It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#abaikan.
Gak tahu nih nanti masih bakal ada yg baca dan ngikutin atau enggak, tapi aku hanya mau update aja.
Sebenernya part ini yg mendasari aku bikin ceritanya Angga, Cole, dan Matt. Tapi biar cerita itu gak jadi spoiler buat cerita ini (bagi yang udah pernah baca), maka dialog antara Angga dan Cole aku hapus dari part ini, karena ya kurang penting juga menurutku. Dan maklum klo banyak yg gak beres, karena aku juga bingung.
Dan, gak ada spoiler FAM di part ini. Met membaca.
****-****
“Kim Jung Shik.”
Saat aku menyebut nama itu, pandangan Young Min kini tidak lagi tertuju pada buku tebal yang ada di pangkuannya, melainkan sudah teralihkan lurus ke depan. Sangat mudah bagiku untuk menarik perhatiannya hari ini setelah setengah jam lebih kami berdua ada di sini, di dalam kamar Young Min dan duduk bersebelahan di tempat tidurnya seperti kebiasaan kami dulu jika ingin bersantai atau sekedar menghabiskan waktu luang. Dan dikarenakan rasa bosan sudah menyerangku dari beberapa menit yang lalu, maka tidak ada pilihan lain yang bisa kulakukan kecuali berusaha menggodanya.
“Apa ada yang ingin kamu katakan, Tim?”
Dari nada bicaranya, aku yakin sudah berhasil menyindirnya. “Tidak, aku hanya sedikit heran. Sepertinya bagimu menatap buku itu terus menerus lebih mengasyikan daripada mengajakku berbicara.”
Young Min langsung menutup bukunya dengan sedikit keras dan pandangannya sudah tertuju padaku sepenuhnya. “Jika aku gagal lagi dalam ujianku nanti, kamu mau menanggungnya? Selain itu, kenapa tadi kamu menyebut nama bocah itu?”
Aku memutar tubuhku sembilan puluh derajat ke arahnya. “Apa ada yang kulewatkan tentang bocah itu? Apa telah terjadi sesuatu di sini yang tidak kuketahui selama setahun terakhir?”
“Jangan berpikir aneh-aneh, Tim. Tidak terjadi apa-apa selama kamu tidak ada di sini.”
Tidak puas, hanya itu yang kurasakan ketika mendapat jawaban singkat yang diucapkannya dengan nada tenang itu. Jadi, kuputuskan untuk mengambil buku tebal yang dia pegang sehingga kedua tangannya hanya menengadah tanpa memegang apapun sekarang. “Apa ada yang kulewatkan?” Ulangku.
Seperti yang sudah kuduga dan tidak jauh berbeda dengan kemarin, ibu jari dan jari telunjuknya mulai bergerak gelisah ingin kembali mencari sesuatu untuk dipegang, menggenggam sendiri kemudian diurungkan. Tentu saja aku paham bahwa Young Min berniat berbohong padaku setelah ini dan itu cukup membuatku semakin ingin tahu alasannya. Bukan hanya tentang Jung Shik, tetapi juga tentang apa yang dipikirkan olehnya ketika nama Jung Shik sempat kusebut tadi.
Karena aku merasa bahwa Young Min mulai berniat untuk bungkam, aku kembali menyindirnya. “Ya, dari dulu memang terlalu banyak hal yang kita tutupi kan? Aku merahasiakan beberapa hal, dan kamu juga seperti itu. Mungkin sebaiknya aku memikirkan keputusanku lagi untuk terbuka denganmu kalau aku sedang mempunyai masalah dengan Will atau yang lain, entah itu besar atau kecil.”
“Tim, kamu membuatku merasa terpojok.” Ucapnya. “Kenapa kamu sangat ingin tahu? Tidak ada hal penting yang harus kuceritakan.”
“Tidak ada hal penting tapi kamu seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Apa ini terlalu pribadi untukmu? Atau apa aku boleh menebak?”
Ekspresi wajahnya kini nampak mulai jengah, seperti tidak mempunyai cara lagi untuk mengelak. Saat jemarinya mulai nampak tenang, dia memberitahuku, “Dua bulan yang lalu, Jung Shik mengatakan padaku bahwa dia menyukaiku.”
Aku menahan senyum dan ekspresi bahagiaku agar Young Min tidak menyadarinya. Jika kemarin aku dan Will mengharapkan ada ‘Lee Dong Sun’ lain yang akan muncul, sepertinya aku mendapatkan jawabannya sekarang. Aku memang sudah menduganya saat aku dan Young Min masuk ke dalam restoran bibi Seo. Gelagat salah tingkah dan senang yang ditunjukkan Kim Jung Shik terlihat berbeda, maksudku lebih dari sekedar keharusan menampakkan wajah bahagia atau sikap sopan sebagai pelayan restoran dalam menyambut tamu. Memang aku tadinya tidak ingin menerka apapun. Itulah alasannya kenapa aku tadi tiba-tiba menyebut nama Jung Shik saat bersama Young Min, hanya untuk memastikan sesuatu.
“Tapi jika pertanyaanmu setelah ini adalah tentang bagaimana perasaanku, maka jawabannya adalah aku tidak menyukainya. Dalam hal ini perasaan cinta atau yang mendekati itu. Tidak ada sama sekali, Tim.”
Jemarinya masih terlihat tenang, cukup untuk meyakinkanku bahwa apa yang dikatakannya tidak dibuat-buat.
“Apa karena dia masih dua puluh satu tahun jadi kamu menganggapnya tidak mengerti apa-apa tentang perasaanya? Kamu berpikir bisa saja jiwa anak mudanya mungkin masih mendominasi dirinya sehingga dia tidak bisa serius dengan perasaannya dan kamu menganggap dia hanya akan mencari sebuah kesenangan? Sama sepertiku dulu?”
“Tim, apa kamu sedang bertanya padaku tentang alasan kenapa aku tidak menyukainya, atau kamu sedang bertanya kenapa aku seperti tidak mau membuka hatiku untuknya?”
Ternyata, sejauh apapun aku menahan diri untuk tidak berusaha mencampuri urusan perasaan Young Min, tapi pada akhirnya aku tidak bisa. Mungkin aku tidak sadar bahwa pertanyaanku sebelumnya terkesan menekan dan menuntut sampai pada akhirnya aku merasakan seolah Young Min sudah tersinggung. Aku harus membuka mataku sekarang bahwa topik yang berhubungan dengan Jung Shik mungkin saja menjadi sesuatu yang amat sensitif bagi Young Min. Tidak hanya Jung Shik, tapi semua hal yang menyangkut perasaannya.
“Kamu bisa menganggap pertanyaanku tadi tidak pernah ada. Aku benar-benar minta maaf, Young Min.”
“Aku tahu, Tim. Walaupun kamu terdengar seperti menyesal, tapi rasa penasaranmu itu tidak akan hilang begitu saja kan?”
Aku membolak-balikkan buku tebal yang tadi kurebut dari Young Min tanpa berniat untuk membaca satu katapun. Membenarkan ucapan Young Min hanya akan menunjukkan betapa aku ingin dia bisa melupakan perasaannya padaku secepat mungkin, dengan kehadiran orang lain yang mengisi hatinya. Bagaimanapun hal itu sangat keterlaluan mengingat aku selalu bertekad untuk membiarkan semuanya berjalan dengan sendirinya. Aku tidak mau kemauanku bertentangan dengan apa yang kuniatkan sebelumnya.
“Tim, jujur saja padaku. Apa kamu tadinya berharap aku bilang kalau bisa membalas perasaan Jung Shik suatu saat nanti?”
“Jika kamu ingin sebuah keterbukaan dan kejujuran dariku, maka jawabanku adalah iya. Aku tadinya beharap bisa melihatmu menjalani hidup tenang tanpa terjebak perasaanmu padaku, kita tetap berteman, dan pada suatu saat nanti ada yang mengisi hatimu.”
“Lalu?”
“Dulu, saat Will mendengar kabar bahwa Jin Hee memutuskan untuk menikah dengan Dong Sun, aku bertanya padanya tentang apa yang tengah dia rasakan saat itu. Dia mengatakan padaku bahwa dia merasa ringan, seolah beban yang ada dipundaknya lenyap begitu saja. Tidak ada rasa bersalah yang selalu menghantuinya.”
“Jadi, kamu sedang berusaha mengatakan padaku tentang bagaimana perasaanmu sekarang karena menghadapiku yang keras kepala dan tidak mau membuka hati untuk orang lain? Kamu merasa terbebani? Kamu berharap ada orang lain berperan sebagai Dokter Lee yang menyembuhkan rasa kecewa Jin Hee? Dalam hal ini, kamu berharap Jung Shik atau ada seseorang yang bisa menggantikanmu di hatiku?”
“Kamu harus mengerti, Young Min. Walaupun berulang kali kamu memintaku untuk tidak lagi membahasnya dan menyuruhku tidak mencemaskanmu, tapi aku tidak bisa. Aku tidak mungkin menyalahkanmu karena pada kenyataannya aku yang bersalah. Aku juga tidak ingin bilang bahwa rasa bersalah itu akan hilang begitu kamu menemukan orang lain. Aku benar-benar bingung sekarang. Aku merasa salah jika mengharapkanmu secepat mungkin menemukan orang lain. Tapi aku juga merasa salah jika harus mengetahui bahwa kamu tidak mau membuka hati sedikitpun. Jadi katakan aku harus apa sekarang? Bersikap seolah-olah tidak ada masalah sama sekali? Lagi?”
Semua kalimat yang baru saja kuucapkan dengan penuh penekanan itu berhasil membuat Young Min enggan untuk memalingkan tatapannya dariku. Dia hanya diam di sana, seperti sedang menelitiku dan menyelam masuk ke dalam pikiranku dengan hanya mengamati ekspresi wajahku. Jika dia memang ingin tahu apa yang kurasakan sekarang, aku berharap dia akan menemukan jawabannya.
“Young Min...”
Tanpa kuduga, dia meraih telepon genggamnya yang berada di sebelah kiri tempatnya duduk di atas tempat tidur. Dia mengutak-atik sebentar sebelum menempelkan di telinga kirinya.
“Jung Shik, ada waktu malam ini?... Aku akan menjemputmu, kita akan pergi ke One Daegutang, bisa?... Baiklah, sampai bertemu nanti malam.”
Aku spontan berdiri dan berjalan menghampiri jendela hanya untuk mendapatkan udara segar. Aku memang membutuhkan banyak udara sekarang, apalagi setelah Young Min berhasil membuatku merasa sesak.
“Boleh aku minta bukuku, Tim?”
Aku berbalik, mendekat ke arah meja kerjanya yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Aku menaruh buku Young Min di sana dan tidak berniat memenuhi semua permintaannya sampai aku mengerti apa yang tengah dia pikirkan sekarang. Dia telah memaksaku untuk berkata sejujur-jujurnya, setelah itu dia telah membuatku kehabisan kata-kata dengan sikapnya yang tidak kumengerti.
“Young Min, kamu tahu kan kalau aku sekarang sedang menunggu sebuah penjelasan darimu?”
“Bukankah tadi kamu bilang ingin aku membuka hati untuk orang lain? Aku juga tidak ingin menjadi bebanmu hanya karena aku tidak mau melupakan perasaanku padamu, Tim. Hanya itu penjelasanku.”
Aku tertawa, bukan karena apa yang dikatakan Young Min adalah suatu lelucon atau gurauan. Tapi bagiku, sangat menggelikan.
“Kamu tidak sedang bersungguh-sungguh kan, Young Min? Hanya beberapa detik setelah aku mengaku padamu tentang apa yang kurasakan dan kamu bisa merubah pendirianmu selama ini? Semudah itu kamu mengambil keputusan yang bertentangan dengan apa yang kamu katakan padaku sebelumnya? Terdengar sangat tidak masuk akal.”
“Mungkin memang hanya beberapa detik, tapi bagiku lebih dari cukup untuk mengambil keputusan. Aku hanya perlu membulatkan tekad dengan apa yang telah kuputuskan.”
Aku menggelengkan kepalaku tak percaya. “Dengan memanfaatkan Jung Shik?”
“Memanfaatkan? Mungkin itu kata yang terlalu kejam, Tim. Aku sedang tidak memanfaatkannya. Aku hanya sedang... mencoba.”
“Tapi dia tidak tahu apa-apa, Young Min. Itulah sebabnya kenapa aku bilang kamu memanfaatkannya. Mau mendengar yang lebih kejam lagi? Kamu... mempermainkannya.”
“Kalau begitu, biarkan dia tahu. Aku akan bertemu dengannya nanti malam. Aku akan bilang padanya bahwa sekarang aku masih mencintai orang lain, seorang yang tidak mungkin bisa bersamaku dan aku akan meminta bantuannya untuk melupakan perasaanku pada orang itu. Jika dia keberatan, maka aku tidak akan memaksanya. Tapi jika dia mau, aku akan mencoba untuk bersungguh-sungguh. Jika aku bisa membalas perasaannya, alasan kenapa aku memutuskan untuk mecintainya akan hilang dengan sendirinya dan yang tersisa adalah aku telah mencintainya. Bukankah itu artinya akan ada orang lain yang menggantikanmu di hatiku? Aku serius dan sedang tidak dalam keadaan terpaksa.”
“Aku masih tidak percaya denganmu Young Min. Ini terlalu mendadak sehingga terkesan kamu tidak serius sama sekali. Terkesan... main-main.”
“Kalau begitu, lupakan semua yang kukatakan tadi. Beri aku waktu enam bulan untuk berpikir, setelah itu aku akan mengatakan keputusanku padamu. Apa kamu ingin aku berkata seperti itu? Lalu apakah akan ada bedanya, Tim? Bagiku, ini hanya masalah waktu. Mungkin yang kamu tahu, mengambil sebuah keputusan besar butuh waktu lama untuk berpikir. Tapi hal itu tidak berlaku bagiku sekarang dan aku tidak memaksamu untuk percaya padaku atau memaksamu untuk mengerti.”
“Tapi Young Min...”
“Ditambah lagi kita berbeda. Jika kamu masih mempermasalahkan keputusanku, maka tidak ada yang bisa kulakukan untuk berusaha merubahnya. Kamu tidak perlu memahamiku, menanggapku sebagai seorang yang frustasi, plin-plan atau berpikiran pendek. Sekali lagi kutekankan bahwa aku benar-benar tidak dalam keadaan terpaksa. Jadi, bisa kita berhenti membahasnya?”
“Kamu benar-benar membuatku tak tahu lagi harus berkata apa.”
Tetap saja aku tidak mengerti. Mungkin akan terasa berbeda jika Young Min mengucapkan kalimat itu tidak secara tiba-tiba. Maksudku, lupakan semua yang dikatakannya tadi, anggap aku tidak membahas Jung Shik, kemudian kami menunggu enam bulan berikutnya dan saat itu Young Min mengajakku ke taman Yangcheong, di sana dia bilang padaku bahwa dia sudah bisa membuka hatinya untuk orang lain. Jika keadaannya seperti itu mungkin aku bisa saja berteriak bahagia. Tapi berhubung dia mengatakannya setelah tiga detik aku mengutarakan semua yang kurasakan tentang beban itu, semuanya terdengar mustahil. Satu-satunya yang bisa diterima akal sehatku adalah dia tengah bergurau.
“Tim, kalau begitu kita lihat saja nanti apa yang terjadi. Tapi untuk saat ini dan aku tidak tahu sampai kapan, kamu yang akan selalu ada di hatiku.”
“Jadi pada akhirnya nanti kalian akan menetap di Korea?”
Aku menerima semangkuk penuh nasi yang memang sudah disiapkan oleh Young Min semenjak kami pulang dari Yongsan. Kami hanya duduk berdua di ruang makan, mencoba untuk menikmati makan siang kami sebelum aku pulang dan menunggu Will kembali dari Gangnam.
“Itu masih belum pasti. Will memang ingin kami tinggal di sini, seperti dulu. Tapi masih banyak hal yang harus kami pertimbangkan.”
“Rumah atau apartemen, Tim?”
“Sebenarnya aku ingin sebuah rumah yang sederhana. Tapi sepertinya akan sulit mendapatkannya di Seoul. Aku juga tidak berniat menyewa.”
“Kalau kamu mencari rumah di Seoul, itu sama saja buang-buang uang dan sangat merepotkan. Lagipula aku tahu sifat pelitmu pasti belum hilang. Kenapa tidak mencoba tinggal di luar Gyeonggi? Setidaknya jangan di kota besarnya. Kamu tahu kan? Seoul, Incheon, dan Daejeon semuanya sudah sangat sesak.”
“Lalu aku harus kemana, Young Min? Jeju?”
“Tidak sejauh itu. Cari saja tempat yang masih sepi atau harga rumah dan tanah yang murah, mungkin di Chuncheon atau Cheongju. Tapi kalau kalian tetap ingin bekerja di Seoul, sepertinya pilihan satu-satunya yang cukup mudah adalah melupakan rumah impian kalian dan mulai memilih apartemen. Kurasa Dokter Lee mempunyai kenalan dan tidak ada salahnya kamu meminta bantuan padanya.”
Aku mengambil beberapa lauk yang sudah tersaji dan menaruhnya di atas nasiku. Sepertinya obrolan-obrolan seperti ini memang sangat kuperlukan sekarang. Walaupun di saat yang bersamaan aku seperti sudah mengkhianati Will. Ada perasaan bersalah yang kurasakan karena bagaimanapun aku tahu, Will tengah menghadapi beban yang berat sekarang. Semua yang tergambar jelas di benakku saat memikirkan kemungkinan apa saja yang tengah Will alami saat ini, bukanlah hal-hal yang menyenangkan.
“Tim, kamu baik-baik saja? Apa ada masalah?”
Siapapun tahu bahwa pertanyaan yang diutarakan Young Min adalah basa-basi belaka. Aku yakin beberapa saat yang lalu Young Min menyadari gelagatku yang berubah drastis, karena pasti aku terlihat ‘hilang’ untuk sesaat.
“Jangan bilang kalau kamu merindukan bocah itu, kalian bahkan belum ada sehari berpisah.”
“Kamu juga masih menyebutnya ‘bocah’?”
“Tim, walaupun dia mempunyai badan besar sekalipun, bagiku dia masih terlihat seperti bocah yang galak dan suka marah-marah.”
“Aku harus setuju dengan itu. Tapi sejak kami tiba di Korea, dia sudah berubah. Aku menjadi lebih tergantung padanya.”
“Ya, setidaknya dia bocah yang sedang tumbuh dewasa kan?”
Aku tersenyum, berusaha menghargai usaha Young Min yang setidaknya telah membuat sebuah gurauan untukku tanpa henti. Hanya saja, apa yang tidak kuinginkan lebih jauh setelah ini adalah obrolanku dengan Young Min bisa saja akan mengurangi beban yang kurasakan. Jika Will di Gangnam sedang menikmati rasa tidak nyaman ataupun perasaan tertekan, maka aku juga sangat ingin merasakannya. Tapi, aku tahu kalau itu tidak mungkin kudapatkan begitu saja di sini ketika bersama Young Min. Kecuali jika aku yang memintanya secara langsung.
“Young Min, bisa aku minta bantuan?”
“Tidak perlu bertanya seperti itu, Tim. Bukankah dulu aku sudah berjanji kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa mengandalkanku? Jadi, kali ini apa yang bisa kulakukan untukmu?”
“Apa kamu bisa berhenti berpura-pura tidak tahu tentang apa yang kuhadapi sekarang? Pagi ini kamu menjemputku hanya untuk mengajakku jalan-jalan, pergi ke Yongsan, dan melakukan semuanya seperti dulu, berdua. Sepanjang hari kamu berusaha mengalihkan perhatianku dan mengajakku membicarakan banyak hal. Aku tahu, Will yang memintamu untuk melakukan semua ini, kan? Dan itu artinya kamu tahu tentang Anthony.”
Young Min menyadarkan punggungnya di sandaran kursi, menghela napas panjang dan menatapku seolah-olah dia sudah tertangkap basah. Aku memang tidak butuh jawaban karena aku memang sudah yakin. Pagi ini ketika aku berdebat dengan Will dan Sarah, mereka telah menyerangku dari semua sisi, meyakinkanku untuk tidak ikut mereka ke Gangnam dan menyuruhku untuk menunggu mereka pulang. Mereka berjanji padaku akan membawa kabar gembira sore nanti. Kemudian tidak lama setelah mereka mengucapkan janji itu, Young Min tiba-tiba datang untuk mengajakku keluar padahal kami tidak membuat janji apa-apa sebelumnya. Kebetulan? Saat aku teringat dengan semua rencana Will yang tidak pernah kuduga, kebetulan itu seolah sudah tidak ada lagi bagiku di dunia ini.
“Jadi apa yang kamu inginkan sekarang, Tim?”
“Aku ikut andil. Jadi, aku bisa minta tolong padamu untuk menyalahkanku?”
Ada keheningan sejenak yang terpaksa kami berdua nikmati karena keinginanku. Aku menjauhkan mangkok berisi nasi dan lauk ke tengah meja, bermaksud memberitahu Young Min bahwa aku tidak berniat makan sampai apa yang kuinginkan bisa dikabulkan olehnya. Aku hanya perlu menunggu dan sebentar lagi apa yang kuinginkan pasti akan kudapatkan. Young Min mungkin saja akan merasa tidak pantas, tidak berhak, dan tidak enak hati. Tapi, dia akan melakukannya untukku.
“Kalian berdua mengacaukan semuanya, Tim. Jika sekarang orangtua Song Choon Hee, terutama ayahnya, masih bersikap kaku dan mengutamakan nama baik keluarga mereka, kamu tahu apa yang akan terjadi kan? Kemungkinan terburuk, pernikahan Anthony dengan Choon Hee dipastikan tidak akan pernah terjadi, tidak peduli sebesar apapun Anthony dan Choon Hee saling mencintai. Kecuali jika mereka ingin menikah tanpa persetujuan orang tua Choon Hee, dan itu berarti semakin banyak aib keluarga yang harus ditanggung. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa orang-orang seperti kita adalah aib, tapi bagaimanapun ini adalah Korea dan kamu tahu apa artinya kan?”
Kedua tanganku yang berada di atas meja menggeggam dengan kuat dan bergetar. Baik aku dan Will, tidak pernah mengucapkan kalimat yang baru saja dikatakan Young Min. Aku berpikir bahwa itu terlalu menyakitkan apabila membiarkan prasangka buruk dan sikap pesimis membuat kami harus mengatakan bahwa bisa saja pernikahan Anthony akan gagal, sesuatu yang tidak kami inginkan akan terjadi.
“Bukankah kalian sudah mendapatkan apa yang kalian perjuangkan selama ini? Menikah dan hidup berdua sesuai dengan apa yang kalian inginkan? Lalu kenapa kalian kembali ke Korea? Apa kalian tidak berpikir bahwa dengan kembalinya kalian ke sini akan mendatangkan masalah baru? Will meyakinkanmu untuk tidak berpikir macam-macam, tapi pasti kamu sendiri tidak yakin sepenuhnya bahwa masalah yang tengah kalian hadapi akan selesai begitu saja kan? Memangnya apa yang kalian harapkan sebelumnya? Berharap tidak ada orang yang tahu tentang pernikahan kalian? Berharap bisa menyembunyikan hal ini dari semua orang? Jika aku menjadi dirimu, aku akan memaksa Will untuk tetap tinggal di Assen dan melupakan semua hal yang ada di Korea, selamanya.”
Aku mencoba mengatur napasku dan memasukkan semua kata-kata yang telah diucapkan Young Min dalam ingatanku. Tapi ini belum seberapa, Will bisa saja mendengar kata-kata yang lebih menusuk dan menyakitkan dari ini.
“Kurasa cukup, Tim. Kupikir aku sudah berlebihan. Aku juga tidak yakin akan sanggup jika harus mengatakan yang lainnya. Maaf.”
“Tapi bukankah itu belum seberapa jika dibandingkan dengan kata-kata yang mungkin harus didengar oleh Will langsung dari kedua orangtua Choon Hee?”
“Tim, aku akan mengatakan yang lain. Tapi bukan kata-kata yang menyudutkanmu. Mau dengar? Hanya pendapatku saja.”
“Jika yang kamu maksud bisa saja membuatku merasa lebih baik atau membuatku merasa tenang, aku tidak mau mendengarnya. Aku akan merasa tidak adil pada Will.”
“Kurasa cukup adil, mengingat apa yang kumaksud tadi sudah kusampaikan pada Will kemarin saat dia menghubungiku. Lagipula, Will memintaku untuk menyampaikannya padamu. Jadi tidak apa-apa kan jika kukatakan padamu?”
Aku mengangguk dan berusaha membuat sebuah senyuman kecil di bibirku. Aku tidak tahu apakah nantinya perkataan Young Min akan berpengaruh atau tidak terhadapku, tapi jika Will memang menginginkan agar aku tahu, maka aku tidak akan menolaknya. Semuanya pasti sudah diperhitungkan oleh Will, dan aku tidak akan berniat untuk melewatkannya sedikitpun.
“Aku tidak tahu persisnya apa yang menjadi pertimbangan Anthony sehingga pada akhirnya dia lebih memilih untuk terbuka dan mengaku pada keluarga Choon Hee mengenai kalian. Tapi mungkin jika aku berusaha memahami Anthony dengan melihat situasi yang ada, maka aku sangat setuju dengan apa yang sudah dilakukannya. Sulit memang, tapi menurutku Anthony sudah mengambil keputusan yang tepat.
Situasi yang kumaksud adalah apa yang telah terjadi sebelum ini, Tim. Kamu pasti tahu bahwa Will sudah membuka jati dirinya saat acara pernikahan kedua teman baiknya, Park Kwang Ho dan Yoo Hae Won. Waktu itu aku dan Sarah ada di sana, Tim. Mungkin saat itu memang tidak banyak orang karena sudah larut malam. Tapi tetap saja, jati diri Will dan pernikahan kalian sudah diketahui beberapa orang. Memang, Kwang Ho dan Hae Won menghampiri undangan satu persatu dan meminta pada mereka agar menjaga rahasia Will. Tapi bukan berarti tidak akan ada lebih banyak orang yang tahu kan?
Mungkin menurut Anthony, dia lebih memilih keluarga Choon Hee mengetahui dari dirinya sendiri secara langsung daripada mereka mendengar dari orang lain. Bayangkan saja, jika orangtua Choon Hee tahu jati diri Will dan pernikahan kalian saat hari pernikahan anaknya atau setelah itu, bukankah hal itu hanya akan menjadi masalah baru dan sebuah pukulan telak untuk mereka? Mereka mungkin saja akan merasa ditipu, kecewa, belum lagi rasa malu jika pada akhirnya masalah seperti ini akan menjadi buah bibir.
Maka dari itu, dengan mengaku pada keluarga Choon Hee lebih awal, itu sama artinya Anthony memberikan pilihan pada mereka. Anthony mungkin ingin memberikan waktu kepada keluarga Choon Hee untuk mempertimbangkan semuanya karena bagaimanapun juga pernikahan bukan soal dia dan Choon Hee saja, tapi soal dua keluarga yang akan bersatu dan saling menerima. Jika pada akhirnya orangtua Choon Hee tetap menyetujui pernikahan anaknya dengan Anthony, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk merasa kecewa jika pada akhirnya berita tentang jati diri Will atau tentang pernikahan kalian sudah muncul ke permukaan.
Tapi jika pada kenyataanya seperti apa yang kukatakan sebelumnya, maksudku jika orangtua Choon Hee masih bersikap kaku, mengagungkan nama baik keluarga, dan tidak bisa berpikir terbuka, maka kemungkinan terburuk yang akan terjadi adalah batalnya pernikahan Anthony dan Choon Hee. Jangan heran dengan sikap orangtua yang seperti itu, Tim karena mungkin saja memang masih ada. Kamu tahu kan? Keluarga ibuku menentang pernikahan orangtuaku hanya karena ayahku miskin, sehingga orangtuaku menikah tanpa persetujuan kakek dan nenek dari pihak ibuku. Mungkin saja hal yang sama akan terjadi pada Choon Hee tapi tidak ada satupun yang menginginkan hal itu benar-benar terjadi kan? Itulah yang ingin kusampaikan padamu, Tim.”
Aku memijat dahiku pelan. Apa ada penyangkalan dari apa yang telah Young Min sampaikan padaku? Tidak ada! Semuanya terdengar masuk akal.
“Kamu mungkin benar, Young Min. Semua yang kamu katakan tadi bahkan tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Aku tidak pernah memikirkan bagaimana sulitnya menjadi Anthony saat ini. Yang kutaku, penyebab semua masalah ini adalah keegoisanku dan Will. Selama di Assen aku bahkan tidak pernah memikirkan bagaimana keadaan keluarga Will. Aku tidak tahu dan tidak hadir dalam pemakaman ayahnya, aku tidak tahu kesehatan ibunya yang memburuk, aku tidak tahu tentang Anthony atau Sarah ataupun yang lainnya. Yang kutahu saat itu hanyalah aku bahagia bisa hidup berdua dengan Will.”
“Jangan salahkan dirimu, Tim. Itu tidak akan ada gunanya. Hanya ada beberapa masalah yang perlu kalian hadapi dan aku yakin kalian pasti bisa melaluinya. Terkadang semua hal yang kalian pikir akan sulit, tidak akan sesulit saat kalian menghadapinya langsung kan?”
Aku menatap Young Min lekat-lekat, bingung antara ingin berterima kasih padanya karena semua ucapannya yang membuka pikiranku atau meminta maaf padanya karena selalu kurepotkan. Will memang tidak salah memintanya untuk menemaniku hari ini jika yang dia maksudkan hanyalah ingin membuatku lebih mengerti situasinya. Dan apa yang kuharapkan hanyalah satu, yaitu saat Will pulang nanti, dia akan memenuhi janjinya untuk memberitahuku satu kabar baik. Aku memang hanya berharap akan mendapatkan kabar baik. Karena jika kabar buruk yang kuterima, aku pasti tidak akan siap dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
#ngomong sendiri
baca besok aja deh, masih puyeng sekarang, masi jetlag.. err..buslag ding..
daripada ga ada kerjaan..
#bikin tali laso
#tarik bang @abiyasha @arieat @andhi90 @n0e_n0et @Adra_84 @masdabudd
#kaburrr
Ini author pede banget,, kaya gini mah masih dikit doang.. Lanjutkan lagi ya ibu te es yang baek.. Biar cepet kelar dan rasa penasaran ilang
Makasih @yuzz udah dimention.. Btw oleh2nya mana yuzz masa udah sampe buslag gak ada oleh2 ?? *eh )
oleh2? lhah situ yg ke jogja kok minta oleh2..
Wew tau ya?? Mau oleh2 apa.. Di desaku ada growol,, gethuk.. Mau yang mana?? Qiqiqiqi.. #yuzz
"Jika aku bisa membalas perasaannya, alasan kenapa aku memutuskan untuk mecintainya akan hilang dengan sendirinya dan yang tersisa adalah aku telah mencintainya" - Aku suka banget kalimat ini
Adegan makan Young Min sam Tim, mungkin bisa disebutin menu apa yang mereka makan? Sepele sih sebenernya dan mungkin nggak penting, tp, bisa bikin adegan makan itu jadi sangat Korea, tahu kan maksudku? hehehe.
Dari yang aku perhatiin selama ini, kamu punya tendensi untuk bikin satu adegan/scene dengan narasi yang panjang. Dua update an ini kan cuma adegan antara Young Min dan Tim kan? Aku rasa, bisa kok dipersingkat, jd nggak perlu sebanyak ini. Kenapa? Pembaca kemungkinan jadi teralihkan/lupa dengan apa yang terjadi di part sebelumnya karena terlalu konsentrasi sama part ini yang banyak. Aku juga lupa siapa Young Min itu (mungkin karena lama jg sejak baca updatean yg terakhir )
Tp, kalau ini jadi ciri khas kamu, pertahankan aja. Cuma, hati2 jgn sampai pembaca kehilangan minat karena banyak atau karena adegan yang bisa dipersingkat, jadi panjang. Again, it's just an opinion
keep it up!
Cheers,
ABI
☂ħǻΩǩ ♈☺ũ Ďą®ĻĭמǤ @yuzz
*ambil tali lasonye bikin jemuran baju*
@wessel ... Ceritamu sadaaaap.,
lanjut.
bli @abiyasha kpan bkin crita lg? ato udah ada tp aku gk tau ya..hehee
@andhi90 dikit? dikiiiiit? woow woow, yang kmren banyak yg blg updatenya kebanyakan, nah yang ini ukurannya berarti udah banyak. hehehehe yodah ntar dibanyakin deh.
ouch... masih sulit ditangkep?
#menghela napas
makasih buat komentarnya