It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
aq udh vaksin lengkap kok!
stampbum juga!
UPDATE lagi plisss . kangen pov yujiii
akhirnya q baca deh ni cerita. trus cuma mau bilang 'DI TUNGGU LANJUTANNYA '
klik aja bintangnya ampe jd warna putih lagi
disini aku bayangin mas @andhi90 pake dandanan ala Essel
dengan rambut berponi, bando kupu2, bulumata 2cm, softlens merah, lipgloss, bedak tebel, kaos lengan pendek ketat warna pink, hotpants kuning, trus pegang kipas hello kitty ) ) )
colek @yuzz
jgn lama2 yakk.. :-D :-D
nastar basinya abis ya jeng @free_man?
eh? nastar basi bukan dimari yak? xixixi
Yujii's View
Indonesia Pusaka
Ismail Marzuki
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
"Oke, Cukup....."
Bu Rossa menutup scorenya dengan gerakan anggun, dan segera diikuti oleh seluruh murid dengan merapikan alat musik mereka dan berdiri dari kursi yang mengelilingi wanita paruh baya yang memasukkan conducting batonnya ke dalam tabung dari bahan metal.
Aku merapikan poniku yang jatuh menutupi mataku saat aku fokus memainkan fluteku. Semua anak tampaknya sudah selesai merapikan alat musiknya dan mulai meninggalkan ruangan satu persatu.
Aku bergegas mengambil kotak fluteku, dan memasukkannya kedalam tas sekolahku.
"Yoo, Yujii!"
Seorang dari teman orkesku menyapaku, aku membalas dengan anggukan kecil, terburu buru untuk berdiri dan segera pulang ke kostku.
Hari yang melelahkan.
Setelah seharian penuh dengan mata pelajaran yang cukup menguras pikiran dan tenaga, aku masih harus berlatih untuk persiapan festival sekolah.
Kupikir aku akan segera pulang, menikmati membaringkan tubuhku di kasur lembutku, dan ga akan membiarkan siapapun mengganggu waktu istirahatku!
Terutama Gege
Aku berjalan perlahan menuju pintu perpustakaan tempat aku tadi berlatih.
Dengan malas aku berjalan turun dari tangga perpustakaan menuju lapangan basket yang merupakan jalan menuju gerbang keluar dari sekolahku.
Sejenak pandanganku tertuju pada sesosok lelaki yang dengan lincahnya menggiring bola sendirian pada lapangan kosong.
Tubuhnya tampak mengkilap ditimpa sinar matahari sore yang keemasan karena tetesan keringat di sekujur tubuhnya.
Baju basket tipisnya dengan angka 4 putih tercetak tampak basah oleh keringat.
Ia tampak menimang sejenak, sebelum akhirnya memasukkan bola yang dipegangnya ke dalam ring basket.
Ia memandangi ring basket itu cukup lama sebelum akhirnya menopangkan kedua tangannya di lutut, sementara tetes tetes keringat tampak menetes dari hidungnya.
"Marco...?"
Lelaki itu tersentak, ia segera menoleh ke arahku, dan tersenyum senang.
"Hai Yujii!"
Marco berlari mendekat, tapi kemudian berhenti cukup jauh dariku, tampak ragu.
"Ngapain kamu latihan basket siang bolong begini? Bukannya biasanya baru mulai latihan jam 4 sore?"
"Ha? Enggak, ga ada latihan hari ini..."
Aku bergerak ke arahnya, tapi ia segera mundur menjauh dariku. Aku menatapnya dengan pandangan terhina.
"Maksudmu...?"
"Eee. eng, enggak, bukan gimana, tapi kamu tahu, aku baru basket, dan keringatan, jadi...."
Aku tertawa saat mendengar alasannya.
"Oke, kamu takut bau, ya?"
Marco tampak malu, wajahnya tampak memerah, entah karena malu, atau karena terjemur matahari, atau mungkin dua duanya.
"Oke, jadi ngapain kamu ke sekolah dan latihan...?"
"Ung, tadinya aku ke kostmu, tapi Ayu bilang kamu ada di sekolah, jadi aku tunggu sambil main basket..."
"Kamu tahu kamu nunggu aku, dan kamu takut kalau aku mencium baumu, tapi kamu main basket?"
Marco kehilangan kata katanya.
"Nevermind, aku juga bau, aku belum pulang dari pagi, hahaha, jadi ada apa kamu ke tempatku...?"
"Ah, iya, itu, aku cuma mau main, ya, bukannya aku sering ke tempatmu...?"
Aku mengangguk mengerti.
"Yasudah, ayo!"
"Oke, tunggu aku sebentar, aku mau mengelap keringatku, tunggu! Tasku ada di seberang lapangan...."
"Jangan lupa ganti baju...."
"Eng.................."
"Lupakan, nanti pakai bajuku aja...!"
Dasar monyet teledor, sudah tau ga bawa baju ganti dan takut baunya tercium, tapi malah main basket sampai basah kuyup!
Sial, padahal tadinya aku mau istirahat di kamar seharian, tapi monyet ini malah mengganggu waktu berhargaku.
Tunggu, aku kan bisa menolaknya...
Kenapa ga kutolak?
..............
Mana mungkin kutolak....
Marco kembali berlari dari seberang lapangan basket setelah mengambil tas besarnya.
Deretan giginya yang tertata rapi tak henti hentinya terpampang di depan wajahku, ia memberikan isyarat, dan mendahuluiku keluar dari lapangan.
=============================
Kami berjalan beriringan, melewati jalan belakang sekolah, jalan ini memang lebih sepi, tapi jalan yang cukup cepat untuk mencapai kostku dengan mudah.
Marco dan aku berjalan dalam diam, tapi mata kami saling bertatapan satu sama lain berkali kali.
Aku membungkuk, mengambil sebuah batu tipis seukuran kepalan tanganku, menimangnya di tanganku.
"Jadi, kamu memelihara kucing Marco..?"
Marco mengangkat bahunya, ia menggeleng.
"Gak, entahlah, kupikir kamu yang memelihara kucing Yujii?"
"Enggak, aku ga melihara kucing, aku cuma melihara Rocky, dan dia cukup merepotkan! Makannya banyak dan kadang kencing seenaknya di kamar!"
Marco tertawa kecil, kemudian ia menaruh kedua tangannya di belakang kepala.
"Maaf! Soalnya waktu aku ke pet shop, cuma binatang itu yang menarik pikiranku, dan dia mahal! jadi jangan seenaknya bilang pemberianku begitu!"
Aku tertawa tipis.
"Jadi, apa kita membawa makanan di tas?"
Marco menggeleng.
"Enggak, kayaknya aku ga bawa apa apa sama sekali..."
"Aku juga ga membawa apa apa..."
"................"
"Jadi, ada berapa kucing yang kamu kira aku pelihara Yujii....?"
"Kupikir ada delapan, eh, bukan, sepuluh..."
"Oh ya? Banyak sekali! Kenapa bisa...?"
"Entahlah, dan kalau memang kucing itu kucing liar, kita akan tahu sebabnya...."
Aku membalik tubuhku, melontarkan batu di tanganku ke belakang, dan suara pekik tertahan disusul tubuh yang jatuh segera terdengar.
"....... sebentar lagi...."
Marco segera mengambil posisi membelakangiku, saat kelebatan lain datang dan muncul, bergerak ke arah kami.
"Sepuluh kucing Marco..."
"Oke, kalau begitu kita lima lima...."
"Empat lima mungkin maksudmu? Satu sudah kubereskan.."
"Terserah katamu, mereka datang..."
Aku mengepalkan tinjuku, berlari ke arah berlawanan dari Marco, kepada dua orang yang datang sambil mengacungkan batang besi.
Suara benda terayun membelah udara terdengar cukup jelas di telingaku, bersamaan dengan sebuah suara berdebam dan erangan pelan.
"Mereka Bersenjata! Dan aku sudah cetak satu score...!"
Aku melompat menghindari ayunan batangan besi itu, sambil menangkap kedua kepala orang dihadapanku, kemudian membantingnya kelantai.
"Dua...."
AKu tersenyum sinis ke arah Marco.
"SIALL!"
Marco berlari menjauh, ia melompat, menendang satu orang yang maju berikutnya.
Orang itu terhuyung, dan tanpa tunggu waktu Marco menghantamkan tumitnya ke kepala orang itu.
"Dua..."
Desisnya pelan, sembari mengambil tutup tempat sampah plastik di dekat kami, melemparkannya pada orang berikutnya.
"Dan akan segera tiga..."
Aku mengambil dua batang besi dari dua orang yang jatuh terkapar di hadapanku, memutarnya di udara, kemudian berjalan menjauh dari Marco.
"Tiga"
Desisku sambil mengait dan menghantam seorang berjaket jins biru di lututnya,
Aku merunduk tepat saat sebuah pipa besi melayang ke arahku, dan ditangkis oleh Marco.
"Hei curang! Itu musuhmu!"
Aku mengangkat bahu, dan terlibat dalam serang dan bertahan dengan dua pipa besi ditanganku untuk menghindari sabetan belati.
Mereka membawa senjata tajam, mereka serius!
Sebuah celah dari sabetan itu membuatku bisa menghantamkan sikutku tepat di pipi si pembawa belati, membuatnya terkapar.
"EMPAT!"
"Empat..."
Aku dan Marco tersenyum bersamaan.
Marco menjatuhkan orang yang dicekiknya, membantingnya ke tumpukan sampah.
"Tinggal satu!"
Aku dan Marco segera berlari ke arah seorang lagi yang tampaknya mulai kehilangan keberaniannya menghadapi kami.
"Tampaknya yang ini punyaku, Yujii...."
Marco meringis senang, tapi aku melompat, menginjaknya, menjadikannya lompatan untuk melesat, dan meninju orang itu hingga membentur tembok.
"SIAL! ITU CURANG!"
"Life is never flat~"
Hinaku padanya, seraya mencengkeram kerah orang yang barusaja kupukul.
"Tampaknya semua yang membuat kita penasaran akan terjawab sekarang..."
Aku menghadiahinya dengan sebuah tinju pelan, sambil tersenyum.
"Jangan bunuh dia Yujii..."
"Tenang, ga secepat itu...."
Orang itu tampak benar benar ketakutan, nafasnya tampak tersengal, ia nyaris menangis sambil menatap ke arah kami.
"Ha? Kenapa kau ga ngompol sekalian ha?"
Marco mengambil pipa besi, melemparkannya ke dinding tepat di sisinya, orang itu mengejang di genggamanku.
"Lihat temanmu..."
Aku memutar tubuhku, membiarkannya melihat tumpukan orang tak sadarkan diri dengan lebam dan darah di wajahnya.
"Kamu ga mau kayak mereka kan....?"
Anak itu meneteskan air mata ketakutan, ia menggeleng. Luka di mulutnya membasahi kaos putih yang sekarang sudah kumal dan penuh dengan tanah.
Aku menatap ke arah celananya.
Celana abu abu, sama seperti beberapa orang lainnya.
Anak SMA lain?
"Jadi, apa maumu....?"
Anak itu terdiam membisu.
"Apa kamu ada hubungannya dengan penyerangan dua teman kami yang lainnya?"
Orang itu menggeleng, masih menolak membuka mulutnya.
"Ga mau bicara? Siapa yang menyuruhmu...?"
Dia diam membisu.
Aku menghela nafasku, kemudian meninju sebuah pagar tua rumah tak berpenghuni yang menjadi dinding di sekitar kami.
Dinding itu berderak pelan, menyisakan retakan kecil.
"Kamu tahu kalau pukulan itu sampai disini?"
Aku menyarangkan genggamanku di ulu hatinya seraya mendorongnya pelan.
Airmata anak itu tampak semakin deras mengalir, tapi dia tetap diam membisu.
"Apa...? Kamu ga sayang nyawamu...?"
Aku tersenyum pahit.
Kalau begini terus, aku mau g mau harus menghabisi anak ini.
"Yujii, tampaknya dia ga mau memberitahu apa apa..."
Aku mengangguk.
Benar.
Walaupun dia tampak benar benar ketakutan, tapi dia begitu teguh tak memberitahu siapapun.
Apa apaan ini....?
Kenapa dia bisa begitu percaya diri?
Apa dia kira aku tidak bisa dengan mudah menghabisinya?
Tidak, tidak mungkin, mereka pasti sudah berjaga jaga.
...............
Benar.
Mereka sudah berjaga jaga.
Jangan jangan...
"Sial!"
BUAK!
Sebuah pukulan telak bersarang di kepala Marco yang mendadak berlari ke belakangku.
Sebuah sosok muncul dari tubuh Marco yang roboh, ia mengayunkan benda di tangannya.
Bug!
Aku melepaskan cengkaramanku, dan menangkap benda itu.
"Lari...!"
Suara lain, terdengar masih usia SMA, berteriak, dan orang yang kucengkram segera berlari.
"SIAL!"
Sosok itu pun segera melepaskan senjatanya dan berlari menjauh.
Sial!
Kejar?
Tapi..
Marco?!!
Sial...
Aku harus kemana?!
@totalfreak @el_crush @just_pj
@masdabudd @adra_84 @rarasipau
@ferry_six
@ularuskasurius @obay @4ndh0
@congcong @nero_dante1 @beepe
@boyzfath @hwankyung69 @danze
@callme_DIAZ
@hades3004 @chibipmahu
@gaudeamus @noe_noet
@abyan_alabqary @bintang96
@kebohenshin @yui_yoshioko
@Han_Gaozu hananta @bi_ngung
bandar beha @rubysuryo @adra_84
@venussalacca @ardi_cukup
@jhoshan26
@pokemon @rubysuryo @andhi90
@RiidzSyhptra @dityadrew2 @beepe
@yuureichi @raviz @angelofgay @adinu @ardi_cukup @bayucarita @A@ry @kimo_chie @free_man @irfandi_rahman @yuureichi @cong_cong SEKROL ATASS!!!!