It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
By Yanz
Rate: Mature
‘Ini yang ketujuh kalinya dia datang’ ucap seorang cowok di dalam hati. Dia adalah seorang room boy di sebuah hotel kecil di kota Jakarta, namanya Adam.
Adam selalu menyapa, membantu mengangkatkan koper, tersenyum lembut dan memandang sayu pada setiap pengunjung hotel.
Terutama dengan Alex. Alex adalah pengunjung hotel yang berhasil mencuri hati Adam pada pandangan pertama, tubuh Alex yang mungil namun cukup tinggi buat cowok berumur 17 tahun, kulitnya yang kuning langsat dan bersih, wajah yang tampan dan cute, dengan senyum ceria yang merekah itu berhasil menghipnotis Adam seorang room boy tampan dengan tubuh tinggi, bahu bidang, berambut hitam pekat dan berwajah ramah.
Adam adalah cowok normal yang cukup sering berganti cewek karena dia memang sangat menarik namun dia gak tau kenapa, dia begitu excited setiap melihat wajah ceria Alex yang sebulan terakhir begitu sering mampir di hotel tempatnya bekerja. Namun ada begitu banyak pertanyaan yang mengambang di pikiran Adam, ‘Buat apa cowok cute itu sering ke hotel? Dan siapa om-om yang berbeda-beda tiap periodenya selalu bersamanya? Apa mungkin dia… aaakhh! Gue gak boleh mikir yang enggak-enggak, lagian gak mungkin cowok secakep dia kerjanya begitu!’ cowok ganteng berumur 26 tahun itu sedikit memijit keningnya karena sempat bertarung dengan pikiran-pikirannya sendiri.
Wajah tampan Adam sedikit muram saat wajah cute Alex semakin menjauh bahkan menghilang di hadapannya bersama seorang om-om.
Sekitar pukul 07:00 seorang om-om yang Adam rasa adalah om yang bersama si cute itu keluar dari hotel, namun cuma sendirian tanpa cowok imut itu.
Rasa penasaran menarik Adam untuk mencari kamar cowok itu, ‘Kali aja ketemu dan bisa berkenalan?’ batin Adam. Sesampainya di depan kamar tujuan, Adam mengetuk pintu dua kali namun gak ada respon, ‘Hummm apa mungkin masih tidur?’ batin Adam.
Dia pun memberanikan diri untuk memutar kenop pintu dan dia melihat seluruh isi kamar hotel yang begitu rapi, elegan, dengan cat orange dan perabotan berwarna emas sehingga berkesan mewah namun dia begitu terkejut setelah melihat pemandangan yang ada di atas kasur kamar hotel itu.
Adam melihat Alex yang bertubuh polos tanpa pakaian sedang tidur tengkurap dengan di tutupi sedikit selimut di bagian bokongnya, namun bahu dan pahanya yang mulus masih terlihat jelas. Adam menelan air liurnya. Dia menutup rapat pintu kamar kemudian berjalan mendekat dan duduk di sisi kasur emas yang ditiduri Alex. Adam menatap lekat wajah Alex yang sedang tertidur pulas, wajahnya diletakkan ke samping sehingga Adam dapat melihat wajah menawan Alex.
Saat Adam mencoba menarik selimut untuk menutupi tubuh Alex, tiba-tiba tangan Alex menahan tangan Adam, tubuh alex berubah posisi telentang dan membuka matanya dengan tiba-tiba, “Hai..” sapa Alex bersamaan dengan senyuman khasnya.
“Ha-hai juga…” balas Adam dengan gugup.
“Loe ngapain di kamar gue hmm?” tanya Alex yang duduk sambil memainkan dasi Adam.
‘’Eummm… gue lagi nganggur jadinya keliling hotel, eh kamar loe kebuka makanya gue masuk sini.”
“Nama loe siapa? Gue Alex.”
“Gue Adam.”
Alex terus tersenyum nakal sambil memainkan baju Adam. Sebutir keringat mengalir di kening Adam pada pagi yang dingin itu, “Kok loe keringatan sih? Apa mungkin jas dan kemeja coklat loe ini membuat panas? Mending dibuka!” kata Alex nyengir dan membuka jas Adam.
Adam cuma terdiam, sedangkan Alex menatap nakal dan mengigit bibir bawahnya, “Loe ganteng juga… tapi ngapain jadi room boy? Loe bisa jadi model kali!” kata Alex.
“Gue lagi dihukum sama bokap makanya gue kerja di sini, bokap gue pemilik hotel ini.”
“Sumpeh loe? Ahahaha… becanda nih!”
“Seriusan, gue tuh disuruh berjuang dari enol supaya gue bisa ngehargain uang.”
“Waaw… menarik hehhe… pasti loe anak manja yang suka haburin uang akhirnya loe tau kan sekarang bagaimana susahnya nyari uang di kota besar ini!”
Adam cuma nyengir dan menatap Alex, mereka saling tatap, “Emmm… by the way, gue liat loe sering kesini, ngapain?” Tanya Adam.
Alex terdiam dan ada gelagat gugup, “Umm… kalau menurut loe privasi dan loe gak mau bilang gapapa kok.” Lanjut Adam.
“Gue gigolo…”
JEDEEERRRR!
Bagai disambar petir rasanya perasaan Adam saat itu, matanya berkaca-kaca dan menatap gak percaya, “Bagaimana bisa loe kerja kotor begini?!” Tanya Adam atau lebih tepatnya bentak Adam.
Alex menunduk dan memainkan selimut yang menutupinya, “Gue perlu uang, dan semenjak gue kerja ini hidup gue jadi serba berkecukupan…” jawabnya lesu.
“Kan loe bisa kerja yang halal, gak perlu kayak gini!”
“Ngomong itu gampang! Tapi nyari kerja di kota besar ini gak segampang yang loe bilang, gue dari keluarga miskin dan banyak adik yang harus gue biayain, penghasilan bokap gue yang ngojek aja gak bakalan cukup ngehidupin keluarga gue!”
“Seperti yang loe bilang, wajah cakep kan bisa jadi model!”
“Gue emang lagi nyoba jadi model, tapi gak gampang! Banyak biaya yang musti keluar yang ujung-ujungnya gue jual badan gue supaya cepat dapat giliran pemotretan.”
“Miris banget gue dengarnya…”
Wajah muram Alex tiba-tiba sirna, diganti dengan senyuman nakal lagi dan mendorong Adam ke kasur, “Loe cakep banget, gue suka… kayanya loe juga gay kaya gue kan?” kata Alex sambil melucuti pakaian Adam.
“Gue bukan gay!” teriak Adam sambil menahan tangan Alex.
“Kalau begitu, loe bisex?”
“Gue juga bukan bisex, gue gak suka cowok.”
“Bohong! Gue tau cara loe natap gue, loe tertarik kan sama gue? Loe pengen cium dan nidurin gue kan?!”
Adam terdiam sejenak dan menatap sayu kepada Alex, “Gue bukan gay atau bisex, gue gak pernah suka cowok sebelumnya, tapi loe… punya wajah dan perawakan yang seperti cewek bahkan lebih imut dari cewek jadi gue gak bisa nahan rasa suka gue ke elo…”
“Ooooh…. Gue ngerti, emang banyak kok yang bilang kalau gue cantik. Tapi ‘permainan’ gue gak bisa diremehkan gue lebih hebat dari cewek!”
Adam hanya diam namun Alex merayap ke atas tubuh Adam dan memberanikan diri mencium bibir Adam. Adam hanya diam, dia masih shock dan bingung sehingga bibir mereka hanya bersentuhan, namun gak lama kemudian Alex menggerakkan bibirnya dan melumat bibir Adam penuh nafsu. Adam yang awalnya diam kini mulai membalas lumatan Alex.
Setelah baju Adam sukses ditanggalkan kini Alex memulai melucuti celana Adam, sehingga mereka berdua bertelanjang bulat. Selimut yang Alex pakai tersingkap sehingga tubuh indah Alex benar-benar terpampang jelas, “Loe benar-benar menggoda, jangan menyesal kalau gue menyerang loe!” kata Adam sambil menyengir mesum.
Kini tubuh Alex berhasil Adam tindihi, mereka berciuman dengan ganas sedangkan tangan Adam menjelajahi seluruh tubuh mulus Alex.
“Tunggu!” kata Adam sambil nahan bibir Alex dengan jari telunjuknya.
“Kenapa hmm?” tanya Alex sambil menjilat dan menghisap jari Adam.
“Gue gak suka kalau langsung berciuman penuh nafsu. Ijinkan gue menjamah loe dengan lembut dan penuh cinta.”
Alex pun tersenyum lebar dan memejamkan matanya. Adam menciumi keningnya, pipinya, dagu dan hidungnya dengan lembut dan penuh cinta kemudian melumat bibir Alex dengan lembut. Ciuman Adam beralih ke leher mulus Alex, bibir Adam menyentuh tiap centi leher Alex dan menjilatinya sehingga membuat Alex tertawa geli dan menggeliat nikmat.
Alex menarik dagu Adam dan kembali berciuman “Loe menggairahkan, belum apa-apa gue udah on!” kata Alex cengengesan dan meremas penis Adam sambil mengocok-ngocoknya.
“Loe juga manis, bikin gue gemes…” kata Adam sambil menjilat dada Alex. Kali pertama Adam merasakan kenikmatan mencumbu seorang cowok karena debaran di dadanya yang membuatnya begitu menikmati permainan ini, ditambah lagi Alex selalu merespon Adam.
“Ummmhhh… aaahh… geli, terus… aaaahh… I want more eummmhh…” desah Alex sambil meremas rambut Adam yang menciumi perutnya dengan serius. Sampailah tatapan Adam pada penis Alex yang sudah tegak, namun Adam menatap ragu, kali pertama buatnya kalau harus menservice kelamin seorang cowok.
“Kenapa diam?”
“Gue… gak pernah sebelumnya.”
Alex tertawa geli, dia bangkit dan mendorong Adam sehingga Adam kini ditindihinya, “Gue ajarin kalau loe belum bisa,” Alex menciumi wajah Adam yang ganteng dengan lembut tanpa melewatkan sedikit pun wajah Adam, kemudian turun dan terus turun hingga mencapai penis Adam yang masih setengah lemas. Alex tersenyum kecil, kemudian tangannya dengan cekatan mengocok penis Adam dengan cepat dan mulutnya menghisap testis Adam penuh nafsu.
“Aaaakhhh… emmhhh enak banget aaahh… loe kayanya ahli banget,” desah Adam sambil meremas kepala Alex.
“Emmmhh… uuummmhh… iya dong, gue kan professional hehehe…” kata Alex cengengesan dan kembali menservice penis Adam.
Setelah sepuluh menit lamanya Alex mengocok, menjilat dan menghisap penis Adam, akhirnya penis Adam benar-benar tegang dan keras. Adam begitu suka dengan hisapan Alex, namun tiba-tiba Alex berhenti dan membaringkan tubuhnya di samping Adam.
Dia mengerti apa yang diinginkan Alex dan turun dan menatap penis Alex lekat-lekat, penis yang keras dengan sempurna, bersih dan kemerahan, begitu sempurna. Adam mencoba menjilat ujung penis Alex sedikit, ‘Ummm not bad,’ batinnya. Dia kembali menjilat ujung penis Alex hingga pangkalnya, tangannya meraba-raba paha Alex yang mulus dan indah, kemudian dia memberanikan diri memasukkan penis Alex kedalam mulutnya seutuhnya sedangkan tangannya meremas testis Alex.
“Aaaakkhh… uuuuhh… enak, terus Adam… uuuhh…” kata Alex dengan wajah yang memerah dan memejamkan matanya.
Nafsu yang menggebu-gebu membuat Adam mempercepat hisapannya, dia mulai pandai membuat Alex menggerang nikmat karena dia tau dimana titik kenikmatan yang Alex inginkan. Dia melepaskan hisapannya kemudian mengocok penis Alex dengan cepat, diremasnya testis Alex kemudian menghisap-hisapnya penuh nafsu.
CROOOTTT… CRROOOOTTT… CRROOOT…
“Aaaarrgghhhh…. Aaaaahhh! Ohhh… eeenghhh… Aaaahhh…!” Alex menggerang nikmat dan meremas sprey dengan gemas, tubuhnya diguyur keringat dan mengejang hebat.
“Ah… loe makin manis kalau berhasil ditaklukkan begini hehehe…”
Alex menatap Adam yang masih memposisikan tubuhnya di selangkangan Alex, kemudian dia merubah posisinya jadi menungging di hadapan Adam. Adam menelan air liurnya melihat pemandangan indah itu dan penisnya semakin berdenyut-denyut, “Enter me please.. uhh…” kata Alex sambil meraba bokongnya sendiri. Namun Adam hanya diam dan terpaku ‘Ekkh… benar-benar menggoda, tapi gue gak yakin buat memasukinnya,’ batin Adam.
“Uh… loe kenapa? Gak tertarik?” Tanya Alex dengan wajah cemberut, namun Adam memeluknya dengan hangat.
“Bukan begitu my angel… hanya saja gue gak pernah memasuki tubuh cowok sebelumnya.”
“Tapi sama cewek pernah kan?”
Adam mengangguk pelan, “Gak akan jauh beda, my handsome!” Alex mendorong Adam sehingga terbaring di kasur, penis Adam berdiri tegak, Alex menjilat bibir bawahnya kemudian merayap ke atas tubuh Adam. Dia melebarkan lubangnya di atas penis Adam kemudian menurunkan tubuhnya perlahan sehingga penis Adam berhasil memasukinya, “Emmmhhh…. A-aaaaaakhhhh sa-sakit! Uuuhhh… punya loe besar dan sangat panjang enghhhhhh…” desah Alex sambil memejamkan matanya menahan rasa sakit.
“Loe gak papa? Emmhh… ssshhhs… kalau gak tahan, jangan memaksakan diri!”
“Justru ini akan semakin nikmat uuuukkhhh…. Aaaaahhhh… aaaarrggghhh…. Ooooohhh...” Alex menggerang hebat saat mencoba menggerakkan tubuhnya naik turun di penis Adam, sedangkan Adam memejamkan matanya dengan nikmat.
Semakin lama gerakan Alex semakin cepat dan nikmat, mereka berdua mendesah dan menggerang sejadi-jadinya. Adam bangun perlahan sambil menahan pinggul Alex sehingga posisi mereka terbalik, Adam mengenjot lubang Alex penuh nafsu dan cepat, “Aaaah… Aaah… Aaahh… nikmat aaaaakkhhh… Adam! Teruss aaaakkhhh… eeeessshhhh… Oh god… aaaakhhh!” Alex menggerang dengan keras karena sodokan Adam yang begitu cepat dan bringas, ‘Pasti dia ini maniak sex yang banyak pengalamannya’ batin Alex.
Adam mendekatkan wajahnya pada wajah Alex dan mereka berciuman dengan mesra dan penuh nafsu, di sisi lain Adam terus menyodok lubang Alex dengan cepat, “Aaaakhh.. gue mau keluar emmmhhh…”
“Jangan keluar di dalam gue!” teriak Alex dan menarik tubuhnya, wajahnya lesu dan kelelahan, “Kita gak pakai pengaman,” lanjutnya, kemudian tangannya meremas dan mengocok penis Adam dengan hebat.
“Aaaakkhh… loe hebat, uuhhh… aaakkhhh gue mau…”
CROOOTT…. CROOOTT… CROOTT…
Sperma Adam menembak sangat banyak dan jauh, “Emmmhhh lama gak keluar makanya gini hehe,” kata Adam tersenyum puas.
“Ummm kental, I like it…” kata Alex sambil menjilati jarinya yang berlumuran sperma.
“Aaah… loe jadi semakin imut, gue bener-bener suka loe…” kata Adam sambil memeluk erat tubuh mungil Alex.
Alex menyendarkan kepalanya di dada Adam dan tersenyum lembut, “Gue juga suka loe kok… loe hebat dan sexy.”
“Loe mau gak jadi boyfriend gue? Gue bener-bener suka loe dan sayang loe, gue pengen jaga loe, gue gak mau loe kerja begini dan melayani para om-om!” kata Adam penuh tekanan.
Alex melepaskan pelukan Adam, “Sorry, ini profesi gue!” kata Alex sedikit membentak.
Adam menarik dagu Alex dan mengecup bibirnya dengan lembut, “Hiduplah bersama gue, gue akan memenuhi kehidupan loe dan membantu keluarga loe. Gak perlu memikirkan perkerjaan kotor loe lagi.”
Senyuman Alex merekah, “Gue bersedia,” dan mereka pun berpelukan dengan mesra.
Cinta itu, datangnya tiba-tiba…
Cinta itu, gak bisa ditebak…
Cinta itu, selalu mengejutkan…
Cinta itu, bersahabat dengan nafsu…
Yanz…
LIKE AND KOMENT PLEASE?
By Yanz (Daniel Yanuar)
Rate: Mature for sex content. Maaf siang2 malah ngetik yang mesum2 *mupeng*
“Hoaaammmh…” gue menguap lebar sambil merenggangkan otot-otot gue. Gue tatap jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, wah… gue telat nih!
Gue berlari keluar kamar dan nemu sepupu gue yang lagi baring asoy di depan TV, “Woy… loe liat bonyok gue gak?” Tanya gue sambil garuk-garuk selangkangan gue.
“Udah berangkat kerja,” jawabnya ketus.
“Waduuh… padahal hari minggu. Eh mereka nitip uang kaga?” Tanya gue lagi sambil deketin tuh sepupu gue yang pendiam pake banget.
“Gak…” jawabnya malas.
“Ebuset… gimana gue mau weekend kalau begini! Masa iya bonyok gue gak nitip uang sama sekali sama loe bro?”
“Gue bilang enggak juga.”
Gue manyun, menatap kesal sepupu gue yang sebenarnya ganteng ini, namanya Irwan. Kulitnya sawo matang namun bersih, alis tebal, tatapan tajam yaaah… pokoknya banyak hal yang bikin cowok umur 20 tahun ini terlihat begitu cool. Sedangkan gue sendiri Andi, 18 tahun. Kata orang sih gue masuk golongan cowok cute karena gue keturunan cina, kulit gue kekuningan, gue punya poni hehehe… Tapi jangan salah, gue punya body yang waw! Secara gue kapten sepak bola, dan hampir menguasai segala bidang olah raga jadi badan gue rada berotot walau sedang, gak nyembul kaya para bina ragawan biasanya. Serem juga gue kalau punya badan segede itu.
Gue mulai muter-muter otak, kemudian gue dapat ide! Gue pasang wajah memelas, “Abang~ ngutang dulu ye? Perlu banget nih duit hari ini,” bujuk gue sambil gelayutan di tangannya.
“Ogah…” jawabnya singkat.
Gue mendenguh kesal atas perlakuan Irwan, dia kan sudah kerja dan numpang di rumah gue pula. Harusnya dia kasih gue kemudahan, “Kata nyokap loe, loe gak boleh kemana-mana. Gue dapet tugas jaga loe seharian,” lanjutnya dengan tatapan masih fokus ke TV tanpa noleh ke gue.
“Loe pikir gue bayi apa pake dijagain segala,” kata gue kesal kemudian pergi ninggalin dia.
Gue masuk ke kamar mandi, kemudian mendengus kesal. Kayanya hari sial gue nih, padahal sekarang anak-anak pasti sudah enak-enakan ngumpul dan jalan bareng. Lah gue udah telat pake acara gak ada duit pula. Nasib-nasib…. Gue buka semua pakaian gue dan hanya meninggalkan CD gue. Gue hidupin shower dan mengguyur tubuh sexy gue wehehehe.
Gue tatap tubuh indah gue dan mengagumi akan kesempurnaan yang tuhan titipkan sama gue, cukup beruntung sih jadi gue kalau difikir-fikir, jadinya bête gue hilang setelah mensyukuri apa yang gue punya hehe.
Gue gosok seluruh badan gue dari wajah sampai kaki dengan sabun, tak lupa burung kesayangan gue digosok-gosok eh malah kelanjutan jadi dipijit-pijit dan uh uh wkwkwk..
Kemudian gue ambil shampoo dan menggosok rambut gue sampai berbusa, namun tiba-tiba air mati. Waduh bagaimana ini? Mana di penampungan air kosong melompong!
Akhirnya gue memutuskan teriak-teriak, berharap Irwan dengar dan mau bantu gue. Tapi nihil, jelas saja karena jarak antara kamar mandi dan ruang TV cukup jauh. Akhirnya gue keluar dengan apa adanya yaitu CD yang menutupi senjata gue walau tercetak jelas karena CD gue lagi basah, rambut gue juga masih berbusa dan teriak-teriak depan Irwan, “Woi… bisa benerin keran gak? Airnya gak jalan. Mana mandi gue gak kelar,”
Dia menoleh ke arah gue dengan malas namun kemudian shock melihat keadaan gue, matanya yang sipit jadi besar terbelalak, mulut sedikit terbuka. Gue yang kesal karena gak diladenin malah mendekat dan jongkok depan dia kemudian mengayuhkan tangan, “Woi… loe ngelamun ya? Gue ajak ngomong juga.”
“Loe kenapa kaya gini?”
“Gaaahhh! Gue bilang kan tadi gue lagi mandi abang tapi airnya mati!” teriak gue frustasi.
“Emmm… Emang mati kali airnya.”
“Isshhh…. Gue juga tau kali. Gimana dong?” Tanya gue cemberut.
“Pasrah aja deh…”
“Loe tuh ya, cueeeek banget sama gue.”
Namun dia menatap gue dengan pandangan yang gak biasa setelah mendengar keluhan gue. Tangannya bergerak meraih selimut batik yang ada di parutnya kemudian mengeringkan kepala gue yang basah dan berbusa dengan kain itu, “Siapa yang bilang gue cuek? Kadang sebuah perhatian gak bisa diucapkan dengan kata-kata.”
Wajahnya begitu dekat sama gue saat itu, yang bikin dada gue dag dig dug gak keruan. Tatapannya juga hangat gak seperti biasa, gue jadi gugup tapi bikin gue nyaman dan menerima perlakuannya.
“Oh… Hmmm…” gumam gue pelan sambil mengigit bibir bawah gue.
“Andi, sebenarnya gue suka sama loe. Karena perasaan gue yang mengganggu selama ini, makanya gue ngehindarin loe.”
Mendengar pernyataan itu sontak bikin gue terkejut, jantung gue rasanya semakin terpacu. Sedikit pun gak pernah tersirat dalam benak gue akan ditembak cowok. Gue bukanlah homo phobic ataupun pecinta homo karena sama sekali gak pernah gue ngurusin hal beginian sebelumnya makanya gue benar-benar shock kalau harus menghadapi kondisi gue sekarang, gue diam dan dia kembali bersuara, “Loe gak harus jawab sekarang. Gue udah berani bilang juga cukup.”
Gue masih diam, dia natap wajah gue semakin lekat yang bikin gue menunduk malu kalau harus bertemu tatapan dengannya. Tangannya terus bergerak mengusap rambut dan badan gue hingga basah berpindah ke kain itu dan menghilangkan busa shampoo di rambut gue. Melihat respon gue yang terkesan pasrah dan tidak menolak, Irwan memberanikan diri mendekatkan wajah dan mengecup singkat bibir gue, “A-aah… itu…” gue sedikit gugup, sengatan yang diberikan pada dada gue membuat gue cukup nyaman.
Dia masih menatap. Kemudian menarik tengkuk gue dan membuat kami tenggelam dalam ciuman hangat, “Emmmhh… Eummmhh…” bibirnya bergerak lincah melumat bibir gue sedangkan tangannya bergerayangan di dada gue.
Ditariknya badan gue sehingga gue terjatuh ke lantai kemudian dia menindih badan gue, “Emm… loe mau apa?” Tanya gue sok bego sambil mengigit bibir bawah gue.
“Loe terlalu menggoda dan gue gak tahan lagi dengan godaan ini,” katanya dengan tersenyum. Senyuman yang bikin gue salah tingkah.
“Hei… jangan main-main…” tolak gue yang berusaha mendorong dadanya.
“Gak… loe sudah dalam posisi yang terjepit dan loe gak boleh nolak,” katanya yang kemudian langsung melahap leher gue.
“Aaaaakkhhh…. Ooohhh… geli Wan… Euummmhh…” desah gue karena gak tahan akan sesasi bibir dan lidahnya yang basah menari-nari di leher gue. Gue berusaha dorong tapi gak mampu, yang ada malah kedua tangan gue dikunci di atas kepala gue oleh tangannya.
Dia begitu bernafsu melahap badan gue. Lama-kelamaan gue malah keenakan dengan permainannya sampai penis gue bangkit ketika lidahnya bermain di dada gue dan tangannya menggerayangi perut gue. Hembusan nafasnya begitu terasa, nafas yang berlari-lari sambil menikmati tiap inci lekukan indah badan gue.
“Kau menyukainya hmm?” katanya yang menciumi wajah gue sedangkan tangannya mengocok penis gue yang masih terbungkus CD.
“Aaaakkhh… Eehhmmm… Ya… Aaahh… enak, Wan. Tapi rasanya aneh jika dilakukan sesama cowok.”
“Tenang saja. Gue akan bikin loe rileks dan merasa nyaman,” bisiknya di kuping gue sambil menjilat kuping gue sehingga terasa basah dan geli. Geli yang membuat penis gue berdenyut.
“Aaaaaakkhhh… Geli… eummmhh… Wan, lepasin tangan gue. Penis gue udah gak tahan minta disentuh~”
“Benarkah? Euuummhhh…” bibirnya mengecup bibir gue, kemudian turun ke leher gue, dada gue, perut gue dan terakhir wajahnya berhenti di selangkangan gue. Tercetak cukup jelas penis gue yang tegang di balik CD gue. Irwan tersenyum jahil kemudian menarik CD gue sehingga gue gak ditutupi sehelai benang pun. Dia pun menyusul dengan membuka baju kaos oblong dan boxernya sehingga kami sama-sama telanjang bulat.
Dibukanya selangkangan gue cukup lebar dan mengecup lembut paha gue, betis gue dan gue terkikik geli saat lidahnya bermain di telapak kaki gue. Kemudian lidahnya kembali naik ke paha gue yang mulus dan putih kemudian mengecup ujung penis gue yang bikin gue semakin merinding. Lidahnya bergerak dari ujung penis hingga pangkalnya yang bikin gue mendesah geli, “Aaaaahhh…. Eeeemmmhhh… Aaaahhh… Terus…” pinta gue sambil meremas rambutnya.
Dia mulai memasukkan penis gue ke mulutnya, dilahapnya dan dihisapnya kencang. Gue hanya bisa melenguh nikmat karena dia begitu pandai menghisap sehingga membuat gue takluk dan mau dia bertindak lebih. Kepalanya naik turun beriringan dengan suara hisapan yang dibunyikannya membuat gue semakin nikmat.
“Ooohhhh… Aaaakkkhhh…. Eeeummhhh… Aaaakkhh!” gue menggerang saat dia mengigit penis gue gemas dan menghisap semakin liar, sedangkan tangannya meremas-remas penis gue.
“Euummmhh… Uuummhh… Tenang sayang, ini akan jadi seru, eummmhhh… Ssssrrpphh…” dia menghisap penis gue kuat. Setelah dia melepaskan hisapannya, dia menghisap gemas paha putih gue sedangkan tangannya mengocok penis gue dengan cepat.
“Aaaakkh! Gue mau keluarr, eeekkkhhh…” desah gue dan penis gue berdenyut keras.
Namun gue begitu kecewa dia malah menghentikan aktivitasnya, wajahnya malah naik dan menciumi wajah gue, “Gue masukin loe ya?”
“Ta-tapi… Gue belum keluar!” ucap gue kesal.
“Setelah gue puas, gue janji akan puasin loe,” katanya dengan cengiran mencurigakan.
Ini salah satu trik, menurut gue. Saat gue horny berat dia memanfaatkan keadaan ini supaya gue rela dimasukin. Tapi apa boleh buat, permainannya begitu nikmat dan gue mau lebih!
Gue mengangguk pelan. Kemudian dia membasahi jari-jarinya dengan saliva dan memasukkan satu jarinya di lubang gue, “Aaakkhh… Rasanya aneh,” protes gue.
“Nanti akan terasa nikmat.”
“Cepet selesaikan!” pinta gue sambil menghisap-hisap lehernya. Dia tersenyum tipis kemudian memasukkan dua jarinya dan mengocok jarinya di lubang gue. Gue merasa sedikit perih dan memeluk erat bahunya. Jarinya masuk semakin dalam, dan maju mundur di lubang gue, gue peluk badannya dengan kaki gue.
“Cukup…” katanya pelan. Gue dapat merasakan penisnya yang cukup besar sedang dia gesekkan di pangkal lubang gue. Sedikit seram, gue menolak. Dia menatap kecewa namun dia kembali mengocok penis gue dan bikin gue kembali takluk dan pasrah. Disaat gairah memuncak dia langsung memasukkan semua penisnya yang besar ke dalam lubang gue yang bikin gue menggerang keras, “Aaaakkkhhh… Sakit!! Aaakkhh lepasin!” pinta gue sambil meronta-ronta. Namun dia kembali mengocok penis gue dan mengecup leher gue. Rasa nikmat itu bisa menutupi nyeri di lubang gue.
Dia mulai menarik pinggulnya dan kembali menusuk gue, untuk permulaan dia hanya menggerakkan pinggulnya secara lembut tapi gak bisa dipungkiri rasa nyeri itu begitu sakit seperti terkoyak-koyak. Tangannya mengelus penis gue perlahan, gue begitu bernafsu, gue mau lebih, tubuh gue merinding dan meminta lebih. Dia menggerakkan penisnya samakin cepat, gue tatap wajah tampannya yang sedang terpejam menikmati enjotannya, keringat menetes di dahinya dan setelah matanya terbuka dia menatap wajah gue yang sangat memerah kemudian mengecup bibir gue lembut.
Bibirnya turun ke dada gue dan menghisap-hisap nipple gue penuh nafsu. Tangannya mulai licin karena perlahan penis gue berair karena kocokannya yang pelan. Pinggulnya semakin memompa bringas dan membuat gue bisa menikmati tusukannya, begitu nikmat hingga pada akhirnya kami keluar bersamaan…
Croott… Croott… Croott… “AAARRRGGHHH…. AAAAHHHKKKHHH” Gerang kami bersamaan.
Penisnya membasahi lubang gue dengan cairan hangat itu sedangkan tangannya dibasahi sperma gue. Dia terkulai lemas dan membaringkan tubuh di atas gue.
“Berat ah…” protes gue yang mendorongnya ke samping.
“Ahaha.. Loe hebat. Sempit banget. Pasti masih virgin ya sebelumnya?”
Gue menggembungkan pipi dan membalikkan tubuh. Wajah gue benar-benar panas rasanya. Kemudian dia peluk pinggang gue dari belakang dan mengecup pundak gue, “Gak nyesel kan tinggal di rumah?”
“Ya… mungkin gue akan lebih betah di rumah sekarang.”
END
Hai hai, thanks sudah baca karya admin yanz, semoga kalian suka. Yanz berharap kalian komentar, itu adalah bentuk penghargaan yang sangat berarti buat yanz hehehe.
Numpang promosi fb: http://m.facebook.com/daniel.yanuar4/ ADD PLEASE? kalau kalian ada perlu inbox saja fbku, atau kalian mau reqques dibikinin cerita, kalau aku ada waktu dan ceritanya menarik akan aku coba bikininkan.
By: Yanz
*Daniel POV*
“Aaakhh… sudah Ris… stop!” teriakku.
“Sabar Niel, sedikit lagi keluar!”
“Gak! Sakit, bodoh! Hentikan… aaaarghh gue gak tahan!”
Risky menjitakku dengan keras, “Siapa suruh punya jerawat hah? Gue paling gak suka sama yang namanya J-E-R-A-W-A-T meski pun adanya di muka lo,” kata Risky ketus sambil memencet hidungku dengan penuh nafsu *?* ingin mengeluarkan cairan putihnya.
“Sialan banget sih lo Ris, wajah wajah gue napa lo yang sewot???”
“Karena lo makluk yang paling sering gue liat, Daniel bodoh.”
Risky pun akhirnya berhasil membuat hidungku berdarah dan mengelap wajahku dengan tissue, aku hanya merengut karena hidungku yang kesakitan. Tega sekali pemuda 20 tahun, kece kaya emo yang tinggal satu kost denganku yang bernama Risky ini memencet hidungku sampai pesek begini, dia fikir Daniel pemuda 19 tahun ini yang sangat tampan rupawan dan cute pisan ini rela hidungnya diperkosa heh?
Kurang kerjaan memang.. tapi ada saja rutinitas aneh yang kami lakukan bersama tiap harinya. Semenjak lulus SMA kami hidup bersama dalam sebuah tempat kost yang luar biasa besar dan banyak penghuninya. Pemuda pintar dan kaya raya yang bernama Risky itu melanjutkan kuliahnya di UNLAM, ya dia sangat beruntung bisa masuk ke universitas negri di sini, sedangkan aku sudah bodoh, miskin pula. Jadi aku memutuskan bekerja untuk menanggung kehidupanku, kasihan orang tuaku yang renta masih saja membiayai aku.
Meski pun status sosial kami berbeda namun kami bersahabat sejak SMP. Dia pemuda yang murah hati yang selalu ada buatku apalagi ketika aku membutuhkannya. Aku sangat mencintainya.
Lah loh? Bingung kenapa seorang Daniel yang tampan bagaikan Zac Efron ini bisa jatuh cinta dengan Risky yang bagaikan Chef Juna itu? Aku gay, lebih nyaman sama sosok cowok terutama sosok Risky yang membuatku aman.
Aku suka nebak-nebak sebenarnya Risky ini normal kaga sih? Kalau gak normal kenapa dia gak bilang dan kalau normal kenapa dia suka banget bikin aku geer?
Okay, mari aku ingat-ingat sedikit betapa baiknya dia padaku. Dulu zaman SMP aku itu bahan bully, nasib lah cowok tampan punya badan kecil mungil dan pembawaan lemah bikin aku terlihat seperti cewek, tapi sorry sorry saja bro, aku tidak gemulai, seenaknya saja menjudge orang dari luarnya. Nah saat 3 cowok ngebully aku di WC dulu datanglah sosok Risky bak Kamen Rider pake sempak di luar kaya superman, eh gak ding… Risky datang dengan gagahnya dan tatapan tajamnya itu membuat sapi gelundungan (sumpah ini gak nyambung banget).
“Jangan gangguin dia, dia milik gue. Ganggu dia sama saja lo cari mati,” kata Risky dingin sambil ngeluarin kaki Barbie, aku pun bingung buat apa dia bawa-bawa kaki Barbie disaat-saat yang menegangkan ini? Apa buat nyolokin hidung tuh para preman supaya hidung mereka kehilangan keperawanannya? Entahlah, yang pasti saat itu Risky telah membuat mereka takluk hanya dengan gertakannya.
Dulu juga saat perkemahan, aku dan Risky kesasar. Kami bermalam di hutan, tepatnya dalam sebuah pohon yang memiliki lubang. Malam itu hujan sangat lebat dan belum juga ada yang menemukan kami. Aku menggigil kedinginan, Risky memelukku dari belakang, menggesek-gesekkan tubuhnya agar aku hangat dan meniup hangat pundakku. Semalaman dia memelukku dan itu cukup lah membuatku geer badai…
Waktu SMA aku selalu membawa bekal karena makanan di kantin terlalu mahal tapi saat aku membawa kotak bekalku yang niatnya akan aku makan di belakang sekolah, tiba-tiba anak-anak di sekolah berlarian dan menabrakku alhasil makananku berhamburan di lantai. Dengan wajah murung aku memunguti makananku namun dia datang, tanpa izin dia menarik lenganku… oh rupanya dia paham sekali aku kelaparan dan mentraktirku di kantin. Hmm makanan disini sangatlah enak, andai aku bisa selalu merasakannya, gak heran harganya mahal (buat aku).
Dibalik semua kebaikannya yang aku ingat dia memiliki satu sifat yang membuatku muak. Dia sangat terobsesi akan popularitas, katanya sih, “Aku harus popular dengan bakat atau pun sensasiku, semua cara patut dicoba karena hidup itu adalah perjuangan… banyak lovers banyak rezeky.”
Ya begitulah, sok-sokan kaya artis, fans page dia di FB sudah dua ratus ribu dan follower di twitter dia ada dua jutaan, orang-orang mungkin nanya apa dia artis? Siapa sih Risky? Apa bakatnya? Dia gak punya bakat, dia hanya cowok ganteng yang pandai cari muka dengan fans. Orangnya memang kadang ketus dan mahal senyum namun pandai tebar pesona dengan cewek-cewek. Ini dia yang membuatku ragu akan feelingku, dia pecinta wanita mungkinkah menyukaiku?
-0-0-0-
“Eh Niel lo tau gak kalau cewek-cewek di kosan dan di kampus banyak yang fujoshi?” tanya Risky yang memecahkan lamunanku. Oh ya, kami tinggal di kosan yang campur aduk cewek dan cowok, lalai nih pendirinya, asal laku doang kosannya, banyak free sex deh jadinya.
Sedangkan fujoshi itu adalah cewek-cewek yang suka dengan gay, namun ada juga pendapat lain mengatakan fujoshi hanya suka anime jejepangan yang gay yang disebut yaoi? Yang pasti mereka para cewek yang suka melihat boy x boy yang mereka anggap fans service. Aneh memang kok ada cewek yang suka gay?? Namun species yang baru aku temukan setahun terakhir ini membuatku cukup berdecak kagum, ternyata masih ada para cewek yang mau menerima kondisi para kaum pelangi dengan bahagia.
“Oh ya? Asik dong… gue baru nemu satu tuh si Dina..” jawabku ke Risky. Kami asik dengan laptop masing-masing, Risky duduk di kursi belajar sedangkan aku tengkurap di kasur.
“Banyak tuh… cewek-cewek di kosan heboh ngomongin super junior yang ciuman, mereka gay ya?”
Aku mendengus, “Mereka gak gay kali, tradisi cowok korea tuh kalau mereka sangat akrab dengan sahabat yang dianggap kaya sodara ya mereka ciuman buat ungkapan rasa sayang. Bisa juga buat mendongkrak popularitas dengan fans service,” kataku panjang lebar.
“Nah ini dia topik yang gue incar, mendongkrak popularitas dengan fans service?” tanyanya dengan tatapan antusias. Aku menatapnya ngeri.
“Ya kan para cewek fujo bakal seneng kalau lihat pasangan yaoi…” kataku datar.
Dia tersenyum penuh arti dengan mengelus-elus dagu, “Ayo kita bikin FS dan bikin cewek-cewek pada histeris!”
“Gila lo, sama aja cari mati namanya… gue gak sudi…” ya aku sebagai real gay malu lah mengumbar kemesraan yang namanya FS.
Tanpa persetujuan Risky langsung menarik tanganku agar keluar kamar, aku berusaha memberontak namun genggamannya lebih kuat. Terlihat para cewek-cewek berkumpul depan TV, kayanya lagi ngegosib.
Mereka tersenyum merekah melihat dua cowok kece mendatangi mereka. Sengaja Risky duduk di kerumunan mereka dan menggenggam erat tanganku. Terlihat tuh cewek-cewek mulai histeris, aku cuma tersenyum risih.
Terlihat Risky main mata denganku seolah memberikan kode, dia menatap mataku bergantian dengan menatap pahanya. Apa maksudnya coba? Saking gilanya dia minta aku hisap penisnya depan cewek-cewek? Oh aku memang menyukainya namun aku tak segila itu. Aku menggeleng keras.
Dia menatap ketus dan menarik kepalaku, aku terbaring di atas pahanya.
“KYAAA~ kok so sweet banget sih kalian?” tanya Anisa, salah satu Fujo sepertinya.
“Iya dong… gue kan sayang banget sama Daniel…” kata Risky yang kemudian membungkuk dan menciumi wajahku. Aku terpaku dengan wajah memerah.
“Cerita dong? Sayang yang bagaimana? Kalian ngapain aja?” mereka melemparkan pertanyaan beruntun.
Risky mengelus wajahku dengan lembut, dia mengangkat tubuhku yang lebih kecil kemudian memangkuku sedangkan tangannya melingkar di pinggangku, “Ya gitu deh… bibir Niel adalah candu buat gue dan tubuhnya itu hmm.. yummy…”
“Hahaha iya sih, Niel itu uke banget… tapi Risky juga uke…” (Uke= bot sedangkan seme= top)
“Gak ah… Risky seme kok, dia kan lebih cool dan sangar…”
Dan banyak lagi pujian dari para fujo itu yang membuat kepala Risky semakin melayang… lelah dengan drama karangan Risky aku pun pamit masuk kamar duluan.
-0-0-0-
Aku mengetuk-ngetuk jari di atas meja, kelihatannya Risky bukan type orang yang membully kaum pelangi, apa baiknya aku mengaku? Dan menyatakan cinta dengannya? Tapi aku gak tau kata-kata apa yang harus aku ucapkan. Aku menarik nafas sejenak kemudian menatap laptopku dan mengetik boyzforum.com salah satu jejaring social khusus gay yang paling sering membuatku tersenyum. Aku masuk dalam room boyslove dan menemukan sebuah postingan yang tepat sekali buatku yaitu tentang cara menyatakan cinta dengan cowok straight. Aku baca dengan jeli dan sangat percaya diri setelah terhipnotis akan postingan itu.
KREAK…
Risky masuk ke dalam kamar, “Ahahaha puas banget gue, mereka jadi antusias sama cerita cinta kita.”
Aku mendekat dan berdiri berhadapan dengan Risky, kuraih tangannya, “Ris… gue cinta lo… dari dulu, sejak SMP gue cinta lo…”
Risky terdiam, tatapannya kosong. Bibirku bergetar, aku tidak sanggup lagi melanjutkan kata-kataku untuk meyakinkannya seperti yang ada dalam tips.. ternyata teory beda halnya dengan praktek, tenggorokanku tercekat aku takut dengan responnya bagaimana jadinya, “Hahaha…” dia tertawa sinis kemudian membalikkan tubuh membelakangiku. Aku semakin khawatir dan mataku berkaca-kaca.
Setelah beberapa detik dia membalikkan tubuh, “Gue juga cinta lo, Niel…”
DEG…
Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar tapi dia meraih rahangku kemudian melumat bibirku, aku terbelalak. Tangannya menekan tengkukku kemudian memperdalam ciuman, “Eummhh… emmmhh… I love you beib… ummhh..” ucapnya disela-sela ciuman.
Aku sesak, rasanya tidak percaya dia benar-benar mencumbuku sekarang… dia menerima cintaku persis seperti mimpiku. Dia menciumiku dengan ganas, menyerang leherku dan melucuti pakaianku.
“Aaaakhh… eummhhh.. Ris… ahkhhh..” aku mendesah saat dia memainkan nippleku sedangkan mulutnya bermain di leherku.
Aku tak mau kalah, aku pun mendorongnya, menindihnya kemudian menciumi lehernya, dia menatapku aneh… penisku sudah sangat tegang akan cumbuan-cumbuan yang kurang lebih setengah jam itu, aku mau lebih, kuraba selangkangannya namun aku terkejut. Dia tidak tegang sepertiku.
“Ri-ris… lo kenapa…” kataku menggantung dan turun dari badannya.
“Kenapa tidak tegang sepertimu hm? Ayo Niel, mari kita lanjutkan haha… mumpung gue dirasuki setan…”
“Lo bukan gay ya?!!” tanyaku dengan sedikit membentak.
Dia mendekatkan wajah ingin menciumku kembali namun aku membuang muka, “Lo kenapa sih??? Bukankah badan gue yang lo pengen, dasar gay?” tanyanya sinis.
Aku tersentak, “Lo anggap gue apa Ris? Lo fikir gue maniak yang cuma ngincar badan lo hah?”
“Emang itu kan yang dicari para gay?” tanyanya sinis.
“Gak Ris! Gue gak kaya gitu! Gue sayang lo, gue cinta lo… kenapa lo tega merendahkan gay kaya gini sih Ris???”
“Apa sih yang lo harapin dari dunia gay hah? Cinta? Mimpi lo… gue gak doyan cowok, tapi karena gue sayang lo sebagai sahabat gue kasih nih badan gue!”
“Diam lo! Lo gak ngerti perasaan gue Ris… gue butuh cinta lo…” kali ini aku terisak dan menunduk.
Risky tersenyum dia mengangkat daguku dan mendekatkan wajah, “I love you…”
“Lo tuh cuma PHP ris! (pemberi harapan palsu)… lo cuma bohong sama gue, mata lo gak bilang begitu.”
“Terus kalau gue berhasil kaya lo gimana? Apa yang lo harapkan dari dunia gay kalau pada akhirnya kita married sama cewek hah??? Lo mau makin sakit hati… gue sayang lo, Niel. Gue sayang lo kaya sodara gue sendiri.. gue kecewa ternyata lo itu bisa terjerumus.. gak bisa jaga diri ya lo?”
“Gue benci lo Ris… gue benci lo… kalau lo gak sama dengan gue harusnya lo jangan baikin gue kaya gini..”
“Jangan childish, Niel. Masa lo gak bisa terima kalau gue gak bisa cinta lo, perasaan kan gak bisa dipaksa.”
“Gue marah bukan hanya karena lo nolak gue Ris, tapi karena lo hina dunia gue! Lo pikir gay cuma mikirin sex hah? Tarik kata-kata lo!” teriakku dengan penuh tekanan.
Risky menghela nafas, “Jangan semakin jauh… lo mau sama siapa? Si Tiwi? Andin atau siapa? Gue punya banyak kenalan yang cantik Niel asal lo jangan kaya gini… tapi ya kalau lo bahagia kaya gini gue nyerah deh… seperti yang gue bilang di awal, silakan pakai badan gue. Itu kan yang sangat lo harapkan?”
Aku hanya terisak sambil meremas sprei..
Aku bangkit dari dudukku di atas kasur kemudian berlari ke kamar mandi, kunyalakan shower. Aku masih menyesali hal barusan. Betapa terhinanya aku jika dia mengecap dunia gay seburuk itu. Kenapa seorang Risky bisa bermulut sebusuk itu. Aku benci dia, sungguh aku benci dia… dia sentuh aku namun dia sendiri tak menikmati, apa baginya aku hanya mainan.
Aku duduk dibawah shower, membiarkan butiran air dari atas menerpa tubuhku dan menyembunyikan tangisku. Aku menangis perih karena sangat terhina dengan semua ini.
Setelah keluar dari kamar mandi Risky langsung menghampiriku sedangkan aku hanya menatap dingin, “Maaf Niel, ya gue kenal banget sama lo.. ya gue percaya lo bukan gay yang suka main sex… Niel, gue sayang lo, jangan benci gue karena masalah ini please?”
Aku mengambil koper dan membereskan pakaianku, “Niel… Niel lo mau apa hah?”
“Gue pamit Ris, gue mau balik sama ortu gue…”
“Apa-apaan sih lo Niel, gue gak ceraikan lo… kaya lagu jaman dulu aja lo yang pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku~”
Aku tertawa disela-sela tangisku karena melihat tingkah Risky, “Sorry Ris… eumm kebetulan gue kangen sama ortu gue…”
Aku terus memasukkan pakaianku dalam koper namun Risky kembali mengeluarkannya, “Hargai keputusan gue Ris… hati gue sakit banget dan gue perlu waktu buat nenangin diri…”
Terlihat Risky menatap sayu dan memandangku penuh kasih sayang, “Maafin gue kalau bikin lo kecewa… maaf gue gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo…” katanya memelukku kemudian mengecup keningku. Selesai perpakaian dan memberesi barang aku melangkah keluar ditemani Risky yang membantu angkat koperku. Aku berpamitan dengan pemilik kost dan juga teman-teman kost. Mereka sangat kecewa terutama para fujo yang baru saja berharap akan dapat FS setiap hari.
Aku tersenyum getir, sebelum masuk taxi aku membalikkan tubuh. Kutatap sosok-sosok akrab yang aku kenal 2 tahun ini. Kutatap Risky, kutatap pintu, taman, gerbang.. bayang-bayang kegilaanku bersama Risky terlihat di sana. Mataku kembali berkaca-kaca, sebelum menangis aku melambaikan tangan dan masuk ke dalam taxi.
-epilog-
Lima tahun kemudian
Aku berada di pelaminan sekarang, menyalami tiap undangan yang datang. Aku memutuskan menikahi sahabatku di desa setelah usahaku sebagai pengusaha kuliner sangat melesat 3 tahun terakhir, aku mapan. Perlahan tapi pasti dunia pelangi menjauhiku karena kesibukanku, karena keluargaku, tak sempat lagi aku berfikir untuk menyelami dunia ini. Kita memang gay, tapi inilah takdir kita. Pria terlahir untuk wanita.
Bagaimana dengan Risky? Kami cukup sering kirim-mengirim email untuk melepaskan kerinduan kalau aku sempat, aku pun mengundangnya ke acara pernikahanku ini. Namun aku cemas karena sudah jam 2 dia belum juga datang.
Namun senyumku merekah saat menemukan sosok itu, Risky.. dia semakin gagah saja, tapi siapa yang ada di sampingnya? Apa itu tunangan yang benama Nia yang sering Risky ceritakan di email?
“Selamat ya bro… tega banget lo ngeduluin gue haha…”
“Lo sih berbelit-belit… kapan nih nyusul?” tanyaku ceria.
“Tahun ini juga lah, ya kan beb?” tanyanya sambil melirik gadis di sampingnya. Gadis itu hanya tersipu malu.
“Gue tunggu undangannya..”
“Sipp… langgeng ya..” kata Risky sambil memberikan kado kemudian menyalami kami secara bergantian.
-0-0-0-
Selesai resepsi aku pun ke kamar pengantin, tak sabar ingin membuka hadiah apa yang Risky berikan? Kubuka tergesa-gesa dan aku menemukan album besar. Kubuka halaman demi halaman, terlihat wajah-wajah polos anak SMP yang bahagia di sana, saat SMA juga dan saat-saat hidup bersama di kost. Aku dan Risky memang sangatlah narsis dan terlihat sangat bahagia di foto, paling tidak aku punya bukti perjalanan persahabatan kami. Aku masih mencintai Risky sangat dalam, mungkin hanya bisa kupendam dan kukenang.
“Apa itu Kak?” tanya Istriku.
“Album persahabatan terindah.”
TAMAT
Aduh maap kalo ancur *gelundungan* butuh masukan nih… tapi jangan dibully ya kaka2 member BF hehe sok atuh dikomentari please?
By: Yanz
SINOPSIS: Hari pertama Yanz sebagai guru magang di suatu SMA malah menyebabkan petaka buatnya, namun itu tidak terlalu berarti, karena petaka itu justru menemukannya dengan cinta.
*Yanz POV*
“Sial, aku terlambat…” desisku kesal. Dengan segera aku menyambar handuk, mandi, merapikan diri dan terakhir memasang kaca mataku sebelum aku berangkat menggunakan motorku.
Mata sipitku memandang liar kearah jalan. Jelas saja moodku rusak berat pagi ini, bukan hanya karena terlambat namun karena cuaca sangat tidak mendukung, gerimis dan aku harus bekerja. Salahkan ibuku yang selalu mendesak agar aku segera mencari pekerjaan, padahal aku masih menempuh masa kuliah di semester tiga. Tapi ibu ada benarnya, pengalaman dan intelektual harus seimbang. Hah… Harus semangat, walau pun banyanganku tentang anak SMA sangatlah menyeramkan.
Aku tersentak melihat sebuah mobil silver membuka pintu mobilnya ke arah jalan, dengan cepat aku menge’rem motorku agar tidak menabrak, kubanting setang motorku dan…
BRUUUK!!!
“Aaaaakkh…” aku memekik keras karena terjatuh dan terseret aspal setelah menyerempet pintu mobil tadi. Walau pun kecepatan motorku sudah kukurangi tetap saja kecelakaan itu tidak bisa kuhindari.
Betis dan tangan sebelah kananku terasa nyeri karena terseret motor, pasti banyak lengsek di sana, belum lagi kemejaku kotor akan lumpur karena jalan habis tersiram hujan.
Aku melirik sinis ke belakang, ternyata si pemilik mobil tidak melarikan diri. Aku bangkit kemudian mendatangi orang tersebut. Dia ternyata seorang pemuda yang mengenakan seragam SMA, dia menunduk dengan bahu bergetar.
“Kau!” ucapku nyaris membentak namun kata-kataku terputus ketika dia mengangkat wajahnya, menampakan mata yang berbinar dan menatapku dengan begitu shock. Aku pun membenarkan posisi kacamataku.
“Aku meminta maaf sebesar-besarnya atas kecerobohanku tadi,” lirihnya.
“Apa kau tau, meski pun lukaku tidak seberapa namun aku bisa saja mati terlindas truk atau apapun jika jalan ini ramai. Tindakanmu barusan sangat bodoh dan berbahaya! Anak SMA mambawa mobil, apa kau sudah memiliki SIM hah? Kau juga parkir sembarangan padahal jelas disini daerah larang parkir.”
“Jangan laporkan aku ke polisi, aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahanku lagi,” ucapnya sedikit memelas, dia mengeluarkan dompet kemudian menyerahkan banyak uang yang berlembar merah, “Ini untuk ganti rugi, kau pasti terluka. Berobatlah.”
Entah mengapa wajahku langsung memerah menatap senyumannya, “Aku tidak butuh ini.”
Dia mengerutkan kening, “Ah ya, aku sering sekali melihat orang miskin yang harga dirinya sangat besar seperti di drama-drama. Kau pasti butuh kata maaf? Aku sangat meminta maaf. Kurasa aku sudah sangat sopan untuk ukuran orang kaya,” ucap pemuda itu dengan senyuman tanpa dosa. Cih… pemuda yang berlagak ramah namun sesungguhnya sangat sombong dan memuakkan.
Aku tidak memperdulikannya, kubalikkan tubuh dan membenarkan posisi motorku. Namun aku merasa ada seseorang yang meraih tasku, rupanya pemuda tadi memasukkan sesuatu di dalam tasku, “Apa yang kau masukkan?” tanyaku dengan nada ketus.
Dia tersenyum, “Tidak ada.”
Aku memandang curiga, kulepas dan kubuka tasku ternyata isinya uang yang dia serahkan tadi.
“Kau pikir aku pengemis hah? Simpan uangmu bocah kaya!” ucapku sambil menyarahkan uang itu.
Dia masih tersenyum, “Aku Yogi Cristian, siapa namamu?” tanyanya sambil menyarahkan tangan.
Aku menatap dingin, tanpa kujabat tangannya kuucapkan namaku, “Daniel Yanuar, panggil saja Yanz,” kustarter motorku.
“Bolehkah kuminta nomer ponselmu?”
“Kurasa tidak ada hal penting yang perlu dibicarakan,” aku menaikkan gigi motorku kemudian meng’gas motorku. Sekilas aku kembali meliriknya dari balik spion, dia berdiri tegap di sana dengan senyuman penuh arti.
*
*
*
“Lain kali hati-hati,” ucap kepala sekolah dengan tegas. Aku baru saja mendapat peringatan keras dari kepala sekolah karena ketidak disiplinanku, namun aku bisa menjadikan kecelakaan tadi sebagai alasan.
Aku hanya mencuci kemejaku yang kotor tadi dengan air di toilet, aku membuka tasku untuk mengambil sapu tangan namun menemukan uang lembaran merah yang banyak jumlahnya dan setelah aku hitung ada tiga juta, pasti dari pemuda tadi. Dasar keras kepala.
Kemudian aku beranjak ke kelas XII C karena guru matematika mereka sedang tidak masuk, disini lah tugasku sebagai guru magang, yaitu memasuki kelas yang sedang kosong.
Aku menarik nafas panjang sebelum masuk kelas. Kubuka pintu dengan perlahan. Benar saja, kelas sedang hancur lebur, para anak laki-laki melempari kertas sana-sini sedangkan anak perempuan menggosib dengan asiknya, suaranya itu meledak-ledak apalagi tawa mereka, suasana yang sangat riuh. Sepertinya sebuah SMA sangat extrim untuk pemuda 21 tahun sepertiku.
“Ehem…” aku berdehem. Semuanya langsung terdiam kemudian duduk di bangku mereka masing-masing, “Punguti semua sampah yang ada di sekitar kalian!” perintahku.
Mereka hanya diam, bahkan ada yang memandang dengan wajah mengejek, “LAKSANAKAN!” bentakku kalap. Dengan segera mereka menunduk dan memunguti sampah kecuali satu orang.
“Kalau tidak mau bagaimana?” ucap pemuda yang hanya diam di bangkunya dengan kaki di atas meja, aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup kaki. Dia membuka kakinya, aku terkejut dan membulatkan mata.
“Bagaimana, Pak Daniel Yanuar?” ucapnya dengan senyumnya yang lebar, cih… dasar wajah topeng.
Ya Tuhan, ini yang kutakutkan. Ketika murid membangkang aku tidak tau bagaimana cara mengaturnya kecuali dengan kekerasan, tapi tentu saja itu tidak layak dilakukan seorang guru, “Push up seratus kali.”
Dia kembali tersenyum, “Kalau tidak mau bagaimana?” skak matt, aku cuma terpaku dan diam kalau sudah dalam posisi ini. Aku memejamkan mata dengan kuat kemudian kubuka kembali.
Kuperbaiki posisi kacamataku, “Kalau tidak mau mengikuti aturan saya, lebih baik keluar dari kelas saya,” ucapku dengan nada ketus.
Dia mengerutkan kening, kemudian memunguti sampah dengan pasrah. Yeah.. aku tersenyum penuh kemenangan, tidak menyangka satu kalimat dengan nada mematikan bisa membuat pemuda kaya sombong itu takluk.
“Selamat pagi anak-anak, selamat datang di neraka,” ucapku dengan nada sinis, “Tidak, saya hanya bercanda. Baiklah sebelum kita memulai pelajaran, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Daniel Yanuar, saya guru magang baru kalian. Ada yang perlu ditanyakan?”
“Pak boleh tau nomer ponselnya?”
“Pak apa facebooknya?”
“Twitternya apa pak?”
“Minta pin BB dong pak, biar bisa BBM-an gitu.”
Aku tersenyum geli akan pertanyaan-pertanyaan beruntun dari para siswi tadi, “Kurasa tidak ada hal penting yang perlu dibicarakan.”
“Yaaah…” para siswi itu mendesah kecewa akan jawabanku.
“Come on, semua orang punya privacy kan. Baiklah kita mulai pelajarannya, buka halaman 28.”
*
*
Setiap kelas memiliki empat mata pelajaran perharinya, tadi pagi aku mengisi kelas XII C, KELAS XI A, X B dan terakhir kembali ke kelas X A. Meski pun sekolah Negri ini elit dan berakreditasi A tetap saja yang namanya murid nakal tidak pernah lenyap dari sekolahan. Maklum lah, tahun lalu juga aku masih merasakan masa-masa SMA tentu aku tau bagaimana nakalnya. Sepertinya aku harus sungkem dengan para guruku dulu karena aku pernah nakal dan sekarang aku terkena karma. Sudahlah jangan mengeluh, aku harus tetap semangat karena fakultas keguruan ilmu pendidikan memang pilihan utamaku, dan menjadi guru memang mimpi realistisku.
Aku heran, kenapa aku selalu memikirkan pemuda yang bernama Tian tadi? Bukankah dia menyebalkan? Tapi tidak bisa dipungkiri senyumnya sangat mempesona. Tapi meski pun aku gay aku tidak akan semudah itu jatuh cinta, apalagi dengan bocah ingusan seperti dia. Ayolah Yanz, fokus dengan kuliah dan profesimu! Hilangkan bayang-bayang pemuda itu, cintaku terlalu mahal bahkan tidak bisa dibeli dengan uang tiga juta yang telah dia berikan.
Aku berjalan dengan tegap dan cepat, di depan ada tikungan lorong dan…
BRUUK!
KREEK!
Mulutku menganga lebar, aku bertabrakan dengan seseorang meski pun tidak terjatuh tapi kacamataku pecah. Kuremas tanganku geram.
Kupasang kacamataku yang pecah namun penglihatanku lebih baik dari pada tidak menggunakan kacamata, “Kau lagi? Kenapa kau selalu membawa petaka bagiku. Sial sekali aku bertemu denganmu hari ini!” ucapku kesal.
“Maaf Kak Yanz, mungkin kita berjodoh sehingga selalu dipertemukan meski pun dengan cara yang menyebalkan,” dia mengacak-acak rambutku gemas. Aku terbelalak, sikap macam apa barusan? Apa karena aku lebih pendek darinya sehingga dia memperlakukanku seperti anak kecil? Kutepis tangannya dengan kasar.
Tanpa bersuara aku kembali berjalan namun dia menarik lenganku dari belakang, “Apa kau bisa menyetir dengan kacamata rusak seperti itu? Pulanglah bersamaku, aku akan mengantarkanmu sampai tujuan dengan selamat.”
Aku mengabaikannya dan berjalan meninggalkannya. Tapi dia berlari cepat kemudian mendorong tubuhku ke dinding, aku shock. Kulihat kanan-kiri sangat sepi. Dia tersenyum dengan posisi tangan yang mengunci gerakanku. Tangannya mulai bergerak ke rambutku, usapannya turun ke keningku, pipiku dan terakhir bibirku.
“Aku menyukaimu…” ucapnya dengan senyuman merekah.
*
*
Aku berguling-guling di kasurku. Susah sekali menghilangkan bayangan pemuda itu, sihir apa yang dia gunakan sehingga bisa membuatku segila ini di awal pertemuan? Sekuat mungkin kutepis perasaan itu, aku yakin itu hanya rasa suka sesaat yang bisa hilang kapan saja.
Kututup wajahku dengan bantal kemudian aku berteriak meluapkan semua emosiku, kutarik nafas kemudian mengingat kembali kejadian tadi siang…
“Aku menyukaimu…” ucapnya dengan senyuman merekah.
Wajahku merah padam sekarang, “Kau gila!”
Dia meraih tanganku, dibukanya tutup pulpen dengan mulutnya kemudian menuliskan angka-angka di sisi tanganku, “Sms aku ya!” kemudian dia mengecup bibirku singkat dan berlari. Bodoh! Kenapa aku sangat bodoh, sepasrah itu ketika dia mendekatkan wajah dan menempelkan bibirnya! Apa dia benar-benar penyihir yang bisa membuat detak jantungku berhenti beberapa detik hingga aku tidak mampu bergerak?
Kulirik tanganku, nomernya mulai pudar karena aku mandi. Lupakan, aku tidak boleh menghubunginya! Kupeluk guling kemudian memejamkan mata. GILA! Aku tidak bisa tidur, meski pun mata terpejam tapi kesadaran tak mau hilang.
-ini yanz… save- terkirim ke Tian.
Tak lama kemudian HPku berbunyi, -kak yanz! Akhirnya kau sms juga-
Ya begitulah, banyak lagi sms kami yang kurasa tak terlalu penting untuk dibicarakan.
*
*
Keesokan harinya aku melihat Tian tersenyum girang di depanku, dia meletakkan tangannya di belakang kemudian dengan wajah girang dia menyerahkan kotak kado berwarna pink dengan pita, “Untukmu!” ucapnya semangat.
What the hell, dia pikir sedang memberikan kado kepada gadis yang sedang berulang tahun yang ke 17 hah? Dengan wajah datar aku mengabaikannya namun dia kembali menghalangi langkahku. Dia memaksaku mengambil kadonya, alisnya bertautan tanda dia kecewa. Aku menghela nafas pasrah, kuambil dan kubuka kado tersebut. Ternyata sebuah kacamata baru, aku tersenyum. Memang ini yang sangat kubutuhkan, “Thanks…” ucapku singkat dan tersenyum tipis.
*
*
Tian, Tian dan Tian… dia selalu berusaha mencari perhatianku setiap hari, meski pun musim hujan sudah pergi dia masih saja mengusikku. Rasanya… antara suka dan kesal, tapi aku sudah sangat terbiasa dengan kehadirannya.
“Kak Tian, aku suka kakak.. maukah kakak menjadi kekasihku?” kulihat ada seorang gadis belia berdiri di hadapan Tian di dalam kelas, ada begitu banyak anak kelas XII C di sana namun gadis itu begitu berani.
“Terima! Terima! Terima!” semua orang di dalam kelas bersorak riuh. Tiba-tiba dadaku sesak, aku berbalik dan berlari.
Mataku berkaca-kaca, sebisa mungkin kutahan air mataku. Di belakang sepertinya ada langkah lari yang lain, aku berbalik kemudian menemukan Yogi menerjangku dan mendorongku ke dinding. Dia mendekapku, dagunya di depan bibirku dan aroma manly-nya menyeruak. Aku terengah-engah, tubuhku mengigil karena marah dan malu membaur menjadi satu.
“Jangan takut, aku menolaknya. Karena aku memilihmu…” bisiknya lembut, aku memeluk pinggangnya kemudian membenamkan kepalaku di lehernya. Kami tak perduli ada puluhan pasang mata yang menyaksikan kemesraan kami.
*
*
-lama sekali- smsku terkirim ke Tian.
-nih lagi otw kak yanz- balasan dari Tian.
Aku mempersiapkan meja makan yang ada di tempat kost-ku sedemikian rupa, malam ini aku mengundang Tian untuk pertama kalinya ke kediamanku. Aku memang tidak pernah mengatakan ‘Aku juga mencintaimu’ namun dia pasti tau perasaanku dari bahasa tubuhku, walau pun aku tidak mengatakan ‘Kita resmi jadian’ seperti kekasihku terdahulu tapi kurasa langit pun tau jika kami bersama sekarang. Sudah terlalu lama hati dan raga ini sendiri, kufikir hatiku telah mati dan tak akan bisa mengecap indahnya cinta lagi setelah sakit hati berkepanjangan yang pernah kualami.
Tok… Tokk…
Dengan cepat aku membukakan pintu. Aku tersentak, he’s so different to night, dia memakai kemeja coklat dengan rambut yang rapi dari biasanya, parfum yang menggoda dengan sekotak coklat besar di tangannya, “Tadaa… ini kesukaanmu Kak Yanz..” ucapnya riang. Aku masih tercengang, dia sangat manly… dia bukanlah anak SMA di mataku sekarang.
“Masuk gih…” ucapku datar.
Kami duduk berhadapan di meja makan sekarang, aku sangat kikuk sehingga suasana jadi kaku. Tian menatapku nakal, dia menggenggam tanganku, aku tersentak.
“Tangan Kak Yanz lembut ya..” dia mengecup jemariku. Wajahku memerah.
“Mending dimakan dulu nih, susah payah kumasak masa hanya ditatap.” Aku menarik tanganku.
“Masakan Kak Yanz? Aku jadi mau menikahi Kak Yanz biar bisa selalu dimasakin…”
Dengan kikuk aku mengambil sendok dan garpu, wajahku walau pun memerah tapi kupaksakan memasang mimik datar dan tenang. Dia masih menatapku dalam-dalam seolah dia akan melahapku.
Aku tidak berani menatap matanya, dengan cepat aku menyuap nasi, “Kak Yanz…”
“Hnn?” gumamku pelan. Dia tersenyum menatapku.
“Ada nasi di bibirmu! Haha..” aku menekuk muka karena dia tertawakan, aku pun menggerakkan tangan untuk menyeka bibirku namun dia menahan tanganku, dia berdiri dan mendekatkan wajahnya, dilumatnya bibirku. Aku ternganga shock sedangkan dia tertawa melihat ekspresiku setelah lumatan tadi.
“Aku menyayangimu…” lirihnya, kali ini dengan tatapan serius.
“Thanks buat sayangnya, jangan tinggalkan aku,” aku tersenyum manis untuknya.
Malam itu, kami memadu kasih penuh gairah dan rasa cinta, mengekspresikan segenap perasaan yang selama ini terpendam, lenguhan dan erangan terdengar begaikan alunan indah untuk kami, meski pun kenikmatan ini berawal dari rasa sakit tapi aku sabar menunggu, kehangatan dan senyumannya mampun menjinakkanku.
“Kau lahir tahun berapa enghh..” bisikku pelan.
“1995, memangnya kenapa Kak Yanz?”
“Kenapa kau sesexy ini? Ummhh…” kulumat bibirnya dengan lembut.
Dia tersenyum lembut, sangat tampan. Malam itu, dia merobohkan benteng pertahananku, tubuh dan hatiku miliknya.
Jika hatiku batu, maka Tian adalah air. Sekeras apapun batu, akan lapuk juga tersiram air.
TAMAT
Komentar ya? Karena komentar kalian adalah semangat yanz agar tetap menulis. n___n
Fb: http://m.facebook.com/daniel.yanuar4/
Want more!
Ancur??? Nggak ah.. Penggambaran untuk persahabatan mereka cukup jelas... Dan lainnya oke.
Gak tau deh gimana org, tp gw pribadi sempat ketawa lepas...
You're still Yanz. :-*
Jadi senym2 sendiri.
Oya, pny rencana nulis cerbung ga @yanz_BCG? Kalo ada, kabari gw ya..
Hehee...
And...
Gw jujur suka ma cerpen2 yg lu buat yans
Suka banget malah...
Saran gw antara judul ma paragraf pertama di kasih jeda, biar kami sebagai pembaca nyaman aja liatnya heee
Maaf ya gw banyak omong
By: yanz
WARNING: cerita ini hanya fiktif belaka, kayanya pernah nyata sih. Dimohon jangan tersinggung liat aja gimana ujungnya. Suka gak suka silakan baca XD
#Dimas POV#
PROKK PROOK PROOKK...
Tepuk tangan bergemuruh setelah perfom terakhir yang diwakili cherrybelle. Gue dengan semangat ngasih standing applause dengan senyum merekah.
Malam itu gue dan beberapa temen datang ke konser amal para girlband dan boyband indonesia, lengkap lah ada Sm*sh, Xo-IX, CJR, S9B, S4, Chibi, Princess, supergirlis, eh JKT48 juga nyempil tuh. XP
Nah saat gue riang gembira tersebut, ada kicauan rese yang ganggu gue dari samping.
"Halah.. Girlband plagiat doang dihebohin. Mending JKT48 kemana-mana..." cerocos cowok asing yang kebetulan duduk di samping gue.
"Eh gak usah lebay lo, ini masalah selera. Kalau lo gak suka chibi ya gak usah banding-bandingkan dengan GB JKT48 juga dong. Mereka itu cuma menang jumlah, masalah kualitas kurang lebih. Capek-capein doang bawa-bawa nama jepang."
Cowok asing tadi jadi panas, "Eh apa-apaan lo, JKT48 itu bukan GB tapi idol grub. Gak usah banyak bacot lo!"
Gue nyengir licik sambil memutar bola mata, "Lah lah.. Kumat deh alaynya fans JKT48. Rata-rata pada lebay ya, masalah nama doang diperbesarkan. Mau idol grub atau GB sama aja!"
"Eh eh orang awam, gak usah sotoy lu. Sini gue bukain google, tau google kaga? Katro lo kaga tau. Nih buka mata lo lebar-lebar GB dan idol grub itu BEDA!"
"Satria udah lah, ngapain sih debat gak penting..." bujuk temen cowok asing nyolot tadi, oh namanya Satria toh..
"Gak bisa! Gue harus selesaikan masalah gue sama Twiboy alay ini..." ucap Satria nyolot sambil nunjuk-nunjuk muka gue.
"Hoaam..." gue sok nguap dengan muka cuek supaya kesannya meremehkan doi.
Temen-temen gue udah ngajakin pulang, gue juga udah siap-siap eh ternyata si cowok nyolot ini narik bahu gue, "Eh pengecut mau kemana hah? Urusan kita belum selesai."
Sebenarnya gue males banget ya ngeladenin cowok ABG labil yang kayanya masih 17-an ini, gak ada gunanya toh buat gue. Tapi kalau dia nantangin siapa takut, "Duluan aja guys.." gue ngelirik rombongan gue. Mereka nepuk pundak gue. Gue busungin dada kemudian mendekati Satria hingga ketahuan tingginya cuma sampai dagu gue, "Terus mau lo apa bocah?" gue sentil keningnya.
"Woi lo jangan main kasar dong..." dia dorong dada gue hingga gue mundur. Gue seka dada gue dan usap rambut gue yang mirip Arthur S4 #LOL
Ya kata temen-temen tinggi, kulit dan rambut gue mirip Arthur cuma muka gue kaya Sule LOL
Kaga lah, gue tampan kali, rahang gue tegas susah dijelaskan lah ketampanan gue yang terlalu tampan di antara pria tampan ini.
Kembali ke topik, gue sok cool aja ngehadapin fans anarkis kaya Satria ini, gue jamin bakal takluk nih anak dalam hitungan menit. Dimas diajak ribut.
"Siapa yang kasar sih? Anak mami ya lo. Aduh mewek disentil doang hidungnya gawat nih gue gak punya dot. Sini nenen sama kakak.." ejek gue sambil ngetekin Satria.
"Aaaarghh bajingan lo..." Satria ngegigit tangan gue. Gue cuma gigit bibir dengan kesal sambil mengusap tangan gue yang merah bekas giginya. Parah ni anak, tekupas kulit gue. Itu gigi kaya kucing parah, tajam mamen..
Waktu gue mau jitak Satria eh ada petugas keamanan yang negor kita, "Maaf mas, gedungnya udah mau ditutup. Kalau ada keperluan silakan selesaikan di luar."
"Awas lo, gue tunggu." ucap Satria sambil ngasih jari tengah. Wew sadis.
####
Setelah di luar kita berdiri berhadapan, Satria ngasih tatapan tajamnya. Ngapain nih? Duel? Atau adu cipokan maut .. Aduh ngawur dah gue.
"Mau lo apa sih?" kata gue sambil ngebungkuk sejajarin tinggi.
"Tarik kata-kata lo! JKT48 itu bukan GB"
"Heleeh heleh.. Indonesia itu kenalnya GB, sama aja lah. Ribet amat." ucap gue meremehkan, ngupil sambil natap langit.
"Beda baka! Rese amat ya lo jadi orang. Mikir dong mikir. GB itu cuma bisa nyanyi dan jejingkrakan. Kalau idol grub itu mereka emang belum matang tapi dilatih, mereka multytalenta bisa akting, main musik dan presenter."
"Hadoh apa bedanya, Chibi juga sering akting bahkan mereka sudah main layar lebar."
Satria mendelik kesal, "Payah twiboy oh twiboy, akting sok imut dan gak natural gitu apa yang bisa dibanggakan!"
Gue nyengir polos, "Paling gak mereka bisa ngehasilin uang..."
"Uang dengan cara plagiat? Adoh mutu mereka gak ada.."
"Penting emang mutu. Yang penting mereka cantik, dance rapi, lagunya easy listening. Mau plagiat, gak mutu dsb itu bukan urusan gue yang penting gue terhibur."
"Ini yang namanya fans selera rendahan!" bentak Satria.
"Oh ya kah selera tinggi, terus apa untungnya buat lo kalo selera lo tinggi? Gak ada. Lo cuma cuma fans. Lo belain JKT48 habis-habisan juga gak ada artinya buat mereka. Mending lo pulang. Besok sekolah."
Satria langsung menepuk jidat begitu mendengar kata sekolah, "Gaah sial, gara-gara lo gue ditinggal rombongan. Gue kan janjinya pulang sebelum tengah malam. Udah jam 1 mana ada kendaraan umum!"
Gue juga ikutan menghela nafas, baru ingat besok ada jadwal pemotretan. Bisa mampus gue jadi model baru udah blagu pakai acara bolos.
Kami celingukan gak jelas sampai lupa akan debat kami, begitu ada taxi yang berhenti kami langsung mau rebutan masuk, "Eh gue duluan ngincar taxi-nya mending lo hussh hussh.."
"Ngalah aja lo, gue lebih perlu!" bentak Satria.
"Gue juga perlu bocah!" teriak gue sampai nyembur.
"Enak aja lo ngatain gue bocah!" Satria dorong gue kasar.
Kami pun bertengkar nyaris adu jotos namun dihentikan akan rasa keterkejutan plus penyesalan melihat taxi kami direbut orang lain.
Gue lepas cengkraman gue di kerahnya. "Ini gara-gara lo!!" tuduh gue kesal.
"Enak aja.. Ini gara-gara lo!"
"Aaarghh.. Udah lah.. Capek gue debat." teriak gue menyudahi.
Dan sialnya malam menjelang pagi itu dihiasi rintik hujan yang semakin besar dan terjadilah hujan lebat. Oh God why~ OTL
Kami meringkuk kedinginan di teras gedung di sebuah stasiun tv itu. Menunggu keajaiban tiba.
Hp gue mati batrenya, HP dia ketinggalan. Kami kaya gelandangan aja begini.
Waktu ada taxi di sebrang jalan arah jalur sebelah karena di depan kami ada jalur hulu hilir, Satria berlari menerjang hujan tanpa melihat kanan kiri. Ternyata ada mobil berkecepatan tinggi nyaris menabrak Satria kalau gak gue tarik badannya ke dekapan gue.
Satria mendongak menatap gue, dia shock karena nyaris mati. Taxi pun lewat begitu saja terpaksa kami kembali kepinggir lagi.
Gue merinding tapi Satria yang hanya mengenakan kaos berkerah itu lebih bergidik kaya anak kucing kecebur got. Gue empati jadi jaket kulit gue yang dalamnya masih kering gue selimutin ke punggungnya terus gue pasang muka sok cuek.
Dia noleh ke gue, "Thanks..." ucapnya lembut.
DEG...
Gak tau kenapa dada gue langsung kaya ditusuk panah cupit cinta cuma karena nada bicaranya. Waduh gawat.
Dia bersin berkali-kali dan mengucek hidungnya gemas, "Mending lo tidur.." ucap gue. Gue tarik kepalanya biar rebahan di paha gue.
Eniwei, I feel so gay now..
Dia cuma berani lirik gue sebentar. Setelah itu merem. Dan akhirnya dia terlelap dengan polos bagaikan bayi.
#####
Gue udah ada dirumah bersama Satria karena gue gak tau alamatnya, doi gue bangunin nyenyaknya kebangetan kaya orang koma jadi gue gendong. Untung kurus, kalau gembul ya gue gelundungin aja ke laut.
Dia demam cuma karena hujan secuil. Gaya doang sok preman, isinya hello kitti.
Gue usap kepalanya terus gue kompres. Matanya bergerak, kayanya bakal bangun nih anak dan eng ing eng bangun juga.
"Makan dulu gih, setelah itu lo bisa minum obat." kata gue sambil ngasih nampan isi bubur ayam sama gelas dan obat.
Dia shock ngelihat bajunya sudah ganti dan berada di tempat asing, "Dimana gue!"
"Di kosan gue.." jawab gue malas.
"Baju gue siapa yang gantiin!!!"
"Gue lah.. Siapa lagi? Tapi lo jangan khawatir gue gak perkosa lo kok, cek deh selangkangan lo apa keperawanan lo udah ilang..."
"Asem.. Lo kata gue punya keperawanan. Risih aja gue ada orang lain liat badan gue." katanya ketus dengan muka merah.
"Gue liat badan lo toh batang lo kaga ilang ini, ngapain khawatir. Ketahuan kuper lo gak pernah telanjang massal." kata gue cekikikan.
"Ngawur lo!"
"Udah ah.. Jangan kebanyakan bacot, makan nih. Biar gue bisa pulangin lo ke ortu lo dengan sehat walaifiat. Gini gini gue bertanggung jawab." ucap gue sombong sambil nepuk-nepuk dada.
"Hm.." gumam Satria dingin.
"Nama lo Satria kan? Gue Dimas.."
"Iya gue Satria."
"Kayanya lo masih anak sekolahan ya?"
"Yoa bentar lagi gue lulus.. Lo sendiri kuliah apa kerja?"
"Gue entertainer.." jawab gue narsis.
"Kok gue gak pernah liat lo di TV?" nyolot Satria.
Gue jitak kepalanya pelan, "Gue pendatang baru walau cuma figuran lah yang penting masuk TV. Lu aja gak exis. Gue model juga di majalah, pasti lo gak pernah baca majalah!"
Satria mendengus, "Paling majalah iklan Beha."
Gue ketekin tuh anak biar mabok sama ketek gue. Hobi amat cari masalah.
Gue tiupin bubur yang masih hangat kemudian suapin doi, "Aaa buka mulutnya, pesawat mau masuk.."
"Apaan sih lo. Gue bukan anak kecil, bisa suap sendiri."
"Gapapa, biar gue suapin." gue masih mau nyuapin dia. Dia makan dengan bahasa tubuh sedikit canggung. Kayanya gak biasa dimanja gini.
Walau dia cuma makan setengah mangkok, gue kasih obat. Gue dekatin merapat dan usap keningnya, "Masih panas. Lo baring lagi deh.. Ada yang sakit gak badan lo?" tanya gue sambil rebahin badannya.
Gue turun ke kaki dan pijitin telapak kakinya, "Lo tuh aneh. Kok perhatian banget sama gue?" tanya Satria kikuk.
"Karena gue cinta sama lo, makanya gue jagain lo.."
"Hah? Hahaha becanda lo lucu, lucu sumpah sampai geli perut gue.." Satria malah ketawa.
"Emang gue ada tampang-tampang becanda?" tanya gue.
Satria melotot, "Serius lo?"
Gue kembali duduk di sisi pinggangnya, "Dua rius.. Kenapa? Gak boleh gue cinta sama lo? Hak gue dong mau cinta sama siapa.."
"Bukan kaya gitu caranya nembak orang, lu tuh serius gak sih?!" protes Satria.
Gue genggam tangannya, menatap serius. "Aku cinta kamu.."
Satria shock dan mundur, "Ke-kenapa bisa cinta gue?"
gue garuk-garuk kepala bingung, "Kalau gue tau alasan kenapa gue cinta maka bukan cinta namanya. Cinta itu datang begitu aja di hati gue."
Satria masih mikir, dia baru pertama kali ditembak cowok kayanya. Gue juga baru kali ini cinta cowok.
Gue naikin lutut ke kasur, gue merangkak naikin badannya, "Lo mau ngapain?!" teriaknya.
"Gue mau nyium lo.." sebelum sempat Satria protes, bibir kami telah bersatu. Satria memejamkan matanya, dia sempat menolak walau pada akhirnya luluh dalam ciuman kami.
####
Kami pun meresmikan hubungan menjadi sepasang kekasih, terlalu cepat emang tapi cinta itu tak mampu ditebak kapan datangnya.
Gue bukan orang yang mudah jatuh cinta makanya gue jagain banget Satria. Kami sering hunting konser idola masing-masing. Perbedaan bukan halangan buat bersatu, justru perbedaan itu yang menyatukan kami, kalau gak ada acara debat kemarin gak bakal kami saling mengenal.
Gue sebagai yang lebih dewasa nyoba ngalah dan pengertian aja biar gak fan war sama kekasih sendirinya, pada intinya semua orang bebas menentukan idola mereka masing-masing. Ini masalah selera.
Gak ada gunanya fan war, karena percuma kita belain artis, meninggikan artis idola kita karena mereka cuma manusia biasa yang kentutnya bau.
Intinya, Gue suka Chibi dan Satria suka JKT48 itu warna tersendiri buat kami. Yang terpenting adalah saling menghargai aja.
TAMAT
Maaf yo kalau menyinggung idola kalian, aku gak mau nanti kalian debat disini. Damai itu indah. .
Komentari ceritanya ok.
Maap yee te'es gue serasa familiar banget, mungkin tema sama awal mula cerita karena permainan kelasik kali yak, tapi beneran familiar deh serasa dulu- duluu yaaaa. Dulu pernah bacaaa...
Kalo keritiknya sih, elo kan pakek narasi (gue - elo) nih, jangan formal ngomongnye jadi jengah bacanya, gini yak kalo lo pakek gue - elo. Usahain "melinggalkannya saja gue tidak pernah rela" --- yang begitu kebacanya nggak enak, elo-gue sekalian nggak usah pakek yang formal, kalo aku-kamu baru nyocok sama penjabaran lo, posisiin sebagai pembaca dulu enak nggak ? Baru post, itu sih saran dari aamaatiran kek gue, nggak di denger nggak ngapa juga sih.