It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sejak tadi Fadli dan Argo asik memainkan game ini. Aku dan Sam harus menunggu giliran kalau salah satu di antara mereka game over. Hah, tapi yang paling menyebalkan adalah kedua anak ini gamers sejati, jadi kalau mereka mendapat giliran main berdua pastinya game akan berlangsung lama.
“Ah cepetan donk Fad, Go. Pengen main juga nih!”
“Yeh sabar donk bang lagi seru ini. Kan perjanjiannya adalah kalo game over baru deh kita switch. Ya kan Fad?”
“Benul sekali, ehehhe.”
“Udah Ko daripada garing nungguin mereka mending kita main kartu berdua.”
“Yah masa main kartu berdua Sam mana seru!”
“Yah ga papa lah, kita main “bridge” nanti siapa yang kalah hukumannya truth or dare biar seru. Gimana?
“Hmm oke boleh-boleh, siapa takut!”
Dan pertandingan kartu pun dimulai. Sam mengocok kartu dan membagikannya untuk kami berdua. Belum tahu si Sam kalo aku jago main “bridge”. Setelah 5 menit berlalu pertandingan pun aku menangkan tentu saja. Kemudian Sam pun harus memilih untuk truth or dare. Sam memilih dare. Ide isengku pun muncul. Aku menyuruh Sam mengambil tomat di kulkas dan memasukkannya ke dalam kaos Argo dan Fadli. Tanpa berpikir panjang Sam pun langsung mengeksekusinya. Nampaknya dia juga dengan senang hati mengerjai mereka berdua. Ardo dan Fadli pun kaget dan menggeliat kedinginan ketika tomat dimasukkan ke dalam kaos mereka. Lucu sekali melihat tingkah mereka. Apalagi ketika mereka menggerutu sambil tetap berkonsentrasi pada gamenya.
Game kedua pun dimulai. Kali ini ternyata Sam berhasil mengalahkanku. Aku memilih truth karena nampaknya lebih mudah untuk dikerjakan.
“Hmm kamu lagi ada masalah yah ama Ben?”
“Harus jujur ya?”
“Iya donk, kan truth.”
“Iya sih, tapi cuma masalah kecil kok. Gak terlalu penting.”
“Memang masalah apa?”
“Eitss kan cuma satu pertanyaan , hehehe.”
“Oh iya aku lupa, OK kita main lagi.”
Untung saja hukumannya cuma berlaku untuk satu pertanyaan. Jadi aku nggak perlu membeberkan masalahku dengan Ben. Game selanjutnya pun dimulai. Sial, ternyata Sam cukup lihai bermain “bridge” aku kalah untuk kedua kalinya. Tapi kali ini untuk menghindari pertanyaan Sam lebih lanjut aku memilih dare.
“Main apa sih kalian, kayanya asik gitu?”
“Truth or dare Go.”
“Loh kalian dah game over ya, yuk Sam main!”
“Eh nanti dulu kan kamu masih punya hutang dare.”
“Hehe kirain lupa.”
“Darenya apa ya?”
“Eh gw tau tau gimana kalo darenya adalah manggilin Miss Nita kemari buat ikutan main.” Kata Argo sambil nyengir kuda.
“Yeh itu mah lo nya aja yang ngarep.”
“Hahaha, nih mukanya aja dah langsung bokep.” Fadli pun menyapu senyum genit dari muka Ardo dengan tangannya.
“Hahaha, gini aja deh. Darenya kamu ajakin Ben turun buat main bareng kita.”
“Yah, kenapa mesti Ben sih yang lain aja napa!”
“Loh emang kenapa? Nih ya, yang perlu lo lakuin cuma tinggal datang ke kamar. Terus ni ya lo deketin Ben. Terus lo bilang Ben turun yuk main kartu. Gampang kan!” Argo sok bijak menyampaikan idenya seolah semuanya begitu mudah.
“Yeh kalo dia nggak mau gimana? Dia kan susah orangnya”
“Nah dia kan susah tuh orangnya, lo gampangan orangnya. Jadi cocok lo pasti bisa ngajak dia turun ke bawah.”
“Halah perumpamaan lo tuh selalu aneh deh Fad. Bingung gw ga nyambung.”
“Loh kok aneh sih? Emang anehnya diamana?”
“Dimana-mana Fad!” Argo pun menimpali dan kami tertawa.
“Yah, udah kan jadi hukuman pokoknya mesti kamu jalanin. Gimana caranya itu terserah kamu Ko.”
Sebenernya aku tahu Sam memang punya maksud baik dari permintaannya ini untuk mendekatkan Ben dengan kami semua. Dan agaknya ini membuktikan bahwa mereka juga merasa Ben introvert. Tapi masalahnya kenapa mesti aku.
“Ya udah deh, tapi kalo dia nggak mau ya udah ya!”
“Haha, yang penting melaksanakan “dare”. Masalah berhasil apa nggak yah tergantung perjuangan kamu Ko. Smangath Riko!”
Hah dengan langkah tidak percaya diri akhirnya aku pun terpaksa menuju ke kamar. Aku mengintip terlebih dahulu dari luar. Ternyata Ben sedang memainkan gitarnya sambil menulis di selembar kertas. Perlahan aku mendekatinya.
“Ben sori ganggu.”
“Hmm, kenapa emang?” Dia menjawab dengan nada datar dan tanpa memalingkan mukanya ke arahku
“ Turun ke bawah bentar yuk, diajakin anak-anak main game noh!”
“Nggak ah lagi males main game.”
Jawaban yang sebenarnya sudah bisa kuduga. Kemudian berhubung Ben sejak tadi menjawab pertanyaanku tanpa berhenti menulis, aku jadi penasaran apa yang dia kerjakan. Oh ternyata dia menulis bait, nampaknya seperti puisi. Bukan, bukan puisi sepertinya, lebih tepatnya lagu karena dia sesekali memainkan gitarnya.
“Lo bisa nulis lagu juga ya Ben.”
“Hmm.”
“Ohh, boleh juga lo ya.” Sebenarnya aku ingin memujinya lebih lanjut karena jujur aku kagum pada Ben yang selain punya suara emas namun juga bisa menulis lagunya sendiri. Tapi melihat sikapnya itu membuatku malas melanjutkan pujianku.
“Bener nih kaga mau turun. Bentar aja lah yang lain dah pada nungguin noh. Gw kena hukuman nih jadi terpaksa deh gw mesti ngajakin lo.”
“Ohh. Kan tadi gw udah bilang. Lagian yang dihukum kan lo.” Jawabnya lagi dengan nada yang tetap datar
“Hah, ya udah lah.”
Akhirnya aku menyerah dengan orang yang satu ini. Aku pun turun tangga dengan langkah gontai. Antara kesal dan kecewa juga karena gagal membawa Ben ke hadapan Sam dan yang lainnya. Yah walaupun aku sudah bisa memprediksinya. Sampai di lantai bawah tepat di depan pintu ruang santai, aku melihat muka mereka dengan sedikit mengangkat kedua bahuku untuk mengisyaratkan kegagalanku membawa Ben kemari. Tapi mereka malah tersenyum. Sejenak aku merasa aneh dengan respon mereka bertiga. Hingga tiba-tiba seseorang merangkul pundakku dari belakang.
“Yuk, mau main game apa?”
“Ben?” ternyata Ben mengikutiku dari belakang. Aku heran dengan orang ini. Tadi dia bilang nggak mau turun. Wajahku masih menampilkan keheranan hingga Ben melewatiku dan duduk bersama teman-teman yang lain. Sam mengacungkan jempolnya padaku, namun aku hanya bisa tersenyum dengan penuh keheranan. Aku menggelengkan kepalaku dan duduk kembali di posisiku sambil melirik ke arah Ben. Dia hanya melihatku sekilas sambil tersenyum tipis. Aku membalasnya dengan mengernyitkan dahiku karena memang aku bingung dengan sikapnya barusan. Kenapa aku harus dihadapkan dengan orang seaneh dia.
…………………………………………………………..
Setelah puas bermain game kamipun kembali ke kamar masing-masing. Sampai di kamar aku sebenarnya ingin segera mengkonfirmasi sikap Ben barusan. Karena jujur benar-benar membingungkan. Apa maksudnya. Namun seolah nggak memberiku kesempatan untuk bertanya, dia langsung merebahkan diri di kasur dan menutup matanya. Hah dasar Ben. Masih dipenuhi kebingungan aku mencoba menutup mataku. Agak susah untukku menutup mata malam ini. Namun akhirnya dinginnya AC bisa membantu membiusku dalam kebingunganku.
Tengah malam mataku terbuka karena aku merasa ada suara yang mengusik tidur malamku. Perlahan aku membuka mataku lebar-lebar untuk melihat di kondisi gelap. Tapi aku dikagetkan dengan sesosok orang yang berdiri di samping tempat tidurku. Spontan aku kaget. Baru aku akan bereaksi dia langsung menutup mulutku dengan tanganya.
Oh iya kemarin lupa mention @galau_er ! Sekalian mention sekarang aja hehehe
Enjoy the story guys!
Mudah2 an terpenuhi :P
Ayoo kapan cinta segitiga nya.wkwk.