BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Piece of Unfinished Melody

1606163656688

Comments

  • Pasti lg maen2 enak ni si silvy
  • totalfreak wrote: »
    baru aja di sms yg punya lapak, suruh nyampein karena enggak bisa ol. katanya, doi lagi punya konsen lain sekarang dan belom pasti kapan bisa free buat lanjutin cerita ini. ehem ehem. gak percaya? tanya @yuzz

    #nyalain kompor
    #panas panas

    @totalfreak kok jadi ane yg dibuat kambing hitam.. -_-"
  • @yuzz honey, we have a deal, remember?
  • @yuzz honey, we have a deal, remember?
  • what deal? ungh...
    suwer ga ngerti yg mana...
    we have some deal.. :))
  • uwoooouwoooo si @silverrain udah sibuk lagi uwooouwopp
  • Yujii's View



    Doa Seorang Anak


    Di dalam doamu, kau sebut namaku
    Di dalam harapmu,
    kau sebut namaku
    Di dalam segala hal, namaku di hatimu.

    Tak dapat kubalas cintamu ayahku
    Tak ‘kan kulupakan nasehatmu ibu.
    Hormati orang tuamu
    Agar lanjut umurmu di bumi.

    T’rima kasih ayah dan ibu
    Kasih sayangmu padaku
    Pengorbananmu meneteskan peluh
    ‘tuk kebahagiaanku.

    Tuhan lindungi ayah ibuku
    Dalam doa kuberseru
    Tetes air matamu yang kau tabur dituai bahagia.
    Tetes air matamu yang kau tabur dituai bahagia.



    "Plung..."

    Sebuah batu yang jatuh menembus air meninggalkan riakan keemasan di bawah matahari senja yang menyeruak masuk diantara rimbunnya tajuk pepohonan.

    "Mama, Papa... Masih lama perginya? Yujii sudah menunggu 8 tahun...."

    Airmataku kembali turun membasahi pipiku, aku memandangi tamagotchi yang berbunyi di tanganku.
    Sebuah tamagochi berwarna kuning cerah dengan retakan di sudutnya.

    "Ah, Pocchi, kamu lapar..?"

    Aku tersenyum dan menekan beberapa tombol di benda bulat kuning itu.

    "Nah, sudah..."

    Aku kembali melamun, memandangi air sungai yang berarak perlahan.

    Pikiranku berkecamuk, semua ingatan 8 tahun yang lalu kembali mengisi kepalaku, seakan berusaha membuatku gila.

    "Apa kalian menungguku disana? Kalian masih menungguku?"

    Sebuah kerikil kecil kembali melompat dari tanganku masuk ke dalam aliran air.

    "Aku sudah sebesar ini sekarang, kalau nanti kita bertemu, apa kalian masih kenal padaku? Aku sudah bukan Yujii kecil lagi...."

    Airmata yang berjalan perlahan menuruni mataku kembali kuseka, aku tersenyum ke arah air sungai yang mengalir dalam diam.

    "Mama, Papa, aku rindu. Apa kabar kalian disana...?"

    Kututup mataku, kusandarkan tubuhku pada pohon di belakangku, dan kuelus perlahan tubuh berbulu yang melingkar di pangkuanku.

    "Rocky? Kamu mengantuk? Bisa temani aku sebentar lagi...?"

    Musang kecil itu mengedipkan matanya kemudian menguik pelan, dan menguap lebar.

    "Hahahahaha! Sebentar lagi kita pulang, oke?"

    Musang itu kembali menguik, seakan mengerti, ia naik ke bahuku dan bermain dengan rambutku.

    "Hahaha, sabar, sebentar lagi, oke..."

    Aku kembali duduk santai, menutup mataku, berusaha menghilangkan ketegangan dalam diriku, tapi entah kenapa sesuatu mendadak menyeruak dan membuat perih di dadaku.
    Aku merasakan airmata kembali mengalir deras menuruni mataku membasahi bajuku, aku berusaha menutup mulutku, tapi desakan isakan lebih kuat membuatku terpaksa kembali menangis.

    8 tahun sudah, setiap hari ulangtahunku selalu kuisi dengan tangisan.
    Walaupun aku berusaha keras untuk melupakannya, tetap saja, kenangan 8 tahun yang lalu terus menghantuiku, bahkan menjadi mimpi buruk untukku tiap malam.
    Aku bersila, menenggelamkan wajahku di dalam kedua tanganku.

    "Ah, Rocky?"

    Rocky mendadak menegakkan telinganya, Ia kemudian melompar turun dari tubuhku, dan segera mengendus ke udara.

    "Ada apa..?"

    Musang kecil itu menguak kecil, ia kemudian berlari pergi.

    "Rocky...?"

    Aku bergegas menyeka airmataku, berdiri untuk mengejarnya, saat suara Rocky kembali mendekatiku.

    "Ah...."

    Seseorang berjalan mendekat ke arahku, bersamaan dengan mendekatnya suara Rocky.
    Sosok itu menaikkan tangan kanannya. menyapaku.
    Aku mengerutkan mataku, mengurangi cahaya sore yang masuk untuk bisa mengenali sosok yang berjalan mendekatiku.

    "Hei...!"

    "Marco...?"

    Marco tampak salah tingkah, ia berjalan mendekat dengan Rocky diatas kepalanya.

    "Musangmu, menerjangku..."

    Ujarnya masih tampak salah tingkah.
    Marco mengelus Rocky yang sekarang menggigiti kepalanya.

    "Uhm, Marco, kamu gimana caranya kesini...?"

    Marco tampaknya terkejut mendengar pertanyaanku, ia tergagap, tampak bingung untuk menjawabnya, tapi kemudian menghela nafasnya.

    "Hmm, aku mencarimu! Kamu ga masuk sekolah kan? Kamu pikir sekolahan punya bapakmu? Seenak jidat bisa main bolos, lagian kamu ga ada sakit atau keperluan tapi malah bolos sekolah dan main di sungai!"

    Marco merepet dengan kesal.
    Seperti biasa, tidak pernah ada kata kata lembut sama sekali keluar dari mulut orang ini.

    "Aku lagi ga mood sekolah hari ini..."

    Ujarku acuh tak acuh.
    Marco mendengus kesal, kemudian berjalan mendekatiku, duduk di samping tempatku berdiri.

    "Karena itu aku bilang kamu seenaknya, kalau di depan guru selalu tampak baik dan patuh, padahal sama aja kayak kami! ck."

    Ia kembali mengomel dengan lantang, kemudian ia memandangi sungai, tampak memikirkan sesuatu.

    "Aku... Aku sudah mendengar dari Mamamu...."

    Aku tertegun, mendadak Marco memelankan suaranya, ia menyembunyikan mulutnya di antara lipatan tangannya.
    Aku mengerutkan keningku.
    Apa maksudnya?
    Apa yang dia ketahui?

    "Apa memangnya yang kamu tahu? Kamu sudah ketemu mama?"

    Marco mengangguk, ia kemudian menepuk tanah disampingnya memintaku duduk di sampingnya.

    "Yeah, aku mencarimu, kamu tahu, kami mati matian mencari alamatmu, dan hampir kaget sampai mati melihat rumahmu..."

    Marco memulai ceritanya dengan berbagai keluhan tak penting, membuatku ingin sekali melipatnya menjadi dua dan menenggelamkannya dalam sungai.

    "Dan tadi kami bertemu Mama dan Papamu, mereka menceritakan semuanya tentangmu..."

    Aku mengangkat alisku, Marco segera bergerak mundur dengan sikap awas.

    "B..bukan kami memaksanya untuk bercerita, tapi Mamamu langsung cerita gitu aja! Jadi kalau mau marah sama Mamamu sana!"

    Aku mengerutkan keningku, Marco menarik duduknya satu meter dari tempatku.

    "L..Lagipula, aku ga datang kemari untuk membahas itu, aku kemari karena aku mau meminta maaf karena aku malah mengingatkanmu pada kenangan burukmu di masa lalu. Maafkan aku..."

    Marco mengulurkan tangannya mengajakku berjabat tangan, aku mengamitnya, dan tersenyum.

    "Sudahlah, sudah berlalu, lagipula kamu bermaksud baik waktu itu kan? Aku yang harusnya minta maaf karena berkata seperti itu..."

    Marco tersenyum, memamerkan deretan giginya yang tersusun rapi. Ia kemudian kembali mendekati tempat dudukku.

    "Okay, kalau begitu, aku akan duduk disini menemanimu..."

    Marco mengambil sebuah batu, kemudian melemparkannya ke dalam sungai.

    "Untuk apa? Aku ga kenapa kenapa. Pulang aja, sebentar lagi matahari terbenam..."

    Marco menggeleng, kemudian tetap duduk di sisiku, wajahnya tampak berpikir keras.
    Ck
    Anak ini benar benar keras kepala.
    Aku akhirnya mendengus kesal, dan membiarkannya duduk di sisiku.
    Biarlah, biar dia melakukan yang dia inginkan.

    "Hei, Yujii, 8 tahun ini pasti berat untukmu ya...?"

    Aku mengangkat bahu.

    "Entahlah, tapi mungkin harus kujawab "ya", karena nyatanya sampai sekarang ingatan itu masih menghantuiku, bahkan menjadi mimpiku tiap malam..."

    Marco melepaskan pelukan di kakinya, ia kemudian menatap ke arahku.

    "Hmm? Kenapa bisa begitu? Apa kamu merasa bersalah untuk itu?"

    Aku lagi lagi mengangkat bahuku.

    "Sepertinya iya. Aku tidak pernah berhenti menyalahkan diriku. Aku yang membuat mereka kecelakaan, dan aku bahkan tidak menunggku mereka pulang..."

    "Maksudmu?"

    "Yeah, aku yang memaksa mereka untuk membeli tamagotchi ini, dan aku tidak menunggu mereka seperti janjiku, padahal aku sudah berjanji akan menunggu mereka, dan lihat yang kulakukan sekarang! Aku malah bersenang senang dengan keluarga baru, padahal aku yang membunuh mereka!"

    Aku merasakan emosiku mulai memuncak, aku sudah berdiri dari tempat dudukku, dan membuat Rocky bersembunyi dengan ketakutan di belakang Marco yang masih duduk melihatku.

    "Hei, Yujii, sudah, kupikir itu bukan salahmu, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri, oke...? Hilangkan perasaan bersalah di dalam kepalamu..."

    Aku mendadak kehilangan kesabaranku, emosiku segera naik menguasai kepalaku, dan aku menuding ke arahnya.

    "Jangan asal bicara! Kamu tahu apa?! Memangnya kamu tahu rasanya gimana perasaanku 8 tahun ini?! Kamu tahu rasanya gimana?! ENGGAK!"

    "Hei, Yujii, Sabar, sa-"

    "DIAM! Kamu tahu?! Karena aku begitu egois aku sudah membunuh kedua orangtuaku, aku membunuh mereka! Aku memaksa mereka membelikan hadiah ulangtahun untukku! Kamu tahu! Aku membunuh mereka!"

    "Yuj-"

    "Karena keegoisanku! Aku menginginkan Tamagochi kecil ini karena semua teman teman di sekolah punya, dan apa yang aku dapat? Aku harus menukar kebahagiaanku, dan hidup orangtuaku demi benda sialan ini!"

    Aku meremas Tamagochi kecil di tanganku, Marco berdiri, berusaha menenangkanku, tapi aku menepis dan mendorongnya, membuatnya terjembab.

    "Aku,, Aku tidak mau, aku tidak mau semua ini! Ini bukan kebahagiaan! Ini bukan hal yang pantas untuk ditukar dengan hidup manusia! Aku pembunuh!"

    Aku melemparkan Tamagotchi itu ke udara, tepat ke tengah sungai, tapi tanpa kuduga Marco melesat, melompat dan berusaha menangkap Tamagochi itu, hingga ia terjatuh ke dalam sungai, dan berguling terbawa arus, tapi tetap berusaha keras mengangkat tangannya yang memegang mainan kecil itu untuk tetap di atas air.

    Aku hanya mengisak sambil memandangi Marco yang berusaha keras maju dan melawan ombak sambil terus menjaga tamagochi di tangannya tetap kering.

    Marco akhirnya berhasil mencapai tepian sungai, dengan beberapa sobekan di pakaiannya karena tergores batu. Beberapa lecet di tubuhnya mulai mengeluarkan darah.

    "M.. Marco! lihat! Lagi lagi benda itu membuat orang lain terluka! Lihat kamu terluka cuma karena menyelamatkan benda itu!"

    PLAK!

    Sebuah tamparan mendarat mulus di pipiku.

    "Sampai kapan kamu mau bertingkah seperti ini? Bukannya kamu selalu sok bijak ya? Kok sekarang kamu jadi kayak anak kecil menyebalkan Yujii?"

    Aku terdiam, masih dalam posisi terkejut setelah tamparan keras mendarat di pipiku, Marco masih menatapku tajam.

    "Dasar cengeng...."

    Aku langsung menatap ke arahnya, Marco hanya menaikkan alisnya, menatapku dengan wajah menantang.

    "Kenapa? Benar kan? Apa namanya orang kayak kamu kalau bukan cengeng?"

    "D.. diam..."

    "Ha, Kamu mau memerintahku? Dasar cengeng..."

    Marco meremas rambutku, menarik kepalaku dan mempertemukan tatapan kami.

    "Berhentilah bersikap seperti anak kecil dan menyalahkan semuanya. Semua yang sudah terjadi cukup dijadikan pelajaran, kamu tidak harus menyalahkan dirimu sendiri atau tamagotchi kecil ini..."

    Marco memberikan tamagotchi itu kembali ke tanganku, tangannya terasa begitu dingin dan bergetar, ia meletakkan tamagotchi itu dan menutup tanganku dengan kedua tangannya.

    "Ibumu sudah susah payah menyelamatkan benda ini untukmu, dan ini adalah kenang kenangan yang berharga kalau menurutku, jadi kenapa kamu buang?"

    Mulutku terkunci rapat, tak bisa mengeluarkan kata kata.
    Atau mungkin aku takut aku akan menangis kalau aku mencoba berbicara?
    Perasaanku terlalu kacau untuk bisa mengerti diriku sendiri.

    "Berhenti menyalahkan dirimu sendiri Yujii, kamu tidak pantas menyiksa dirimu terus menerus karena merasa bersalah atas hal ini. Yang kamu rasakan sekarang bukanlah dihantui, tapi kesepian, dan itu juga karena kamu selalu menutup dirimu..."

    Marco akhirnya tersenyum, dan terduduk di sampingku sambil merintih memegangi lukanya.

    "Kamu tahu? Kadang daripada bersikap sok eksklusif dan tertutup, menerima segalanya seperti orang bodoh bisa jadi lebih baik..."

    Marco kembali memasang wajah kosong, ia kemudian menatap ke arah kolam yang mulai berwarna kelabu karena sinar matahari yang sudah berhenti menyinarinya.

    "Kalau kamu mau, bolehkah aku mengisi ruang kosong itu? Jadi kamu ga perlu kesepian lagi...?"

    "Sudah malam, Ayo, kita kembali ke rumahku, luka lukamu perlu dirawat, nanti aku minta kepala perawat Li untuk mengobati lukamu..."

    Marco menatapku sesaat, senyuman tipis mengembang di wajahnya.
    Aku mengamit tangannya, dan memapahnya berjalan.

    "Yujii, aku anggap itu sebagai jawaban 'ya' darimu..."

    Aku hanya berjalan diam, dan menganggukkan kepalaku tipis saat Marco menoleh ke arah luar hutan.
    Yeah, aku mengizinkanmu.
    Bahkan sebelum kamu memintanya, kamu sudah lebih dahulu memaksa masuk ke hatiku, Marco.

    .....From then on my life
    Has changed for good.......

    .....Now I'll never feel lonely again
    Coz you are in my life......

  • pertamax!
  • feel di part ini dapat banget... gw pengen jadi marco ahhh
    buat bro @silverrain thank dah di update ya
  • kok malah ga dpt feel nya yujii pas emosi ya? umm.. abaikan.
    udah? tamat nih?
  • @yuzz mau tamat aja?!
    wkwkwkwk
    ga dapat?
    aduh kok bisa?
    :(
  • Dikit bgt yaolohh..
  • PM PM PM PM... Zzzzzzz...... -_-"
Sign In or Register to comment.