It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@meong_meong panggil david aja dah [-O<
Di tunggu update nya, bagus cerita nya.
tq ya kk
Selain itu dalam etika seorang seniman, dalam seni apa pun termasuk juga dalam menulis.. gk etis jika seorang seniman langsung menjugde si penikmat di tempat publik
dan juga "Setiap seni yang sudah di publikasikan, itu sudah menjadi milik si penikmat" dalam artian mainset si penikmat.. Pembuat karya gk berhak merubah itu.. Pembuat karya hanya menyiapkan wadah dalam bentuk karyanya..
jadi saya anggap ini suatu masukan walau dalam cerita yang ini udah ada alurnya, tapi selanjutnya kan belum..
untuk ke-2 kalinya.. Tq ya kk
Part VI (romansa hina..??)
Pagi ini berbeda dari biasanya. Karna tak ada lagi kata untuk para pejalan kaki atau pun pengguna jasa angkutan umum. Ya, motor ini merubah segalanya. Selain itu, kepindahan Bayu juga menjadi salah satu alasan kenapa pagi ini menjadi terasa berbeda.
Seusai sarapan, langsung aku bergegas menuju garasi dan hendak menggunakan motor baru ini untuk pergi ke sekolah. Ku lihat sejenak motor tersebut dan terasa ada yang kurang. Ya, kaca spion. Hari ini aku harus membeli kaca spion baru yang terlihat tidak begitu norak seperti yang pertama. Ku nyalakan motor itu sejenak dan setelah merasa mesinnya sudah cukup panas, langsung saja ku tancap gas menuju sekolah.
Sepanjang perjalanan pemandangan kali ini terlihat jauh berbeda. Mungkin karna dulu aku hanya bisa melihat pemandangan hanya dari satu sisi dimana aku duduk saat di dalam bus. Dan kali ini semua terasa lebih jelas. Terlihat banyak orang yang berlalu-lalang hendak mengawali aktifitas di pagi ini. Dan sialnya ada orang yang sudah mengawali aktifitasnya jauh lebih awal dari yang lain. Dia yang berseragam abu-abu dengan celana coklat dan dilengkapi rompi hijau. Ya, seorang polisi lalu-lintas.
Melihat sepeda motor yang ku kendarai tidak memenuhi standar sesuai dengan ketetapan pada UU no. 22 tahun 2009, polisi berbadan tambun dengan kumis tebal tersebut menghentikan motor yang ku kendarai. Ku turuti perintah dari polisi tersebut, dan jujur ini kali pertama ku mengalami hal seperti ini. Wajahku mulai pucat setelah di gempur oleh berbagai pertanyaan yang diberikan polisi tersebut kepadaku. Aku hanya bisa menunduk dan terdiam mendengarkan segala macam kata yang keluar dari mulut polisi tersebut tanpa ku mengerti.
Saat aku hampir memutuskan bahwa ini adalah hari sial ku, tiba-tiba seseorang berseragam SMA menepi di dekat motorku. Dia pun turun dan menghampiri kami dan ikut ambil bagian dalam masalah ini. Setelah mendapat inti dari permasalahan ini, dia mencari jalan keluar yang cukup efektif. Di lepaskannya salah satu kaca spion yang berada pada motornya dan memasangkannya pada motorku. Dan akhinya masalah ini pun selesai, walau polisi berbadan tambun tersebut masih terlihat rada sanksi membiarkan kami bebas, tapi bukankah ini lebih baik dari pada harus di tilang. Toh, lisensi mengemudi juga hanya formalitas belaka. Akibat banyaknya pembuat SIM tembak, alias langsung kelar, menurut ku wajar pengemudi di negara ini tidak mengerti aturan. Jadi jangan salah kan kami pak polisi yang baik. Hahahaaa…
Perkenalan singkat pun terjadi di antara aku dan Kak Vino. Walau sebenarnya aku sudah mengenalnya dari awal, tapi rasanya dia tidak ingat bahwa sebenarnya dia pernah mengenalku dulu saat dia masih menjabat sebagai ketua panitia MOS. Walau hanya sekedar perkenalan, tapi rasanya ada sesuatu yang berbeda pada diri ku. Apa ini.?? Aku merasa bahwa kini dia menganggap ku ada. Mungkin ini yang di maksud pepatah “Mati satu tumbuh seribu”, ya, seribu rasa yang aneh ini pastinya setelah kepindahan Bayu.
Eitsss.. “RADHIT…!!! LO KENAPA..!!! SENIOR MU ITU COWOK..!!!”
Dan bentrok di dalam batin pun terjadi saat dalam iring-iringan sepanjang perjalanan kami ke sekolah. Ya, sekarang aku bisa atau mungkin wajib merasa takut. Mungkin yang dikatakan teman lama ku ada benarnya. Tentang segala ketidak sempurnaan ini. Tentang suatu dilema yang tak berujung. Atau tentang sebuah romansa yang hina. Entah lah, aku juga tak mengerti, aku masih terlalu muda untuk memahami itu. Mungkin sebaiknya ku jalani saja dulu dan melihat perkembangannya.
***
Tak lama, akhirnya kami pun tiba di areal sekolah. Terlihat suasana sudah cukup sepi. Tapi terlihat cukup banyak siswa yang berdiri di koridor. Ya, menjalani hukuman mereka.
“Aseeem..!! gue telat juga.”
Begitu lah perkataan yang ku dengar terlontar dari mulut kak Vino. Dan kini aku pun merasa bersalah. Tak seharusnya dia berada dalam situasi ini. Segera ku ucapkan permintaan maaf ku padanya.
“Hahahaa, gak apa kok Dit. Paling juga di suruh bediri sampai jam istirahat pertama.”
Walau dia mengatakan semua seakan baik-baik saja, tapi tetap saja nada bicaranya masih terdengar masih sanksi dengan keadaan ini. Apa boleh buat, tanpa bisa berbicara apa-apa, pernyataan itu hanya ku balas dengan sebuah tawa. Ya, tawa yang kecut akibat dari dilema akan rasa bersalah ini.
Sekitar lima belas menitan kami menjalani hukuman di koridor, tiba-tiba masalah baru pun muncul. Seakan kali ini keberuntungan memang tak berpihak pada ku. Semua itu karna seorang guru berbadan gemuk dan terlihat sangar yang menghampiri kak Vino. Dengan nada bicara layaknya mafia dia melontarkan sebuah pernyataan.
“Vino, tugas kamu masih belum ada ya.? Dengan berat hati saya mengatakan bahwa nilai kamu tidak bisa saya perbaiki.”
walau di tujukan kepada kak Vino, tapi tetap juga akan berlabuh padaku. Secara, masalah ini bermula juga karena aku. Seketika ku lihat kak Vino mengeluarkan sebuah buku dan hendak menyerahkannya pada guru tersebut.
“Maaf, saya sudah tidak terima tugas yang mau di masukan lagi.”
Dan finishing dari percakapan yang dilontakan guru tersebut benar-benar membuat ku dalam posisi yang sangat amat tidak menyenangkan. Rasa bersalah pun muncul kembali dalam diri ku. Dan kurasa itu hal wajar. Aku hanya bisa tertunduk tanpa sepatah kata pun. Hanya takut membuat hari ini menjadi jauh lebih buruk lagi.
“Hahahaaa, asem bener dah hari ini.” Sontak kata itu keluar dari mulut kak Vino.
“Gara-gara aku ya kak..?”
Sebenarnya memang ini semua gara-gara aku. Kenapa dengan bodohnya aku masih mempertanyakan itu. Walau kak Vino berkata bukan, tapi tetap saja realita berkata sebaliknya.
“Sebagai permintaan maaf, gimana kalo aku traktir kak Vino makan di kantin siang ini.?”
Ku berikan sebuah tawaran kepada kak Vino. Ya, berharap ini sebuah pembayaran atas segala kesalahanku di hari ini. Lagian badan kak Vino yang kurus berisi itu tidak mungkin memesan makanan satu gerobak. Kecuali kalau memang dia cacingan, tapi gak mungkin deh. Hohohohoo…
Dan sebuah kesepakatan pun tercipta antara aku dan kak Vino. Tepat di istirahat kedua kami akan bertemu di kantin agar aku bisa memenuhi janji ku.
***
Lonceng tanda jam istirahat pertama berdentang. Dan kini hukuman yang kami jalani pun berakhir. Kami berpisah dan menuju kelas masing-masing. Saat aku berjalan hendak menuju ke kelas ku, menyusuri koridor di depan ruang BP yang cukup sepi, suara seseorang menghentikan langkah ku.
“Ku lihat kau sudah begitu akrab dengannya. Apa kini kau sudah benar-benar mantap untuk menaruh sebuah harapan padanya.?”
Ya, suara itu sudah tidak asing bagi ku. Dari gaya bicara dan pertanyaannya, aku sudah bisa menebak siapa orang itu. Ya, teman lama ku.
“Itu bukan urusanmu.” Ku jawab pertanyaannya dengan nada ketus.
Seketika ku tinggalkan tempat itu dan memacu langkahku jauh lebih cepat. Sebuah tawa darinya, terdengar cukup jelas. Bukannya aku tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Hanya saja, aku bingung bagaimana cara menjawabnya. Ku rasa ini semua ini masih diluar logika ku dan biarkan saja ini masih tetap menjadi sebuah misteri. Ku yakin, kelak jawaban atas segala pertanyaan ini pasti akan ku temukan.
Tetapi, setibanya di kelas, aku hanya duduk termangu. Bingung dengan segala sesuatu yang terjadi. Di satu sisi kejadian ini begitu menyenangkan, tapi di lain sisi ini bagaikan sebuah kesalahan besar. Apa ini hanya sebuah proses dari kedewasaan. Ya, detik ini aku benar-benar merasakan sebuah dilema yang sudah melampaui kapasitasku. Tentang “Siapa aku”, atau mungkin “Apakah aku”. Mungkin itu hanya sebuah pertanyaan bodoh. Tapi ku yakin itu semua ini berdampak besar padaku kelak.
Lonceng tanda istirahat berakhir berbunyi. Seketika aku pun tersadar dari lamunan ku. Ada satu hal yang lupa ku sadari hari ini. Ya, bahwa bangku di sebelahku sekarang telah kosong. Hanya sebuah senyum tipis yang bisa ku berikan saat menatap bangku tersebut, dan berharap bangku ini kelak segera terisi kembali, walau tak sama lagi. Dan saat ku palingkan pandanganku, sepintas terlihat dari balik jendela seorang teman lama yang berjalan sambil menatapku. Sesaat mata kami saling bertemu, walau hanya sebuah tatapan, tapi itu seakan mengisyaratkan sesuatu. Ya, seakan berbicara agar segera ku akhiri semua skenario yang kacau ini. Dan tak lama, dia pun menghilang dari pandangan ku, tepat di sisi tembok tanpa jendela, dimana aku tak bisa melihatnya.
***
Arloji ku menunjukan bahawa sekarang tepat pukul dua belas siang. Dan itu di iya kan oleh sambutan dari dentangan lonceng sekolah yang menandakan jam istirahat kedua telah di mulai. Sesuai dengan janji yang telah aku dan kak Vino sepakati, maka dari itu aku pun menunggunya di kantin sekolah.
Sudah cukup lama aku duduk sendiri di sini, tapi tak juga ku dapati tanda-tanda dari keberadaan kak Vino. Ku pesan segelas minuman sebagai teman menunggu ku siang ini. Dan kini aku benar-benar mulai merasa bosan dengan situasi ini. Kembali ku lirik arloji yang ku kena kan. Kepastian waktu telah ku dapatkan, dan kurang dari sepuluh menit lagi istirahat ini akan berakhir. Dan kini bisa ku pastikan bahwa dia tak kan datang memenuhi janjinya.
“Jadi benar kau sudah menaruh harapan lebih pada nya.?”
Sebuah pertanyaan yang sama di pagi tadi kembali terulang. Ya, pertanyaan itu masih dilontarkan oleh orang yang sama. Dan kini ia mendekat kearah ku dan duduk di samping ku.
“Ku rasa mungkin itu benar.” jawabku singkat.
“Jadi apa itu sebuah pengakuan.?”
“Tentu saja bukan.!!”
“Lalu apa.?”
“Itu,, itu,, arghh..!! Bukan kah sudah ku bilang ini bukan urusanmu.!!”
“Ya, ya, aku tahu itu. Sampai bertemu lagi.”
Dan dia pun kini pergi meninggalkan ku seorang diri di kantin. Sekarang aku hanya di temani oleh semua pertanyaan yang kini mulai menari dalam benak ku. Ya, semua pertanyaan yang masih belum bisa ku jawab untuk saat ini.
Lonceng sekolah kembali berbunyi, menandakan bahwa jam istirahat telah berakhir. Aku pun mulai beranjak dari tempat tersebut. Setidaknya aku sudah berusaha menepati janji ku. Hanya saja, kadang semua tak selalu berjalan sesuai dengan rencanaku. Dan kini, ku langkahkan kaki kembali menuju ke kelas.
***
Tak ada satu pun pelajaran yang diterima oleh otak ku siang ini. Mungkin karna aku masih merasa jengkel dengan sebuah janji yang telah di ingkari. Bahkan hingga segala kegiatan di sekolah telah berakhir rasa jengkel itu masih belum juga hilang.
Mulai jenuh dengan atmosfir di sekolah, segera ku tinggalkan tempat ini. Bergegas aku menuju ke tempat dimana ku parkirkan motorku tadi pagi. Dan tanpa ku sangka kak Vino berada disana.
“Eh dit, maaf ya, tadi aku gak bisa nemuin kamu di kantin. Soalnya aku anterin Putri pulang tadi. Dia sakit mendadak dit.” Jelasnya padaku.
“Hmm, iya kak.”
Hanya jawaban singkat ku berikan yang diselipi dengan senyuman. Ya, memang tak banyak yang bisa ku bicarakan saat ini. Mungkin karna aku masih jengkel padanya. Segera ku nyalakan motor dan pergi meninggalkannya tanpa berkata apapun lagi. Ya, mungkin ini cara yang terbaik.
Setibanya di rumah, langsung saja aku menuju ke kamar dan membaringkan tubuh ku diatas kasur. Pikiran ku mulai bertanya-tanya. Sebenarnya perasaan apa ini.? Apa ini wajar.? Apa kenapa aku berharap lebih padanya.? Kenapa, kenapa dan kenapa. Selalu kata itu menjanggal di benak ku saat ini, hingga akhirnya hilang terbawa mimpi.
***
Empat hari berlalu, seakan semua kembali seperti semula. Ya, situasi dimana saat ia menganggapku tak ada. Seharusnya aku tidak menaruh harapan lebih padanya. Ya, mungkin itu suatu kesalahan yang harus ku sesali. Kini ku rasa aku butuh sesuatu untuk mengganjal perut ku. segera ku bereskan semua peralatan sekolahku yang masih berserakan di atas meja dan hendak menuju kantin. Baru saja aku selesai membereskan peralatanku, tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja ku.
“Hay dit.” Sapa nya padaku.
“Eh kak Vino, ada apa kak.? Tumben datang ke kelas aku.?”
“Aku mau minta tolong nih dit, bisa.?”
Tanpa basa-basi langsung saja kak Vino masuk kedalam inti permasalahan. Ku rasa dia lupa dengan sebuah janji yang di ingkarinya beberapa hari lalu. Tapi setidaknya, dugaan ku salah tentang keadaan yang ku kira telah kembali seperti semula.
“Minta tolong apa kak.?” Tanya ku penasaran.
“ Entar pulang sekolah aku tunggu di tempat parkir, nanti kalau kamu udah di sana baru aku ceritain, gimana.?”
“Oke deh kak, sip.”
Ku iya kan permintaan bantuan dari kak Vino. Toh, membantu orang bukankah itu hal yang baik. Walau sebenarnya aku masih sedikit jengkel dengannya.
Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Walau sebenarnya hari ini aku sedang tidak menggunakan motor. Tapi aku sudah membuat janji dengan seseorang di tempat parkir. Jadi langsung saja ku langkahkan kaki ini menuju tempat parkir.
Ku lirik ke kanan dan ke kiri, aku mencari-cari seseorang. Dan ternyata orang yang ku cari berada di pojok sedang duduk diatas motornya dan langsung saja ku hampiri dia.
“Maaf kak kelamaan.” Ujarku.
“Gak apa kok dit.”
“Kalo boleh tau kak Vino mau minta bantuan apa ke aku.?”
Jari telunjuk kak Vino mengarah kepada seseorang yang baru saya keluar dari gerbang sekolah.
“Itu, kamu bisa tolong aku ngikutin wanita itu gak.?” Jelas nya.
“Owh yang itu ya. Terus habis itu.?” Jujur saja aku cukup bingung dengan situasi ini..
“Ya ikutin aja. Entar kalo dia udah berhenti di suatu tempat kamu hubungi aku.” Jelas kak Vino kembali.
“Oke deh kak.”
Ya, walau masih rada bingung dengan keadaan ini, tapi tetap ku turuti perintah kak Vino. Ya, ku ikuti cewek tersebut kemanapun dia pergi. Hingga akhirnya langkah cewek tersebut terhenti di taman kota. Di sebuah bangku, ku lihat sudah ada orang yang sudah lebih awal berada disana menunggu cewek tersebut. Mereka terlihat cukup akrab. Ya, dan itu membentuk maiset ku bahwa mereka berdua adalah pasanga. Walau kurasa cewek tersebut sudah tak asing bagi ku. Tapi jujur saja aku tak bisa mengingatnya.
Segera ku hubungi kak Vino melalui pesan singkat.
“Kak Vino, orangnya lagi ada di taman kota nih. Lagi berduaan sama cwo nya menurut aku. Hihihihiiii..”
Dan, send. Tapi rasanya aku salah menulis. Tak seharusnya ku tulis sesuatu aja berdasarkan prasangka ku saja. Arrrgghhh… siaal…!!! Mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur. Ya apa boleh buat sekarang.
Tak lama kemudian kak Vino pun tiba. Segera dia turun dari motornya dan menuju kearahku.
“Dit, dimana cewek tadi.”
“Tuh disana.” Ujarku sembari mengacungkan telunjukku kearah dimana cewek yang ku ikuti tadi berada.
Ku lihat wajah kak Vino yang mulai merah padam. Kurasa dia sedang menahan emosi nya saat ini. Dan perlahan aku pun bisa menerka keadaan dan situasi saat ini. Ku alihkan pandangan ku dari raut wajahnya yang sedang kusut. Saat kedua orang sejoli yang sedang memadu kasih dibangku taman tersebut mempertemukan bibir mereka, sontak kak Vino bergerak menuju kearah mereka. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Dan jujur saja, ini bukan urusanku, aku tak harus ambil bagian dalam situasi ini. Maka dari itu, ku ambil jarak yang cukup jauh dari mereka.
Adu mulut pun terjadi. Dan saat cewek tersebut minta putus dengan kak Vino, baru ku sadari bahwa dia pacarnya kak Vino yang dulu pernah ku tabrak saat sedang membawa buku. Kini lelaki yang bersama cewek tersebut mulai ambil bagian dan angkat bicara. Walau ku rasa dia hanya sebagai kompor dalam situasi ini. Merasa tidak terima dengan perkataan lelaki tersebut, kak Vino pun melayangkan beberapa pukulan tepat di wajahnya. Lelaki tersebut terjatuh dari tempat duduknya. Melihat kejadian tersebut, langsung saja aku berlari kearah kak Vino dan berusaha menghentikan semua ini. Ya, aku hanya tak ingin kejadian ini menjadi lebih buruk lagi.
“Kak Vino, tenang kak.” Ku halau tubuh kak Vino yang masih belum puas menghajar lelaki tersebut.
“Makasih untuk semuanya put.” Ucapnya kepada cewek tersebut dengan nada bicara yang penuh emosi. “Dit, ayo kita jalan.”
Dan kami pun meninggalkan tempat tersebut. Aku hanya mengikutinya dari belakang.
“Dit, naik sini.” Ujarnya sambil menepuk kursi belakang pada motornya.
Ku turuti saja kemauannya tersebut. Saat motor sudah berjalan, ku biarkan saja dia membawa ku kemanapun dia pergi. Ya, aku masih takut untuk memulai pembicaraan dengan kak Vino. Bahkan untuk sekedar memberikan alamat rumah ku sekali pun.
Tak lama, motor yang ku tumpangi kini telah berhenti disebuah rumah yang terlihat cukup megah dan terdiri dari dua lantai.
“Kak, ini rumahnya kak Vino.??” Tanyaku penasaran.
“Iya ini rumah aku. Masuk dulu yuk, nanti bentar lagi baru aku antar kamu pulang.”
Aku pun mengikutinya masuk kedalam rumah tersebut, menaiki tangga dan terhenti di sebuah ruangan. Ya, ini sebuah kamar. Dari bentuk dan kadar berantakannya, sudah jelas ini kamar seorang cowok. Dan kurasa ini kamarnya kak Vino.
“Mau minum apa dit.??” Tanya kak Vino padaku.
“Terserah aja deh kak.”
“Ya sudah tunggu bentar ya.”
Kak Vino pergi meninggalkan ku sendirian di kamar ini. Kurasa dia mencari sesuatu untuk di minum. Ku perhatikan sekeliling ku, terlihat benar-benar berantakan. Kurasa itu hal yang wajar untuk seorang cowok.
Beberapa saat kemudian dia pun muncul dari balik pintu dengan membawa segelas minuman di tangannya. Dan minuman tersebut adalah minuman yang sama dengan minuman yang dulu pernah ku berikan kepada Bayu saat pertama kali datang kerumah ku. ya, AIR PUTIH. Mungkin ini karma untukku. Hahahaaa..
“Kak Vino. Tadi tuh pacar kakak ya.??” Ku coba untuk memulai sebuah pembicaraan.
“Bukan, mantan aku sekarang.” Jawab kak Vino ketus.
“Owhh.”
SIAL..!! Seharusnya tak ku tanyakan pertanyaan bodoh itu pada kak Vino. Karna ku rasa aku sudah memulai sebuah pembicaraan dengan cara yang salah. Langsung saja ku akhiri pembicaraan tersebut.
Setelah kami terdiam sejenak. Kak Vino melepaskan baju seragam nya. Ku perhatikan lekuk tubuhnya. Terlihat kurus tapi berisi. Mata ku tak terlepas dari setiap sentinya yang membuatku terpikat.
“Hey, tunggu.!! Apa aku tertarik pada lekuk tubuh seorang cowok.??” Dan kalimat itu seketika singgah dalam benakku. Langsung saja ku palingkan wajah ku dari nya ke sisi yang berlawanan. Ya, kini aku merasa malu terhadap diriku sendiri.
Ku rasakan goncangan pada kasur. Kembali ku lihat kearah kak Vino berada. Terlihat kini dia berada di samping ku dan sedang membaringkan tubuhnya. Ku tatap matanya yang sedang asik menerawak kearah langit-lagit, tanpa menghiraukan keberadaan ku sedikit pun. Aku pun ikut berbaring di sebelahnya, menemaninya dalam kesunyian ini. Suatu kesunyian yang berbeda dari biasanya yang ku rasakan. Dan tak lama kemudian, ku lihat mata kak Vino sudah tertutup rapat. Sejenak, pikiranku kembali bertanya-tanya. “Jika ini sebuah romansa, pantaskah ini terjadi.? Ataukah ini hanyalah sebuah romansa yang hina.? Patutkah aku menjalaninya.?” Dan kembali ku biarka pertanyaan itu kembali tanpa jawaban.
Entah secara sadar atau tidak, aku memeluk tubuh kak Vino. Hangat kini ku rasakan, dan segera aku menyusulnya kedalam buaian mimpi.
Bersambung……………………………….
buat kakak²
@Tamagokill
@Tsu_no_YanYan
@Darkrealm
@Dimz
@Klanting801
@aicasukakonde
@boyzfath
@meong_meong
@greenbubles
@Bintang96
@halrien
selamat menikmati
mohon maaf jika ada salah penulisan dan maaf karna terlalu lama di update..
[-O< [-O<
gak tau mau nulis apa.
Speechless ne ceritanya gue.
Tak apalah. Ceritanya JOS GANDOS!!
Update jgn lama-lama.
Ok!
kalo bisa mau minta mention sih.
#plaakk.
Tp tak usahlah. takut jari agan @AdhetPitt keseleo ntar mentionnin orang banyak.
Mension ya kl apdet thanx
suatu kematian yang sempurna pastinya