It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
cpdhal kekna ni cerita bakalan cakep tuch. moga2 aj srg update walo pendek2, so gk jd lupa.
Setelah semuanya beres. Gue dan Poppy duduk-duduk di teras depan rumah Tristan.
”Panas, banget ya!” keluh gue sambil tangan gue menyeka keringat yang mengalir di leher.
“Neraka bocor, kali!” ujar Poppy.
“Pop, rumah itu katanya Tristan, rumah Kak Dirga,” ujar gue sambil menunjuk ke rumah yang tepat berada di samping rumah Tristan.
“Oh, dia ya, pemilik rumah baru itu,” balas Poppy.
Tiba- tiba seseorang keluar dari balik pintu rumahnya dengan membawa sebuah tong sampah.
“Siang, Kak!” sapa Poppy pertama kali.
Kak Dirga hanya tersenyum ke arah kami kemudian kembali masuk ke dalam rumahnya. Entah, kenapa senyumnya begitu manis. Beda banget dengan raut wajahny tempo hari.
“Eh, sumpah manis banget, lo liat nggak tadi, ya kan?” cerocos Poppy.
Gue tersenyum kecut. “Biasa aja!” gue bohong.
Kulirik jam tanganku, ternyata sekarang sudah jam 4 sore.
“Pop, pulang yuk,udah sore,” kata gue.
“LO NGGAK MAU GABUNG NANTI MALEM!” kata Poppy dengan nada tinggi.
“LO MAU PAKEK BAJU KEK GINI, NANTI MALEM,” balas gue dengan nada tinggi juga.
“Iya-ya, ya sudah kita pulang dulu,” kata Poppy sambil menggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatel.
“Bodoh!” ketusku sambil tersenyum sinis.
***
Menjelang malam, kami semua sudah berkumpul di ruang keluarga Tristan. Tidak begitu banyak orang, hanya tetangga terdekat dengan saudara-saudara Tristan saja. Tiba-tiba, kami kedatangan tamu yang tak terduga.
“Masuk, nak Dirga,” ucap Mama Tristan ramah.
“Iya tante,” jawabnya ragu. Kulihat penampilanya dari bawah hingga ke atas. Begitu formal. Dengan kemeja putih dibalut dengan blazer hitam polos. Gue aja, Cuma pakek kemeja biasa dengan jeans. Kalo gue jadi dia, mungkin dateng pakek kaos oblong sama celana pendek doang. Rumah juga sebelahan, pakek gaya bener. but, DAMN, he looks really cool.
Kemudian dia berjalan menuju sofa yang sedang gue duduki, lalu duduk disamping gue.
“Udah lama?” tanyanya berbasa-basi. Dia memamerkan senyumnya lagi. ngga kuat, dah, liatnya.
“Sud, eh, belum lama kok,” balasku ragu-ragu. Aneh, kok, dia bisa jadi ramah gini. Apa dia punya rencana jahat.
Dia tidak membalas perkataan gue yang terakhir. Tapi, dia tersenyum lagi. beberapa pertanyaan muncul dalam benak gue seketika. Kok, dia bisa cepet berubah? Kok, dia jadi manis banget? Apa yang direncanakan dia? Tuhan, apa yang terjadi padaku sekarang !!!!!?
@touch sori-sori, diusahai, deh
Pesta ulang tahun adiknya Tristan berlangsung meriah. Adiknya yang paling kecil umur 8 tahun. Ya, acaranya sama seperti acara-acara ulang tahun seperti biasanya seperti, tiup lilin, potong kue, makan-makan. Setelah acara selesai, giliran kami lagi yang memebereskan semuanya. Ampun dah, capeknya. Kak Dirga udah pulang dari tadi karena gue tadi nggak sengaja numpahin minum ke baju dia.
Kulirik jam ditanganku, jarumnya menunjukkan pukul 1.25 dini hari. Syukurlah, semuanya sudah selesai.
“Tan, saya pulang dulu, ya!” kataku.
“Nggak boleh, sudah jam segini, minep aja, lagian kamu sudah lama nggak minep dirumah ini,” ketusnya.
“Gimana, Gey?” bisik Poppy.
“Ya, gue sih terserah, lo?” tanya gue.
“Ya, sudah tan, aku tidur sama Nabila, ya,” kata Poppy sambil menghampiri adik Tristan.
“Ya, iyalah, masak kamu tidur sama Tristannya,” kata Tante dewi sambil tertawa kecil kemudian berubah menjadi ledakan tawa oleh kami. Poppy hanya diam, wajahnya memerah.
Gue berjalan menaiki tangga menuju kamar Tristan di atas. Tristan masih ada kerjaan dibawah, jadi gue tidur deluan. Gue berjalan ke arah jendela kamar Tristan, hendak menyibak hordeng yang bewarna biru muda. Mataku terbelalak melihat sesosok manusia yang berdiri didepan jendela di seberang sana. Oh, ternyata kamar Tristan itu sebelahan dengan kamar yang ada disebrang sana. Yap, kamar Kak Dirga. Apalagi sekarang Kak Dirga shirtless. WAW.
Matanya melotot ke arahku seolah mengatakan ‘Apa lo liat-liat’. Gue balas tatapannya sambil bibirku membentuk sebuah senyuman sinis. Sekarang mungkin dia sedang marah, terlihat dia sedang mengetuk-ketuk jendela di kamarnya. Aku menjulurkan lidahku, mengejeknya. Kemudian aku tertawa melihat keanehan tingkahnya. Segera kutarik hordengnya, lalu aku berbalik menuju ranjang yang terletak di sisi terdalam kamar.
Aku merebahkan tubuhku di atasnya. 5 menit...10 menit...30 menit. Aku masih belum juga bisa tidur. Pikiranku menerawang. Oh my ghos, aku tanpa sadar mikirin dia. NGGAK MUNGKIN!!!!!!!!!!!!!!!
KLEKK! Pintu kamar terbuka. Tristan berjalan menghampiriku.
“Belum tidur lo, gey?” tanya Tristan. Ternyata dia menyadari bahwa gue dari tadi pura-pura merem.
“Gue udah tidur!” ujarku. “AWWWW!”
Tristan melemparku dengan bantal. Kemudian merebahkan tubuhnya disampingku.
“Ya sudah, tidur! udah malem nih!”
“Nggak gue tunggu lo tidur dulu, kalo gue tidur deluan, nanti elo leluasa grepe-grepe gue! HAHAHA!” ketus gue diakhiri dengan ledakan tawa.
“Ettt, dah, yang ada juga elu! Udah jangan berisik gue mau tidur!”
momen gey numpahin aer k baju dirga kok gk ad y?
semua pertanyaan akan dijawab di chapter selanjutnya
“Hmmm.”
“Menurut lo ada yang aneh nggak sama tetangga baru lo?” tanya gue penasaran.
“Nggak!” jawabnya singkat.
“Kejadian aneh, selama dia tinggal disini?”
“Nggggaakk!” ketusnya.
“Coba lo inget-inget lagi! apa lo pernah mergokin dia ngapain gitu?”
desak gue.
“Hmmm,...” Tristan berpikir. “Dia waktu itu pernah buang sampah kaleng sarden kehalaman rumah gue, padahal gue ada disitu!”
“Yeee, itumah bukan aneh! Wajar kali!”
“Yaa, kan, kata gue dia normal-normal aja, nggak ada yang aneh!”
bantah Tristan. “Emang kenapa, sih?”
Gue terdiam. “Ehmm, nggak apa-apa!” balas gue beberapa saat kemudian.
“Dia punya penyakit apa, gitu? Aneh banget, sebentar manis, sebentar jadi iblis!”
“Mana gue tahu, emang gue emaknya!” kata Tristan sambil menjitak pelan kepala gue. “Mungkin elo punya salah sama dia, makanya dia jahatin lo!”
“Ihhh, gue aja baru kenal sama dia pas masa ospek. Well, gue nggak pernah punya salah sama dia!”
“Coba lo inget-inget!” desak Tristan sambil terkekeh. “Tadi pas lo numpahin minum ke baju Tristan,....sengaja kan!”
“Sumpah, gue nggak sengaja! Beneran dah! Dia juga tau kalo gue nggak sengaja, buktinya dia senyum ke gue, nggak marah!” timpal gue.
“Awass, hati-hati aja sama, dia,” kata Tristan menakut-takutiku.
Aku terkesip ngeri. “Ihh, BODOK! Gue sih ladenin aja, kalo dia mau perang sama gue!” kata gue dengan tegas.
Tristan mengernyitkan dahinya, menatap gue heran.
“Eh, negara kita ini penting nggak sih, diadakan pemilahan umum,”
kata gue mengalihkan pembicaraan. Gue tau banget, kalo sih Tristan ini suka bener ngobrolin politik.
“Ya, penting lah, lo tau nggak kalo nggak ada pemilu negara kita bisa ancur. Tapi ada sisi negatifnya juga, sih rakyat, kan, nggak tau apa-apa tentang orang yang akan mereka pilih. Rakyat memilih karena terbuai oleh janji-janji ,.....................blablablablabla” Tristan terus menyerocos tentang Indonesia, malah topik pembicaraannya melebar kemana-mana.
Sedangkan gue hanya menanggapinya dengan, “OH” “IYA” “MASA, SIH” “HMM” “BENERAN?” “YA AMPUN”. Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 3 subuh. Ini semua gara-gara Tristan yang menyerocos. Salah gue juga sih, ngungkit-ngungkit topik itu. Huft.
gk sabar....
Ehem..ternyata lu ngerjain yang lain ya...(gw bos lu)
ehem.. tenyata bos magang disini juga ya , ahaha
ini bos ma karyawan maen mulu di forum.. hahahahaha.. ^^v
ayo dilanjut...
Pagi ini aku bangkit dari kasur. Si Tristan masih aja molor di kasur. Kulirik jam yang tergantung di dinding, ternyata sudah jam 9 pagi. Ini semua gara-gara Tristan. Untung gua ngga ada jam pagi ini.
Aku berjalan ke sudut kamar Tristan, dan kubuka hordeng lusuh yang berwarna biru muda. Cahaya kuning berhamburan memasuki ruangan, menyinari setiap sudut kamar ku yang masih terselimuti gelap.
Mataku menangkap sesosok manusia lagi. Yap, Kak Dirga. Dia sedang duduk di jendala. Nggak takut jatoh apa ya. Dia memakai kaus buntungnya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Dia melihatku juga, tangannya menggoncang-goncankan gelas yang dipegangnya seolah memberi isyarat ‘MAU’. Aku balas isyaratnya dengan senyumku lagi.
NO!! Pasti itu bagian dari rencana jahatnya. Apa motif dia dibalik semua ini?
Aku nggak pernah buat jahat sama dia perasaan. Huh, Biarlah!!!!!!!!!!
***
Gue masuk kedalam angkot. Ya, walaupun harus berdesak-desakan di dalamnya. Sebenarnya orang tuaku masih terbilang cukup mampu untuk membelikan aku kendaraan. Tapi, aku kasihan dengan mereka. Terlalu memberati mereka, kalau aku minta macem-macem. Soalnya aku punya 4 saudara, kalo sama aku jadi 5. Kami semua masih sekolah semua. Kakaku yang pertama, dia ambil fakultas kedokteran di jakarta, yang tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan adikku yang ketiga dan keempat, mereka kembar, masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Dan adikku yang terakhir masih TK. Ayah kami sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Jadinya hanya Mama yang mengurus semua keperluan kami. Dia bekerja sebagai KA UNIT, di sebuah bank swasta indonesia.
Kulirik keluar jendela angkot. Ya, Ampun, kampus gue kelewatan. “Minggir, bang!” kataku dengan cepat lalu turun dari angkot dan menyerahkan beberapa lembar uang ribuan.
Aku melangkahkan kaki masuk melewati gerbang kampus. Tiba-tiba seperti ada seseorang yang menarik lenganku.
Kak Dirga,........
“Awww, kenapa,sih, Kak? Kataku sambil meringis kesakitan. lenganku dicengkram dengan kuat olehnya.
“Lo lupa beneran, ternyata!” dia makin mempererat cengkramannya.
“Ishh, apaan! Lepasin!” kata gue sambil menarik lengan gue. Dia malah lebih mempererat lagi cengkramannya.
Aku mengedarkan pandangan kesekeliling. Tentu saja, mata mereka tertuju pada kami. Tetapi Kak Dirga tetap tidak peduli.
“Lo nggak inget, kejadian waktu itu?” tanyanya dengan nada tinggi.
“Apaan, gue aja baru kenal lo! Dan gue nggak pernah ada masalah sama elo!” bentak gue.
BLUUKK! Kepalan tangan kak Dirga mendarat di pipi kananku.