It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
UPDATED
Sorry kalo adegan romancenya dikit
lagi persiapan klimaks nih
Dia kenapa sik, dasar homo gilak
Pasti dia mau berbuat yg nggak2 sama arsais
yeahhhh hidup axelll....! axel kuwh masi hiduuupppp....! :x
Ckckkc . Nyambung sih ceritanya . Karena saya juga palayer akut game online -,-" jd Ъk terlalu bingung . Walaupun saya Ъk pernah denger jenis game ini .
Hmmm . Tp kok perasaan saya bilang . Yuki Dan Marco ªϑª ambil bagian dalam peperangan ini ya -,-" . Mungkin mereka salah satu bishop di harmonia . Atau mungkin salah satu tokoh di bagian musuh ? hmmmm
"AKU ARSAIS, LEADER DARI 1ST HARMONIAN SHRINE GUARDIAN,"
Aku berteriak lantang sambil menatap ke arah seberang, dimana lelaki gemuk berpakaian cokelat itu kembali menatap tajam ke arahku.
"Seagent, dari 6th Aronian Royal Army..."
Saat ini aku sedang berdiri di hadapan pasukanku yang tertata rapi di depan gerbang pertahanan pertama kami.
Aku menatap ke belakangku, tampak keempat bishop lain sedang berdiri tak bergeming dengan Axel dan Caesar, mereka memandang ke arahku, menunggu komando apa yang akan muncul dari mulutku.
Aku hanya menghela nafas, kemudian kembali membalik tubuhku kearah barisan musuh yang tampaknya juga berdiam menungguku.
"Kemungkinan kita menang tidak diragukan lagi, apa maksud mereka memajukan dua pasukan Advance? Mencoba kekuatan kita?"
Aku menoleh ke arah belakangku, bertanya kepada Caesar dan Axel yang sedaritadi hanya berdiri diam tanpa mengatakan apapun
Ketegangan dan kecemasan tampak sangat kentara di wajah mereka.
Aku kembali menghela nafasku, kemudian mengangkat tanganku ke udara.
"Jangan ada yang mati, kumohon. Pastikan barisan tetap rapi, persiapkan spell perlindungan, Arvyn, tolong cast Gentle Wind, kita maju perlahan, jaga barisan, pasukan anti panah, bersiap..."
Arvyn sejenak menutup matanya, kemudian segera membuat tubuhnya terbang di udara.
Aku tersenyum.
Arvyn sebagai Wind Bishop memang mempunyai kemampuan khusus untuk membuat dirinya melayang. Selain dia, Bishop lain juga memiliki kemampuan khusus yang berbeda beda.
"Warm embrace of nature, bring the protection to the flesh, Gentle Wind..."
Kilatan sinar segera membentuk sebuah kubah raksasa yang berkedut perlahan. Aku kembali menyeringai, kemudian segera mencabut pisauku, dan mengangkatnya ke udara.
Aku membuang nafasku, kemudian beberapa kali menarik dan membuang nafas.
"CHARGE!"
"WOOOOO!!!!"
Pasukanku berteriak dengan lantang saat kami berlari maju ke arah musuh.
"Speed of a light, Hasten our movement, Flash Speed!"
Bishop Greg melancarkan Rune nya membuat gerakan kami meningkat dengan drastis.
Aku menatap ke depanku, ke arah pasukan musuh, mereka tampak sibuk menata diri mereka.
"Heh, Amatir..."
Tampak Arvyn menyeringai lebar sambil menatap mereka dengan remeh.
"Jaga pergerakan, jangan ada salah langkah. Aku merasa ada hal aneh yang sedang terjadi, jadi, jangan sampai terpancing oleh mereka..."
Keempat bishop yang lain segera mengangguk, kemudian memberi aba aba pada pasukan mereka untuk segera maju.
"HABISI MEREKA!"
Telingaku serasa mendengung saat Caesar mendadak berteriak di sampingku. Aku segera menarik senjataku, bersiap untuk segera menyerang.
"Akh..."
Aku merasakan kilatan rasa sakit, tanganku tiba tiba menolak tubuhku untuk menggenggam senjataku lebih kuat.
=TRANG=
Pisauku terjatuh ke lantai, aku sejenak terdiam mentap pisauku di tengah medan pertempuran.
Rasa sakit yang teramat sangat menjalari lengan kananku. Tampaknya efek dari penggunaan rune kemarin mulai kambuh saat ini.
"ALVIN! APA YANG KAMU LAKUKAN!"
Aku segera tersadar dari lamunanku, menatap ke arah depan, dimana Arvyn tampak menahan serangan musuh dengan tongkatnya.
Aku melihat ke sekelilingku, tampaknya keempat temanku, bersama dengan Caesar dan Axel segera menyadari saat tadi pisauku jatuh dan segera mengelilingiku untuk melindungiku.
"Maaf, aku melamun..."
Aku segera mengambil kembali pisauku, berusaha menguasai rasa sakit yang menerjang tubuhku, kemudian segera berdiri dan melesat ke arah musuh.
Pertarungan tampak sangat tidak seimbang. Aku menatap ke sekelilingku, tampaknya pasukan musuh sudah bisa dihitung dengan jari.
Jelas sudah kalau mereka pasti akan tersapu habis bila terus bertahan dengan keadaan ini.
Separuh lebih pasukan mereka sekarang sudah terkapar tidak bernyawa di atas tanah kering kecokelatan yang terhampar di sekeliling kami.
Apa sebenarnya yang mereka lakukan?
Mengirim pasukan pembuka hingga dua kali, padahal sudah jelas pasukan pembuka yang kemarin pun dengan mudah kami habisi, sekarang mereka mengirimiku pasukan pembuka lagi?
Apa mereka menganggapku remeh dan mau bercanda dengan pasukan Harmonia?
Ini Konyol!
Aku berjalan maju, mencabut pisauku dari tubuh teronggok yang baru beberapa detik tadi masih berdiri dengan gagahnya.
Mereka memang benar benar lemah.
Seakan, mereka hanya ingin kami untuk membereskan orang orang ini.
Tunggu dulu.
Ya, benar, pasukan ini terlalu lemah untuk dikatakan sebagai tim penyerang!
Mereka tampaknya hanya berusaha membuang pengganggu di pasukan mereka, dan mungkin, si tua bangka ini adalah salah satunya.
Aku menyeringai, kemudian memberikan aba aba pada pasukanku.
"JANGAN ADA YANG TERSISA! AKU TIDAK MAU ADA TAWANAN! BUNUH SEMUANYA!"
Kujilat bibirku dengan santai, kemudian aku berjalan ke atas sebuah batu besar yang berada di tengah padang.
Aku berdiri dengan tegap, mengedarkan pandanganku ke sekeliling medan tandus yang sekarang sudah basah oleh lautan kemerahan.
Aku memicingkan mataku, menyapu ke segala arah.
"Gotcha..."
Tanpa membuang waktu, aku segera bergerak cepat ke arah utara, melesat secepat yang ku bisa ke arah sebuah sosok yang tampak berlari menjauhi pertempuran.
=BUAK!=
aku menghempas tubuhnya dengan kuat, aku melayangkan tendanganku ke punggungnya, membuat tubuh gempalnya tersungkur ke tanah.
"A..Apa?!"
"Heh..."
Aku menatap dingin ke arah sosok di depanku, sedangkan dia menatapku dengan tegang.
Tubuhnya tampak gemetar, sebuah belati kecil miliknya tampak tercecer cukup jauh. Tampaknya terlempar saat aku tadi menendangnya.
Aku menatap dengan dingin, ke arah sosok yang sekarang bergetar hebat karena ketakutan.
"Aku sudah bilang..."
Aku mencabut kedua pisauku, kemudian menaruh satu di bawah dagunya, dan mengangkat kepalanya hingga pandangan kami bertemu.
"Kita akan bertemu di medan perang, Lord Seagent..."
Aku memicingkan mataku, kemudian segera merengkuh kerahnya dan menariknya dengan paksa, memaksanya berdiri.
Dia berdiri dengan susah payah, aku merasakan ketakutan yang besar mengalir dari dirinya.
Aku menikmati saat menatapnya dengan tatapan dinginku, membuatnya gentar saat melihatku.
"Dimana keangkuhanmu kemarin, Lord Seagent?"
Dia tidak menjawab, tapi masih tampak jelas seraut kemarahan di wajahnya.
Aku tersenyum, kemudian kembali menatapnya dengan tajam, membekukannya dalam tatapanku.
"Bahkan negaramu membuangmu? Kau pasti benar benar orang yang tidak berguna..."
Matanya melebar, dan bibirnya bergetar hebat, tapi aku merasa dia cukup bijaksana karena dia berusaha tetap diam daripada memancing emosiku.
"Lemah..."
Aku menatapnya dengan garang, kemudian memainkan kedua pisauku.
"Dan bahkan kau meninggalkan pasukanmu dibantai, sedangkan kau diam diam melarikan diri? Kau memang benar benar tidak berharga..."
Aku menghela nafasku dengan jengah, sambil terus memberikannya senyuman berbahaya.
"Pergilah! Sebelum aku berubah pikiran..."
Aku kemudian memutar tubuhku, menyampingi tubuhnya
Dia sejenak tampak terkejut, kemudian dengan ragu memutar tubuhnya, kemudian berlari menjauh. Dia dengan susah payah membawa tubuh gempalnya berlari menjauhiku.
Baru 5 detik dia berlari, aku segera memutar tubuhku, dan melemparkan kedua belatiku ke arahnya.
JLEB!
JLEB!
Sebuah pisau menancap mantap di punggungnya, sementara yang sebuah lagi segera bersarang di kepalanya, membuatnya roboh seketika.
"Maaf, Aku berubah pikiran, kamu terlalu lamban..."
Aku menyeringai lebar, kemudian mencabut pisauku dari tubuhnya, yang segera menghilang menjadi pasir dan mengabur dari pandanganku.
"Sampah..."
Ucapku.
Orang ini memang benar benar seorang pengecut sejati, tipe orang yang benar benar aku benci.
Aku membersihkan pisauku dari darah, kemudian segera menyarungkannya dan segera bergerak ke arah pasukanku.
"It's Piece of cake..."
Pixel memainkan dan memutar mutar toyanya di udara dengan santai, kemudian melemparkannya ke udara dan toya itu segera menghilang di udara.
Aku menggeleng pelan, kemudian melepaskan sarung tanganku dari kedua tanganku.
"Mereka hanya mencoba kekuatan kita, dan tampaknya yang barusaja kita hadapi adalah sepasukan sampah yang ingin dibuang oleh mereka..."
Keempat bishop lain menatapku.
"Aku setuju...."
Caesar menyarungkan pedang besarnya di pinggangnya, kemudian menunjuk ke arah depan kami.
"Dan itu adalah pasukan utama mereka..."
Semua orang segera berbalik ke arah yang ditunjuk Caesar.
Horizon yang berwarna keemasan karena senja tampak tertutupi oleh sebuah bayangan hitam yang melebar sepanjang horizon di tepi tebing terjal yang menjadi pintu masuk ke Harmonia.
"Banyak banget! Sekitar 75.000 orang? Lebih..!"
Axel tampak ternganga menatap ke arah pasukan musuh, namun yang lain tampaknya hanya diam.
Axel mungkin memang baru pertama kali menghadapi pasukan besar. Tapi bagi kami yang jauh lebih berpengalaman, pasukan sebanyak itu jelas adalah jumlah yang sangat kecil untuk menjamin kemenangan mereka pada kami.
"Mereka pasti bercanda..."
Aku mengangguk membenarkan gumaman Wyatt.
"Konyol! Barisan sesempit itu!"
Aku setuju, barisan pasukan mereka terlalu sempit untuk sebuah pasukan besar.
Apa mereka tidak punya cukup orang untuk melindungi garis depan?
Tidak mungkin!
Apa yang mereka pikirkan?
Gaya bertarung yang tidak umum
Tidak bisa kumengerti.
Apa yang sebenarnya mereka inginkan?
Seorang dengan kuda putih dan sebuah bendera putih tampak berderap ke arah kami, dia melajukan kudanya hingga tepat berada sepuluh meter dari kami, kemudian segera turun dari kudanya dan memberi hormat padaku.
"Lord Arsais dari Harmonia!"
Aku segera menganggukkan tubuhku dan berjalan maju ke arahnya.
"Aku membawa pesan dari Cardinal!"
Dia menyerahkan sebuah surat berwarna kuning gading ke arahku.
Aku segera menerima surat itu dan membukanya.
Lord Arsais
Apa anda menikmati pertarungan barusan?
Kami harap anda menikmatinya, anggap saja sebagai pelemasan sebelum perang yang akan kita hadapi.
Jujur saja, kami mengirim pasukan itu kepada kalian sebagai hadiah, bukan sebagai bentuk meremehkan Harmonia, karena kami jelas paham seberapa besar kekuatan Harmonia.
Saya berharap anda dapat dengan baik mempersiapkan pasukan anda, karena kami akan bergerak maju esok pukul 2 siang.
Semoga beruntung untuk kita berdua.
Saya menulis surat ini atas nama Cardinal.
Sampai bertemu di medan perang.
Kanna
Aku sejenak tertegun menatap surat itu.
Kanna?
Benarkah Kanna?
Aku terpekur, tubuhku terasa dingin saat aku mendengar namanya kembali disebut.
Dia yang sudah begitu lama mundur dari medan perang, sekarang harus kembali, dan menjadi musuhku?
Apa yang dipikirkannya?
Aku meremas pelan surat itu, kemudian menatap ke arah pengawal yang masih berdiam di hadapanku.
"Terimakasih! Silahkan kembali.."
Dia sejenak membungkuk, kemudian segera melajukan kudanya kembali ke pasukan mereka.
Aku membalik tubuhku, memandangi sahabat sahabatku yang tampak tegang menatapku.
"Tampaknya yang kita hadapi bukan orang biasa. Mereka tidak bercanda menghadapi kita..."
Mereka tampak melebarkan matanya, kemudian saling berpandangan dengan wajah bingung.
Jelas aku berkata seperti itu.
karena orang yang akan kami hadapi esok
adalah guruku sendiri....
=======================================
Silver's View
"Apakah begini cukup, Cardinal?"
Kanna menundukkan badannya memberikan penghormatan pada Cardinal yang tampak terpekur diam di kemahnya.
"Cardinal?"
"Ah, iya?"
"Anda melamun?"
Cardinal tersenyum, kemudian menatap ke arah Kanna
"Ada yang sedang kupikirkan, apa yang membawamu kemari Kanna?"
Kanna membungkuk perlahan, kemudian mengembangkan senyumnya pada Cardinal.
"Pasukan Seagent barusaja habis disapu oleh Harmonian Shrine Guard. Seagent sendiri juga dilaporkan terbunuh dalam perang. Apa begini cukup?"
Seulas senyum tampak tercetak di wajah tampannya, kemudian dia menyandarkan tubuhnya dengan santai.
"Baguslah, berarti semua pengganggu di dalam tubuh kita sudah beres..."
Kanna mengangguk perlahan.
"Anda tampak sangat terbebani dengan peperangan ini? Apa anda tidak bersungguh sungguh dengan perang ini?"
Cardinal tersenyum lembut, kemudian dia menghela nafasnya.
"The storms of Fate cause misery for many and few will be able to calm them once they start."
dia menghela nafasnya lagi. Tersenyum saat Kanna memandangnya dengan kening berkerut.
"Karena beberapa orang yang haus kekuasaan, sekarang kita berada di sini, dan sekarang tidak ada jalan kembali. Harapan setiap orang sekarang berada di bahuku, dan tugaskulah untuk menjaga harapan mereka, walau aku yang harus menanggung semua dosanya..."
Kanna menatap dengan lembut sosok yang tampak lebih muda darinya, tapi dia tampaknya memilih untuk tidak mengatakan apapun.
"Aku juga tidak ingin, karena perang ini mungkin akan mengambil semuanya dariku. Bila benar itu terjadi, mungkin aku akan memilih untuk berhenti setelah perang ini selesai..."
Cardinal kemudian berdiri, dan menatap dari jendela kemahnya.
"Aku masih tidak mengerti, mengapa kau membagi pasukan menjadi banyak bagian, dan memajukan pasukan utama kita nanti dalam barisan barisan kecil."
Kanna tersenyum kembali.
"Aku mengerti jalan pikiran muridku, dan aku tahu dia juga tidak bisa menduga apa yang akan terjadi. Tapi, percayalah, aku punya rencana untuk mengatasi muridku sendiri..."
Kana tersenyum dengan penuh rahasia ke arah Cardinal.
Cardinal hanya mengelus dagunya.
"Menarik. Bisakah aku minta satu hal lagi darimu?"
Kana mengangkat alisnya, menunggu permintaan yang muncul dari bibir Cardinal."
"Bisakah kau menyelamatkan sebanyak mungkin orang...?"
Kana tersenyum, kemudian segera mengangguk.
"Terimakasih..."
Cardinal kemudian berjalan keluar dari tendanya, meninggalkan Kanna yang masih tersenyum lembut.
"Muridku, sampai bertemu di tes terakhirmu..."
Kana tertawa sejenak, kemudian melangkahkan kakinya keluar dari tenda Cardinal.
=======================================
"Sesuai rencanaku..."
Pemuda itu tersenyum ringan, jubah putihnya tergerai panjang melewati kursinya. Dia meremas sebuah pion Merah dengan tangannya. Pion itu hancur menjadi pasir, dan dibiarkan terjatuh melewati tangannya.
"Seagent, kau terlalu naif, kau pikir aku akan membiarkanmu menguasai Harmonia? Atau bahkan Valerie? Bodoh..."
Seringai kejam merekah dari bibir merahnya.
"Bahkan Aronia sendirilah yang akan jatuh ke tanganku..."
Pria itu tertawa lepas, membiarkan tangannya memain mainkan pion pion yang tersusun rapi di atas meja kerjanya.
"Tapi, kenyataan bahwa Caesar dan Axel tidak berhasil kubereskan sedikit membuatku cemas..."
Dia sejenak terpekur, kemudian kembali tersenyum.
"Sebaiknya aku tetap pada rencana awalku, aku yakin Arsais akan bergerak seperti yang aku inginkan..."
Dia kemudian segera mengambil pion pion berwarna hitam. dan meletakkannya di atas meja.
"Sudah saatnya memanggil "Bala bantuan"ku...."
Dia kemudian segera berdiri, menatap ke belakangnya. Dua pasang mata dengan raut tajam dan dingin segera menyambut tatapan teduhnya.
"Zeravin, Edmund, aku ada tugas untuk kalian..."
Kedua bishop kembar yang sedari tadi hanya berdiri menatap ke arahnya segera bergerak ke hadapannya.
"Si "Arsais" kita tampaknya gagal menyelesaikan tugasnya, jadi, Zeravin, tugasmu adalah menggantikan posisinya. Dan Edmund.... Aku juga memiliki tugas untukmu. Kuharap tidak ada yang gagal..."
Kedua bishop kembar itu segera mengangguk. Mereka membungkuk, kemudian kembali memandang ke arah Lord Marty, menatap dengan tajam ke arah Lord Marty.
"Kami siap bertugas, Lord Marty..."
UPDATED
iya tuh brengsek
#ehh
mahaph!
xixi maaff
makasi dah dtg jugaa
@just_pj iyaaa okeee
pdhl ud mau tamat nih
#spoiler