It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tidak..!!!! (lebay dikit gpp lah ya..?)
Regi jahat ! Tega ya jadiin dira cuma buat pelampiasan
@eldurion masih mau jadi Regi gak ya~~:p
Kurang puas gw di prov dimas , kurang banyak ..
Kayaknya ts nya ngantuk berat neh ..
Cup cup cup .
# sambil peluk-peluk
ditunggu ya~
@the_angel_of_hell
aw..dipeluk-peluk... iya rada capek gara-gara ngetik ini dua hari berturut-turut... mudah2an berakhir dengan baik..
kurang puas di bagian dimas ya? um... kalu gitu tunggu aja bagian dimas lagi.. mudah2an ada..hehe
besok pagi kayaknya gua posting.. ditunggu aja ya..
Aku Dira, dan orang yang sedang aku pegang kerahnya dan aku seret ini Dimas. Aku sedang menariknya menuju atap gedung jurusan yang kupikir tidak ada orang yang akan mengganggu kami menyelesaikan masalah ini. Emosiku sedang memuncak. Apa yang telah kulihat barusan, adalah salah satu dari banyak hal yang diluar dugaanku yang terjadi begitu saja beberapa waktu terakhir.
“Pantes, kelakuan lo?!” Bentakku. Kulemparkan Dimas sehingga terduduk menyandar di pagar pembatas “Kelakuan macam apa barusan?! Sok jago lo!” Tambahku.
“Enggak, Dir. Tapi gua...”
“Tapi gua apa?! Apa ini!” Bentakku sambil menendang-nendang puntung rokok yang berserakan di dekatnya “Gua tau ini punya lo!” Dimas terdiam.
“Pikiran lo pendek ya, Mas. Lebay! Gimana bisa lo bilang lo selalu khawatir sama gua dan pengen gua gak terjadi apa-apa, padahal yang sebenarnya mengkhawatirkan adalah lo!” Kataku.
“Itu karena…” Katanya ragu kalau aku akan memotongnya. Namun, kali ini kubiarkan dia menyelesaikan omongannya. “…karena gua gak tahu apa yang harus gua lakuin. Gua gak tahan lihat kalian berdua sepanjang waktu. Ya, pada hal ini gua cemburu sama lo berdua” Tahu aku tidak memotongnya, dia melanjutkan berbicara “Sammpai gua tahu motif dibalik dia jadian sama lo, Dir” Tambahnya.
Motif? Motif apa? Aku berpikir mendengar apa yang dikatakan Dimas dan karena aku tidak menemukan jawaban di pikiranku, kuputuskan untuk melanjutkan mendengarkan cerita Dimas.
“Lo tau kan, Dir. Kalau gua dan Regi sempet jadi temen deket pas SMA?” Aku mengangguk “Ya, dulu kita temen baik sampai… Gua beranikan diri buat bilang ke dia kalau gua suka sama dia. Tapi, yang terjadi adalah dia mengolok-olok gua dan menyebarkan tentang kondisiku ke teman-teman di sekolah” Ceritanya “Itu lah alasan kenapa gua pindah ke sini dari Surabaya. Gua dipermalukan” Tambahnya.
“Jadi…” kataku berpikir mencoba untuk mencerna perkataan Dimas. Nafas Dimas sedikit teratur sekarang.
“Ya. Lo bener. Dia dulu sangat gak suka sama pernyataan gua ke dia soal perasaan gua. Entah dia memang anti ataupun merasa gengsi di depan teman-temannya yang waktu itu memang dari awal tidak suka sama gua. Tapi, apapun itu, yang jelas gua dipermalukan” Dimas terdiam sebentar “Pas gua tau kalau dia kuliah di sini… sebenernya gua udah sedikit maklumin dia. Dia minta maaf soal yang udah terjadi di SMA. Gua biarin dia yang pengen temenan lagi sama gua. Sampai suatu hari, dia bilang ke gua soal orientasi seksnya. Entah itu karma ataupun memang dari awal seperti itu, gua hanya bisa ketawa mendengarnya” Lanjutnya.
“Dia nembak gua. Bayangin, Dir. Apa yang bakal lo lakuin kalau dalam posisi gua?” Katanya “Ya. Gua nolak dia. Apapun alasannya gua gak bisa menaruh dia di hati gua kayak dulu. Gua udah nutup hati gua buat dia sejak lama. Gak mau luka ini kembali terbuka” Katanya sambil memegang dadanya “Gua bilang ke dia kalau gua udah punya orang yang gua suka. Itu lo, Dir. Gua udah lama suka sama lo. Bahkan sebelum gua tau kalau Regi juga kuliah di sini” Aku terdiam mendengarnya. Mata Dimas berkaca-kaca berusaha menahan air mata yang mau keluar.
Aku duduk di sebelahnya. Kulingkarkan lenganku melewati bahunya. Emosiku telah melunak terhadap Dimas “Kamu bodoh, Mas” Kuusap-usap sisi kepalanya “Kamu seharusnya bilang padaku. Tidak kamu pendam sendiri soal ini. Lihat sekelilingmu. Coba ngaca. Kamu berantakan, Mas” Kataku dengan nada yang tenang “Belakangan ini yang kudengar tentangmu yang banyak berubah… Itu bukan kamu kan? Kamu tidak mungkin melakukannya kan?” Kusingkirkan puntung rokok dari dekat kakiku berusaha tidak menerima kenyataan Dimas yang belakangan ini berbeda.
Tidak terasa air mata meleleh dari kedua mataku. Kutempelkan sisi kepalaku ke kepalanya kuelus pipinya. Terasa basah. Kami berdua menangis. ‘Saat dua pria mengeluaran air mata bersama, pada saat itulah akan disadari kalau keduanya saling menyayangi dan membutuhkan satu sama lain’ kalimat itu tiba-tiba terlintas di benakku.
“Dir, maafin aku ya…” Kata Dimas. Nada bicaranya melunak dan aku tahu itu. Aku hanya mengangguk. Saat ini, aku hanya ingin diam berdua dengan Dimas, berbagi kesedihan, kekesalan dan rasa rindu dengannya.
“Maaf, hanya karena rasaku ini padamu membuat hubungan persahabatan kita belakangan ini tidak karuan”katanya lagi.
“Maafin aku juga, Mas. Kamu jadi begini karena aku juga…” Kataku dengan amat menyesal.
Selama di atap gedung jurusan, aku dan Dimas tidak mengobrol apa-apa. Kami hanya berkomunikasi lewat hati dan perasaan kami. Aku mengerti mengapa Dimas berubah. Justru, aku merasa bersalah lebih padanya. Aku telah mengesampingkan perasaan Dimas. Au telah menggantung perasaan Dimas beberapa lama setelah menyatakan perasaannya padaku, sedangkan Regi, aku… Aku langsung menerima ajakannya untuk berhubungan dan melupakan kalau aku masih punya hutang terhadap Dimas.
Kuputuskan sore ini aku akan menemani Dimas dan mengantarnya pulang. Aku ragu-ragu apakah harus mengirim kabar juga ke Regi atau tidak. Setelah perdebatan yang panjang di pikiranku, akhirnya aku memutuskan untuk tidak menghubunginya. Sebelumnya, aku memberitahu Ferdi dulu kalau ada yang mencariku di kost-an agar memberitahu mereka kalau aku pulang telat dan suruh menitipkan pesan padanya. Dimas menerima tawaranku untuk mengantarnya pulang.
Halte bus tidak seramai siang. Sore ini terlihat hanya beberapa orang saja yang menunggu bus tiba. Kulihat beberapa bekas pukulan membiru di wajahnya, sedikit noda darah masih terlihat dari bibirnya yang robek. Aku menyuruh Dimas untuk duduk di bangku yang kebetulan kosong. Tatapan Dimas masih kosong menerawang, sepertinya masih memikirkan kejadian hari ini.
Kutempelkan kaleng cola dingin yang kubeli ke pipinya. Dia sedikit kaget.
“Pake ini dulu. Mukamu keliatan memar-memar gitu” Kataku sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan. Dimas menurut. Dia menempelkan kaleng cola dingin itu ke memar-memarnya. Senyum tipis terlihat dari bibirnya.
“Makasih, Dir” Katanya singkat sambil mengangkat kaleng cola tersebut. Tidak berapa lama, bus tiba dan kamipun naik.
Selama empat puluh lima menit perjalanan, akhirnya kami tiba di rumah Dimas. Aku menyuruh Dimas untuk mandi, kemudian aku meminta Bi Asih untuk mencarikan kapas dan obat luka.
“Aduh, si Aden kenapa mas Dira?” Tanya Bi Asih.
“Biasa, ceroboh jadi jatuh pas di kampus” Kataku berbohong.
“Ya ampun… Emang kebiasaan tuh si Aden. Dulu juga sering banget jatuh… Apalagi pas TK, sering jatuh dari ayunan. Makanya sampe gede gak berani lagi si Aden maen ayunan” Kata Bi Asih. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Sepertinya, kalau sering ngobrol dengan Bi Asih bakal tahu banyak hal tentang Dimas yang belum pernah terungkap ke publik, fikirku.
“Aw..! Aw..! Pelan-pelan, Dir” Dimas meringis saat aku obati luka di bibirnya dan sikutnya.
“Cengeng kamu! Berantem aja bisa. Pake ginian meringis!” Kataku sambil menekan-nekan lukanya lebih keras dengan kapas.
“Oi..!! Sakit!” Teriaknya. Kutempelkan bibirku pada bibirnya. Dimas berhenti berteriak-teriak dan meringis.
“Kalau gak mau diem, aku bilang Regi kalau pacarnya terpaksa mencium musuhnya karena gak mau diem” Ancamku.
Dimas terdiam dan langsung memalingkan badannya dariku “Maaf, kamu benar. Kamu pacarnya Regi” Katanya. Sepertinya aku salah berkata. Padahal niatku bercanda.
BUUKK!
Kulempar bantal ke arah kepalanya “Hei! Sudahlah. Lupakan. Anggap aku tidak bicara apa-apa. Sekarang, yang penting adalah kesehatanmu” Kataku.
“Hm… Mas, ada handuk sama piyama lain gak? Mau mandi nih. Kayaknya aku gak bisa kemana-mana malam ini. Gak tega nih lihat orang sakit yang manja dan kesepian” Sindirku.
“Maksudnya??” Dimas tampak sedikit tersinggung.
“Ah, ada di lemari kan?” Kataku sambil membuka lemari dan mengambil handuk dari dalamnya tanpa mempedulikan Dimas “gak apa-apa kan aku pake kaos dan celana ini?” Aku mengacungkan kaos dan celana yang kutarik dari lemari dan aku langsung menuju kamar mandi. Dimas hanya bengong melihat apa yang aku lakukan.
Sejam kemudian, aku keluar dari kamar mandi. Sudah lengkap dengan pakaian yang aku paksa pinjam dari lemari Dimas. Kukeringkan rambutku di depan cermin dengan handuk. Kulihat pantulan Dimas yang masih menunduk sambil melamun dari cermin. Setelah rambut kurasa kering, aku keluar kamar mencari Bi Asih untuk menunjukkanku dimana harus menjemur handuk ini dan memintanya untuk membuatkan teh manis hangat untuk Dimas.
“Maaf ya, bi. Saya jadi tidak sopan seperti ini” Kataku agak sungkan.
“Ah, tidak apa-apa, mas Dira. Masnya kan suka ke sini dan bantu si Aden juga… Jadi santai aja… itung-itung bantu bibi ngurusin Aden... Kalau gak ada Mas Dira sama yang lainnya, Duh… Bibi kadang kewalahan ngurusinnya…” Kata Bi Asih dengan penuh semangat. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Handphoneku berbunyi. Regi menelponku. Aku memang belum meberinya kabar sejak kejadian tadi sore. Maka, kuputuskan untuk mengangkat teleponnya kali ini.
“Halo? Ada apa Gi?” Tanyaku.
“Kamu dimana?”
“Di kamar”
“Kamu… Gak apa-apa?”
“Ng. Gak apa-apa. kamu sendiri gimana? Lagi ngapain sekarang?” Aku memang tidak tahu bagaimana dia sekarang.
“Aku… Aku lagi di kamar. Lagi ngobatin luka…” katanya. Nah, dari tadi aku kepikiran dengan luka Regi yang cukup banyak.
“Maaf ya. Aku gak ada di sana buat obatin luka kamu” Kataku.
“Gak apa-apa. Aku ngerti kok” Nadanya kalem seperti biasanya “Justru, Dir, Aku yang harus minta maaf ke kamu soal ini…” Katanya.
“Udah nyantai aja. Sana istirahat. Jangan lupa makan… “Aku tidak sedang tidak mau berpanjang-panjang mengobrol dengan Regi untuk malam ini.
“Iya. Kamu juga istirahat ya…selamat malam”
“Met malem juga. Tidur yang enak” Kataku. Dua detik kemudian sambungan kuputus.
Aku masuk ke kamar Dimas dengan diikuti Bi Asih yang membawa nampan berisi dua gelas teh manis dan dua piring nasi goreng. Setelah menaruhnya di meja, Bi Asih izin ke keluar kamar untuk beristirahat.
Di kamar, aku dan Dimas asik menonton televisi. Kami tertawa-tawa saat Sule menjahili Azis di acara lawak salah satu stasiun televisi seolah tidak ada masalah yang telah terjadi sore tadi.
“Eh, Mas. Dimakan dong nasi gorengnya. Tadi aku bilang ke Bi Asih pengen buatin nasi goreng buat kita” Kataku sambil membawa nampannya ke dekat Dimas.
“Eh? Kamu yang buat nasi goreng ini?” Tanyanya meragukan. AKu mengangguk penuh semangat dan penuh harap dipuji.
“Gak mau. Badanku lagi sakit. Kalau keracunan, luar dalem jadi sakit. Bisa berabe” Katanya yang langsung kubalas dengan jitakan di ubun-ubunnya.
Sedikit paksaan, berhasil membujuknya untuk memakan nasi goreng hasil eksperimenku dengan lahap. Tidak berapa lama, makanan di piring kami pun besih tak bersisa.
“Katanya keracunan… tapi bersih gitu piringnya” Sindirku.
“Terpaksa” Katanya cuek sambil kembali menonton televisi “Lagian lumayan kok rasanya. Gak bikin mual” Katanya
“Dasar. Bilang enak aja napa” Kataku menaruh piring ke nampan lagi.
Tidak terasa waktu mmenunjukkan pukul sebelas malam. Akhirnya, kami memutuskan untuk menghentikan menatap Tukul di layar kaca dan bersiap-siap tidur. Aku diam menatap punggung Dimas yang membelakangiku. Kembali rasa bersalahku padanya melingkupi pikiranku.
SSelamat pagi~
@AkselEE @LockerA @gr3yboy @bibay007 @AwanSiwon @dimasera @Touch @CoffeeBean @kiki_h_n @AoiSora @Aji_dharma @mybiside @Adam08 @johnacme @masAngga @adinu @rulli arto @lembuswana @Just_PJ @the_angel_of_hell @dheeotherside @CHE @Jesse84 @afif18_raka94
sama2 makasih udah mau baca..:D
sdkit kecewa krn cerita dimas ttg regi gk lanjut mpe dira tahu bhw dia pelarian regi tuk blas dendam ma dimas. mgkn next part x y.
Yang ni salah ketik gk sich?.
“Aduh, si Aden kenapa mas Dimas?” Tanya Bi Asih.
yg bi asih sebut aden tuh dimas kn? sedangkan wat dira bi asih manggilnya mas dira. #klo gk salh inget.