It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lembuswana : silahkan parkir dengan mesra disini, aahhhh senangnya. Hehehheheh
@DItyadrew2 : Internetnya barusan error....bentar lagi ya...
Lanjut ke part 4 ya....
Seperti hari-hari sebelumnya, Rahmat selalu menggoda wanita-wanita yang lewat di depannya, terkadang perlakuannya sangat tidak bermoral dengan rayuan gombalnya. Walaupun aku gerah melihat kelakuan Rahmat dan kawan-kawannya, tetapi aku penasaran juga ingin mengetahui sepak terjang Rahmat jika dia tidak sedang berada di sekolah.
“Neng…sini dulu, duduk sama akang.” Ucap Rahmat.
“Ihhh…amit-amit.” Ucap wanita itu sambil melarikan diri dari gerombolan Rahmat.
“Woiii…Rahmat anj*ing…..!!!!”
“Hah….!!!” Ucap Rahmat yang dengan sigap memalingkan pandangan ke arahku.
“Kelakuan loe tuh kayak bencong aja. Beraninya godain wanita. Kalau berani godain gue.”
“Sia pan lalaki…!!”
(Kamu kan lelaki..!!)
“Loe godain gue, terus gue kepret muka loe. Mau !!”
“Sia mah ngajak gelut wae ka aing teh.”
(Kamu ngajak berantem aja ke saya tuh)
“Iya lah…Kelakuan loe kayak bencong, beraninya sama perempuan. Sini loe !!!” ucapku sambil menunjuk ke arahnya untuk mendekat ke tempatku berdiri.
“Eh…tapi tong di kepret siah nya.”
(Eh…tapi jangan di kepret ya.)
“Iya….Buruan siah !!!”
Rahmat pun beranjak dari duduknya, dan berjalan ke arahku. Aku bermaksud berbicara berdua dengannya tanpa didengar oleh teman-temannya. Sedangkan teman-temannya Rahmat hanya tercengang keheranan melihat hardikanku kepada Rahmat.
“Loe siang ini ada acara ngga ?”
“Emang kunaon Gam ?”
(Memangnya kenapa Gam ?)
“Gue mau main ke tempat loe.”
“Tapi engke aya baturan urang nu dek ngajak ulin.”
(Tapi nanti ada teman saya yang mau mengajak main.)
“Gue ngga peduli sama temen loe. Gue tunggu loe di parkiran jam 1 siang.”
“Awas kalau loe ngga ada, gue kepret di depan temen-temen loe” ucapku sambil berlalu dari hadapannya.
Kulihat sekilas mukanya, dia hanya tercengang melihat aku berlalu dari hadapannya tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.
Aku berjalan menuju kelasku sambil menunggu longceng sekolah berbunyi yang menandakan istirahat telah berakhir. Di kelas ada Indah yang sedang duduk-duduk sendiri dibangkunya sambil membaca buku Fisika. Ada beberapa teman-teman sekelasku yang juga melakukan apa yang Indah lakukan. Hening sekali suasana kelas ini.
“Loe lagi apa Dah ?” ucapku sambil menarik buku Fisika yang sedang dia baca
“Kucluk…Kamu ngga lihat apa aku sedang baca.” Ucap Indah ketus.
“Gue cuma liat loe kayak nenek lampir yang baru kehilangan sapu injuk.”
“AGAM PRATAMA…!!!!!!”
“Eh..iy…iya….Nih gue balikin deh bukunya. Loe serius amat sih.”Ucapku sambil mengembalikan bukunya.
“Bentar lagi kan ulangan Fisika, aku belum siap.”
“Ya ilah….ngapain mesti belajar, paling Pa Guntur kasih soalnya yang udah pernah dia terangin. Lagian setiap ulangan, loe kan nyontek punya gue.”
“Iya juga sih….Tapi nanti aku kasih contekan lagi ya…”
“Iya nenek lampir. Eh….gue mau kerumahnya Rahmat loh nanti siang.” Bisikku kepada Indah
“HAAAHHHHHHH !!!!”
“Nenek lampir, jin uprit, setan alas, genderewo, sama kayak loe. Bisanya bikin kaget aja.”
“Ngapain sih kamu bergaul sama berandalan gitu.”
“Hehehehhe…..gue pengen memperkosa dia Dah.”
“Huss !!!!”
“Eh kalian berdua lagi ngomongin apaan sih, kok ada perkosa-perkosaan segala.” Ucah Diah, salah satu temanku yang duduk di meja paling depan dekat meja guru.
“Eh….ini nih si Indah minta di perkosa sama gue.”
“Enak aja sembarangan kalau ngomong.”ucap Indah tidak terima dengan kata-kataku barusan.
“Aku mau juga dong diperkosa sama kamu Gam....Pasti anakku akan ganteng dan pinter seperti bapaknya.”
“Sialan loe….Gue masih normal, masih punya harga diri. Amit-amit deh kalau disuruh memperkosa.”
“Gam…aku mau juga dong…” Sahut Lia yang duduk dua bangku di belakang Diah.
“Nah kan urusannya jadi panjang. Loe sih ngomongin perkosaan-perkosaan segala.”
“KUCLUK !!!!! SIAPA YANG NGOMONG PERKOSA !!!!” Ucap Indah sambil beranjak dari kursinya dan menggebrak meja.
“Eh iya….iya….Duh nenek lampirnya sedang murka. Ayo teman-teman lanjut lagi belajarnya.”
Teng…teng…teng…..
Bel pun berbunyi menandakan waktu belajar mengajar jam terakhir akan dimulai. Teman-teman sekelasku pun mulai berdatangan ke dalam kelas ini termasuk juga Pa Guntur, guru Fisika yang akan memberikan test untuk mengukur kemampuan siswa-siswi yang telah dididiknya.
“Selamat pagi anak-anak…”Ucap Pa Guntur
“Selamat pagi Paaaaa……”ucap kami berbarengan.
“Silahkan keluarkan kertas selembar, buku tulisan dan buku pelajaran semuanya ditaro di bawah bangku.” Ucap Pa Guntur.
Ada beberapa teman-temanku yang menghelaikan nafasnya, menandakan ketidaksukaannya mengikuti test ini, namun kamipun semua melakukan apa yang diperintah Pa Guntur, kemudian dia menuliskan soal test di papan tulis yang harus kami jawab di kertas jawaban. Sesuai dugaanku, semua pertanyaan pernah dijelaskan oleh Pa Guntur sebelumnya, sehingga aku tidak menemukan kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh Pa Guntur.
Hanya butuh waktu 30 menit, aku telah selesai mengerjakan seluruhnya. Lembaran jawabanku aku taro di atas meja agar bisa dilihat oleh Ichsan teman sebangkuku dan Indah yang duduk dibelakangku.
“Beres Gam….” Bisik Indah.
Aku hanya mengangguk saja, tinggal Ichsan yang belum beres menyalin jawabanku. Walaupun begitu, mereka selalu membeda-bedakan cara penulisan untuk menghindari kecurigaan guru-guru yang memberikan test kepada kami.
“Beres Gam….”Bisik Ichsan.
Kemudian aku beranjak dari bangkuku untuk memberikan lembaran jawaban kepada Pa Guntur.
“Sudah beres semuanya Gam ?”
“Sudah Pa….”
“Oke…kamu boleh langsung pulang.”
“Terimakasih Pa…”Jawabku, kemudian aku kembali ketempat dudukku untuk mengambil tas sekolahku.
“Anak-anak….jika sudah ada yang selesai mengerjakan soalnya, boleh langsung pulang.”
Merekapun agak sedikit gaduh dengan pengumuman dari Pa Guntur, sedangkan aku langsung keluar kelas menuju kantin sekolah.
Aku memesan semangkok baso dan teh botol karena perutku mulai terasa lapar. Tidak beberapa lama aku duduk, kulihat Indah berjalan menuju tempatku.
“Thanks ya Gam atas contekannya.”
“Gampang kan soalnya…”
“Gampang kalau cuma nyontek aja.”
“Loe mau pesan baso ngga ? Gue barusan udah pesan.”
“Iya Gam, aku juga udah mulai lapar. BU BASONYA 1 PORSI LAGIII…!!!! TEH BOTOL NYA JUGA !!”
“Busyet deh nih nenek lampir….Bisa ngga sih loe langsung datang kesana.”
“Yang penting kedengaran sama si ibunya. Ntar kamu jadi jalan sama si Rahmat ?”
“Jadi dong…Jam 1 siang gue janjian sama dia di parkiran.”
“Memangnya dia mau jalan sama kamu ?”
“Yaa kalau dia ngga mau, tinggal dikepret aja Dah…”
“Heheheheh….kamu tuh mainannya kepret melulu.”
“Mukanya dia sih…”
“Emang kenapa dengan mukanya Rahmat ? Dia kan ngga secakep Fajar.”
“Justru itu, gue kalau liat dia, bawaannya pengen ngepret mukanya si Rahmat.”
“Tapi suka kan….? Heheheheheh….”
“Suka sama bodynya yang seksi itu Dah, tapi kalau yang lainnya ngga ah…Apalagi dia suka goda-goda wanita. Bencong banget lah kelakuannya. Aku ngga suka…..”
“HAAAAHHHH !!!!!”
“Husss !!!!”
“Ngga kebalik tuh Gam ? Kan wajar laki-laki godain wanita ?”
“Kalau loe bilang wajar, sana noh deketin si Rahmat, pasti loe digodain juga.”
“Ihhh…Amit-amit.”
“Nah loe sendiri bilang kayak gitu, berarti ngga wajar kan kalau dia godain wanita. Godain gue kek kali-kali.”
“Kucluk….mana mau dia godain kamu.”
“Ya iya lah ngga mau, dia kan bencong. Mana berani godain gue….”
“Hedeuuuhhh….terserah kamu aja deh mau ngomong apa. Bisa gila lama-lama deket kamu.”
“Gila atau basah….Ngaku !!!”
“Hehehehehe…..”
Kulihat anak wanita ibu pedagang baso ini datang ke arah kami sambil membawa nampan yang diatasnya terdapat 2 mangkok baso dan 2 teh botol dan seperangkat aksesoris untuk menambah citra rasa dari makanan ini. Kemudian dia memberikannya kepada kami.
“Silahkan Teh…Kang….”
“Nuhun nya…” Ucap Indah.
Kamipun langsung menyantap baso pesanan kami.
“Eh Dah, gue udah beli majalah tentang hubungan yang normal gitu.”
“Beneran Gam ? Beli dimana Gam ?” Tanya Indah yang langsung memalingkan mukanya ke arahku.
“Gue beli di jalan Cikapundung. Tapi harganya lumayan agak mahal.”
“Eh…aku mau lihat dong.”
“NGGA BOLEH !!!”
“Ihhh Pelit !!!”
“Bukannya pelit Dah, ntar kalau loe liat, terus loe konak, terus loe memperkosa gue. Hiiiii….Amit-amit deh.”
“Gue janji deh cuma liat aja, ngga akan memperkosa kamu. Takut bener sih kalau aku perkosa.”
“Ya iya lah….Apa kata ibu-ibu sosialite kalau tau AGAM PRATAMA DIPERKOSA OLEH SEORANG WANITA BERNAMA INDAH PERTIWI.”
“Kucluk….yang ada juga aku yang jadi bahan gunjingan mereka.”
“Ya udah loe sumpah dulu kalau ngga akan memperkosa gue.”
“Sumpah demi Samuel Morse penemu mesin telegrap, Indah Pertiwi tidak akan memperkosa Agam Pratama.”
“Ok…sumpahmu aku terima.”
“Terus majalahnya mana sekarang ?”
“Ada tuh di rumah gue.”
“Sekarang ya aku liatnya…aku penasaran kayak gimana isinya.”
“Jangan sekarang dong, kan gue mau jalan sama Rahmat. Besok aja ya…”
“Terus ada yang gambarnya tentang hubungan laki dengan laki ngga ?”
“Ada Dah…sumpah demi Rembrandt Harmenszoon van Rijn pelukis asal Belanda, mulut loe atas dan bawah bakalan tsunami.”
“Duh aku kok jadi penasaran banget ya…”
“Besok deh pulang sekolah, loe main ke rumah gue.”
“Di rumah kamu ada ibu-ibu sosialite lagi ngga ?”
“Mereka lagi pada belanja di Singapore.”
“Kok kamu tau Gam…”
“Kan nyokap gue ratunya. Mereka tuh kayak kucing beranak.”
“Haahhh…..Maksudnya ?”
“Setiap hari pindah-pindah melulu nongkrongnya. Kadang dalam satu hari aja bisa dua sampai tiga kali pindahnya. Loe perhatikan deh kalau kucing beranak, pasti dia selalu pindah-pindah tempat.”
“Hebat juga ya nyokap loe….ngga ada matinya.”
“Eh Dah…udah ampir jam 1, gue mau ke parkiran motor dulu. Nunggu si Rahmat.”
“Kamu yakin si Rahmat ngga akan melaporkan ke badan perlindungan anak.”
“Awas aja kalau sampai dia berani, gue kepret lah.”
“Kamu tuh ya…”
“Eh bayarin dulu makanan gue…Besok gue yang bayarin makanan loe.”
“Ok Gam…..”
Akupun bergegas menuju parkiran motor. Aku masih memikirkan bagaimana caranya untuk menelanjangi Rahmat. Apa dengan cara yang halus, atau perlu dengan kekerasan ya.
Dari kejauhan aku sudah melihat Rahmat yang sedang menunggu di parkiran motor. Aku mempercepat langkahku.
“Monyong….!! Udah lama loe disini ?”
“Jing…..Maneh mah meni sentimen wae ka aing teh.”
(Jing….Kamu kok selalu sentimen saja sama saya)
“Hehehehhe……Bawaannya gue pengen nyiksa loe Mat.”
“Salah aing naon ?”
(Salah saya apa ?)
“Weeiiitttt….Nggga boleh marah. Sekali loe marah sama gue, gue kepret muka loe. Loe juga harus ngomong bahasa Indonesia kalau sama gue.”
“Duh Gusti…..dosa naon urang teh, kudu papanggih jeung jelma ieu.”
(Duh Gusti….dosa apa saya, harus ketemu sama orang ini.)
“Dosa loe tuh godain cewek-cewek di belakang sekolah. Kayak bencong tau. Rumah loe dimana ?”
“Urang ngekos di daerah Cisitu Gam…”
“Oh deket kalau gitu. Buruan naik motor gue !!!” ucapku
Akupun melajukan motorku menuju Jalan Cisitu melalui kampus ITB kemudian berbelok ke kanan ke arah jalan Pattimura. Jalanan ini aku pilih karena di kiri dan kanan jalan ini terdapat pohon-pohon yang besar dan rindang, sehingga terasa sangat sejuk walaupun cuaca kota Bandung di siang hari sangat panas.
Dari jalan Siliwangi, aku disuruh belok menuju jalan Cisitu baru, jalanan di sini lebih kecil dan agak menanjak. Rahmat menunjuk sebuah bangunan yang mempunyai halaman yang cukup luas, dan menyuruhku menuju bangunan tersebut.
Kulihat bangunan ini seperti hotel sekelas bintang 2. Di depan lobby terdapat air mancur yang sudah tidak digunakan lagi. Kuparkirkan motorku tidak jauh dari air mancur tersebut.
“Mat…ini bukannya hotel ?”
“Dulunya ini hotel, tapi sekarang beralih fungsi menjadi kos-kosan.”
Cukup memah juga tempat ini untuk kategori kos-kosan. Aku yakin sewa perbulannya diatas 1 juta rupiah. Aku diajak masuk ke dalam melalui lobby bekas hotel ini. Kulihat halaman belakangnya terdapat kolam renang yang tidak terlalu terawat, namun masih layak untuk digunakan.
Kamar-kamar disini semua pintunya menghadap ke kolam renang. Rahmat mengajakku menuju kamarnya yang bernomor 105. Aku dipersilahkan masuk ke dalam kamarnya. Layaknya kamar hotel, kamarnya dia pun ternyata sangat rapih, beda sekali dengan penampilannya yang sangat urakan. Disini terdapat kasur berukuran king size dan sebuah televisi berukuran 21inc. Di sudut ruangan terdapat meja belajar beserta buku-buku pelajaran yang saling bertumpuk asal. Kamar mandinya pun ada di dalam kamar ini.
Untuk ukuran anak sekolah bahkan untuk mahasiswa pun, kos ini sangat mewah sekali.
“Loe setiap hari beresin tempat tidur ?”
“Ngga lah…Ada yang khusus ngurusin kamar dan cuci baju kotor.”
“Berapa sewa kama disini Mat ?”
“Sebulannya 2.5jt Gam.”
“Emmmm….Lumayan mahal juga ya.” Ucapku sambil duduk di atas kasur.
“Bapak aku ini yang bayar. Aku sih ngga peduli.”
Rahmat sepertinya dari keluarga yang berada, tetapi kenapa dia tidak mempunyai motor untuk pergi ke sekolah. Kenapa harus pake angkutan umum. Tetapi yang membuatku heran lagi, penampilan di sekolah sangat berbanding terbalik dengan penampilan saat ini. Tidak terlihat urakan dan lebih lembut.
“Gam…kamu mau minum apa ?”Ucapnya sambil membuka kulkas kecil yang berada tepat dibawah televisi.
“Gue mau minum darah loe aja Mat.”
“Maneh mah nya….masih sentimen ka urang teh ?”
(Kamu tuh ya….masih sentimen sama saya ?)
“Hehehehhe…..air putih aja.”
“Nih Gam…” Ucap Rahmat sambil menyodorkan segelas air putih.
“Thanks Mat….Loe hari ini mau diajak kemana sama teman loe itu ?” Tanyaku penasaran sambil meminum segelas airputih yang diberikan Rahmat.
“Biasalah paling ngumpul di markas.” Ucap Rahmat sambil membuka kancing baju seragamnya satu demi satu.
Terlihat perutnya yang berotot sehingga membentuk kotak-kotak dengan sedikit bulu di sekitar pusar menuju celana abu-abunya. Pemandangan yang tidak mungkin aku sia-sia kan. Sambil melihat keindahan tubuhnya Rahmat, akupun melanjutkan percakapan untuk mengurangi kecurigaannya.
“Dimana markasnya Mat ?”
“Di BKR, deket rel kereta.” Ucap Rahmat sambil menyalakan televisi menggunakan remote tv.
“Loe rajin fitness ya ?”
“Dulu mah suka Gam, tapi sekarang udah ngga pernah. Paling sit up aja, itu juga kalau ngga males.”
Aku perhatikan ekspresi wajah Rahmat, sepertinya dia mempunyai masalah yang dia sembunyikan. Tetapi aku tidak berani tanya lebih dalam. Selain itu juga, tidak ada untungnya buat aku untuk mengetahui urusan orang lain. Yang aku butuhkan sekarang hanya melihat dia dalam keadaan telanjang saja.
Tok…tok….tok…
“Bentar ya Gam, kayaknya itu teman aku.”
Ada rasa kecewa juga ketika ada yang mengetuk pintu kamarnya Rahmat. Padahal niatku belum aku realisasikan.
“Abus Pung…” Ucap Rahmat sambil membuka mempersilahkan temannya masuk ke dalam kamar ini.
Dag….Dug…Dag…Dug…..
Waduh, kenapa tiba-tiba jantungku berdegub kencang, aku coba mengambil gelas yang tadi diberikan Rahmat untukku. Gawat, kenapa tanganku ikut gemetar. Ada apa denganku saat ini.
Apa gara-gara aku melihat seseorang yang baru saja masuk dengan menggunakan celana jeans berwarna biru muda dengan beberapa sobekkan dibagian-bagian tertentu, dan juga menggunakan kaos berwarna hitam tanpa kerah yang agak sedikit ketat. Walaupun dia mempunyai kulit yang sedikit gelap, namun wajahnya begitu menawan, dan tubuh yang atletis. Di pangkal lengan kanannya terdapat tatto bergambar gotic hitam.
Menurut pepatah jawa yang aku baca di buku-buku, witing tresna jalaran saka kulina yang setiap huruf “A” dilafalkan “O”. Artinya adalah cinta akan berkembang dengan seiringnya waktu berlalu. Berarti aku tidak cinta pada orang ini, karena aku baru pertama kali melihatnya.
Atau ini yang disebut dengan jatuh cinta ? Sepertinya bukan juga, karena aku tidak merasa sedang terjatuh. Rasanya pasti akan sakti jika aku jatuh cinta.
Aku yakin ini yang dibilang cinta pada pandangan pertama. Aku benar-benar grogi saat ini.
“Pung, aya baturan sakola urang. Ngarana Agam.”
(Pung, ada teman sekolah saya. Namanya Agam)
“Eh…A..Agam..”Ucapku terbata-bata.
“Ipung…”ucapnya sambil menjabat tanganku.
Aku merasa seperti melayang ketika tanganku dijabat erat olehnya. Aku belum pernah merasakan hal seperti ini.
Setelah melepaskan tanganku, Ipung langsung berbaring di kasur dekat sekali dengan posisiku. Kedua tangannya di silangkan ke belakang untuk menyangga kepalanya. Benar-benar posisi terseksi menurutku jika seorang pria terlentang seperti itu. Aku semakin merasa grogi berada disampingnya.
“Eeuuhhhh…kalakah sare. Sia mawa teu barangna ?”
(Eeuuhhh…malah tidur. Kamu bawa ngga barangnya ?”
Aku tidak tahu barang apa yang dimaksud Rahmat, karena pada saat datang, Ipung tidak membawa apapun.
“Mawa atuh…”Ucap Ipung yang kemudian bangkit dari kasur sambil mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya.
Kemudian dia membuka bungkus rokok tersebut dan mengeluarkan sebatang rokok yang bentuknya tidak wajar seperti rokok yang biasa aku lihat di warung-warung. Rokok ini bentuknya sedikit abstrak terlinting seperti rokok kretek yang tidak menggunakan filter.
Ipung pun memberikan sebatang rokok itu kepada Rahmat. Aku hanya tertegun melihat Rahmat yang mulai menyalakan rorok tersebut. Aroma asap rokok yang dihasilkan dari pembakaran tersebut agak terasa aneh. Tidak seperti aroma yang biasa kucium ketika ibu-ibu sosialite menyalakan rokoknya di rumahku.
“Gam….kamu mau coba ngga ?”
“Ngga Mat, gue ngga suka merokok.”
“Ini beda dengan rokok biasanya Gam.” Ucap Rahmat sambil menghisap dalam-dalam asap rokok. Kemudian dia memberikan rokok tersebut kepada Ipung. Kini giliran Ipung yang menghisap rokok tersebut.
Aku juga perhatikan cara mereka berdua merokok. Tidak seperti ibu-ibu sosialite yang selalu menghembuskan asap rokoknya ke udara. Rahmat dan Ipung nampaknya sangat hati-hati ketika ada asap rokok yang keluar dari mulut mereka. Terkadang jika ada yang keluar, dengan sigap mereka hisap kembali. Seolah mereka sangat sayang sekali dengan asap tersebut.
“Pung, naha nu ieu mah ngeunah pisan ?”
(Pung, kenapa yang ini enak banget ?)
“Ieu mah BS*…”
*BS=Buda Stick atau ganja Import yang sudah diberi ramuan zat kimia.
“Pantes, meni nendang kieu…”
(Pantes, langsung terasa banget)
Setelah melakukan beberapa kali hisapan dan memberikan rokok kepada Rahmat yang tersisa kurang dari setengah batang, Ipung kembali merebahkan badannya dengan posisi sama seperti tadi. Kembali aku perhatikan wajah dan tubuhnya. Benar-benar membuat jantungku berdegub lebih kencang. Ingin rasanya aku berbaring disebelahnya sambil meraba-raba wajahnya.
“Kunaon Gam ?” Ucap Ipung tiba-tiba. Aku sontak kaget ketika dia berucap demikian.
“Ah….eh…ngg…ngga apa-apa kok.”
“Si eta mah sok kitu Pung. Baheula ge mineng ningalikeun urang di sakola.”
(Dia suka seperti itu Pung. Dulu juga sering liatin saya di sekolah.)
“Beuki mereun ka sia…”
(Suka kali sama kamu…)
“Boro-boro, kalakah ngaja gelut ka aing.”
(Boro-bor, malah ngaka bertengkar ke saya.)
“Saha nu modar ?”
(Siapa yang mati ?)
“Aing euy….da keur ngaboat*.”
(Saya…kan lagi pakai obat)
*ngaboat : istilah mabuk karena minum obat-obatan.
“Cemen sia mah…”
“Iya Pung…si Rahmat sih kalau di sekolah kayak bencong. Beraninya gangguin wanita.”
“Tuh nya, maneh mah sentimen wae ka urang teh…” Ucap Rahmat sambil mematikan rokoknya dan membuangnya di kamar mandi.
Setelah itu Rahmat merebahkan tubuhnya disamping kiriku dengan kaki terjuntai ke lantai.
“Pung….naha eta lampu kamar meni asa siga gajah keur nonggeng ?” ucap Rahmat yang kemudian mulai tersenyum menahan tawa.
(Pung…kenapa itu lampu kamar kok seperti gajah lagi nungging ?)
“Eh enya nya….Gam, naha hulu maneh jadi kotak kitu ?” ucap Ipung.
(Eh iya ya….Gam, kenapa kepala kamu jadi kotak gitu ?)
Dan sedetik kemudian pecah lah tawa mereka berdua. Dan tidak jarang diselingin dengan halusinasi yang seperti orang gila. Aku hanya terheran-heran melihat tingkah laku mereka berdua.
Sekira setengah jam mereka tertawa, akhirnya mereka terlelap. Mungkin mereka berdua lelah tertawa tanpa henti.
Sekarang apa yang harus aku lakukan setelah mereka berdua tertidur. Lebih baik aku pulang saja ke rumahku daripada menunggu mereka berdua.
Eh….Aku harus fokus. Tujuanku kesini kan untuk melihat Rahmat dalam keadaan telanjang. Saat ini aku hanya bisa melihat tubuh bagian atas yang tidak tertutup oleh baju seragamnya Rahmat. Sedangkan celananya masih tertutup.
Dengan gemetar, tanganku mulai kutaruh di atas pahanya Rahmat. Perlahan dan pasti tanganku bergerak menuju benda kesayangan Rahmat yang pernah sekali aku tendang. Terasa empuk dan hangat ketika aku mulai menyentuh kemaluannya Rahmat. Tidak ada reaksi sedikitpun.
Perlahan sekali aku turunkan sleting celana seragamnya Rahmat. Sedikit terlihat gundukan yang masih terbungkus celana dalam berwarna putih. Kuraba perlahan-lahan gundukan tersebut. Masih tidak ada reaksi, kemudian aku tarik sedikit kebawah celana dalam berwarna putih ini untuk melihat kemaluannya Rahmat.
Wuaaa…..
Ukurannya tidak terlalu besar, bisa dibilang sangat kecil dibanding tubuhnya yang berotot. Mungkin masih dalam posisi belum ereksi. Tapi aku bisa menduga, andaikata ereksipun, ukurannya tidak lebih dari 10 cm.
Dengan kecewa, aku mengembalikannya seperti posisi semula. Tetapi seenggaknya misiku sudah berhasil kali ini.
Aku melihat Ipung yang sedang terlentang dan memejamkan matanya. Sebagai lelaki yang sangat normal, emosiku pun memuncak. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang telah membuat jantungku berdegub kencang.
Tanpa ragu aku langsung menempelkan tanganku dipusat tubuhnya. Ada benda yang kenyal menjalar menuju pusar. Sepertinya kemaluan Ipung jauh lebih besar dibanding punya Rahmat.
Namun ketika aku hendak membuka retsleting celana jeans ini, Ipung bergerak dan kemudian membalikkan badannya. Sehingga aku kesulitan untuk meneruskan aksiku.
Aku benar-benar kecewa karena tidak berhasil melihat apa yang ada di balik celana jeansnya. Tapi aku berjanji kepada diriku sendiri, aku akan membuat dia bertekuk lutut dihadapanku. Entah menggunakan cara halus, atau menggunakan kekerasan. Yang jelas dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
***
Apa ipung yg jd pacarnya Agam ya ??
Temgkyu kang dah dimention ditunngu lg lanjutannya..
“Selamat pagi anak-
anak…”Ucap Pa Guntur
“Selamat pagi
Paaaaa……”ucap kami
berbarengan.
bukankah ini jam pelajaran terakhir bos? :-P
Nemu 1 dialog yang masih dua kutipan untuk 1speaker. Wkwkwk. Rapi dari sebelumnya. Nemu juga yang agak cepat temponya. Overall bagus, penuh semangat. Walau gk sk bagian mengumpat.
“Hehehehhe…..air putih aja.”
“Nih Gam…” Ucap Rahmat sambil
menyodorkan segelas air putih.
Dua dialog itu bisa disisipi deskripsi. Misal agam ngamati si temannya lg ambil air.
bagian akhir mah no komen ah..
jd beneran pengen ka cikapundung. hehehe..
@darkrealm : Hehehhehe.....Asal jangan ikutin caranya Agam. Ngga baik melihat perkakas milik orang tanpa persetujuan pemilik
@4ndh0 : Agamnya suka sama Ipung, tapi ngga tau sebaliknya.