It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Klanting801 mancapz kk manis ^:)^
@aicasukakonde lapan anam komandan...
kimandan....????????? ) )
tega bener ama temennya... kasar banget ama mamanya, mamanya begitukan karena cuma tinggal dia yg tersisa buat disayang... uhh :-S
eh tapi, temennya ga beneran ciuman ama Vino(ketua panitia MOS) kan?? Vino masih lurus ya kan?
apa temennya beneran belok ya??? kasian sama dia ( ... btw, namanya siapa ini temennya?? :-/
ehh iya, Radhit kan nanti mati ya?... apa jangan-jangan si Vino nanti sama.....
iya.. si radhit bakal mati kok.. sabar aja kk.. ) =))
si vino..?? ada deh... hahahaaaa
nama temannya..? akan ada di ending.. seseorang yang tak di sangka.. biarkan saja temannya si Radhit menjadi misterius dlu.. efek kejutan di ending selalu yang terbaik.. hohohhooooo..
kejutan,..??????? ) )
siippp aku tunggu ya!!! :-bd :-bd
#kok kesannya gw kejam banget ya-.-
awakakakakaaaaa asli lucu ) )
Part III (Menghidupkan yang mati)
Sebuah bangku terlihat masih kosong untuk di tempati. Posisinya berada di tengah, tidak begitu buruk bagiku. Ku dekati bangku tersebut.
“Boleh aku duduk disini.” Tanyaku kepada seorang anak yang berada di samping bangku tersebut.
“Owh silahkan, bangku ini masih belum ada yang tempatin kok.” Jawabnya ramah.
Aku pun duduk di bangku tersebut. Ku letakkan tas yang sudah mulai terasa berat diatas meja. Kini, aku hanya bisa duduk termangu melihat mereka yang sudah saling kenal satu sama lain. Maklum saja, selama tiga hari semasa MOS, pasti mereka saling mengenal. Selain itu ada juga anak yang berasal dari SMP yang sama, dan sudah saling mengenal jauh sebelumnya. Mataku mulai mencari-cari, siapa tahu ada orang yang ku kenal disini. Namun pencarian ku sia-sia. Ya, aku sendiri disini. Benar-benar sendiri.
“Perkenalkan, gue Bayu.” Secara tiba-tiba anak disebelahku memperkenalkan dirinya.
“Salam kenal, gue Radhit.” Jawabku.
“Dari SMP mana.?” Dia kembali bertanya.
“SMP 2 Karya Bangsa.”
“Owh. Sekolah yang cukup terkenal dengan prestasinya dan………”
Belum sempat Bayu melanjutkan pembicaraannya. Tiba-tiba seorang pria paruh baya berseragam coklat masuk kedalam kelas kami, dengan membawa beberapa buku yang terselip diantara lengan dan pinggulnya. Derap sepatunya terdengar begitu keras. Jelas saja, sepatu pantofel yang dikenakan pria tersebut terlihat begitu kokok.
“Perkenalkan, nama saya Sukardi Djaleani. Saya guru sejarah kalian. Saya mengajar khusus kelas X, mulai dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-6 saja.”
Dengan logat jawa yang sangat kental guru yang terlihat cukup bersahabat tersebut mamperkenalkan dirinya.
“Nah anak-anak, saya rasa hari ini kita tidak usah melakukan kegiatan belajar mengajar dulu. Alangkah baiknya kalau kita saling mengenal satu sama lain. Iya toh.? Wes, mari perkenalkan diri kalian satu persatu.”
Satu demi satu anak anak di dalam kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mulai dari nama dan asal sekolah mereka. Kini tiba giliran Bayu untuk memperkenalkan dirinya. Dia pun bangkit dari tempat duduknya dan mulai memperkenalkan diri. Wajahnya cukup menarik, dengan mata sayu, rambut ikal, hidung yang cukup mancung. Postur tubuhnya tidak begitu tinggi, badanya rada kurus tapi berisi, di tambah lagi kulitnya yang berwarna sawo matang. Tidak tampan, tapi menarik. Jelas saja aku jauh lebih tampan darinya. Hahahahaaaa.
“Perkenalkan nama saya Bayu Adrian Syaputra. Asal sekolah SMP Darma Bakti. Terima kasih.”
Ya, dan kini tiba sudah gilranku memperkenalkan diri. Sebenarnya ini pekerjaan gampang, hanya saja akan terkesan lebih sulit jika kau termasuk dalam tipe orang sepertiku. Dengan berat, aku beranjak dari tempat duduk ku dan mulai memperkenalkan diri.
“Perkenalkan, nama saya Radhit Anggara Putra. Asal sekolah SMP 2 Karya Bangsa. Terima kasih”
Seakan baru saja seperti melintasi neraka, walau hanya sejenak tapi begitu terasa. Ya, dalam hal seperti ini aku menjadi orang yang cukup pemalu. Maklum saja, keseharianku sering dihabiskan di dalam rumah sendirian dan jarang bersosialisasi.
***
Detik demi detik terbunuh dalam waktu, seketika hari berlalu begitu cepat. Setiap jam yang mati silih berganti. Dalam hitungan menit dunia pun akan berganti.
Kurang dalam semenit waktu di jam tanganku menunjukan tepat pukul dua siang. Itu berarti awal petualangan panjang ini pun akan segera berakhir. Tak lama kemudian lonceng berbunyi. Tanda bagi para siswa untuk mengakhiri kegiatan belajar mengajar di hari ini.
Semua siswa mulai membereskan barang-barang mereka yang masih berada di atas meja. Dengan suka rela seorang siswa mengambil posisi di depan kelas untuk memimpin doa sebelum pulang. Kami berdiri di meja masing-masing untuk berdoa. Sepintas ku lihat kak Vino berjalan melintasi kelas ku. Ya, hanya sekedar melintas.
Seusai itu para siswa satu persatu mulai meninggalkan kelas, termasuk juga aku. Tapi tugasku belum selesai disini. Masih ada sesuatu yang harus ku lakukan. Ku rogoh kantong celanaku, ku keluarkan ponselku dan menelpon nomer yang ku simpan tadi pagi.
Tuuuttt… tuuttt…
“Halo, siapa ini.?” Terdengar jawaban dari nomor yang ku hubungi.
“Iya halo, benar ini nomer yang tertera sebagai kontak person untuk pendaftaran team basket sekolah.?” Tanyaku balik.
“Owh ya betul, kalau boleh tau ini dengan siapa.?”
“Saya Radhit dari kelas X-5”
“Kamu masih di sekolah.?”
“Masih bang.”
“Kalau gitu ambil formulirnya dulu, aku tunggu di depan sekolah ya.”
“Oke deh kalau gitu bang.”
Kulangkahkan kaki ku bergegas menuju depan sekolah. Setibanya di depan sekolah, terlihat masih ramai dengan anak-anak yang masih berkerumun hendak pulang meninggalkan sekolah. Cukup lama aku menunggu hingga tuba-tiba ada sesuatu yang bergetar di dalam celanaku. Ku rogoh kantong ku, ternyata ada sebuah panggilan masuk. Ku jawab panggilan tersebut.
“Halo.” Jawabku.
“Iya halo, lo dimana.?”
“Saya di depan bang.”
“Yang pake tas hijau.?” Tanya si penelpon tersebut.
“Iya bang.”
“Oke tunggu, gua kesana.”
Beberapa saat setelah panggilan itu berakhir, tiba-tiba seseorang memanggil namaku.
“Radhit.?”
“Iya bang saya Radhit.”
“Ini formulirnya, lo isi dulu, besok gua ambil lagi ya.”
“Oke deh bang kalau gitu.”
“Ingat, seleksinya hari sabtu pas pulang sekolah.”
“Seleksi.??” Tanyaku heran.
“Ya iyalah pake seleksi. Yaudah gua balik dulu ya.”
Anak itupun pergi meninggalkan ku. Aku baru mengetahui bahwa pendaftaran ini menggunakan tahap seleksi terlebih dahulu. Sekarang aku mulai ragu. Apakah aku bisa melalui seleksi tersebut. Yang lebih sialnya lagi, seleksi tersebut hanya berjarak lima hari dari sekarang.
“Hey, pulang kearah mana.?” Seseorang tiba-tiba mengagetkanku.
“Ehh, elu Bay, gua pulang ke arah selatan.” Jawabku.
“Wah sejalan donk kalau gitu. Pulang bareng aja yuk.”
“Yaudah ayok.”
Kirasa kini aku tak benar-benar sendirian di sini. Anak yang bernama Bayu ini ternyata cukup bersahabat. Sepanjang perjalanan dia menceritakan segala sesuatu yang bisa ia ceritakan. Ya, mungkin terkesan cerewet dan banyak bicara. Tapi setidaknya perjalanan ini menjadi lebih ringan mendengar ocehannya. Ya, kami memilih untuk berjalan kaki walaupun cukup jauh.
Baru separuh perjalanan, Bayu pun menghentikan langkahnya.
“Dit, istirahat bentar, gua capek.”
“Yaudah kalau gitu.” Jawabku mengiyakan
“Tuh ada warung, kita duduk bentar ya disana.”
“Iya, gua ngikut aja.”
Kami pun menuju warung yang berada tak jauh dari sana. Bayu membeli sebotol minuman untuk melepas dahaga yang mungkin sedari tadi menyelimuti tenggorokannya.
“Mau.?” Ujar Bayu sembari menyodorkan minuman yang berada di tangannya.
Ku raih minuman tersebut dan meminumnya. Seakan sebuah gurun yang kini menjelma menjadi lautan es. Ya, rasa itu berada di tenggorokan ku sekarang. Ku kembalikan minuman botol yang di berikan Bayu tadi. Sekali lagi dia menenggak minumannya.
“Gimana.? Mau jalan lagi.?” Ujarku kepada Bayu.
“Sabar dulu kek, belum juga lima menit.”
“Yaudah kalau gitu.”
Sepuluh menit berlalu. Kini kami kembali melanjutkan sisa perjalanan. Sekitar lima belas menit kami berjalan, akhirnya rumahku mulai terlihat dari kejauhan. Lambat laun kini kami pun berada tepat di depan pagar rumah ku.
“Owh jadi ini rumah lo Dit.?” Tanya Bayu.
“Bukan, ini rumah orangtua gue.” Jawabku.
“Jiaah, nenek-nenek hamil juga tau kalau itu.”
“Mau masuk dulu.?” Tawarku kepadanya.
“Wah gak usah, makasih Dit, gue langsung pulang aja.”
“Owh yaudah kalau gitu. Gue masuk dulu ya.”
Akhirnya kami pun terpisah. Bayu kini melanjutkan perjalanannya sendirian. Ku buka pintu pagar rumahku dan mulai berjalan menuju pintu depan. Telihat sunyi dan sepi. Ya, memang selalu begini setiap harinya. Saat akan membuka pintu rumah, seseorang mengagetkanku. Secara tiba-tiba dia muncul di sampingku.
“Sekarang siapa yang cacat.?” Tanya anak tersebeut.
Aku hanya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa.
Sekali lagi anak tersebut memberikan pertanyaan yang sama, dan lagi-lagi aku hanya bisa terdiam. Dan pada saat dia memberikan pertanyaan yang sama untuk yang ketiga kalinya. Aku pun mulai menjawab pertanyaannya.
“Apa ini suatu hinaan.? Atau ini suatu tawa kemenangan dari mu.?”
“Gue hanya bertanya. Bertanya tentang sebuah kebenaran.” Jawab anak itu.
“Kalau begitu, lo bertanya pada orang yang salah. Tolong tinggalkan tempat ini.”
Kami terdiam cukup lama. Sedari awal pembicaraan aku hanya bisa menunduk tanpa berani menatapnya. Ku kumpulkan keberanianku untuk menatapnya. Kepala yang dari tadi hanya tertunduk, perlahan kini mulai terangkat naik. Ku tolehkan kepalaku ke kanan, di tempat anak itu berdiri tadi. Tapi tak ada siapa pun disana. Ya, tempat itu kosong, seakan aku memulai pembicaraan serius dengan angin.
Ku buka pintu rumah. Setelah berada di dalam, kembali ku tutup rapat pintu tersebut. Saat ku balikkan tubuh ku, seakan kembali kedalam sebuah kesunyian abadi untuk yang kesekian kalinya. Sekarang mataku tertuju pada lemari penghargaan yang berada di ruang tamu. Ya, lemari penghargaan kak Nino dengan setumpuk prestasi di dalamnya. Ku dekati lemari tersebut.
“Angka delapan. Angka keberuntungan mu kak. Tapi ini bukan tentang sebuah angka. Akan ku lanjutkan jalanmu. Akan ku hidupkan kembali angkamu. Aku janji kak.”
Sebuah janji telah terucap. Tentang menghidupkan sesuatu yang telah mati. Batin yang sedari tadi berada diantara konflik mulai menciptakan emosi yang tak karuan. Air mata yang membendung kini mulai menjadi penengah diantara konflik tersebut. Mencoba mencari solusi hingga bendungan tersebut pecah dan membentuk sebuah tangis. Tangis haru tentang kenangan dan kebahagiaan.
Kini kepalaku terasa sangat berat. Ku tinggalkan tempat tersebut dan kembali menuju kamarku. Hanya disana lah aku dapat mencicipi sepenggal surga. Ya, walau hanya sepenggal, tapi dapat menciptakan sejuta mimpi. Aku rasa itu sudah cukup.
Bersambung…………………………………….
mohon bantuannya jika ada kesalahan penulisan kata #-o
@Tamagokill
@Tsu_no_YanYan
@Darkrealm
@Dimz
@Klanting801
@aicasukakonde
maap bnget [-O< [-O<
Selamat menjalankan ibadah puasa di esok hari bagi yang menjalankan
sekalian selamat menjalankan ibadah puasa.. kalo kk menjalankannya..
sekalian,..???????????? ) )
lanjuuuuut