It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Aduuhh...."
Aku kembali berdiri, berjalan bolak balik, kemudian kembali duduk di tempat yang sama.
Kulirik jam yang ada di tanganku.
"Pukul 5:30..."
Aku kembali berdiri, berjalan ke sekitar food court sambil celingak celinguk, walau entah apa yang sekarang sedang aku pikirkan.
"Hmmhh...."
Aku mengetuk ketuk sepatuku dengan resah.
Ahh, dia bakal datang ga ya? Dia pasti datang!
Aku kembali melihat jam tanganku, kemudian berpindah kursi ke bagian lain dari foodcourt.
Dia bakal liat aku ga ya disini? Baiknya aku pindah duduk ah!
Aku berpindah kembali ke bagian tengah foodcourt.
"Aduh, tapi kan pintu masuknya disana! Nanti dia bingung cari aku! Bajuku berantakan ga yahh"
Aku merapikan pakaianku, kemudian berdiri dan berjalan ke arah kursi yang berada di dekat pintu masuk foodcourt.
"Ehh, Kevin?"
"K..Kenny?"
Kenny mengangguk bingung, kemudian dia menatapku dengan tatapan pernuh curiga, sambil memeriksa penampilanku.
"Ehh..."
Dia melebarkan matanya sekejab, kemudian tampak berpikir pikir sejenak.
"Kamu..."
Gawat! Kalo Kenny ga cepat cepat pergi, jangan jangan nanti Axel bakal lebih dulu datang kesini! Kalau ketahuan aku janjian ketemu ama cowok, pasti bakal jadi masalah di sekolah! Apalagi karena masalah aku menciumnya kemarin!
"Ehh, Iya! Kenny! Aku lagi nunggu Alvin, mau janji nyari baju bareng aku!"
Kenny nampak terkejut sejenak, tapi kemudian segera menampilkan raut wajah lega sambil menghela nafas.
"Syukurlah..."
"Ehh? Syukurlah apa Kenn?"
"Ehh, enggak enggak! Aku juga lagi nunggu mamaku disini!"
Gawat! dia pasti ngajak aku duduk bareng nih! Bisa gawat kalau begini terus! Nanti malah Axel gatau kalau aku duduk sama dia, karena aku bilang bakal datang sendirian kan!
"ehh, Iyah, g..gimana, kamu mau tunggu mamamu ya?"
Kenny tampak kebingungan sejenak, kemudian dia segera mengangguk sambil menundukkan kepalanya.
Hmm, tingkahnya kok aneh gini?
aku memperhatikan pakaiannya, Kenny menggunakan kemeja hijau muda lengan panjang dengan gambar doraemon di bagian punggungnya, dan kerah berwarna hijau tua dengan garis putih, Rambutnya hari ini tampak di tata dengan sangat baik, bahkan kunciran rambutnya hari ini diberi pita hijau tua kecil. Sebuah bungkusan berisi kotak kayu kecil tampak dijinjingnya di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sedang sibuk bertugas mengamankan sepotong marshmallow panjang yang pasti dibelinya di candy shop bawah. Kenapa aku tahu? Karena aku dulu pernah beli untuk sepupuku.
"Wah, pernampilanmu rapi ya, Kenny?"
"I..iya! Aku nunggu Mama, makanya rapi! Aku permisi"
Aku mengernyitkan dahiku.
Semenjak kapan mau ketemu mama mesti baju rapi? Kayak anak pejabat aja.
Tapi syukur deh! Karena dia yang dengan sukarela tampaknya duduk menjauh dariku.
Aku kembali duduk di dekat pintu keluar,
Yeah! Ini tempat yang sempurna untuk menunggu Axel!
Aku akhirnya memutuskan untuk tidak berpindah tempat lagi dan menghabiskan minuman kotak yang tadi aku beli untuk menunggunya.
SRRTT
Aku menyedot habis tetesan terakhir dari karton minuman yang ada dihadapanku.
Kenapa Axel ga datang juga ya?
Aku menengok ke arah jam tanganku.
"Jam 6.05..."
Sudah lewat dari jam yang ditentukan. Apa dia ga datang ya?
Aku menoleh ke seberang foodcourt, tampaknya Kenny juga sama resahnya, karena dia berkali kali mengedarkan pandangannya ke sekeliling foodcourt.
Aku yakin dia pasti menunggu seseorang!
Ga penting!
Kemana dia....
Ah sial! Harusnya aku minta nomor hapenya! Sekarang mau email dari telepon juga belum tentu dia membukanya.
Apa yang harus kulakukan?
Aku membuka jaketku, menampilkan kaos polo biru yang menjadi warna janjiku dengan Axel, aku menghela nafas gerah, kemudian menatap ke arah Kenny.
Ehh, kenapa anak itu melotot menatapku?
Aku menoleh ke arah bajuku.
Ga ada yang salah kok.
apa aku keringatan ya?
Ga juga kok.
Aku mencium kedua ketiakku.
Ga bau juga, terus kenapa dia liatin ya (Bau juga dia ga bakal tau odong)
Ah, Biarlah, peduli amat sih.
Aku membanting tubuhku ke kursi.
Axel, kumohon datanglah...
Kulayangkan tanganku ke arah pemudi berseragam di pojok ruangan, memberinya isyarat untuk menemuiku.
"Pesan teh cup, satu."
Waiter itu hanya mengangguk kecil, kemudian segera meninggalkanku sendiri.
AHH!
Aku menghela nafas jengah.
Perlahan emosi segera meliputi diriku.
Harusnya aku minta petunjuk yang lebih jelas darinya! Jadi aku bisa lebih mengenali dirinya kalau dia datang! Atau mungkin dia memang ga datang hari ini? Sial....
Tanganku mulai mengetuk ketuk meja dengan tidak sabar, aku menoleh ke arah Kenny, yang sedaritadi tampaknya terus berusaha memeriksa sekitar ruangan.
Apa dia juga menunggu seseorang sepertiku?
Kenny tampak melihat ke arah kemeja hijau mudanya dengan ragu, kemudian memeriksa ke sekitar ruangan dengan cemas.
Tunggu dulu....
Kemeja hijau muda?
Axel juga berjanji menemuiku dengan baju hijau muda kan?
Aku memeriksa ke sekeliling ruangan.
Hmm, ga ada lagi orang yang berbaju hijau muda, ada satu, tapi itu tante tante tua dengan rambut di sasak rapi ke atas.
Ga mungkin kan kalo sebenarnya Axel itu tante tante?
Berarti...
Aku segera menembakkan pandanganku ke arah Kenny, yang tampaknya juga melebarkan matanya ke arahku.
T..tidak mungkin!
Aku berdiri dari kursiku, kemudian berjalan dengan gontai ke arahnya.
"Kenny..."
Kenny tampaknya memperhatikan gerak geriku, dan duduk tegang sambil memperhatikan aku yang duduk di hadapannya.
"Aku mau duduk disini..."
Aku langsung mengambil kursi dihadapannya sebelum dia sempat membuka mulut. Aku menatapnya dengan tajam, membuatnya tertunduk.
"Mamamu belum datang?"
Aku menyilangkan kedua tanganku di meja. Kenny hanya mengangguk dengan kikuk sambil memainkan jari jarinya.
"Memangnya mamamu ada dimana?"
Kenny masih tampak sibuk memainkan jarinya tanpa sekalipun menatap ke arahku.
"Mamamu kok tega ya, membuatmu menunggu disini?"
"I..iyahh..."
Kenny tampaknya semakin salah tingkah, dia menundukkan kepalanya semakin dalam dan tidak berani menoleh ke arahku.
Aku menghela nafas.
Aku harus memberanikan diri!
Aku merogoh celanaku, mengeluarkan sebuah benda terlarang yang tidak boleh dilihat siapapun, kecuali saat berada di dalam pertemuan rahasia di dunia nyata,
Ya, Harmonia Emblem.
Aku mengeluarkan emblem itu, dan meletakkannya di meja, kemudian membuka suara.
"Atau mungkin, mamamu ga bakal datang ya, Colonel Axel...?"
"A..!"
Kenny segera menatapku dengan mata melebar, mulutnya tampak terbuka, dia tampaknya berusaha mengucapkan sesuatu.
"Atau aku salah?"
Tidak, aku yakin kalau aku benar, apalagi kalau melihat reaksinya barusan. Aku hanya mau memastikan jawabanku padanya.
"S..Sir Caesar...?"
Axel masih menatapku dengan mata lebar, mulutnya masih dengan sulit menutup mengucapkan serentetan kata kata dalam kebingungan.
"K..Kevin, Kamu benar Sir Caesar...?"
Gotcha!
"Jadi kamu Axel, Kenny?"
Dia merogoh kantongnya, kemudian mengeluarkan sebuah emblem kecoklatan dan mengangguk dengan kikuk.
"Yeah... Aku Axel..."
Aku tertawa pelan, kemudian mencubit pelan pipinya.
"Astaga! Selama ini kamu berada benar benar dekat denganku, dan aku ga menyadarinya?"
Kenny mengangguk dengan kikuk, kemudian dia segera membuang mukanya yang mulai memerah
"Hei hei hei! Kenapa malah membuang muka! Biasanya juga kita ketemu di sekolah biasa biasa aja!"
"Tapi, kan, ini lain..."
Aku tertawa pelan, muka Kenny bersemu merah padam, dia tampak benar benar lucu sekarang!
"Kemari! Hadap sini!"
Aku memegang dagunya dan membimbingnya untuk bertukar pandang denganku.
"A..Apa..!"
Dia tampak salah tingkah dan berusaha menghindari tatapanku, tapi aku mencengkram kuat dagunya, menjaga agar wajahnya tetap berada di hadapanku.
"Aku mau melihat wajah calon pacarku di dunia nyata, ga boleh?"
Wajahnya semakin memerah, kemudian dia menutup matanya, dan mencoba menundukkan kepalanya.
"U,,untuk apa, bukannya di sekolah kita sudah sering saling lihat?"
Aku terkekeh pelan.
"Tapi, kan, ini lain.."
Aku mengembalikan kata katanya sembari mengacak acak lembut rambutnya.
Ahh, entah kebodohan apa yang aku lakukan! Aku bertemu dengannya setiap hari setiap waktu! Tapi aku ga menyadarinya!
Aku kembali memandangi wajah manisnya.
Dialah orang yang selama ini aku sukai, makanya aku selalu senang menatapnya berlama lama di sekolah. Mungkin itu juga alasan mengapa aku ingin menciumnya di UKS kemarin.
Tunggu dulu!
"Kenny, berarti orang yang kamu bilang sudah menciummu di sekolah itu adalah?"
Kenny tampaknya barusaja akan menelan potongan coklat yang dengan susah payah dikunyahnya saat aku bertanya dan sukses membuatnya tersedak.
"Ahakk! Uhuk uhuk uhuk!"
Airmata terbentuk di pinggiran matanya, dia memukul mukul dadanya pelan.
"Hei, sabar sabar!"
Aku segera berdiri dan mengelus pelan punggungnya, kemudian kembali ke kursiku.
"Yeah, itu kamu, Kevin.."
Aku melebarkan mataku, kemudian tertawa.
"Berarti ga ada yang nyuri ciuman pertama punyaku darimu dong!"
Kenny kembali tersedak kemudian mengangguk pelan sambil mengelus dadanya.
"Ahh, hari ini rasanya aku bahagia..."
Aku menyandarkan tubuhku di kursi, kemudian menatap ke arahnya.
Dia menatap bingung ke arahku, dia menggaruk rambutnya dengan bingung.
"Maksudnya?"
Aku mengangguk.
"Yeah, sangat bahagia, karena hari ini orang yang selama ini kutunggu udah berdiri di hadapanku..."
Psss~!
Wajah kami bersemu merah secara bersamaan, dan kami sama sama segera menggeleng berkali kali untuk menghilangkan semu merah di wajah kami.
"Oh, iya, Boleh aku panggil Kevin, Sir Caesar?"
"Yeah, kenapa enggak, Kennyku?"
Dia kembali menundukkan wajahnya, kemudian mengambil kotak kayu yang sedari tadi masih tersimpan rapi di dalam bungkusan plastik putih.
Dia mengambil kotak itu, dan membuka isinya.
"Astaga..."
Aku terbelalak saat menatap ke dalam kotak.
Isinya adalah sepasang cincin berwarna biru kehijauan, dan dari bentuknya ini adalah cincin yang sama dengan yang diberikannya padaku di game!
"Darimana kamu dapat benda ini?!"
"Aku beli di pawn shop, dan dari mereka aku langsung dikirimi benda aslinya di dunia nyata. Asyik ya?"
Kenny tersenyum lebar kemudian dengan bangga menunjukkannya kepadaku.
"Dan kamu mau kita pakai ini?"
Kenny mengangguk sambil menatap ke arahku, wajahnya perlahan lahan mulai berubah merah kembali.
"I..Iya..."
Dia menundukkan kepalanya, kemudian menyodorkan cincinnya ke arahku.
Aku mengambil sebuah cincin dengan ukuran yang lebih kecil, kemudian memasukkannya ke jari manis kanan Kenny.
"Aaa~!"
Kenny tampak terkejut, kemudian memandangi jari manisnya.
"Pas banget! Kebetulan yang bagus!"
Aku tertawa, kemudian menyorongkan tangan kananku ke arahnya.
"Ayo, pakaikan punyaku dong..."
Kenny tampak salah tingkah, kemudian segera mengambil sebuah cincin lagi, dan memakaikannya padaku.
"Wah, cocok banget! Kayaknya memang di disain untuk kita ya?"
Kenny mengangguk dengan kikuk, kemudian dia menatapku sambil tersenyum manis.
Ahh, senyuman itu lagi.
Aku merasakan degupan pelan di dadaku.
Degupan ini memang selalu muncul tanpa sebab saat aku menatap ke arah Kenny. Tapi sekarang, aku tahu, kenapa degupan ini muncul. Karena dia adalah orang yang sama dengan orang yang aku sukai di Game selama ini!
"Ngomong ngomong, kalau kamu Sir Caesar, berarti, Lord Arsais adalah..?"
Aku mengangguk.
"Yeah, dia adalah..."
"Yeah, Aku Lord Arsais..."
Sebuah tangan menghantamkan sebuah lencana kecokelatan lain ke meja, membuatku dan Kenny terlompat dari tempat duduk kami.
"A..ALVIN! Kamu kok bisa disini...!"
Alvin menatap dingin ke arahku dan Kenny, kemudian menghela nafasnya lega.
"Aku hanya kuatir, dan tampaknya kekuatiranku beralasan. Hampir saja aku tadi memanggil kalian berdua ke satu meja kalau Kamu ga segera mendatangi Kenny tadi..."
Aku meringis pelan, kemudian menatap ke arah Kenny yang masih memandang takjub ke arah Alvin.
"Jadi, duo autis di sekolah adalah.."
Kenny segera menutup mulutnya saat menyadari apa yang dia katakan.
Alvin segera menatapnya dengan tatapan tajam.
"Duo autis?"
Kenny menggeleng pelan, kemudian segera mencoba mengalihkan pembicaraan
"Kenapa Lord Arsais tahu kalau kami janjian disini sih! Bukannya kami cuma bicara berdua di taman ya?"
Kenny mengernyitkan dahinya dan menatap bingung ke arah Alvin yang menatap tajam ke arahnya.
"Panggil aku Alvin di dunia nyata! Kenapa aku tahu? Karena aku tanpa sengaja mendengarkan serentetan pembicaraan gombal dan ramalan cuaca picisan dari dua orang kasmaran di tengah taman yang jelas jelas bisa terdengar dengan jelas di seluruh penjuru taman."
Alvin mendengus kesal.
Astaga! Berarti jangan jangan banyak orang yang mendengar tentang pembicaraan kami!
"Oh, iya, ini teh cup mu, tadi mbaknya bingung nyari kamu kemana mana. Dan oh iya tolong ingat ini food court, jadi jangan kalian tarik perhatian orang lebih dari ini. Aku pulang duluan ya. Bye~!"
Aku dan Kenny segera mengedarkan pandangan dengan panik.
Benar saja! Beberapa orang tampak menatap ke arah kami. Beberapa rombongan cewek cewek SMA tampak senyum senyum sambil berbisik bisik saat melirik kami.
Gawat! Aku lupa kalau aku sedang bicara dengan laki laki! Pasti pembicaraan tadi bisa kedengaran dengan lumayan jelas apalagi Food Courtnya tidak dilengkapi lagu sehingga suasananya jadi lumayan sepi!
"Alvin, toloooong"
Aku melolong lemah ke arah Alvin yang hanya melambaikan tangannya sambil terus berlalu pergi.
Anak sialan! Pas bantuannya diperlukan dia malah kabur...!
"Kevin, maaf ya, kamu jadi malu..."
Pandanganku kembali terpaku ke hadapanku, Kenny menatapku dengan pandangan minta maaf, dan memain mainkan ujung jarinya.
"Sudahlah, ga masalah, yang penting, aku mau tanya..."
Senyumnya kembali merekah saat mendengar perkataanku
"Apa itu..?"
"Sekarang kita resmi pacaran?"
"Err......"
Wajahnya yang sedang menatapku langsung berubah merah layaknya kepiting rebus, dan dia segera menundukkan wajahnya dengan kikuk.
Ahh! Kupikir aku bakal awet muda kalau punya pacar gini!
Hahahaha!
=======================================
Silver's View
Arsais tampak termenung sambil menatap benteng di kejauhan yang tampak keperakan di bawah cahaya bulan, cahaya remang sang dewi malam adalah satu satunya temannya berdiri di pelataran Kastilnya. Kedua sahabatnya tampak tidak menemaninya, jelas, karena saat ini keduanya sedang saling membagi kebahagiaan entah dimana.
Jauh berbeda dengan keadaan yang saat ini dirasakan oleh Arsais. Raut muka dinginnya tampak tak mampu menyembunyikan kesedihan dan kesepian yang dialaminya.
Arsais menaikkan tubuhnya ke atas pagar beranda, dan menghela nafas.
Ia menekan tombol message yang ada di hadapannya, berharap mendapatkan jawaban dari puluhan pesan yang sudah dikirimkannya kepada kekasihnya.
Dia kembali menutup jendela pesan itu, dan menghela nafas, kemudian menatap nanar ke arah rembulan yang bersinar redup.
"Yue, kemana kamu....? Tak satupun messageku kau balas, padahal kau ada di game..."
Alvin menghela nafas, kemudian mengeluarkan sebuah tiara berwarna merah darah yang saat itu dibelinya.
"Aku belum memberikan ini padamu..."
Alvin meremas Tiara itu pelan, kemudian kembali menutup matanya, dan membiarkan cahaya bulan membelai lembut wajahnya.
"Akan kutunggu, sampai kapanpun, kau sudah berjanji takkan meninggalkanku..."
=======================================
Silver's View
"Cardinal...?"
Cardinal tampak tersadar dari lamunannya, kemudian menatap ke arah belakangnya
"Keith...?"
Keith berjalan memasuki ruangan kerja Cardinal, kemudian tersenyum pelan.
"Akhir akhir ini aku sering melihatmu melamun, apa yang kau pikirkan? Karena perang inikah?"
Cardinal tersenyum, kemudian dia menyandarkan kepalanya ke telapak tangan kanannya.
"Tidak, tidak ada, mungkin aku hanya terlalu lelah."
Keith menggelengkan kepalanya, kemudian menggelar gulungan kertas yang dipegangnya, sebuah peta segera terhampar di hadapannya.
"Ini peta penyerangan kita menurut Lady Kanna, seluruh pasukan kita sudah bersiap di divisi masing masing. Malam ini kita akan berangkat, kami menunggu instruksi darimu, Cardinal."
Cardinal menatap kosong ke arah kertas yang berada di hadapannya.
"Haruskah...?"
"Apa Cardinal?"
"Tidak, dimana mereka berkumpul?"
Di depan Istana, semua orang sudah menunggu anda untuk berangkat, Cardinal.
"Baiklah.."
Cardinal segera berdiri, kemudian berjalan mengikuti Keith yang lebih dulu mendahuluinya untuk membukakan pintu.
Cardinal berjalan keluar, kemudian menutup pintu kayu yang membatasi kamarnya dengan lorong panjang yang mengarah ke pintu keluar.
"Blam..."
Cardinal berdiri mematung, sejenak deraan keraguan dan kecamuk pikiran menyerang dirinya
"Cardinal.."
Keith mengusap pelan punggungnya, Cardinal berbalik, dan tersenyum lembut ke arahnya.
"Sudah tugasku, benar kan?"
Keith hanya tersenyum, walau dia tahu apa yang berada di pikiran tuannya, kemudian segera menuntun Cardinal ke pintu keluar.
"Aku tidak tahu, tapi yang jelas, bukan dosamu yang harus kau tanggung..."
Cardinal bergetar hebat, berharap seandainya saat ini tidak perlu terjadi, berharap semuanya bisa kembali damai tanpa perlu ada perang
=======================================
UPDATED
Selamat menikmati
Mohon komentar
Maaf kalo jelek
#setengah nyawa
Dan smoga gk ada yg mati...huhuhu...
#bunuhkenny
@just_pj cardinal itu kepala negara aronia, saay
XD
@just_pj hemuh
tulisannya ga kliatan jelas
=_=
Tp aq suka banget,imajinasi penulisnya tinggi..
pembaca baru!!!
wellcum!
#tendang @yuzz
wahh iya ya susah dimengerti?
dibagian mana?
biar jadi masukan
@just_pj auhh
kan udh dari awal ada alasannya kann
>_<
@yuzz ck
#sembunyiinkennydikamar
XD
kalo ga di saiko in orang
ya kan om @yuzz
#kedip