It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Wah, Terima Kasih..
Saya masih belajar nulis kok..
Kritik dan sarannya diperlukan ya..
Jbu
Amin..
Thanks udah dibaca..
Jbu
Terima kasih kak @angelofgay udah mau baca ceritaku..
Iya kak, kritik dan sarannya diperlukan lho..
Jbu
Saran dan kritiknya dong.. ;*
I have a lot of excuses but it shouldn't be used..
My fault..
So, here we go, Nokia Part 2 and 3
(Fiksi)
Part 2
Kami pertama kali bertemu saat OSPEK. Dan sekarang kami sudah di semester 3. Berarti sudah setahun lebih kami bersahabat. Entah mengapa dia mau berteman dengaku padahal jelas-jelas anak-anak lelaki yang lain (dari program studi yang lain) suka mengejekku karena penampilanku.
Kalian pasti bertanya apa yang aneh dengan penampilanku.
Yah, aku pendek (Is 163 cms short?), gemuk, kulitku gelap dan aku agak sissy.
Jadi bahan omongan dan gunjingan sudah biasa bagiku. Jadi saat anak-anak itu mengejekku, aku tak perduli lagi.
Namun, memiliki seseorang yang membelamu disaat orang lain menjatuhkanmu, terasa.. Um, Menakjubkan, bukan..??
Ya, saat aku diejek oleh anak-anak itu, Marlo datang dan membelaku. Hampir terjadi adu jotos sih. Untung panitia OSPEKnya tanggap, sehingga tidak terjadi apa-apa.
Sejak saat itulah kami berteman. Lebih tepatnya bersahabat.
Sering aku bertanya, apa yang dia lihat padaku sehingga dia mau menjadi sahabatku, disaat banyak orang mengantri untuk mau dekat dengannya.
Cewek-cewek mau jadi pacarnya. Cowok-cowok mau jadi temannya.
Gimana enggak..??
Dengan tinggi 175 cm, badan berotot, perut six pack (yang pernah kulihat sekali ;P ), kulit kecoklatan, bad-boy look, suara merdu serta keahlian memainkan gitar, dan otak encer, siapa yang tidak mau dekat dengannya? Apalagi dia dari keluarga berada. Dapat diketahui dari mobil yang setiap hari dibawanya ke kampus
.
Apakah aku terpikat dengannya..??
Ya, tentu! Hanya cewek gak normal dan cowok gay gila yang sanggup menolak pesonanya.
Apakah aku bersahabat dengannya karena hal-hal diatas?
Tidak! Mungkin ada yang mengatakan bahwa aku munafik. Terserahlah! Tapi berteman dengan orang biasa pun aku susah, apalagi dengan orang sesempurna dia? Makanya aku sangat bersyukur saat dia mau berteman denganku.
Saat kutanya kenapa ia mau bersahabat denganku, dia hanya berkata :
“Kamu berbeda, dan aku merasa nyaman.”
Aku hanya bisa tersenyum setiap kali mendengar hal itu.
Dia juga sering bertanya kenapa aku mau bersahabat dengannya.
Kadang, aku membuatnya kesal dengan jawaban : “Supaya numpang tenar dong..” yang akan disambut dengan mukanya yang cemberut. Hihihi..
Dan sampai saat ini aku masih belum berani mengatakan alasan kenapa aku mau bersahabat dengannya. Aku takut alasanku terlalu aneh, dan dia tak mau menerimanya, lalu menjauhiku.
Cukup sudah aku dijauhi orang-orang yang tidak menyukaiku. Jangan Marlo. Jangan dia.
Aku sudah duduk di kursi beton di ujung lantai 3 (yang merupakan surga bagiku), sambil memainkan smartphone Androidku. Ya, Android, tentu saja aku kan bukan Papa yang gaptek dan milih pakai Nokia, pikirku.
Tiba-tiba ada tangan yang menyodorkan Frestea, minuman kesukaanku. Aku langsung mengambilnya, dan meneguk isinya sedikit. Orang yang disampingku lalu duduk dan meminum minuman bersoda di tangannya.
"Sampai kapan kamu mau minum Teh..??" tanya orang yang disampingku itu. Marlo.
"Sampai kamu berhenti minum Soda." jawabku.
Dia hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya. Hal yang biasanya dia lakukan saat dia sedang bingung.
"Semalam aku baca status kamu di facebook, yang soal Nokia, kenapa sih emangnya Nokia..??" tanya Marlo.
"Facebook..?? Aku udah jarang buka Facebook kalii, dan seingat aku, kemarin aku gak update status di facebook deh." jawabku.
"Lah, yang Nokia itu..?? Masa setan yang nulis..??"
"Oalah, aku lupa, Itu tweet aku yang langsung terkirim ke facebook." jelasku.
"Ooh." Mario menatap kaleng sodanya. "Lalu, ada apa dengan Nokia..??"
"Aku gak suka Nokia. Well, lebih tepatnya, aku gak suka Nokia LAGI.” Jelasku.
“Any spesific reason, miss..??”
“Miss your ass! I am still a Mr, you bastard!” Teriakku ke arahnya.
Kulihat Marlo terpingkal2 karena teriakanku.
Huh, dasar cowok gila, suka sekali memanggilku Miss. Okay, I love Miss Universe, Miss World, and Beauty Pageant, but that doesn’t mean he has to call me that way, rite..??
Tapi sudahlah, dia kan Marlo, pikirku.
“Hei! Kalian! Siapa yang tadi berteriak!” Teriak suara dari arah tangga.
Mati aku. Yang bertanya tadi adalah Dosen Pascasarjana Killer yng sering “menghantui” lantai 3 ini.
Aku terdiam dan menunduk. Takut.
“Saya pak!” ucap Marlo
Aku mengangkat kepalaku hanya untuk melihat bahwa Marlo telah berjalan ke arah dosen itu dan dia tampak sedang dimarahi.
Setelah mungkin semenit bersama dosen itu, diapun kembali ke tempat duduk.
“Maaf ya, kamu dimarahin.” Aku menunduk
“Aku gak dimarahin kok.” Katanya.
“Eh?” aku mengangkat kepalaku. “Kok bisa..??”
“Entahlah, aku hanya dikasih nasihat.” Jelasnya.
“Nasihat apa..??” tanyaku penasaran.
“Nasihat untuk terus bersamamu dan menjadi sahabatmu.” Katanya sambil tersenyum.
Oh, great! Mukaku sudah berubah warna menjadi ungu sekarang.
“Ok, lanjutkan! Kenapa kamu gak suka Nokia, LAGI..??” Dia menekankan kata “Lagi”.
“Entahlah, kau tahu kan aku gadget freak dan a-“
“Oh tentu! Sangat Freak, I mean gadget freak.” Ujar Marlo
“Oh, Shut Up!” bentakku.
Dan dia hanya menggaruk-garuk kepalanya lagi.
“Dan aku suka semua hal yang up to date. Nah HP papaku kan rusak dan kemarin aku menemaninya untuk membeli HP baru sebelum beliau bekerja di semarang. Aku menyarankan agar Ia memakai Android, karena Android bisa menyimpan Unlimited contacts dan Papa punya sekitar 1500 kontak di HPnya, Ia setuju.”
“Lalu..??”
“Ternyata sampai di toko HP yang kami tuju, beliau malah memilih Nokia, dan yang parahnya bukan yang windows phone, tapi Feature Phone. Padahal sudah kujelaskan kepada semua orang di rumah bahwa Nokia sudah di akusisi Microsoft dan tidak akan ada lagi. Namun beliau tetap memilih Nokia. Huff..” jelasku.
“Kenapa kamu gak suka Nokia lagi??” Tanya Marlo
(Fiksi)
Part 3
“Karena Nokia is so yesterday! Dan lagi, Nokia itu HP jaman dulu, dan kemarin Nokia itu sudah diakusisi Microsoft yang berarti there are no more Nokias in this world, Marlo!” aku menjelaskan. “Dan karena aku suka Android. Karena Android adalah Sistem operasi yang ada di hampir semua smartphone.”
“How about this..??” kata Marlo seraya mengangkat iPhone 5 nya.
“Nope! Not rich enough to buy one!” kataku sambil tersenyum.
“Alay!” jawab Marlo sambil melotot ke arahku.
Dan kami terdiam dalam lamunan masing-masing.
“Kenapa kamu mau bersahabat denganku Lukas..??” tanya Marlo
Aku mengangkat kepalaku, dia tak pernah memanggil Lukas, kenapa kali ini dia memanggilku begitu?
“Jangan jawab karena kamu hanya ingin numpang tenar. Aku ingin tahu yang sesungguhnya.” Katanya sambil menatap mataku.
Entah dari mana keberanian ini, tapi aku mendapati mulutku mengatakan :
“Karena aku merasa dilindungi. Karena kau seperti ayah bagiku saat ayahku yang tidak perduli ketika aku dibully, dan karena kau seperti kakak laki-laki yang selalu aku inginkan untuk menjagaku disaat yang lain menjatuhkanku.” Aku hampir menangis. Sial!
Kami terdiam lagi.
“Aku akan tetap melindungimu, sahabat! Tenanglah.” Kata Marlo sambil menepuk pundakku.
Sahabat, pikirku. Kau hanya sahabat baginya, Luka.
“Bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu..??” tanya Marlo.
Ini aneh. Kenapa dia tak langsung bertanya..?? Biasanya kan begitu.
“Sure!” Jawabku
“Kalau seandainya kau adalah Smartphone, apakah kau Nokia atau Android..??” tanyanya
Such a question, pikirku.
“Tentu aku ingin menjadi Android yang up to date, flawless serta keren. Tapi, “ aku terdiam sejenak.
“Aku tak yakin aku seperti itu. Tampaknya aku hanyalah Nokia. Yang hanya menyimpan beberapa kontak di memorinya, hanya beberapa orang yang sudi menggunakannya, dan perlahan ditinggalkan sahabat-sahabatnya.” Jelasku sedih.
“Menurutmu, seperti apakah orang-orang tipe Android itu..??” tanya Marlo lagi.
Aku mengangkat wajahku. “Seperti Dana (salah satu teman kami yang sering digosipkan pacaran dengan Marlo).”
“Kenapa Dana..??” tanyanya
“Karena Dana fashionable, up to date, dari kalangan atas, and everyone wants to hang out with her.”kataku sambil tersenyum getir.
“Bagaimana denganku..??” tanya Marlo. “Tipe seperti apakah aku ini..??”
“Bagiku kau iPhone.” Jawabku
“iPhone..?? Kok bisa??”
“Premium, Prestige, Durable. There I said it.” Jelasku.
Marlo kembali menggaruk-garuk kepalanya. Aduh, bosan rasanya melihatnya menggaruk kepalanya itu.
“Menurutmu..” Katanya.
“Menurutmu, jika harus kau kategorikan, siapakah diantara aku, Dana, dan dirimu yang harus menggunakan iPhone..??” Tanya Marlo.
“What question is that?” tanyaku bingung.
“Just answer it!” ujar Marlo sambil tersenyum.
“Dana and You.” Jawabku
“Kenapa kamu nggak mau pakai iPhone..??” tanya Marlo
“Mr. As I said before, I am not rich enough to buy one. And even if I could buy one, bakal kelihatan gak cocok banget tahu gak. Keliatan kayak rakyat jelata megang cluth Louis Vuitton.” Jelasku sambil memutar bola mataku.
“Bagaimana dengan Android?”
“Mungkin aku, kamu dan Dana bisa memakai Android.” Ujarku.
“Nokia?” tanya Marlo lagi.
Ihh, apa sih maksudnya dengan menanyakan hal-hal konyol ini? Menyebalkan!
Aku menghela napas sedih.
“Mungkin aku.” Ujarku sedih.
Kami terdiam.
Dapat kudengar suara bell tanda masuk dari SMA di samping bangunan ini telah berbunyi.
“Kau tahu,” kata Marlo. “Dari dulu aku menyukai Nokia, bahkan sampai sekarang. Hanya saja Nokia tidak lagi keren menurut teman-temanku. Itulah mengapa aku ikutan mengganti smartphoneku menjadi iPhone. Dan aku menyesal mengikuti saran orang lain tanpa memperdulikan perasaanku sendiri.”
Aku masih terdiam.
“Hai, Kalu.” Panggil Marlo.
Aku mendongak ke arahnya.
“Apa yang akan terjadi jika orang seperti diriku mencintai orang yang berkepribadian seperti Nokia, dan kamu menggunakan iPhone?” tanyanya.
Aku tersenyum miris.
“Dunia berubah upside-down, people talk behind our backs and life will never be the same.” Kataku. Agak lebay memang, tapi itu yang aku tahu.
KRINGGGGGGG..
Tiba-tiba Hpku berbunyi. Kuperiksa layarnya dan ternyata ada telepon dari Mamaku yang segera kuangkat.
Aku berbicara dengan Mama sambil membelakangi Marlo.
Saat aku menoleh ke arahnya, sambil tetap menelepon, dapat kulihat ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan ia tampak, umm, masygul.
“Bagaimana jika..” ucapnya terpotong.
Aku mengerutkan dahiku.
“Bagaimana jika aku mencintai orang yang berkepribadian Nokia? Bagaimana jika aku mencintaimu?” Tanyanya tegas.
Tiba-tiba saja HPku telah berciuman dengan lantai. HPku yang telah aku wanti-wanti akan aku jaga, apapun yang terjadi. Tunggu, apa kata Marlo tadi? ASTAGA!!!
“Hahahaha..” sambil memungut HPku aku tertawa getir.
“Lucu sih, berbakat kok jadi komedian.” Aku memaksakan tawa.
Aku memandangnya, dia tampak tidak senang. Oh Tuhan, ini bukan sungguhan kan? I mean, ini hanya terjadi di kisah-kisah dongeng busuk dan roman picisan itu, dimana pangeran yang tampan dan kaya raya jatuh cinta pada wanita jelek dan miskin. Blah!!
“Aku serius. AKU CINTA SAMA KAMU.” Marlo berbicara dengan lantang.
“Aku gak tahu kenapa, sejak kejadian di OSPEK itu, aku pengen melindungi kamu. Aku mau jadi satu-satunya cowok yang ada buat kamu, yang ngejaga kamu, yang meluk kamu sambil bilang semua akan baik-baik saja. Aku mau jadi seseorang yang membuat sinar matahari tidak menyengatmu dan hujan tidak membasahimu.” Jelasnya panjang lebar.
“Aku selalu cinta sama kamu, tapi aku tahu itu gak mungkin.” Kataku pelan dan tak jelas.
“Memangnya kenapa?”
“Karena aku kira kamu straight, dan kalaupun kamu gay atau biseksual, kamu pasti akan nyari yang sepadan sama kamu.” Kataku
“Kamu sepadan sama aku.” Balasnya sengit.
“Tapi di masyarakat..”
“Oh, fuck what society think.” Kata Marlo tampak kesal. “I love you, Nokia and you are dating an iPhone. From now on! And I accept no refusal!”
Aku merasa tanganku digenggam.
“Tolong jangan pikirkan apa yang kamu pikirkan tadi. Bahwa kamu old fashioned and I am durable and premium shit. I love you, and You are beautiful. Please don’t let anyone make you think opposite.”
Aku tersenyum.
“Ini mimpi jadi nyata. Ini kayak gak real.” Aku terseyum ke arahnya.
“No! Mimpi aku yang jadi nyata.” Marlo mengecup dahiku.
“Kamu mimpi aku yang jadi nyata, bahwa suatu saat entah kapan aku bisa memiliki Nokia lagi. Aku mencintaimu, Nokia.”
“I love you too, my iPhone.” Kataku sambil tersenyum.
Yah, pasti mataku sudah basah sekarang.
I will keep mention you walau ceritanya udah bertahun-tahun gak dilanjut!
maaf ya, salahku kok..
@Zhar12
@Agran
@Arieat
@Tyo_ary
@Kimo_chie
Om @Tamagokill
Sorry ya udah spamming sama menuh2in notif..
If you guys gak mau di mention, let me know ya..
Sorry and thank you..
ceritanya bagus(dan semakin bagus) dan yang paling penting
happy ending
kenapa tidak membuat long story?
aku rasa ceritamu dapat bersaing dengan penulis lainnya
:x =D> [-O< ^:)^ :o3 O:-)