It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
(Non-Fiksi)
Tentang Rasa Cinta, yang telah kugenggam lebih dari sewindu yang lalu..
Kulangkahkan kakiku ke arahnya. Entah karena angin di bulan Januari ini begitu kencang, atau karena sudah lama aku tak berjumpa dengannya, akupun menggigil.
Dia, seperti biasa, ditempat terakhir kali aku melihatnya. Tetap dengan senyuman yang sama, yang takkan pernah berubah (aku yakin) walaupun sudah beribu-ribu kali aku berjumpa dengannya. Akupun duduk disampingnya.
“Hei, kamu apa kabar..??” Sapaku
“Aku kangen loh sama kamu. Ini aku bawain oleh-oleh. Bola yang sengaja kubeli dari Manchester, Asli loh.”Celotehku.
Dia tetap tersenyum.
Dan entah mengapa, senyuman itu membawa ingatanku kepada semua kenangan itu.
16 September 2000
Hari itu adalah hari pertama aku bertemu dengannya. Tampan, dia sangat tampan. Dia juga lucu dan pandai. Aku tahu kami masih berumur 6 tahun (atau hanya aku, karena dia 7 tahun) tapi entah mengapa aku sudah menyukai senyuman aneh itu. Senyuman yang hanya tersungging di pipi kanan nya dan menyebabkan giginya yang putih bersih itu hanya terlihat setengah. Yang aku tahu, aku hanya ingin terus dekat dengannya.
18 September 2003
Kita sudah kelas 3 sekarang. Aku akui kamu masih lelaki paling tampan yang pernah kulihat. Gay..?? Ayolah aku bahkan tahu aku gay sejak berumur 5 tahun. Buku yang kubaca dengan jelas menerangkan hal itu..
Sok tahu..?? Tidak, aku hanya mengatakan apa yang kutahu..
Entahlah, aku hanya sekali suka pada seorang gadis.. Itupun karena dia mengajakku main masak-masakkan. Bukankah sudah jelas orientasi seksualku..??
Aku tetap bersama denganmu walau kita hanya sebatas teman, sampai anak perempuan itu datang..
24 April 2004
Cantik, Kaya dan Pintar. Kombinasi mematikan memang dimiliki oleh anak perempuan itu. Aku tak pernah menuduhmu matre atau pilih-pilih teman, tapi entah kenapa sejak dia pindah ke sekolah kita, engkau tak mau lagi berjalan ke kantin denganku. Atau hanya untuk menanyakan bagaimana kabarku.. Hancur..?? Kata itu cukup tepat untuk mendeskripsikan kondisi hatiku..
11 Januari 2005
Tak akan pernah aku lupa hari dimana kau memakiku hanya karena aku membela diriku setelah dihina oleh Lonita, yah anak perempuan itu. Lonita Pramana Sari, bukankah itu nama yang Indah untuk disandingkan dengan nama Zicco Andhara Putra, namamu..??
Aku hanya ingin membela harga diriku yang telah diinjak sampai ke dasar bumi terbawah setelah dia mengataiku “Banci”, dengan membentaknya sebagai “anak baru tak tahu diri”. Lalu kau datang, dan dia langsung menangis seraya mengadu kepadamu. Bukankah sebutan “Babi Bunting” terlalu kasar untuk anak berumur 11 Tahun, Zic..?? Mengapa kau lebih memilih membela dia yang baru kau kenal 1 setengah tahun dengan mengataiku seperti itu..??
Bukankah kita berteman lebih lama dari durasi kau mengenal dia..?? Entahlah, aku hanya mampu menangis seperti bayi setelah kau hempaskan asaku ke tanah. Dan anak perempuan itu, dia menatapku dengan tatapan yang membuatku membenci semua orang yang menatapku seperti itu sejak saat itu.
12 Mei 2005
Sejak kejadian itu, aku sering menulis di buku notesku. Aku tak pernah menyebutnya buku harian, karena aku tak suka istilah itu. Semua hal yang kulihat tentangmu kutuliskan disitu. Bagaimana kau mengubah gaya rambutmu, entah karena kau suka atau karena Lonita yang sering mengeluhkan gaya rambut klimismu yang aku suka itu. Bagaimana kau menjadi lebih tinggi, bagaimana Lonita sering menatapku dengan tatapan “itu” ketika dia sedang berjalan denganmu dan hal-hal lainnya. Oh Tuhan, cintaku padamu hampir membuatku gila, Zic.
13 September 2005
Sepertinya semua orang sudah tahu bahwa aku mencintaimu. Dengan bodohnya aku meletakkan buku notesku di atas meja belajarku saat aku ke kantin. Sekembalinya aku, hanya ada meja kosong dan tatapan jijik dari teman-teman kita. Dan kau, aku bahkan tak mengenali tatapanmu kepadaku. Mata cokelat indah itu tampak sedih, atau jijik..?? Entahlah aku tak tahu.
Detik berikutnya, yang aku tahu, teriakan Homo, Jijik, Sampah dan teriakan serta makian lainnya telah dihujamkan kepadaku. Aku hanya diam, tahu bahwa jika aku menangis, keadaan akan semakin parah.
Zicco, dimana kamu saat aku sangat membutuhkanmu..??
15 September 2005
Hanya selang sehari sejak kejadian buruk itu. Namun badai telah bertiup di rumahku. Buku notes itu, ya, buku notes sialan itu entah bagaimana telah ada ditangan papaku yang dengan marah mengomeliku karena dia membaca nama Zicco disitu. Untunglah Mama, oh mama, betapa aku mencintaimu, dengan sabar mengatakan bahwa itu bukan Zicco, melainkan Zisca, yang kebetulan teman mainku. Untung saja sehari sebelumnya air mataku telah melunturkan namamu di buku notes itu, kalau tidak, tamat sudah riwayatku.
11 Juli 2006
Aku lulus, Kamu lulus, kita lulus.
Entah bahagia atau sedih yang harus kurasakan.
Aku bahagia, karena kita berdua lulus dan karena Lonita telah pindah ke kota lain. Dan sedih karena akhirnya kita takkan sekelas lagi.
Namun aku tahu, dunia SMP pasti akan lebih ramah kepadaku.
13 September 2006
Hari ini adalah hari pertama MOS SMPku.
Dengan semangat, aku ke sekolah. Nafasku hampir berhenti ketika kulihat engkau berdiri di gerbang SMP itu.
Aku menundukkan kepalaku dan masuk dengan tergesa-gesa.
“Beg”. Tanganku telah berada dalam genggaman tanganmu.
“Begitukah tingkahmu kepada orang yang telah menunggumu sejak 30 menit yang lalu..??”Gerutumu.
“E-eh, kau menungguku..??”Tanyaku heran dan gugup.
“Tentu saja, dan aku ingin minta maaf.”Katamu sambil menundukkan kepalamu.
“Maaf..?? Untuk apa..??.” Tanyaku
“Untuk setiap detik yang tidak kuhabiskan saat bersamamu. Bisakah kita bersahabat lagi..??.”Pintamu.
Aku tersenyum, sangat senang perasaanku waktu itu. “Tentu saja, kau tetap sahabatku.” Balasku girang.
Selama 5 Tahun kedepan, kita terus bersama, sebagai sahabat tentunya.
Dan aku tetap memendam rasaku, rasa cinta itu. Karena aku tak mau menghancurkan apa yang sudah kita punya. Terlalu berharga kebersamaan ini bagiku.
Hidup begitu baik kepada kita..
“Ssrrrttt”
Bunyi angin mengagetkanku. Kuraba pipiku. Basah. Kukeringkan pipiku, dan menyentuh nisan itu.
“Zicco Andhara Putra – (18 Juli 1994 – 06 Oktober 2011)”
Dan fotomu yang gagah itu, yang kuingat dengan baik dipotret olehku pada saat ulangtahunmu, menatapku dengan senyuman hangat. Walau kuingat hari itu kau agak bad mood karena Ibumu memintamu memakai jas Ungu, warna yang tidak kausukai, dan warna yang kucinta. Namun setelah aku datang, kata Ibumu, engkau menjadi periang. Dasar anak aneh.
“Aku Mencintaimu.”Kataku sambil terisak.
“Aku tahu kau pasti sudah mengetahuinya.”Kataku lagi.
“Namun, perasaan dan cintaku, lebih dari yang kau ketahui. Lebih dari itu.”Sambungku.
Angin menyentuh mukaku dengan pelan, dan aku pun mulai beranjak dari tempat peristirahatanmu.
Kukecup nisanmu, seraya berkata “Ingat, Cintaku lebih dari apa yang kautahu.”.
The End
Sengaja kok..
Thanks ya udah dibaca..
cuman gw benci yang namanya sad ending
:o3 [-O< :bz
Thanks..
Itu juga diluar kuasa aku, Tuhan telah menentukan garis hidup masing orang..
Terima kasih ya udah dibaca..
(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)
@Im_White : Salam kenal juga.. Sepertinya kita punya masa lalu yang sama, karena cerita itu juga based on kenangan aku sih..
@tamagokill : Thanks kak Tama udah dibaca..
Speechless karena apa nih..?? In a good way or bad way..??
I'm going to post the first part now, and later the next one..
Thank You and GBU.. )
(Non Fiksi & Fiksi)
Part 1
Kenangan tidak pernah hilang. Mereka hanya bersembunyi, sampai waktu memanggil mereka kembali..
Aku memegang kepalaku yang terasa agak pening, sesaat setelah memasuki bangunan rumah sakit. Aku tak tahu apa istilahnya selain Karbol, tapi bau-bauan rumah sakit selalu berhasil membuat kepalaku pening.
"Hey, kau tak apa-apa..??" tanya Ibuku
"Nope, mum, I'm fine, biasalah, bau rumah sakit" tawaku gugup
"Told you don't have to come." kata ibuku
"I insist, so be it." balasku
"Oke, ayo kita masuk, Anita dan Denny pasti sudah menunggumu" ujar ibu.
Dan aku dengan enggan berjalan ke arah kamar yang ditunjuk Ibu, kamar nomor 198.
"Halo.." kata ibu
"Halo, tante, udah datang lagi..?? Sama siap... "
Ucapan orang itu terhenti.
"C-Chandissyn..?? Kau benar Chand..??" tanya orang itu
"Iya Anita, ini aku, Candid.. " Ujarku sambil tersenyum.
"Ya Tuhan, sudah lama sekali kita tidak bertemu. Oh Tuhan, Candid, aku merindukanmu" ujar Anita, teman baikku semasa SMA sambil berurai air mata
"Tenang, aku sudah disini, kau tidak seharusnya menangis melihatku, seharusnya aku yang menangis karena kau mengalahkanku dan mempunyai anak sebelum aku." Kataku sambil tersenyum kecut.
"Kapan dia lahir, nit..??" tambahku.
"Kemarin, jam 2.30 Pagi." kata sebuah suara dari arah pintu, kupalingkan kepalaku ke arah pintu dan ternyata suara itu adalah Tante Yanti, Ibu Anita.
"Halo, Chand, lama sekali kita tidak bertemu." ucapnya sambil memelukku
"Hehehe, iya tante, Aku kan sehabis kuliah langsung ke New York , dan sekarang baru sempat pulang." balasku.
"Wah, lama sekali yah." kata tante Yanti.
"Begitulah tante, aku sebenarnya belum mau pulang tapi mama memaksa, katanya sambil menjenguk Nita yang baru saja melahirkan, jadilah aku pulang tante.." jelasku panjang lebar.
"Humm, Ok.. Kalau kamu kapan Chand, punya anak..??" tanya tante Yanti.
Dan aku merasakan hatiku berpacu lebih cepat dari kuda pacuan. Jangan pertanyaan itu, batinku.
"Hehehe, mungkin kedepannya tante" ujarku.
"Nah, gitu dong jawabannya, Mama juga kan mau cucu.. " tukas ibuku cepat.
Dan aku hanya tertawa gugup, sambil memandang anita, yang tahu dengan pasti perasaanku saat ini, bukan hanya perasaanku, dia tahu segala sesuatu tentang aku. Tentu saja dia tahu, orang dia sahabatku. Dialah orang pertama yang tahu bahwa aku Gay, dan tetap berteman denganku.
"Kamu Gay, dan aku gila, bukankah kita cocok sebagai sahabat..??" begitu katanya saat aku menceritakan padanya perihal ke-gay-anku.
"Siapa namanya, den..??" tanyaku sambil memalingkan kepalaku ke arah suami Anita, Denny.
"Na-namanya Nia" ucap Denny yang terlihat sangat gugup.
"Nia, nama yang cantik, secantik orangnya." ujarku sambil tersenyum ke arah bayinya. "Nama lengkapnya..??"
Hening. Tak ada suara.
"Millenia Shelonne" kata Anita sambil tertunduk.
Aku tercekat, anak mereka perempuan, dan namanya Millenia, nama yang kuidam-idamkan sebagai nama anak perempuanku kelak. Nama yang sudah dihafal Ayah, Ibu dan teman-temanku saking seringnya kuocehkan nama itu kepada mereka. Nama itu.
Tak kusangka aku sudah berada diluar kamar Anita. Dan terduduk di lantai.
Millenia, Millenia, Millenia..
Bagaimana bisa Sahabatku sendiri, memberi nama anak perempuan pertamanya Millenia..??
Padahal seingatku, dulu sudah kuwanti-wanti dia, agar tak memberi nama Millenia, bila nanti anak pertamanya perempuan, dan juga Goldierre bila anak pertamanya laki-laki.
Aku masih saja terduduk dilantai tanpa memerdulikan tatapan orang2 yang sepertinya penasaran dengan keadaanku.
“Om, om. Jangan duduk disini om, ini bukan tempat duduk.” Sebuah suara menegurku.
Aku menoleh ke arah pemilik suara itu. Anak lelaki berumur sekitar 7 tahun, berpipi chubby, dengan mata cokelat dan rambut spike. Itulah yang bisa kudeskripsikan dari pemilik suara itu. Aku hanya tersenyum kepadanya.
”Nama om siapa..?? Nama aku Odi..” katanya sambil mengulurkan tangannya kearahku.
“Halo Odi, namaku, eh maksudnya nama om, Chand. “ balasku sambil menjabat tangannya.
“Om kok mukanya sedih sih..?? Siapanya om yang sakit..??” tanyanya lagi.
“Om gak sedih kok, om cuma lagi pusing aja. Dan gak ada siapa-siapa om yang sakit.” Balasku sambil menahan tawa. Lucu sekali sih anak ini. Apalagi pipinya, huuhh, ngegemesin.
“Ohh, lalu om kesini buat apa..??
“Om kesini karena teman om baru saja melahirkan.” Jelasku kepadanya.
“Kalau Odi..?? Ngapain odi ke rumah sakit..??” tanyaku
“Kalau odi, mau menjenguk adik baru Odi, om..” jelasnya riang.
Pantas saja dia riang, pikirku. Ibunya pasti baru saja melahirkan, dan dia akan segera menjadi seorang kakak.
“Ayo om, kita lihat adik baru Odi.” Tahu-tahu dia sudah menarik tanganku mengikutinya.
“Eh-eh, Kita kan baru kenal di, masa mau langsung ngejenguk adik Odi aja.” Kataku kepadanya.
“Gapapa kok Om, ayo cepet cepet!!” balasnya.
Aduhhh, parah nih, masa aku diajak anak kecil yang baru kenal 5 menitan yang lalu buat ngejenguk adiknya yang baru lahir..?? SKSD banget aku ini, pikirku.
Setelah mengikuti Odi yang menarik tanganku, kami berhenti di depan jendela kaca yang besar, di balik jendela kaca itu adalah tempat dimana bayi-bayi yang lahir prematur diletakkan didalam inkubator.
“Inkubator itu” desisku tak percaya sambil memandang sebuah inkubator di sudut ruangan.
“Nah, yang di kotak kaca sebelah sana, itu adik odi om. Kata papa, adik odi lahirnya kecepetan, jadi harus masuk kotak kaca itu dulu supaya cepet gede.” Jelasnya berapi-api.
Dan adik Odi, anak itu, berada tepat di inkubator yang tadi baru saja kupikirkan. Inkubator dengan penyangga berwarna kuning, tepat disebelah sudut ruangan.
Dan tiba-tiba semua kenangan itu kembali berkelebat di benakku.
14 Tahun yang lalu
Aku menunggu dengan tidak sabaran di tempat parkir.
Kenapa..?? Karena seharusnya kamu keluar 10 menit yang lalu..!!
"Ugghh", dengan kesal kupukul-pukul jok motormu, mungkin dengan begitu kau akan segera keluar dan menemuiku. Tunggu, bukankah kau pernah bilang bahwa kau mempunyai sebuah ikatan khusus dengan motor Honda kuningmu ini..?? Baiklah, sebaiknya kupukul lebih keras jok motormu ini, supaya kau merasa kesakitan dan keluar menemuiku.
"Heyyyyy..!!" teriak seseorang. Aku menoleh ke arah suara itu. Huff, untunglah dia, Rendy sudah datang.
"Kenapa tadi kulihat kau senyum2 sendiri..?? Sambil memukul jok motorku lagi.. Udah gila ya kamu..??" omelnya.
Huhh, bete deh. Kok jadi aku yang dimarahin..?? Kan yang dibuat nunggu aku, jadi seharusnya AKU YANG MARAH..!!
"Harusnya aku yang marah, dodol..!! Sudah jam berapa ini..?? Kenapa kamu baru keluar sekarang..?? Janjinya jam berapa..?? Dasar ngaret..!!" semburku tanpa belas kasihan.
Dan, dia hanya bengong sambil celingak-celinguk ke sekelilingnya sambil menggaruk kepalanya yang aku yakini tidak ada ketombe ataupun kutunya.
Dan akupun menoleh ke arah dia melihat dan sadar, bahwa bukan hanya di yang baru keluar kelas, namun juga teman2 sekelasnya, dan mereka sedang mematung, memandangi kami, lebih tepatnya memandangi aku mengomelinya. Aduhhhhhh, mati aku.
"Ciee ciee.. Gausah galak gitu sama si abanglah, ntar kalau dia ngambek lalu malah nganterin aku, kan kamu yang gigit jari!" ujar Anita teman dekatku dan teman sekelasnya sambil tertawa.
"Huh, bawel kamu nit, masalahnya udah item nih kulitku gara2 nungguin nih mas-mas"
Rendy mendelik ke arahku. "Apa kamu bilang..?? Mas-mas..?? Sudah kubilang jangan panggil aku begitu!! Lagian ini kan salah guru yang nahan kita sekelas, dan juga, kamu itu dari sononya udah item, ireng, black! Jadi gausah belagu deh.." omelnya.
Aku yang tadi berapi-api hanya bisa mematung sambil memandanginya. Loh, kok aku yang dimarahin, LAGI, huff, diam aja deh, sebelum digampar. Hehehe..
"Yaudah cepet naik, katanya mau pergi." perintah Rendy.
"Iya, iya, bawel!" balasku.
Hari ini, Kamis 5 Maret 1998, aku dan Rendy akan mengunjungi Ibu teman kami yang sedang "menginap" di rumah sakit karena keguguran.
"Siapa nama temanmu itu..??" tanya Rendy
"Chand..??" panggilnya
"Chandissyn!!!" teriaknya.
"Ya, ya, kenapa..??" teriakku.
"Siapa nama Temanmu yang ibunya akan kita jenguk ini..??"
"Oh, namanya Eta" balasku.
"Eta, oke." katanya.
Setelah melalui perjalanan yang agak panjang, kami pun tiba di rumah sakit yang dituju, Rumah sakit Otto Kuyk, Ambon.
Aku memegang kepalaku yang lagi-lagi pening, karena bau-bauan rumah sakit.
“Kamu kenapa, Chand..??” tanya Rendy.
“Gak, gapapa, udah kebiasaan sakit kepalaku suka kambuh kalau nyium bau-bau karbol dan aroma rumah sakit.” Balasku.
“Kok bisa sih..??” tanyanya.
“Ya gatau, interogasi kepalaku aja sono!” bentakku.
Dan dia hanya manyun-manyun.
Kamar 198
Yap, itu dia kamar yang kami cari.
Krikk.
Kubuka pintu kamar yang agak berderik dan semua tatapan mata langsung menghujam ke arahku, uhh, ke arah aku dan Rendy lebih tepatnya.
“Selamat siang tante Nuri, maaf kami terlambat.” Kataku sambil mencium tangannya.
“Oh, gak papa kok, Chand, sama teman ya datangnya..??” Kata tante Nuri, ibu Eta, teman sekelasku.
“Iyanih tante, ini Rendy temen baik aku.” Kataku memperkenalkan Rendy.
“Nama saya Rendy Tante.” Kata rendy sambil mencium tangan tante Nuri.
“Salam kenal ya nak Rendy, terima kasih sudah datang untuk menjenguk tante.” Kata tante Nuri sambil tersenyum.
**End Of Bayi Kita Part 1
nanti kubaca setelah posting YO & Young Love ya
@tamagokill : Ok kak tama.. Iya dua2nya dilanjutin dong.. ) Jgn lpa mention yah kak.. )