It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
sip dah
panjang ya neng?
#apaancoba
tantee Kennynya.dikamarku katanya takut liat km
syuhh syuhh.sana
"Nih...."
"Iyah...."
Kak Yujii menempelkan sekaleng minuman dingin ke pipiku, membuatku sejenak tersentak, tapi kemudian mengambil kaleng minuman itu dengan santai dan membuka tutupnya.
"Hmm, Gimana? Udah tenang?"
Kak Yujii duduk di hadapanku, tepat disamping Kak Marco. Kak Yujii memandangku dengan tatapan kuatir, seakan aku baru aja kena serangan jantung di depannya.
"Iyah kak, makasih..."
Aku masih memain mainkan kaleng minuman itu di tanganku, mengguncang guncangnya pelan, sampai sedikit isinya terpercik keluar.
"Nah kan! Jadi kotor deh! Woi!!"
"Marco!"
Kak Yujii menatap tajam ke arah Kak Marco yang segera membungkam mulutnya sigap
Rasain!
Aku tertawa pelan, dan kayaknya tawaku barusan membuat seulas senyum lega di bibir kedua temanku ini. Yujii tersenyum lebar, sementara Marco memamerkan sengiran ala kuda yang biasa dia tampilkan.
"Kenapa kamu tadi Ken?"
Aku sejenak terkesikap, kemudian kembali menundukkan kepalaku, Jujur saja aku agak terkejut dengan semua pembicaraan yang barusaja aku dengar. Kevin, dan Alvin? Mereka kah?
"Kenny?"
Kak Yujii tampak sudah mendekatiku dan membelai kepalaku perlahan, sementara Kak Marco masih diam di tempatnya sambil menatap penasaran ke arah kami.
"Kamu terkejut dengan apa yang barusan kamu lihat di sekolah?"
"Umm...."
Aku mengangguk pelan, kemudian aku menatap Kak Yujii dan melebarkan senyumanku ke arahnya.
"Kamu terkejut karena mereka berpelukan, gitu?"
Aku ragu sejenak, kemudian kembali menganggukkan kepalaku.
Kak Yujii sejenak menyisir tangan rambutnya yang sejak tadi menutup sebagian matanya, kemudian menghela nafas sambil terpejam.
"Kamu terkejut karena kamu mengira mereka gay?"
Aku melirik sejenak ke arah Kak Marco, yang segera mengalihkan pandangannya dari tatapanku. Aku menghela nafas, kemudian mengangguk perlahan.
"Kamu takut dengan gay...?"
Aku menggeleng, tanpa bisa menutupi keraguanku. Begitukah dunia gay? Kenapa aku merasa risih melihatnya?
Yujii terkekeh pelan, kemudian duduk disampingku, diikuti Marco yang ikut duduk di samping sebelahnya. Dia membelai rambutku pelan, sementara Marco menepuk nepuk punggungku dengan agak kencang.
"Kak Marco sakit ahh!"
Aku mencibir ke arahnya, Marco langsung melotot dan bersiap membuka mulut.
"Ahem..."
Marco mengurungkan niatnya buat membuka mulut segera setelah Yujii berdehem pelan. Ni anak takut banget ama Kak Yujii yahh?
Drrr~Drrr~Drrr~
Ponsel Kak Yujii bergetar pelan, berputar di atas meja belajarnya. Kak Yujii segera berdiri dan mengambil ponselnya, kemudian menerima teleponnya.
"Iya? Benny? Iya? Astaga lupa! Oke! Aku tunggu dibawah!"
Aku dan Kak Marco menatap bingung ke arah Kak Yujii yang bergegas membereskan beberapa berkas dari meja dan menaruhnya di tasnya.
"Hari ini aku harus mengumpulkan proposal ke Benny! Marco! Kamu ga ada kerjaan kan? Kamu temani Kenny ya! Aku tunggu Benny di bawah buat ngambil proposal!"
Kak Yujii kembali menyibukkan dirinya dengan berkas berkasnya, dia membolak balik beberapa halaman proposal yang diambilnya.
"Tapi, tapi Yujii...."
Kak Yujii segera menoleh ke arah Marco, senyum manis menghiasi wajahnya, tapi entah kenapa, aura sekitar kamar berubah menjadi sangat menyesakkan.
"Tapi apa Marco? kamu keberatan.....?"
Kak Yujii berbicara dengan perlahan dan ditekan, sambil terus memajang senyumannya di raut wajah imutnya.
Tapi lebih imut aku! (''=3=)
Sejenak aku merasakan Marco bergidik pelan, kemudian dia segera menggeleng
"Ga kok! aku bisa nemenin kamu!"
Yujii masih tetap tersenyum kemudian mengangguk perlahan
"Baguslah... Aku pergi dulu ya, oke, baik baik disini!"
Yujii kembali menyunggingkan senyum manis yang semakin mempermanis wajahnya, kemudian menutup pintu dengan keras.
Siiiiiing...........
("= 3=)
Sudah kuduga bakal begini. Ditinggal ama Kak Marco, apa kata dunia. Ck
"Kak, Kak Marco nurut banget ya ama Kak Yujii!"
Aku nyengir lebar selebar lebarnya, berusaha untuk mencairkan suasana. Aku yakin Marco bukan tipe orang yang susah diajak ngomong. Ga kayak si autis (Alvin, red) itu.
Kak Marco tampak memakan umpanku
Yess!!
Dia mendecak pelan kemudian menggaruk kepalanya
"Gimana yah, ya, kamu gatau sih. Dia itu, emang selalu tersenyum, tapi sebenarnya..."
Kak Marco menoleh ke kiri kanan, tampak takut kalau ada yang menguping, aku melebarkan mataku, menunggu jawaban yang tepat dari pertanyaanku.
"Dia Monsterr....."
(=="?)
Monster? jadi yang alien bukannya Alvin dan Kevin tapi Yujii ya ternyata?
"Monster? Maksudnya?"
Kak Marco kembali melayangkan pandangannya, kemudian mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Dia bukan tipe orang yang segan segan menghabisi orang yang menurutnya pantas dapat ganjaran..."
Ha?
Makin aneh deh Marco lama lama. Apa abis ketelan buku Fisika ya? (==")
"Iya, kamu gatau kenapa dia dijuluki si Smiling Joker?"
Aku semakin mendekatkan kepalaku ke arahnya, sambil mengangguk angguk penasaran
Ihh! Mana mungkin aku tahu! Aku aja ga pernah nanya!
"Karena dia bisa tersenyum sambil membantai ratusan orang, dan tidak segan segan untuk melakukannya di depan umum, tanpa kehilangan senyumnya. Dulu dia pernah mempermalukan kakak kelas kami di kantin, hanya karena kakak kelas kami menyatakan perasaannya di hadapan orang banyak! Dan dia melakukannya dengan tersenyum. Aku masi inget muka kakak kelasnya! Seakan seluruh nyawanya habis disedot!"
Brrr!
"Serius kak?"
"Iya..."
Aku mengangguk angguk lemas. Astaga! Kak Yujii bahaya juga ya!
"Tapi tenang! Dia tipe orang yang perhatian dan setia sama temannya kok! Jadi jangan takut!"
aku mengangguk angguk mantap. Jadi Yujii ga akan mungkin menyakitiku ya kan?
"Selama temannya itu ga membuatnya marah..."
Jreng!
Mendadak keadaan berubah jadi sangat seram dan menusuk. Aku sampai megap megap berusaha mengambil nafas.
"Jadi karena itu Kak Marco takut sama Kak Yujii?"
Kak Marco menyandarkan tubuhnya santai, kemudian menyangga kepalanya dengan kedua tangannya.
"Enggak juga, aku dan dia sebanding kok, kupikir kalau dia menyerangku, kami bakal sebanding kalau berkelahi."
Marco tersenyum santai
"Lagipula aku yakin dia ga bakal menyakitiku"
Segurat senyum bahagia menghiasi bibirnya, dia menutup matanya dan membuang nafasnya dengan ringan.
"Kok Kak Marco bisa yakin gitu?"
Marco melirikku dengan senyuman lebar, dia masih tetap menyandarkan tubuhnya dengan santai.
"Karena aku percaya kepadanya, lagipula, aku merasa nyaman kalau disampingnya, dan aku yakin aku juga memberikan perasaan yang sama untuknya."
Aku mengangguk angguk perlahan, kemudian merapikan kunciran rambutku yang pastinya sudah awut awutan kemana mana.
"Dan Kenny, tentang perasaanmu, menurutmu, gay itu buruk?"
=_=
Rasanya agak aneh ngeliat Marco berbicara serius gini. Dia kan biasanya terlihat bodoh dan otaknya selalu dibawah rata rata.
"Umm..."
Aku menggaruk kepalaku pelan, tanpa bisa menjawab pertanyaannya.
"Apakah kamu pernah merasakan, kepalamu mengatakan kalau sesuatu itu salah, tapi hatimu menginginkannya?"
Aku mengangguk pelan, dia mengambil posisi duduk bersila, kemudian meneguk minuman dari kaleng yang ada didekatnya.
"Kak, itu minumanku.."
"Hoekz!?"
Marco yang sudah terlanjur menelan minumanku langsung menatap ke arahku dengan ekspresi suram. Aku tertawa senang sambil menunjuk ke arahnya
"Yeah! Aku pernah merasakannya, dan sekarang aku sedang merasakannya!"
Kak Marco terkekeh, kemudian dia menggaruk kepalanya pelan.
"Seperti itulah yang mereka rasakan, mungkin mereka tidak ingin melakukannya, tapi mungkin, mereka menemukan belahan hati mereka di orang yang sejenis kelamin dengan mereka, apa menurutmu mereka bisa dipersalahkan?"
Aku menggeleng pelan, kemudian menatap kembali ke arahnya.
"Aku yakin kamu bisa mengerti itu, Kenny..."
"Kak Yujii?"
Kak Yujii terkekeh pelan sambil menatap ke arah kami berdua.
"Maaf, aku nguping!"
Kak Marco langsung pucat pasi sepucat tembok kamar kak Yujii. Aku membaca gelagat ini, segera melontarkan pertanyaan ke arah Kak Yujii.
"Kakak nguping lama?"
Kak Yujii mengangguk pelan, kemudian tersenyum manis, matanya yang sipit semakin tertutup karena senyumnya. Senyuman manisnya dengan telak ditembakkan ke arah Marco.
"Cukup lama. . . ."
Kak Marco langsung pucat pasi, seakan Yujii barusaja menyedot separuh nyawanya keluar dan menelannya.
"Jadi gimana, kamu masih menganggap gay itu menjijikan?"
Aku menggeleng pelan.
"Aku harus bisa paham dong Kak! Kayak yang dibilang Kak Jabrik barusan, kalau memang mereka menemukan cintanya di tempat yang tidak seharusanya, kupikir itu bukan sesuatu yang salah!"
Aku berseru mantap, sekarang aku sudah meyakini semua yang aku katakan dan meyakinkan kembali diriku yang ragu
Aku sejenak ragu, karena aku mengingat kembali hubunganku dengan Sir Caesar, aku tadinya bingung dengan perasaanku, tapi tampaknya Kak Marco sudah menjelaskan semuanya padaku. Yeah, benar! Aku menemukan cintaku di diri Sir Caesar, walau dia menolakku. Dan menyakitiku....
Sebersit perih mendadak menjalari tubuhku. Aku meremas pelan dadaku, berusaha menahan perasaan panas yang menyeruak keluar dari dadaku.
"Kenny, Ken, kamu ga apa apa?"
Kak Yujii terlihat panik karena reaksiku barusan, segera mengelus pelan bahuku dan merangkul tubuhku.
Nyaman...
Tubuh kecilnya terasa begitu nyaman melindungiku.
Pelukan apa ini?
Kurasakan sepasang tangan ikut melingkarkan dirinya di tubuhku. Kak Marco?
Aku melirik ke sebelahku, Kak Marco tampak memelukku dan Kak Yujii dari belakang Yujii.
Sejenak kami berdiam dalam keadaan ini, sampai semua perasaan perih itu menguap entah kemana.
"Terimakasih kak! ASTAGA!!!"
Kak Yujii tertawa pelan, dia sudah duduk kembali dan menegakkan tubuhnya.
"Marco, sampai kapan kamu mau memelukku?"
"Biarin begini dulu ya..."
Kak Yujii tersenyum pelan, kemudian mendekapkan tangannya di kedua telapak tangan Marco, dan menutup matanya. Mereka tampak menikmati pelukan lembut itu. Aku tersenyum sejenak, kemudian dengan sedikit perasaan ga enak mencoba mohon diri.
"Err, Kak! Aku harus pulang! Aku nunggu Mama di minimarket depan aja!"
Kak Yujii membuka sedikit matanya, kemudian memberikanku sebuah anggukan lembut.
"Pagarnya ga kakak kunci. Maaf ya ga bisa temanin ke bawah!"
Aku mengangguk pelan dan segera pergi meninggalkan Yujii dan Marco, bergegas berlari menuju Mini Market.
Aku
Mau
Cokelat!
=======================================
Silver's View
"Marco..."
"Hmm...?"
Yuji membalik tubuhnya dan membelai lembut rambut Marco yang berdiri karena terkena gel.
"Ah Sebentar!"
Marco berlari keluar, sejenak kemudian dia sudah kembali lagi dengan rambut basah.
"Aku tau! Kamu ga suka megang rambutku kalau ada Wax nya kan! Udah aku bersihin!"
Yujii tertawa pelan, kemudian menatap Marco lembut
"Kenny terlihat lebih dewasa akhir akhir ini, ya?"
Marco mengangguk setuju.
"Yeah, dia terlihat lebih dewasa, walaupun masih bersikap seperti kanak kanak, tapi dia kelihatan lebih dewasa dalam berpikir..."
Yujii mengangguk pelan, kemudian kembali mendekap Marco yang barusaja duduk di sisinya. Marco menggosok rambutnya pelan dengan handuk, dia sejenak berpikir.
"Yujii, kalau Kenny tahu semuanya tentang kita, apa kamu ga kuatir?"
Yujii menggeleng lembut,
"Dia, justru ragu, aku sudah bisa membaca semuanya dari gelagatnya. Dia hanya mencari keyakinan. Aku yakin, dia sedang jatuh cinta pada orang yang "salah""
Yujii membentuk tanda kutip dengan kedua tangannya. Marco kemudian mengalungkan tangan kanannya ke bahu Yujii yang segera dijadikan tempat bersandar untuk kepala Yujii.
"Cinta yang salah, pada tempat yang salah..."
Yujii terkekeh sejenak, kemudian menatap lekat ke arah Marco
"Tapi bukan orang yang salah..."
Tanpa mereka sadari, bibir keduanya sudah menyatu, Yujii menutup matanya perlahan, merasakan hembusan hangat nafas orang yang dicintainya lembut menyapu wajahnya.
Marco mendorongnya pelan sehingga keduanya terjatuh ke arah kasur, kemudian mendekap kuat Yujii yang ada di bawahnya.
"Marco, kita belum mandi ya!"
Marco tersenyum lebar, kemudian membelai rambut Yujii
"Yeah, memang! Bukannya lebih asyik?"
Dia mengedipkan sebelah matanya ke arah Yujii, yang segera tanggap dan membawa Marco kembali dalam ciuman dalam.
Desahan lembut dan decakan mengisi ruangan yang mulai ditinggalkan cahaya matahari senja, meninggalkan sepasang manusia yang saling mencintai hanyut dalam dunia mereka.
"Marco...."
=======================================
"Jadi...?"
Pria berjubah putih emas itu menengadahkan kepalanya, mengarahkan pandangan tajamnya ke arah Seagent.
Seagent mendengus kesal, dan menusuk nusuk makanan di depannya dengan garpu.
"Gagal, tampaknya Cardinal lebih tenang dari yang kita duga. Dia berhasil menguasai keadaan yang sudah susah payah kita buat panas."
Pria berjubah putih itu tersenyum lembut, tapi tidak menghilangkan aura kejam di wajahnya.
"Tenanglah, yang kita perlukan, hanya bukti, ya kan?"
Seagent mengangguk lemah, kemudian dia memain mainkan garpu di tangannya.
Pria berjubah putih itu menyandarkan wajahnya di kedua tangannya.
"Apalagi, Cardinal sudah bersumpah kalau dia akan menghabisi pelakunya dengan tangannya sendiri. Aku yakin dia tidak akan menarik kata katanya. ya kan?"
Seagent mengangguk, kemudian mengarahkan pandangannya ke arah pria berjubah putih itu.
"Jadi apa rencanamu?"
Pria berjubah putih itu hanya mendecak pelan, senyum bijak dan kejam itu tak juga mau beralih dari wajahnya, kemudian dia menatap ke arah pemuda berjubah biru yang sedaritadi hanya diam di sisi lain meja mereka.
"Kamu sudah mendengar apa yang kita perlukan? Yang kita perlukan adalah bukti..."
Pria berjubah biru yang ada di hadapannya mengangguk, tidak mengeluarkan sepatah katapun.
"kamu mengerti apa yang harus kamu lakukan, ya kan?"
Pria berjubah putih itu kembali mendapatkan anggukan dari pemuda itu tanpa raut wajah sedikitpun.
"Dingin, seperti biasa..."
Seagent dan Pria berjubah putih itu tergelak, tapi tak seulas suarapun keluar dari bibir Bishop muda itu.
Mereka menghentikan tawa mereka, kemudian pria berjubah putih itu mengusap dagunya sambil menatap ke arah pemuda yang barusaja selesai mengatur posisi topi birunya itu.
"Mereka perlu bukti, beri mereka bukti, Bishop Arsais...."
Sudah APDETT
HAPPY READING!
COMMENT AND REVIEW~!
THANK YOU!
#Bow
ada apa ini ada apa..?? :-SS
#siap2 bantu
@just_pj hee?
kenapa apanyahh?
aighh nulis namanu mau mention ga bisa bisa
T T
gmn caranya
ehh
makasy udh slalu nyimakk!
#seringai misterius
#GUBRAKZ
UPDATING
Jleb!
Aku melemparkan pisau lemparku tepat pada waktunya. Yue tampak kewalahan mencabut panah saat seekor leopard tiba tiba menerjang maju padanya.
Dia tampak terkejut, tapi kemudian menolehkan tubuhnya ke belakang. Panah dan busurnya masih tersimpan mantap di kedua tangannya, siap untuk ditembakkan.
"Arsais! Sudah datang ya!"
Yue tersenyum lembut padaku, kemudian segera menyarungkan anak panah yang barusaja diambilnya dan meletakkan busurnya di punggungnya.
"Yeah, maaf telat..."
Yue mengangguk sambil terus terseyum ke arahku. Aku beranjak ke arah Leopard yang masih terbaring di tanah. Suara rintihan pelan terdengar saat aku mencabut pisauku dari tubuhnya dan dengan segera sosoknyanya menghilang dari pandanganku.
"Ga! Kamu ga telat kok!"
Yue menyeka peluhnya, Ia berjalan mendatangiku, kemudian mendekapku lembut.
"Aku kangen...."
Aku sejenak terpaku. Kurasakan dadaku mulai berdegup dengan kencang.
Sial!
Padahal dia sudah sering melakukan hal ini, tapi entah kenapa setiap dia melakukannya rasanya dadaku selalu berdegup kencang!
Yue melepaskan pelukannya, kemudian tersenyum penuh arti ke arahku.
"Gugup karena melihatku?"
Dia memandangku tanpa berhenti menyungginkan senyuman yang terus membuat dadaku terasa begitu bersemangat berdetak.
Aku membuang wajahku, kemudian segera mengambil tempat duduk di batuan yang berada tak jauh dari kami.
Yue hanya meringis, kemudian mendekatiku dan menjulurkan sebelah tangannya.
"Ayo! Kita pergi ke kota terdekat, daripada harus disini! Berbahaya!"
Aku menggeleng pelan, kemudian menatap ke arahnya. Apa dia lupa, kalau tempat ini adalah tempat dimana aku pertama kali bertemu dengannya?"
"Aku tahu, kamu ingin disini karena disini adalah tempat kita pertama bertemu kan, Arsais?"
Aku terkejut sejenak, kemudian menganggukkan kepalaku sambil menatap ke arah danau di kejauhan.
"Yeah, kita memang bertemu disini, tapi, bukan disini tepatnya, ya kan?"
Ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata kemudian kembali menjulurkan tangannya ke arahku.
"Ayo..!"
Aku mengamit tangannya, dan membiarkannya membawaku ke pinggiran danau yang tadi kupandangi dari kejauhan.
"Disinilah, kita pertamakali bertemu. Sudah cukup lama ya?"
Yue berjalan ke arah air sambil menengadahkan tangannya ke atas. Samar sinar yang menerobos ke dalam hutan menyentuhnya pelan, membuatnya seakan berkilau di dalam kegelapan hutan.
Aku memandanginya, menikmati setiap gerakan yang dia perbuat. Entah keberuntungan apa yang dulu datang padaku, sampai aku bisa bertemu dengannya.
Takdir?
Aku meringis pelan, menertawakan pikiranku sendiri yang begitu bodoh mempertanyakan pertanyaan yang mungkin bahkan tidak perlu dipikirkan sama sekali.
"Kemari!"
Aku berdiri, bagai disihir, aku berjalan perlahan ke arahnya. Saat ini aku bagaikan menatap pemandangan yang begitu indah. Pakaian putihnya terasa begitu sepadan dengan rambut perak panjangnya.
"Ayo dong! Kamu ga asyik sama sekali sih!"
Yue melemparkan seberkas air dari danau yang memercik membasahi pipiku. Aku menyekanya lembut, Yue terus mencoba memancingku untuk ikut bermain, tapi aku masih terus berjalan ke arahnya tanpa menghiraukannya sama sekali.
"Alv..."
Perkataannya terhenti saat aku memeluknya dari belakang. Dia tampak terkejut, tapi kemudian segera memegang kedua tanganku lembut dan mengusapnya.
"Aku juga kangen kamu..."
Dia terkekeh pelan, kemudian membalik tubuhnya, sehingga wajah kami berdekatan. Dia menatapku lekat.
"Priest dan Necromancer?"
Aku mengerutkan dahiku, mencoba memahami tapi gagal untuk mencerna pertanyaannya barusan.
Yue membimbingku ke tepian danau, kemudian mengajakku duduk di sebatang kayu di tepi danau.
"Kamu, Priest, yang begitu agung dan suci, sedangkan aku, Necromancer yang penuh dengan kegelapan. Kalau dilihat lihat kita kayak siang dan malam ya?"
Aku terkekeh pelan. Tumben banget Yue mengucapkan kata kata bodoh seperti itu?
"Yeah, Siang dan Malam, ditakdirkan untuk saling melengkapi, ya kan?"
Aku mengeluarkan perkataan pertama yang berhasil aku susun di dalam kepalaku. Yue tersenyum lembut, kemudian dia menutup matanya dan membaringkan diri di batang kayu.
"Yeah, saling melengkapi, tapi juga ditakdirkan untuk tidak pernah bersatu!"
Aku sejenak terperanjat, kehilangan kata kata yang akan aku katakan.
"Yeah..."
Yue tertawa lepas, kemudian dia membelai pelan rambutku.
"Sudahlah, cuma perumpamaan bodoh kenapa kamu pikirkan!"
Aku ikut membaringkan tubuhku di samping tubuhku.
Yue menghela nafas perlahan, kemudian segera membuka pembicaraan baru.
"Kau tahu, namamu mirip dengan seseorang yang sangat kuhormati! Orang yang membawa kedamaian bagi negara kami! Aku sangat ingin bertemu dengannya sampai sekarang, tapi kurasa aku tidak akan pernah bisa menemuinya."
Aku menatap ke arahnya, apa dia menyukaiku karena itu?
"Apa kamu menyukaiku karena namaku mirip dengannya?"
Tanyaku dengan polosnya, pertanyaan yang terlontar begitu saja, dan terlambat bagiku untuk menyesalinya. Yue hanya tersenyum lembut sambil menatap ke arah langit.
Slep.
Aku merasakan jari jari tangannya perlahan mengamit jari tanganku.
"Ahh...."
"Stt...!"
Panas terasa menjalar dari tangan kananku yang dipegangnya, saat ini jari jari kami bertautan dengan kuat di samping tubuh kami.
Aku merasakan wajahku mulai memanas, dan aku yakin pasti wajahku sudah merah sekarang!
"Kamu terlihat manis kalau wajahmu merah!"
Aku merasakan wajahku semakin memanas, Yue saat ini sudah dalam posisi setengah duduk dengan tubuh ditopang siku, dan menatap lekat ke arahku.
Sial!
Mukaku pasti sudah merah semerah udang rebus sekarang!
Aku menutup wajahku dengan sebelah tanganku, tapi Yue segera melepaskannya dari wajahku.
"Kenapa kamu tutupi? Aku suka melihatmu begini, melihat sisi lain dari dirimu yang selalu dingin..."
Nafasnya terasa semakin memberat. Aku menyadarinya karena sedaritadi nafasnya menyapu pelan pipiku, membuat pikiranku tersapu dalam kabut.
Dia menatapku lekat, aku merasakan sebelah tangannya yang lain mengamit kepalaku perlahan, mendorongku ke arah wajahnya.
Sial! Aku tidak bisa berkutik!
Aku menutup mataku, merasakan sentuhan basah dan hangat di bibirku. Aku merasakan pikiranku mulai samar, aku mulai tidak bisa menguasai diriku.
Sial!
"HRAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Aku dan Jyo melompat berdiri dari posisi kami, kemudian menatap ke arah danau.
"Oh damn!"
Yue mengumpat pelan, sementara wajahnya memandang ngeri ke arah danau, seekor naga besar berwarna hijau menatap garang ke arah kami.
"Leviathan? Di tempat seperti ini?"
Aku segera mencabut kedua belatiku, sementara Yue berlari menyusuri sisi danau sambil menembakkan panahnya ke arah Leviathan.
Monster itu tampaknya merasa terusik, dan segera mengalihkan pandangannya dariku.
"Jyo! Bahaya! Jangan!"
Terlambat.
Dengan sekali sabetan monster itu berhasil melambungkan Yue ke sisi danau. Tubuhnya menabrak batu dengan sangat kuat.
"SIAL!"
Aku menggeram marah dan segera berlari menyusuri danau. Monster itu membuka mulutnya dan berkas sinar segera terbentuk di sekitar mulutnya.
"SIAL! Jyo, lari!"
Yue tampak tak bergerak, Pingsan kah? Sial!
"Earth, Give me your Shelter! Canopy Defense!"
Tepat waktu, sebuah tameng tanah muncul tepat di depannya, dan menahan semburan dari Leviathan.
"Sial..."
AKu merasakan desiran dari tangan kananku, disambut perasaan perih dan hangat dari darah yang mengucur keluar. Tangan kananku terasa semakin banyak mengeluarkan darah segar karena Rune itu terus menggerogotiku, tapi aku tidak memperdulikannya.
"Earth, listen to your master, summon yourself and follow my order! Clay Guardian!"
Aku terus berusaha mencapai Yue yang berada di sisi lain danau, sementara beberapa boneka tanah yang ku munculkan dengan mudah ditebas oleh monster itu. Rasa sakit di dadaku sudah menjalar, aku merasakan dada kananku mulai bergurat perih, aku merasakan rasa basah yang hangat di pakaianku.
"STOP!"
Aku hanya beberapa langkah lagi di depan monster itu, tapi tampaknya dia sudah lebih dahulu mencapai Yue.
Monster itu meraung menang, dan mengayunkan telapak kakinya ke tubuh Yue.
"Doom from the center of the earth! Bring the sinner to your wrath! LAND OF ETERNITY!"
Monster itu segera dibalut oleh pasir yang muncul dari telapak kakinya, kemudian membungkusnya pelan. Lenguhan kuat tampak masih jelas terdengar saat pasir itu mengeras dan meremasnya kuat, kemudian menyeretnya ke dalam tanah.
Aku menoleh ke arah Yue.
Deg!
Dia ternyata sudah siuman dan menatap dengan takjub ke arahku, Yue melebarkan matanya, kemudian menunjuk ke arahku.
"Itu, Elemen Tanah? Rune apa yang sebenarnya ada di tangan kananmu?"
"Emhh..."
Rasa sakit yang luarbiasa terasa merobek dadaku, aku merasakan darah mengucur deras. Aku berusaha keras berjalan ke arahnya.
"ARSAIS!"
Yue berlari dengan histeris ke arahku. Aku tersenyum, kemudian terus berjalan ke arahnya.
Sebelah kakiku tampaknya sudah terlalu lemah untuk menopangku, aku terseok, kemudian terjatuh dari tumpuanku, dan dengan sukses menghantam tanah.
"Arsais! Heal! Heal! Grand Heal!"
Yue menopangku dengan tangannya.
Necromancer bisa pakai heal ya...?
Otakku tampaknya sudah menolak untuk mengaktifkan dirinya lagi, aku merasakan titik basah di wajahku.
Airmata?
Aku menutup mataku perlahan, tertidur dalam pelukannya. Luka lukaku terasa begitu sakit hingga membuatku mati rasa.
=======================================
Caesar's View
"Axel..."
Aku menatapnya perlahan, dia tampak sedang sibuk membereskan berbagai perlengkapan perang.
"Ya Sir Caesar?"
Aku tersenyum, dia membalas senyumanku dengan cengiran kecil.
"Lagi apa?"
Aku menanyakan pertanyaan yang tidak perlu aku tanyakan. Sekedar untuk berbasa basi.
"Lagi beres beres! Habis latihan perang dan mereka gamau membereskannya! Keterlaluan!"
Aku tertawa mendengar jawabannya. Axel! Padahal baru kemarin dia bilang untuk tidak mendekatinya, tapi sekarang semuanya seakan sudah kembali seperti biasa.
Aku mendudukan diriku pada sebuah kereta yang berisi pedang dan tameng yang berkilat. Aku memfokuskan pandanganku untuk menatap Axel yang tampak tergopoh gopoh mengangkat dan menumpuk puluhan baju besi kembali ke dalam kereta.
Axel memang menjadi orang yang paling sibuk karena siaga perang yang terjadi akhir akhir ini. Dia jadi hampir tiap hari tidak ada di kastil. Lama kelamaan aku jadi merindukan sosoknya di Kastil.
"Axel, AWAS!"
tumpukan baju besi terlihat bergoyang saat dia menumpukkan tumpukan lain di bawahnya, sesaat kemudian aku melihat beberapa tumpukan teratas berguling dan terjatuh tepat ke atas Axel.
"AXEL!"
Aku berlari ke arahnya dan dengan sigap mendekap dan menutupi kepalanya.
BRUAK!
Aku merasakan nyeri di sekujur tubuhku. Tampaknya baju baju besi tadi jatuh tepat di atasku.
"mmm...."
Aku merasakan sentuhan lembut di bibirku. Hangat dan lembut.
Aku membuka mataku perlahan.
AXEL!
Dia tepat berada di bawahku, dan bibirnya....
beradu tepat dengan bibirku!
Aku segera menegakkan tubuhku dan mengelap bibirku, sedangkan Axel tampaknya masih belum bisa menguasai dirinya. Dia hanya megap megap sambil memegangi bibirnya.
"Axel..."
Aku menatapnya tajam. Dia menatapku sejenak, tapi kemudian segera menundukkan kepalanya.
"Soal kemarin, maafkan aku..."
Dia masih menundukkan kepalanya perlahan, tanpa ada gerakan atau suara apapun.
"Aku cemburu dengan Arsais, maafkan aku..."
Aku menarik nafas panjang, mengumpulkan segenap kekuatan yang kupunya untuk membuka mulutku kembali
"Kemarin aku hanya gamau kamu disakiti lagi, makanya aku memperingatkanmu..."
Aku menarik nafas kembali, kemudian memegang dagunya, dan menegakkannya ke arahku.
"Aku menyukaimu...."
Axel melebarkan matanya, tak sepatah katapun terucap walau dia berusaha mengucapkannya. Aku membelai rambutnya perlahan, kemudian mendekapnya di dalam pelukanku.
"Maaf, maukah kamu menerimaku, sekali lagi...?"
Baru kali ini aku merasakan perasaan takut sehebat ini. Dadaku terasa berdebar begitu kencang, begitu juga dengan dadanya. Aku terus mendekapnya, seperti dia terus memasrahkan dirinya di dalam dekapanku.
"Aku suka Sir Caesar..."
Dia membuka mulutnya, mengucapkan sepatah kalimat yang terasa begitu manis di telingaku.
Dia menerimaku?
Aku segera berdiri, memegang kedua bahunya dengan kencang, dan sekali lagi mendekapnya sambil berdiri. Axel tampak kewalahan mempertahankan dirinya dari seranganku.
Aku tertawa lepas. Terlalu bahagia untuk mengontrol diriku. Aku meremasnya di dalam dekapanku.
"Auh!"
Aku melepaskan pelukanku, dan memegangi pundakku.
"Sir Caesar! Anda kenapa?"
Aku menggeleng pelan, kemudian memberikannya senyuman lembut.
"Hanya damage kecil karena kejatuhan tadi. Aku yakin Arsais bisa mengobatinya!"
Arsais! Oh iya! Bukannya dia berjanji akan sampai disini satu jam yang lalu?
Untunglah dia terlambat!
Aku tak sabar untuk memberitahunya berita yang mungkin bakal membuat jantungnya berhenti.
"Axel, Kamu lihat Bishop?"
Axel menggeleng bingung. Dia mengernyitkan keningnya dan mengangkat bahunya.
Ahh! Anak ini imut banget!
Aku mengacak acak rambutnya perlahan, dan mengirimkan surat Attention ke Arsais.
Compose message:
To : Arsais
#ATTENTION!!!#
Alvin! Dimana? Cepat kesini!
Aku menunggu.
Semenit.
Dua menit.
Aku menggaruk rambutku.
Kemana Alvin ya?
Aku kembali mengirim surat yang sama lima kali berturut turut, tapi tidak satupun dibalas oleh Alvin.
Hmm...
Ada apa dengan Alvin? Coba aku sms aja deh! Siapa tau udah off!
"Axel, aku off dulu, mungkin Arsais udah off!"
"Off sekarang?"
Axel menggembungkan pipinya dengan sebal, kemudian membuang mukanya.
Aduh, ngambek deh
>,<
"Aduh, jangan ngambek gitu, kirim aja email ke aku oke! Aku pasti balas! Oke? Dadah sayang~!"
Aku mencuri cium pipinya lembut.
Axel segera menoleh ke arahku sambil melotot. wajahnya terlihat memerah dan raut mukanya benar benar terkejut.
Aku hanya mengedipkan sebelah mataku, kemudian segera melakukan Log Out.
"SIR CAESAAARR!!!!!"
Itulah kata kata yang terakhir yang aku dengar dari mulutnya saat aku mematikan komputerku.
=======================================
Kevin's View
"Hmmm Hmm..."
Aku masih senyum senyum sendiri kalau mengingat kejadian 10 menit yang lalu. Axel! Astaga! Dia memang benar benar cowok termanis sedunia!
Aku meremas wajahku pelan, menghilangkan perasaan panas yang menjalari mukaku, kemudian mengecek HPku.
Aneh.
Tidak ada balasan dari Alvin.
Hmm...
Sebersit firasat buruk terlintas di benakku.
Aku langsung menggoncangkan kepalaku untuk menghilangkannya, kemudian segera mencari nomor Alvin di kontakku.
Aku segera memilih kontak Alvin, dan menekan tombol panggilan.
tuuut....
tuuut....
tuuut....
tidak ada jawaban...
Perasaanku semakin resah. Entah kenapa, tapi firasatku mengatakan aku harus segera pergi ke rumah Alvin.
Ada apa sebenarnya? Kemana dia?
Aku mengganti pakaianku, dan bergegas mengambil motorku.
"Maa! Kevin jalan!"
"Iya sayang jangan ngebut!"
Perkataan terakhir dari mama barusan tak aku indahkan. Aku segera menggeber motorku dan bergegas ke rumah Alvin.
***
Lagi lagi sepi.
Aku memboyong motorku masuk ke dalam pekarangan rumah Alvin. Tidak ada motor apapun kecuali motor Alvin yang terparkir tepat di bawah kanopi rumahnya.
Aku bergegas memarkirkan motorku disamping motor Alvin, dan masuk tanpa ingat mengucapkan permisi.
Rumahnya kosong, seperti biasa.
Aku melangkahkan kakiku dengan gontai menyusuri rumahnya menuju tangga marmer yang terletak di ruang keluarga.
Satu persatu aku menaiki tangga itu, sampai akhirnya pintu putih milik kamar Alvin sudah berada tak sampai tiga meter di depan mataku.
Aku bergegas berlari dan memegang knop pintu.
"Alvin..."
Aku memanggilnya perlahan.
Tok tok tok
"Alvin..."
tak ada jawaban?
Perasaan kuatirku semakin membesar. Akhirnya aku memberanikan diri membuka pintu kamarnya.
Kakiku terasa lemas saat aku melihat pemandangan yang sekarang berada di hadapanku.
"ALVIN!!!"
=======================================
@Just_PJ @adhiyasa @princeofblacksoshi @littlebro @danielsastrawidjaya @ularuskasurius @rulli arto
Hepi reding...