It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
maaf aku udah nyampah di notifikasi kalian ,
“Pada kemana sih angkot!” gerutuku. Aku sudah berdiri di sini lebih dari 15 menit yang lalu.
Mataku menyapu semua yang tampak didepan mataku. Aku mengingat-ingat kejadian waktu itu, saat aku mendorong Kak Dirga. Begitu tololnya aku hingga bisa masuk ke kandang macan.
Tettttttttt…….. suara klakson mobil menyadarkanku dari lamunanku. Aku menatap lekat-lekat, siapa yang ada didalam mobil itu. Marcel?
Dia memberiku kode dengan jari-jarinya, seolah berkata ‘ayo masuk, gue anterin’.
Aku hanya tersenyum melihat gerak-geriknya, lalu aku berjalan mengampirinya. Ku ketot-ketok jendelanya. “Ada apa?” tanyaku pura-pura bego’.
Dia tersenyum lebar.
Aku tahu maksudnya. Sebenarnya sudah tahu dari tadi. Aku buka pintu mobilnya, lalu duduk disampingnya. Perlahan mobilnya bergerak, menyusuri jalan raya.
“Gue tadi cuma lewat, kok!” katanya ragu. Apakah dia bisa membaca pikiran. Padahal baru saja aku akan bertanya ‘Kamu sengaja mau nganter aku?’. Baguslah, dengan begitu aku bisa menghemat suaraku
“Sengaja juga nggak apa-apa, kok!” aku terkekeh.
“Kamu masih seperti yang dulu,” ujarnya sambil nyengir.
“Yap, semua bergerak cepat,…” aku berhenti. “Meninggalkan aku yang tetap sama!”
Matanya memandangku dengan serius, lalu kembali terfokuske jalan. Dia tidak menjawab perkataanku.
“Aku bercanda, Marcel!” kataku sambil mencubit pipinya. Wajahnya masih sama seperti dulu, tidak ada sebutir jerawat yang menghiasi mukanya. Hidungnya masih tetap mancung. Matanya masih saja sipit. Rahangnya yang kokoh. Hanya saja rambutnya yang dulu mirip artis korea, sekarang dipotong cepak. “Bagaimana kabar , Dazzle?”
“Grey!”
“Aku serius, kok! Bagaimana keadaannya? Bagaimana hubungan kalian?” aku menatap matanya seolah berbicara ‘tenang! Aku nggak apa-apa’
“Baik, semuanya baik!” ucapnya agak ketus. “Bagaimana denganmu? Apakah sudah ada penggantiku?”
Aku tersentak kaget. Mengapa dia harus bertanya seperti itu. Aku bingung harus menjawab apa. Aku hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalaku.
“Kamu baik-baik saja kan?”
“Seperti yang kamu lihat, semuanya baik!”
“Kamu sudah ada yang lain?” ujarnya ragu.
Aku mengeleng lagi.
“Grey,.. kamu masih cinta sama aku?”
“My heart was taken by you... broken by you... and now it is in pieces because of you,” aku menatap wajahnya lekat-lekat, lalu tersenyum.
“I’m so sorry,” ujarnya lirih.
“Aku bercanda!” kutepuk bahunya lagi. Kutolehkan kepalaku menghadap jendela. Sejenak aku berhenti berpikir. Menyapu semua pemandangan kilat yang terlihat dari dalam jendela. Aku melihat dengan tatapan kosong. Apakah jawabanku tadi tepat? Apakah aku tadi salah menjawab?
“Kita sudah kelewatan. Kampusku sudah terlewat dari tadi!” gumamku tanpa menoleh padanya.
“Yaampun! Ngapa baru ngomong!’ ketusnya.
“Kamu yang bawa mobil?” tanyaku balik.
Dia tidak menjawab.
***
Aku berdiri sudah hampir dari 15 menit lalu. Cuaca sudah mulai mendung, tapi angkot belum juga lewat. Aku harus pulang sekarang, kalo nggak bentar lagi, hujan pasti turun.
“AKU BENCI HUJAN!” gumamku sedikit keras. Kusapu pandanganku kesekeliling, berharap, Marcel ada disini lagi menjemputku.
Drrt..drtt…drtt… kurasa HP-ku bergetar, kemudian disusul dengan nada khas nokia. Kutekan tombol hijau pada layar.
“Halo!” kata seseorang dari seberang sana.
“Iya, halo juga! Siapa ini?” aku pura-pura bertanya. Padahal aku sudah tahu bahwa ini suara Kak Dirga. Suara yang ngebass banget.
“Nggak usah, sok pura-pura nggak tahu deh, Red!”
“Red? Aku Grey! Ini Dirga Setiawan, kan?” kataku.
“Hahaha..” dia tertawa. “Iya,.. Red atau Grey sama saja!”
Dia memberiku nama panggilan. Tapi apakah itu nama panggilan saying. OH NOOO! “Grey, kamu jangan kege-eran deh!” seperti ada yang berbicara di telingaku. “Ada apa!” ketusku beberapa saat kemudian.
“Tolong kamu ambilkan pesenan kue tart di Bakery and Cake Shops yang di deket kampus kita, tau kan? Tenang udah gue bayar kok!”
“Tapi Kak…” Kak Dirga memotong perkataanku.
“Tolong bener! Gue tunggu 30 menit lagi! Ini penting banget, pacar gue ulang tahun!” jelasnya. “Inget Red, lo udah janji, mau bantuiin gue! Jadi, pokoknya mau nggak mau lo harus mau!” ancamnya. Kapan aku mengatakan bahwa aku ‘berjanji’
“Tapi Kak,…..”
Tut…tut…tut…
“Ini udah mau ujan,” kataku lirih.
Aku segera berlari menuju toko roti yang dia maksud. 15 menit kemudian aku sampai disana. Setelah itu aku langsung mengambil kue yang telah dipesan Kak Dirga. Kuenya cantik.
Setelah mendapatkan kuenya, aku berlari kecil keluar toko, lalu berdiri di pinggir jalan menuju angkot yang lewat. Sudah lebih dari 15 menit, angkot belum juga muncul. Hari sudah mulai gelap. Mau tidak mau, aku harus berlari sampai kerumah Kak Dirga. Lumayanlah, 2 kilo. Rintik hujan mulai turun sekarang. Ya, tuhan, aku benci hujan. Hujan selalu mengingatkanku tentang masa itu. Aku masih terus berlari, tapi tetap kupeluk erat-erat kotak kuenya agar tidak terguncang dengan keras, apalagi sampai terjatuh.
Hujan kini semakin menjadi-jadi. Aku biarkan hujan mengguyur tubuhku. Aku harus tanggung jawab dengan janjiku. Bagaimanapu aku harus membawa kue ini sampai kerumah Kak Dirga. Sesekali aku berhenti, untuk menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida.
Tetttttttt! Klakson motor mengagetkanku seketika.
“Cepet naek!” ujar seseorang. Aku tidak bisa melihatnya, karena dia memakai helm.
Aku masih terdiam.
Orang itu mebuka helmnya lalu menutupnya kembali. Dia Kak Rizal temannya Kak Dirga.
Tanpa pikir panjang, aku segera naek ke motornya.
“Mau kemana?”
“Apa?”
“MAU KEMANA?”
“KE RUMAH KAK DIRGA.”
“NGAPAIN?”
“ADA URUSAN!”
“YA SUDAH, AKU JUGA MAU KESANA KOK!”
Kulirik jam tanganku. Aku telat 1 jam lebih.
Setibanya kami dirumah Kak Dirga, aku langsung berlari masuk kedalam rumah Kak Dirga.
“Ini Kak, kuenya,” kataku sambil menaruhnya diatas meja. Nafasku memburu. Kulihat ada Mbak Nindy disampingnya.
“LAMA AMAT, GUE SURUH LO DARI SETENGAH JAM YANG LALU, LO BUDEK YA!” makinya. Dadaku terasa sesak, mendengar makiannya. Aku tertunduk lemas. Tuhan, aku ingin menangis sekarang.
“Maaf Kak! Angkot nggak ada, ini sudah malam, apalagi diluar hujan,” balasku pelan. Nyaris tak terdengar.
Dia menghela nafasnya. “JING! LO MAU KASIH MAKAN KUCING!”
Mataku terbelalak, melihat kue tart yang tadinya sangat cantik, berubah menjadi menyeramkan.
Aku masih terus mencengkram dadaku,aku bisa merasakan jantungku yang berdetak tidak karuan. Segukan-segukan kecil mulai hadir,tapi dengan cepat aku membungkam mulutku sendiri. Aku benar-benar perih saat ini. Air mata mulai mengalir ketika aku mengingat semua perkataannya. “Ma…maaf Kak…Maaf!”
“Sayang, ini masih bisa dimakan kok!” kata Mbak Nindy lembut. Aku tahu dia sedang berbohong.
“Maaf…sayang, sebentar aku belikan lagi, ya!”
“Nggak usah, aku suka yang ini, nggak perlu dipotong lagi kuenya, langsung ambil, lebih praktis bukan?” balas Mbak Nindy sambil tertawa kecil, lalu mencolek coklat dari kue tart lalu menaruhnya di wajah Kak Dirga.
Dari jauh kulihat Kak Rizal berdiri di depan pintu yang sepertinya sudah melihat apa yang barusan terjadi. Aku tersenyum melihatnya seolah mengatakan ‘aku nggak apa-apa’. Tiba-tiba dia datang menghampiri kami. Kak Rizal memberikan tatapan tajam ke Kak Dirga. Tiba-tiba Kak Rizal menarik paksa tangan kananku dengan kasar.
“Lepaskan Kak,” kataku datar.
“Tidak akan…” kata Kak Rizal tak peduli dan tetap menarik tanganku.
“Kau pikir apa yang akan kau lakukan sekarang, hah?” bentaknya tiba-tiba setelah melepaskan melepaskan tanganku.
Selama dia menarikku aku terus mengerang. Sampai akhirnya aku dibawa ke motornya dan entah kenapa tanganku erat sekali memeluknya. Aku tak tahu, apakah dia sekarang bisa nafas atau tidak. Aku menangis dipelukannya.
“Kak!”
awas aja kalo sampe bener dirga suka ama grey..
mending ama rizal juga nggakpapa..
hehe..
Dirga tuh sadis bgt ya... makan apaan tuh org ??
Aku suka ama dirga,,,,
Ayo dirga,,,,kasi pelajaran ama grey..!!