It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Alvalian_Danoe maaf lama apdetnya,
makasih udh mau baca ka alva
hah si joe mesra2an dmna tuh? pohon tangkil, pohon bambu atau jgn2 di kebun salak?
welehh
untung aq ama kim di semak sebelah ga ktauann
>_<
#laridiamdiam
penasaran nih.. 8->
soalny lgi bnyk tugas.
maff !
oke, lanjut ke part berikutnya.
tpi maff klo cuma dikit
[9]
Haaa? Aku masih tidak percaya...
Ternyata dia juga....
Ah! Shit!
Aku berlari menuju tempat kakakku menunggu.
"Bang..."
"Hmmm?"
"Pulang sekarang!" kataku datar.
"Kok?.... Kenapa, Ken?" tanyanya tidak percaya.
"Pokoknya, aku mau pulang!" kataku tegas.
"Lu aneh banget, Dek! Kita baru juga nyampe!"
Aku terdiam dengan ekspresi cemberut. Beginilah aku..., jika permintaanku tidak dikabulkan.
"Iya, sudah!" katanya sambil menarik paksa lenganku.
"Ih, lepasin! Sakit!" ketusku sambil masuk ke dalam mobil.
Dia melepaskan tanganku. Lalu masuk kedalam mobil dengan membanting pintunya keras. Ah, masa bodoh.
"Lu mau bales dendam sama gua gara-gara tadi! Ngga gini, Dek caranya!" ketusnya. "Apa lu kesurupan pas di kamar mandi tadi!"
"Kalo ga tau alasannya mending diem!"
"Apa alasannya. Bener kan kata-kata abang tadi? Capek-capekin aja! Baru juga masuk udah mau pulang gitu! Malu-maluiin. Emang ga pernah peka ya lu!"
Aku memandangnya. Ih, gila nih! Ngapa sih aku bisa dapet abang seperti dia. Menyimpulkan sesuatu seenak jidatnya saja!
Aku membuang tatapanku ke luar kaca. Selema dalam perjalanan, kami saling diam dalam dunia masing-masing.
Sesampianya kami dirumah. Aku langung berlari menuju kamarku dan membanting pintunya keras. Bodo' dah, dia mau marah-marah.
Sekarang perasaanku campur aduk. Sedih, seneng, kecewa, marah, campur jadi satu, kaya es cendol.
Ah, lebih baik aku mengistirahatkan pikiran dan hatiku sekarang. Ya, tidur.
***
"Bangun, Ken!" sayup-sayup kudengar suara Mama sambil mengguncang tubuhku.
"Eehhhh?" kataku sambil menggeliat. "Ih, kenapa sih, Mah?"
"Ini, udah sore, kamu ngga mau pulang ke asrama?" sindir Mama.
"Iyaaaaa!"
"Yasudah, kamu dianter abangmu ya. Papahmu tadi barusan
pergi lagi. Katanya ada urusan di kantor," ujarnya.
"Aish! Yayaya!"
"Yasudah
Setelah itu aku keluar dari kamarku menuju ruang makan. Kulihat si Simon lagi makan disana.
"Bang, anter adikmu, pulang ke asramanya ya," ujar Mama.
"Ngga ah, Ma!" tolaknya. Ugh! Siapa juga yang mau dianter
sama dia.
"Gimana? Papamu sedang pergi. Kamulah yang mengantar."
"Maaah!"
"Kenapa sih, Mon, segitunya sama adik sendiri."
"Dianya, Mah! Dia yang gitu deluan sama aku! Dia yang udah
buat aku marah! Belaiin aja dia terus!" ujarnya keras.
Aku tercengang mendengar pernyataannya.
"Simon!" ujar Mama kesal.
"Ugh!" desahnya.
"Sudahlah, ngalah sama adikmu. Ga usah segitunya juga.
Kamu kan udah besar bukan anak kecil lagi. Pikirannya juga
harusnya sudah dewasa. Kalau adikmu ngambek, jangan dibales ngambek juga," kata Mama.
Aku hanya berdiri dalam diam saja. Tak tahu harus bicara apa.
"Kalian kalau berjauhan. Bilangnya kangen! Giliran deket, semarah-marahan gini! Kalian udah besar! Jadi ga usah bersikap seperti anak kecil kagi!" lanjutnya.
"Ken! Kamu ngga ingat bagaimana kamu saat abangmu mau kuliah di jakarta?" tanya Mama menyelidik.
Ehm, aku ingat saat itu aku berusaha mempengaruhi Papa agar Simon tak usah di beri izin untuk kuliah disana. Karena pasti keadaan rumah akan menjadi semakin sepi. Aku sering ditinggal sendiri dirumah saat itu.
"Mon! Ingat ngga saat adikmu bilang mau masuk asrama?" tanya Mama lagi.
Simon yang sedang meminum air putih seketika terselak dan menyemburkan airnya keluar. Haha
Aku tak tahu apa yang dia pikirkan. Jadi penasaran. Anytime, aku tanya ke dia.
"kalian itu harus akur-akur. Jangan berantem terus. Bang, kau juga jangan buat marah adikmu. Jaga dia," nasihat Mama.
"Yasudah anter adikmu sana, udah sore, nanti kemalaman kamu pulangnya,"
"Ehh, Iya!" jawabnya terpaksa.
Beberapa saat kamudian. Kulihat Simon menuju keluar rumah dan masuk kedalam mobil, aku mengikutinya dari belakang.
"Cepat masuk!" bentaknya.
Aku menyeret langkahku masuk kedalam mobli. "Ga usah pake bentak-bentak bisa ngga!" kataku sedikit keras.
"Huh!" gumamnya.
Perlahan mobil mulai melaju.
Selama di perjalanan kami diam. Sibuk dengan dunia masing-masing. Aku menatap keluar jendela. Menyapu semua pemandangan yang berada diluar.
"Dek, lu masih marah?" tanyanya pelan, memecahkan keheningan.
"Ngga," jawabku singkat.
"Yasudah, abang mau tanya. Kalo bukan karena hal itu, kenapa tadi Kenda ngajak cepet pulang?" tanyanya menyelidik.
Aku tak berani bohong padanya. Tapi, bagaimana aku bisa mengatakan apa yang kulihat tadi padanaya.
"Adakalanya masalah yang terjadi, tidak dapat di ceritakan pada orang lain," jawabku diplomatis.
"Aku bukan orang lain, aku abangmu!"
"Bukan begitu maksudku. Tapi, adakalanya lebih baik hanya aku saja yang mengetahui dan merasakannya tanpa perlu orang lain tahu, termasuk keluarga, teman dekat sekalipun," ujarku.
"Dek, abang juga seperti ini, karena abang peduli padamu! memang benar, dari dulu kamu orangnya ga pernah peka terhadap orang lain!"
Aku tersenyum miris mendengarnya. "Bang! Abang ga tau kan masalahku! Kisahku! Jadi, apa berhak abang bicara seperti itu?"
"Maksudmu apa?!" teriaknya keras lalu menghentikan mobilnya. "Kau tak menganggapku lagi? Apa alasannya?!"
"Bang! Bukan begitu maksudku!" kataku tak kalah tinggi.
"Apa abang tahu masalahku disekolah? Dirumah? Dilingkungan teman? Apakah abang tau rasanya dijauhi teman-teman? Apakah abang pernah divonis bersalah pada teman-teman abang, padahal abang tak pernah melakukan kesalahan. Apakah abang pernah merasa kesepian? Pernah merasakan jenuh? Ketika orang lain pada berkumpul dan berbicara sesuatu yang tak abang mengerti. Ketika semua orang berolahraga dengan senang, abang hanya bisa melihat dari kejauhan. Ketika abang harus menunggu teman-teman abang yang selesai berolahraga? Ketika abang dihantui perasaan takut akan penyakit asma yang kapan saja bisa datang? Apakah abang mengerti! Tahu?" aku mengungkapkan perasaanku sebenarnya. Meski ada beberapa hal yang tak bisa kuberitahu padanya. Tapi, itu cukup jelas untuk merangkum semuanya.
Aku tak kuasa menahan tangisku. Terlihat begitu cengengkah? Sebenarnya aku tak mau menangis. Hanya menunjukkan kelemahanku saja. Tapi, bagaimana hatiku sudah bergemuruh sejak tadi. Ah, setidaknya aku lega sekarang.
Ugh, kenapa aku belum berhebti menangis juga. Aku mendongkakkan kepalaku keatas. Agar air mataku tak keluar lagi.
Dia hanya diam? Bukankah aku sudah menjawab pertanyaannya.
Tiba-tiba saja dia memelukku erat. Erat sekali. Pelukan kasih sayang seorang kakak pada adiknya. Begitu hangat. Seperti pelukan Papa. Aku tak ingat, kapan terakhir kali dia memelukku.
"Berhentilah menangis!" ujarnya lirih masih sambil memelukku. Apakah dia menangis juga.
"Ayolah berhenti menangis!" ujarnya smbil terisak. Aku tersenyum.
"Sudah, bang," kataku.
"Maaf!" ujarnya lirih. "Apakah aku masih bisa menjadi abangmu?"
"Aku tidak marah padamu, Bang! Sampai kapanpun, kamu
tetep jadi abang yang terbaik yang aku miliki!"
"Makasih, dek!" ujarnya sambil melepaskan pelukannya.
Aku tersenyum.
Sesampainya aku disekolahku. Aku langsung berpamitan pada abangku. Sedih juga, barusan ketemu dengan kisah yang tak mengenakkan, sekarang sudah berpisah lagi. Aku tak membawa apa-apa. Karena memang barang-barangku semua masih diasrama.
"Bang, aku pamit ya," kataku.
"Iya, jaga dirimu baik-baik, kalo ada masalah telpon aja abang," ujarnya sambil mengacak rambutku.
"Sip!"
***
@jokerz okesip kaka :-bd . makasih udah mau baca
@rendraPR stttt, diem"
monggo dilanjut bacanya
@Alvalian_Danoe maff, klo lama. tpi pasti aku lanjut kok
@Silverrain ih, parah. ga elit maen disitu
@Beepe okesip, kaka. makasih udah mau baca
@yuzz lukira, warung sebelah -_- pake pertamax. Mungkin klo wrung ini agak dibedaiin kali yak? Hahaha
Getok @yuzz pake tongkat Axel
Pertamax di page 9?
=_=
@littlebro biarin yg penting alami
Back to nature
Yokk lanjut~!