabilitasi. Di depan kuil itu dibangun patung Qin Hui dan istrinya sedang berlutut di depan makan Yue Fei, kedua tangannya diikat kebelakang.”
“Terus hubungannya cahkwe dengan cerita itu apa Bang ?” Tanya Gilang.
“Pada saat ada acara perayaan, masyarakat di sana memasak cahkwe. Kuenya selalu sepasang karena menyimbolkan pasangan Qin Hui beserta istrinya. Cahkwe itu artinya hantu yang di goreng dengan menggunakan minyak yang sangat panas. Kue itu sangat alot, itu menyimbolkan kalau orang yang memakannya harus penuh dengan kebencian. Coba kalau kita makan cahkwe, bisa sambil tersenyum ngga ?”
“Oh iya ya Bang….makanya kok cahkwe alot banget.”
“Memangnya sejarahnya seperti gitu Gam ?” Indah tidak percaya dengan ceritaku.
“Kurang lebihnya seperti itu Dah….Gue sih cuma baca aja.”
“Kalau sejarahnya matahari terbit bulan tenggelam bagaimana Gam ?” Indah terlihat tersenyum antagonis.
“Mmmmm…kalau itu gue ngga tau. Harus tanya sama si babeh.” Jawabku sambil menyikut tangannya Indah.
“Bukannya itu sudah menjadi hukum alam, setiap pagi matahari terbit, dan bulan tenggelam. Betul kan Bang ?”
“Kalau kamu mau tau lebih jelasnya lagi, tanya sama Bang Agam, dia pasti tau.”
“Memangnya ada penjelasan yang lain Bang ?” Tanya Gilang.
“Udah ngga usah didengerin omongan Kak Indah, namanya juga nenek lampir.”
“Barusan ngomong apa sayang ?” Kata Indah dengan suara khasnya yang serak-serak menggoda. Tangannya merangkul badanku, dan mulutnya sangat dekat dengan kupingku.
“Dah….Loe tega bener sih, merusak reputasi gue di depan adik gue. Udah ah lepasin. Ngga enak diliat orang lain, ntar dikira gue pacaran lagi sama loe.”
“Kamu kan pacar aku, kenapa sih selalu menghindar terus. Kapan kita mau ml lagi ?” Suaranya masih tetap sama, mulutnya nyaris menyentuh telingaku yang membuat bulu kudukku berdiri.
“Haaa……Bang Agam sudah pernah ml sama Kak Indah ?” Kini Gilang terlihat kaget bercampur shock.
“Tuh kan, adik gue jadi terhasut omongan loe ! Dul, loe jangan dengerin omongan nenek….Wuuaaa….!!” Aku terlonjak dan nyaris jatuh, karena Indah melumat telingaku.” Loe jorok ah….!”Lanjutku sambil mengelap telingaku yang agak basah.
“Hahahahaha…..Itu jilatan ala nenek lampir.” Indah tertawa puas melihat aku terlonjak. Kulihat sekelilingku, banyak pengunjung mall ini yang memperhatikan kami ber tiga. Aku langsung pindah tempat duduk samping Gilang.
“Dul, loe ngga boleh dekat-dekat nenek lampir ya. Ntar loe dilumat juga sama dia…Sini duduknya jangan jauh-jauh dari gue.”Ucapku sambil merangkul badannya Gilang.
“Gilang mau jadi pacar Kak Indah ngga ?” Tanya Indah sambil kedua tangannya menopang mukanya, sedangkan sikutnya dia letakkan di meja makan.
“Jangan mau Dul….!” Bisikku ke telinganya Gilang.
“Kak Indah kan pacarnya Bang Agam, aku belum mau pacaran dulu Kak.” Ucap Gilang sambil tersenyum.
“Huss….! Siapa yang pacaran sama nenek lampir ? Dengerin baik-baik ya Dul, gue bukan pacarnya Kak Indah. Ngga usah dicernah di dalam otak loe, langsung camkan saja dalam hati ya…” Ucapku sambil memegang pipinya dengan kedua tanganku.
“Iyu Bung….”Ucap Gilang ngga jelas karena mulutnya agak sedikit monyong akibat tekanan tanganku di pipinya.
“Anak pinter…”Kataku sambil melepaskan tanganku dari pipinya, kemudian mengelus-elus kepalanya.
“Kamu kok bisa akur banget sih sama adikmu ? Aku kok ngga bisa akur ya sama kakakku ?” Tanya Indah.
“Dia anaknya nurut banget sama gue Dah….Lagian dari kecil sering banget ditinggal sama nyokap dan bokap, jadi gue yang harus bertanggung jawab.”
“Kalau di rumah Bang Agam galak ngga sama kamu ?” Tanya Indah kepada Gilang.
“Ngga galak kok Kak, tapi sukanya berantem melulu sama orang lain. Mukanya sering bonyok Kak…”
“Selama ini suka bawa cewek ke rumah ngga ?” Lanjut Indah.
“Cuma Kak Indah aja yang aku tau, tapi kalau temen laki sih ada beberapa yang sering nginep di rumah.”
“Pasti namanya Fajar dan Ipung ya Lang ?”
“Iya Kak, kok Kak Indah tau ?”
“Abangmu kan sering cerita….Eh, katanya Bang Agam, kamu pernah mergokin Bang Agam lagi onani ya ?”
“Hahahahaha…..Pernah Kak, udah beberapa kali kepergok sama aku.”
“Kalau Gilang suka onani ngga ?”
“Huss….Loe tuh ya ! Ngga usah dijawab Dul !”
“Hehehehe….Kan yang ngajarin Bang Agam.”
“Duh, malah bongkar aib segala. Diem ya !” Ucapku sambil menutup mulutnya Gilang.
“Haaaa…!!! Kamu ngajarin Gilang onani ?!” Indah terlonjak kaget karena pernyataan Gilang.
“Gue ngga ngajarin kok, tapi waktu itu dia pernah memperhatikan gue lagi onani. Tapi gue sendiri ngga pernah liat dia melakukannya.” Aku langsung menutup mulut ketika tau ada lelaki setengah baya yang langsung melirik ke arahku. Posisinya tidak jauh dari punggungnya Indah.
“Aku mau dong liat kamu lagi onani….” Kata Indah bersemangat. Lelaki tersebut semakin terlonjak ketika Indah mengucapkan kata-kata itu.
“Maaf ya Pak, teman saya yang satu ini agak sedikit hyper. Bapak jangan dekat-dekat dengannya, nanti diperkosa loh.” Ucapku kepada lelaki setengah baya itu.
Indah langsung membalikkan badan dan berkata, “Eh….Jangan dengerin omongan teman saya Pak, dia ganas banget. Bapak ngga mau kan kalau sampai diperkosa teman saya ini. Makanya lebih baik Bapak buru-buru pergi dari sini.” Ucap Indah. Lelaki tersebut memandang kami sinis, kemudian berlalu dengan muka merah.
“Hahahahahahaha…..Bang Agam ada-ada aja, ini lagi Kak Indah malah ditanggepin.”
“Bapaknya sih iseng nguping pembicaraan orang lain. Eh Gam, aku ke tempat orangtuaku dulu ya.” Pamit Indah.
“Iya Dah, gue juga mau muter-muter dulu, sekalian beli cemilan di supermarket.” Kami pun berpisah di foodcourt, aku dan Gilang berjalan menuju lantai bawah, sedangkan Indah menuju tempat orang tuanya yang duduk di pojok foodcourt.
“Bang Agam….Beliin aku sepatu olah raga ya.” Pinta Gilang ketika kami melewati counter yang menjual berbagai macam sepatu olah raga.
“Loe mau beli yang model kayak gimana ?” Tanyaku
“Itu yang listnya warna biru laut. Bagus banget Bang…” Gilang menunjuk salah satu sepatu yang dipajang di sebuah etalase counter ini.
“Loe tanyain aja ke pramuniaganya, ada ngga yang sesuai dengan kaki loe.”
“Iya Bang…Aku tanya dulu.” Gilang langsung bersemangat masuk ke dalam counter sepatu yang berada di lantai 2. Walaupun apa yang dia minta, selalu dikabulkan oleh kedua orangtuaku, tapi dia lebih suka minta kepadaku. Makanya aku selalu diberi uang lebih untuk memenuhi permintaan Gilang.
Setelah membayar sepatu yang Gilang pilih, kemudian aku mengajak Gilang menuju supermarket yang berada di lantai dasar. Aku ingin membeli beberapa cemilan, buah-buahan dan rokok untuk diberikan kepada Mas Hilmi saat membesuknya di pengadilan Bandung pada hari selasa depan.
“Bang Agam sekarang suka merokok ya ?” Tanya Gilang ketika aku mengambil beberapa bungkus rokok.
“Bukan untuk gue Dul, sebagian untuk kakaknya Mas Fajar yang lagi ditahan di Rutan Kebon Waru, sisanya untuk A Ipung kalau dia lagi menginap di rumah.”
“Cemilannya dan buah-buahannya juga untuk kakaknya Mas Fajar ya Bang ?” Tanya Gilang.
“Iya Dul, kalau di dalem penjara kan ngga ada yang jual makanan.”
“Kasihan ya kakaknya Mas Fajar, kemarin itu si Papah cerita tentang kakaknya Mas Fajar. Tapi kata pengacara sih, kemungkinan besar bisa langsung bebas tanpa syarat.”
“Semoga aja ya Dul….Gue juga ngga tega liatnya dalam kondisi seperti itu. Padahal dia kan cuma beli ponsel dari temen kampusnya.” Aku sangat berempati dengan kasus yang dihadapi Mas Hilmi, sebisa mungkin aku akan membantunya untuk menyelesaikan masalahnya.
Aku bungkus cemilan, buah-buahan dan rokok ke dalam satu kantong kresek besar. Selain itu juga aku bawakan air mineral beberapa botol. Ketika aku sampai di ruang tahanan yang berada di belakang gedung pengadilan Bandung, sudah terlihat Fajar yang sedang berbincang-bincang dengan Mas Hilmi yang berada di dalam ruangan berkerangkeng. Di dalam ruangan itu, ada beberapa orang yang sepertinya akan sidang di hari ini.
“Hai Jar…..Siang Mas Hilmi.” Sapaku kepada mereka berdua.
“Eh Gam, dikira kamu ngga akan datang ke sini.” Kata Fajar.
“Kamu dari mana Gam ?” Tanya Mas Hilmi.
“Dari rumah Mas, oh iya saya bawa cemilan untuk mas Hilmi. Di dalamnya saya selipin uang 10ribuan dan rokok, sudah saya pisahkan Mas…” Kataku. Bungkusan yang aku bawa tidak bisa diterima Mas Hilmi karena tidak bisa menembus jeruji besi. Aku harus memanggil petugas sipir untuk membukakan pintu dan memasukkan bawaanku yang sebelumnya diperiksa terlebih dahulu dan aku disuruh makan salah satu buah yang aku berikan kepada Mas Hilmi.
Karena tempat ini tidak terlalu besar, dan ada beberapa kerabat lainnya yang ingin berbincang-bincang dengam tahanan yang berada seruangan dengan Mas Hilmi, Fajar mengalah untuk tidak ikut serta berbincang dengan Mas Hilmi. Dia duduk di depan ruang tahanan yang disediakan untuk kerabat yang ingin membesuk tahanan yang akan disidang.
“Kamu kok selalu repot Gam…Harusnya ngga usah bawa apa-apa.” Ucap Mas Hilmi sambil kedua tangannya memegang jeruji besi.
“Ngga lah repot kok Mas, eh gimana sidang perdananya ?” Tanyaku
“Ngga lama aku tiba di sini, langsung di sidang. Baru pembacaan tuntutan saja dari Jaksa. Kamis depan akan menghadirkan saksi-saksi dari kepolisian dan teman kampusku yang menjual ponsel.”
“Memangnya Mas Hilmi waktu beli ponsel, ngga curiga kalau itu barang curian ?” lanjutku.
“Ngga lah Gam…Masih di segel kok, aku pikir dia punya toko handphone. Makanya aku ngga ada sedikit pun curiga kalau itu barang curian.”
“Berarti temannya Mas Hilmi itu pencuri ya ?”
“Bukan Gam, dia juga dapat barangnya dari temannya yang mencuri di toko handphone.”
“Oooo gitu, moga-moga aja Hakimnya jeli melihat kasus ini. Aku berharap Mas Hilmi langsung diputus bebas.”
“Amin Gam….Aku juga berharap seperti itu.”
“Di dalam masih suka ada yang gangguin Mas Hilmi ngga ?” Tanyaku
“Untungnya ngga ada Gam, Bintang itu ternyata suruhan teman kamu ya ?”
“Hehehehe….iya Mas, saya punya beberapa teman mantan napi. Jadi minta tolong sama mereka.”
“Teman kamu itu namanya Zabeth ya ? Waktu hari minggu dia besuk Bintang, aku juga diperkenalkan sama Zabeth.”
“Haaa….Mas Hilmi udah ketemu dengan Zabeth ?” Aku terlonjak kaget.
“Udah Gam, kok kamu kaget begitu ? Memangnya kenapa ?”
“Eh…ngga apa-apa Mas.” Jawabku singkat. Aku yakin Zabeth pasti suka kepada Mas Hilmi.
“Gam…Teman-temanmu kok pada sangar gitu ?” Tanya Mas Hilmi heran.
“Iya Mas….Dulu Zabeth itu musuhku, tapi sekarang udah jadi teman.”
“Memangnya kamu pernah berantem sama Zabeth ? Kamu ngga takut apa sama dia ?”
“Pernah Mas, sekali berantem sama dia. Saya kena jotos di muka sampai biru. Tapi dia kok yang akhirnya tewas.” Ucapku pongah sambil tersenyum.
“Kamu hebat juga ya bisa ngalahin Zabeth….”
“Kebetulan aja Zabethnya yang kurang ahli Mas…Kalau dia punya strategi berkelahi, mungkin saya yang kalah.”
“Kok bisa kamu berantem sama Zabeth ? Memangnya dia ganggu kamu di jalanan ?”
“Bukan Bang. Tapi biasalah…..urusan lelaki.” Bisikku.
“Maksudnya Gam ?” Tanya Mas Hilmi keheranan.
“Sini Mas, saya bisikin.” Ucapku pelan. Kepalanya Mas Hilmi mendekat kearah jeruji besi, kemudian aku melanjutkan omonganku. “Waktu itu kita rebutan laki Mas….”Bisikku pelan. Mas Hilmi terlonjak kaget.
“Kenapa harus rebutan ? kan masih banyak yang lain Gam ?”
“Aku sih ngga merasa rebutan, dia-nya aja yang rakus.” Kataku seolah sedang mengadu kepada Mas Hilmi.
“Kamu tuh ya….Memangnya kamu suka sesama ya Gam ?” Bisik Mas Hilmi.
“Hehehehe…..Udah takdir Mas.” Jawabku sambil berbisik. Kali ini Mas Hilmi mengucek-ucek kepalaku sama seperti perlakuanku kepada Gilang.
“Gam…Nanti kalau masalahku sudah selesai, aku boleh ketemu dengan orang tuamu ? Aku mau mengucapkan terimakasih.”
“Oh iya, pengacaranya kemana Mas ?”
“Setelah sidang beliau ada urusan yang lainnya. Paling cepat kamis minggu depan sudah ada putusan Gam…” Jawab Mas Hilmi.
“Semoga putusannya bebas ya Mas….Nanti saya bikin syukuran kecil di rumah.”
“Amin Gam….Kamu ngga usah repot, sudah banyak aku dibantu sama kamu.” Saat ini penampilan Mas Hilmi tidak terlalu fresh, mukanya penuh tekanan. Tapi dia tidak terlalu memperlihatkan kesedihannya di depanku. Andaikan Mas Hilmi sama sepertiku, aku mau jadi pacarnya. Tetapi aku juga mau pacaran dengan Fajar, tapi sayangnya dia sudah dimiliki teman sekelasku.
***