It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kirain mo ϑî buat brpuluh puluh episode.
tp its ok.Gw tunggu cerita ソa̐ηğ lain
(Q╰_╯)==○☆(x,☉")
tonjok nih!!
gag puaaaaasssss....
(۳ ˚Д˚)۳
sesi tamatnya cuma sebatas cerita masa lalu Radhit & Vino.
tapi masih ada lanjutannya kok..
besok malam "Bukan Sebuah Angka (Spin of Radhit)" bakal tayang kok di sini sih..
gak tau deh klo di blog kapan ) )
@Dimz anggap aja intermezo :P
@tamagkill jangan di tonjok.. maaf gak bisa puasin kk.. ^:)^ ^:)^ ^:)^
oke mancap mancap , selamat menunggu ) )
oke oke... ) jangan lupa mention aja kalo udah update
@tamagokill mancap kk kelas berat ) )
Berhubung UAS dah kelar, kemungkinan malam ini "BSA ~ Dibalik Cermin (Spin of Radhit)" di posting di sini..
cz mau di sunting lagi sebelum masuk BF..
klo di blog mah tinggal copas :P
sekilas info..??? ) )
Part I (ini kah dunia baru)
Radhit Anggara P. Kini nama itu terpampang di seragam baru ku. Seragam putih dengan celana panjang abu-abu. Walaupun seragam itu masih sekitar sebulan lagi akan ku kenakan, tapi bukankah mempersiapkan lebih awal itu bagus..? Besok MOS hari pertama akan berlangsung, persiapan mental dan fisik sudah harus matang. Aku tak sendiri dalam MOS besok, ada seorang teman yang akan bersama ku. Seorang teman lama, teman ku dari kecil.
Ku persiapkan segala perlengkapan perang untuk besok. Karna besok adalah hari besar ku. hari disaat aku beranjak ke jenjang keremajaan. Setelah persiapan lengkap, ku baringkan tubuh ini di kasur. Manatap langit-langit, membiarkan anganku mengelana tentang petualangan besok yang akan terjadi. Hingga akhirnya senyap menjemput ku ke ruang mimpi.
***
“Dit, bangun. Udah pagi, nanti telat loh..!” terdengar suara seorang wanita yang berteriak memanggil namaku.
Perlahan kesadaran ku mulai kembali. Walau kepala masih terasa berat, tetapi ku paksakan diri ini untuk tetap terjaga.
“Mandi dulu sana, seragam kamu ada di lemar, habis itu sarapan sama mama di bawah ya.”
“Iya ma iya, bawel banget sih.” Celoteh ku.
“Yee, mentang-mentang udah SMA, sekarang berani melawan ya sama mama.?” Kini mama mulai menggoda ku sambil senyum-senyum sendiri.
“Apaan sih..!”
Dengan wajah yang mulai kusut aku berjalan menuju kamar mandi. Ku lepaskan semua pakaian ku dan ku perangi dinginnya air yang membasahi tubuh ku di pagi ini. Bayang-bayang akan pengalaman baru di jenjang SMA yang akan ku lalui nanti mulai terbayang. Apakah akan menarik atau malah akan menjadi sesuatu yang membosankan.?
“Dit, cepat madinya, ini udah jam setengah tujuh loh, ntar telat.”
“Iya ma iya, ini juga baru selesai.”
Mama selalu saja begitu setiap pagi. Selalu terkesan bawel dan menjengkelkan. Dengan handuk yang melingkar di pinggang, aku berjalan menuju kamarku. Ku buka lemari pakaian, masih tergantung seragam bewarna putih dengan celana biru di sana.
“Ya, tak lama lagi seragam ini akan menjadi sebuah kenangan, mari berjuang dengan ku di sisa pengabdian mu wahai seragam putih biru.” Batin ku.
Ku lepas handuk yang melingkar di pinggang ku, lansung ku kenakan seragam SMP yang sudah mama sediakan tadi. Setelah berpakaian, menatap cermin dan yakin bahwa diriku sudah tampil gagah. Langsung saja ku turuni tangga menuju ruang makan. Terlihat mama yang sedang duduk menunggu ku sambil mengecek berkas-berkas kantornya.
“Wow, anak mama ganteng banget. Tapi kok celananya masih warna biru ya.? apa mata mama yang salah kali ya.?” Lagi, mama mulai menggoda ku.
“Mulai lagi deh.”
“Yaudah makan dulu gih, jangan sampai telat, mama berangkat ke kantor duluan ya dit, jangan lupa kunci rumah, nanti mama pulangnya agak larut, makanan yang di kulkas kamu panasin aja……………………………..………………..”
“Iya ma iyaaaaa..!! Radhit dah ngerti kok, masa iya tiap pagi bilangnya itu terus.!!” Ku potong pembicaraan mama sebelum mama berbicara lebih panjang lagi.
“Yaudah mama pergi dulu ya, hati-hati di jalan.”
Setelah mencium kening ku mama langsung bergegas pergi. Kini tinggal aku sendiri di rumah besar ini. Ku lirik sebuah foto yang berada di ruang makan. Seandainya papa dan kak Nino masih ada, suasana rumah tak mungkin sehening ini. Serangan jantung yang di idap papa telah merenggut nyawanya saat penugasan di Balikpapan. Sedangkan kak Nino, seandainya dia tak datang menjemputku waktu itu, pasti dia masih disini bersama ku sekarang.
Tersadar dari lamunan, ku lirik arloji yang ku kenakan.
“Sepuluh menit lagi jam tujuh..!!!! Sial, gua telat…!!!!”
Takut bukan kepalang, langsung saja aku bergegas meninggalkan rumah menuju halte di seberang jalan. Tak perlu lama menunggu kini aku sudah berada di dalam salah satu bus. Melaju menuju pengalaman baru.
“Disana lo rupanya.” Seorang teman menyapaku di dalam bus.
“Hey.” Balasku singkat.
“Gimana udah siap dengan hari ini.?”
“Ya, gue sudah siap dengan hari ini.”
“Termasuk siap dapat hukuman karna telat di hari pertama.?”
“Kalau itu, eumm,.. Kamu sendiri.?”
“Kenapa enggak.? Tentu gue siap.” Ucapnya mantap.
Ucapannya mulai memotifasi ku di pagi ini. Iya, dia teman lama ku, teman yang ku kenal semenjak aku masih sangat kecil bahkan untuk mengingat, teman yang akan bersama dengan ku menjalani MOS hari ini hingga tiga hari kedepan. Dan teman yang akan selalu bersama ku hingga akhir nanti. Ya, dia teman ku yang paling setia.
Bus yang kami tumpangi berhenti sejanak di sebuah halte untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Cukup banyak penumpang baru mulai menaiki bus yang kami tumpangi. Cuma ada seseorang yang menarik perhatian ku. seorang cowok yang berseragam SMA, dan dia kini duduk tepat di sebelah ku.
“Boleh tau jam berapa sekarang.?” Ucap cowok berseragam SMA tersebut.
“Jam tujuh lewat sepuluh kak.”
“Makasih” balasnya singkat.
Ku perhatikan cowok yang ada di sebelah ku. Elvino Baskara S, begitu yang tertulis di papan namanya. Mataku menelusuri kembali seragam cowok disebelahku itu, dan akhirnya pencarianku terhenti di papan nama sekolah yang berada di lengan baju cowok itu.
“Papan nama sekolah itu.?? Dia panitia MOS ku.!!!! mampus aku.!!!!” Batin ku mulai konflik.
Bus yang kami tumpangi perlahan berhenti di sebuah gapura. Gapura sebuah sekolah yang terlihat megah. Cowok itu mulai beranjak dari kursinya.
“Langsung berdiri ya di lapangan, sama-sama dengan anak lain yang juga terlambat.” Ucap cowok itu.
“I..i..iya kak.” Dan kini lidahku mulai terasa kelu.
Bergegas aku beranjak dan mulai memasuki areal di dalam gapura tersebut. Sesuatu yang baru bagi ku. pandangan ku terhenti pada cowok yang sama-sama di bus dengan ku tadi. Terlihat dia sedang berbincang dengan seorang cewek.
“Woi..!! lari cepat..!! udah telat masih aja santai..!!” Seorang senior berteriak pada ku.
Langkah ku berubah menjadi lari kecil menuju ke tempat dimana anak-anak lain yang terlambat berada. Ku ambil posisi dan ikut kedalam barisan. Ya, barisan ini akan menjadi barisan keramat. Secara, barisan ini akan menjadi barisan yang akan paling sering diplonco sama senior.
“Kalian semua ambil posisi setengah jongkok. Kalian boleh berdiri saat saya perintahkan. Mengerti.!!” Ucap senior tadi.
“Ngerti kak..!!” ucap kami yang ada dalam barisan serempak.
Mau tidak mau, kami harus tetap mengambil posisi berdiri yang tidak nyaman ini. Ku perhatikan teman ku. pandangannya tak lepas dari cowok yang kami temui di bus tadi.
“Jangan diliatin terus, ntar jatuh cinta loh.” Ucapku mengagetkan nya.
“Ahh, mana mungkin, ngeyel lo.!!!”
Perutku terasa tergelitik mendengar pembelaan dari temanku itu. Dan berakhir dengan sebuah tawa yang cukup lepas. Sebuah tawa yang membawaku pada petaka baru. Jelas saja, tawa ku terdengar oleh salah seorang senior.
“Kamu sini.!!” Bentak salah seorang senior yang mendengar tawa ku.
Walau enggan, ku langkahkan kaki ku menghampiri senior yang memanggilku. Ku yakin ini adalah saat dimana aku akan di perolok oleh senior dihadapan anak-anak lain.
“Kenapa tertawa.!! Ada yang lucu.!!” Bentak salah seorang senior berbadan tambun.
“E..e..enggak kak.” Jawabku grogi.
“Terus kenapa tertawa.!! Kamu gila ya.!!”
Perkataan senior tersebut mengundang gelak tawa dari anak-anak lain yang juga menjalani hukuman dengan ku. Sedangkan teman ku, terlihat seakan memamerkan senyum kemenangannya. “Sial, awas saja nanti.” Batinku.
“Push up.!!” Bentak senior tersebeut.
Kembali dengan pasrah ku lakukan perintahnya. Langsung saja ku ambil posisi push up. Ketika baru saja aku mau memulai untuk memakukan kegiatan melelahkan tersebut.
“Stop.!! Tahan posisi seperti itu sampai aku bilang istirahat.”
“Tapi kak, ini juga baru turun setengah.” Keluh ku.
“Iya saya tahu, makanya saya suruh tahan posisi itu.” Ujar senior tersebut.
Terik matahari yang terasa panas di pagi ini mulai menyentuh kulitku. Sudah sekitar lima belas menit aku adalam posisi ini. Kepalaku pun mulai terasa berat, lambungku mulai berguncang hebat. Ku kira aku akan mati dalam keadaan ini. Tanpa pikir panjang dan tanpa perintah dari senior, langsung saja aku berdiri.
“Ehh, siapa yang suruh kamu berdiri.!!” Senior tadi kembali membentakku.
“Vik, udah, kasihan tuh anak dari tadi lu suruh push up gak naik turun.”
Salah seorang senior mencoba membelaku. Seorang senior yang tadi berpaspasan saat berangkat ke sekolah dengan ku.
“Iya tapi…..”
“Gue ketua panitia, dan gue yang bertanggung jawab kalau ntar terjadi apa-apa sama tuh anak.!!”
“Oke deh oke, lo ketuanya.”
Senior berbadan tambun itu pun menyerah dalam adu mulut singkat tersebut. Sialnya kepalaku kini benar-benar terasa berat. Pandanganku mulai samar, kilatan cahaya yang begitu terang menghampiri, dan dalam sekejap. Zzzuup..!!!!
***
Dengan berat ku buka mataku perlahan. Pandanganku masih samar-samar. Tapi apa yang dilakukan temanku di sini. Dia bersama ketua panitia MOS yang membelaku tadi. Ehh, tunggu, mereka saling mempertemukan mulut mereka.?? Apa ini mimpi.??
Ku pejampan mataku serapat mungkin dan tak ingin melihat apapun saat ini. Serasa tak ingin lagi ku kenal siapa sebenarnya temanku itu. Aku takut, jijik, dan tak terima dengan sebuah kenyataan yang baru saja ku lihat. Dan masih belum bisa bagi ku untuk mengakui bahwa dia menyukai sesama jenis.
“Hey..!! dek..!! dek..!! kamu udah sadar.??”
Terasa ada tangan yang menepuk halus di pipiku. Dan ada tangan lain nya yang menggoncangkan pelan badanku. Perlahan ku buka kembali mataku. Tidak jauh beda dengan yang tadi, tapi kini pandanganku jauh lebih baik dari pada sebelumnya.
“Dimana dia.!!”
“Dia siapa.??”
Senior itu kaget karna secara tiba-tiba ku todong dengan sebuah pertanyaan. Rasa penasaran ku akan hal tadi muncul secara tiba-tiba.
“Dia, yang tadi sama-sama dengan kakak.!!”
“Bu Tuti.?? Beliau sudah dari tadi meninggalkan ruangan ini.”
“Bukan, anak yang tadi.” Sanggahku.
“Anak yang mana.?? Sudah hampir satu jam hanya kita berdua disini.” Senior itu mencoba menjelaskan. “Kamu ngigau ya dek.?? hahahaaaa”
“Itu anak yang………….. sudahlah. Mungkin aku cuma salah lihat.”
“Ya sudah istirahat dulu. Sebentar lagi orangtua mu datang kok, sabar aja”
Ku balas dengan sebuah anggukan pelan. Kembali ku baringkan badan ku, sedangkan senior tadi duduk di sebuah bangku tepat di samping ranjang ku. hanya ada kami berdua ruangan UKS tanpa jendela dengan sedikit cahaya yang masuk. Terkesan sumpek dan menyeramkan. Bagaimana seseorang yang sakit bisa sembuh di tempat seperti ini. Tempat ini lebih mirip gudang dari pada sebuah ruang kesehatan.
“Radhit.!! Kamu gak kenapa-kenapa kan.?? Masih sakit.?? Mau minum teh hangat dulu.?? Kita langsung ke dokter ya.?? Kamu…………………………”
“Ma.!!! Gak dirumah, gak di sekolah, bawel mama tuh gak hilang-hilang ya.!!” Bentak ku. “Radhit gak kenapa kenapa ma, denger ocehan mama tuh yang bikin Radhit jadi tambah pusing.!!”
“Huss, gak boleh gitu sama mama kamu”
Senior tersebut memarahiku. Walau tak ku gubris, tapi terlihat jelas bahwa dia mencoba menahan tawa akibat pertengkaran ku dengan mama.
“Terimakasih banyak ya Bu Tuti atas bantuannya. Kalau begitu, saya bawa Radhit pulang dulu ya bu.” Ujar mama kepada salah seorang guru.
“Owh iya, sama-sama bu.” Sahut guru berjilbab tersebut. “ Vino, kamu bantu nak Radhit ya, tolong di antarkan sampai kedalam mobilnya. Jangan sampai jatuh loh.”
“Baik bu, akan saya antarkan.” Balas senior tersebut.
Senior tersebut memapahku sepanjang koridor sekolah, ku lihat anak-anak lain sedang berbaris di lapangan. Pandangan ku terhenti saat melihat seseorang yang ku kenal dalam sebuah barisan di lapangan. Ya, dia teman ku. Teman yang bahkan kini akupun mulai ragu untuk berteman dengannya. Perlahan identitas yang dia sembunyikan pasti akan terkuak.
Terlihat wajahnya yang menatap iba kepadaku. Entah iba karna kejadian tadi pagi, atau kecewa karna tak bisa bersamaku melalui tiga hari masa perjuangan dalam MOS ini. Walau presepsiku hanya sebatas angan semata, tapi bagi ku itu terasa begitu nyata. Ku palingkan wajah ku darinya. Senior yang merangkul ku menelusuri koridor sekolah pun terlihat heran dengan tingkahku.
Jujur saja, hari ini bukan hari ku, dan dunia baru ini terasa mulai mengganggu. Berteman dengan orang cacat seperti dia, bukanlah sebuah pilihan. Walau pun itu masih sebuah presepsi sebatas angan.
Bersambung……………………….
@Tsu_no_YanYan
@Darkrealm
@Dimz
@Klanting801
Silahkan spown di sini kk >- >-
spown.?????????? ) )
ŷάηg ini lebih detail...