It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
=====
Ia bingung dengan apa yang ia lihat. Antara mimpi dan dunia nyata dia melihat Randy, tertegun sejenak, seperti ingat kejadian ini sudah dia alami sebelumnya. Randy pun kebingungan dengan Setiadi memandangnya seperti itu dan bertanya
“Kenapa elo? Koq bingung?”
Setiadi diam beberpaa saat. Ia masih mencerna, apa sedang bermimpi atau sudah bangun.
“Eeeehhh.... mau berenang yah...”
“Emangnya mau apa?” jawab Randy tersenyum melihat Setiadi yang kebingungan.
“Oke, tunggu sebentar, gua siap- siap dulu”
Lalu Setiadi pun berbanti baju. Pada saat yang sama ia pun ingat mimpinya barusan. Pantas ia bingung karena ia melihat Randy di mimpinya dan di dunia nyata memakai pakaian yang persis sama. Apakah itu kebetulan atau pertanda... ia mengambil tas nya yang ia sebelumnya sudah ia siapkan.
Dalam perjalanan, Setiadi terus memikirkan mimpinya sambil melamun memandang kea rah luar jendela memperhatikan jalan raya yang masih relative sepi.
‘Coba yah, kalo bener- bener terjadi... too good to be true’ Angan- angan Setiadi melayang dalam lamunannya sementara Randy menyetir mobil kearah Semanggi dan berbelok dekat daerah Senayan.
Tak lama kemudian mereka sampai ke hotel mencari tempat parkir. Mereka masuk ke dalam lobby dan berjalan ke arean renang. Di kolam renang Setiadi melihat jam di sana menunjukkan pukul 7:40. Lalu mereka masuk ke dalam ruang locker dan berganti pakaian. Inilah saat yang paling di tunggu Setiadi.
Randy melepas t-shirt nya, melipatnya, lalu melepas celana jeansnya. Randy mempunyai dada yang bidang berisi, otot dada terbentuk serasi penuh dengan perut yang serasi. Ada sedikit tumpukan lemak di pinggang namun tidak mengurangi sensualitas Randy dengan otot sayap yang cukup terbentuk lebar di atasnya. Di bawah pantat yang padat berisi, paha yang bulat, besar dan berotot serta betis yang menggumpal menunjang “upper torso” Randy, membuat kesan sangat proporsional walau tidak terlalu berotot, sambil di bungkus kulit putih bersih. Sambil membuka bajunya, Setiadi pun memperhatikan tonjolan cukup besar di balik celana renang Randy, cukup membuat jantungnya berdesir. Randy sadar sedang di perhatikan oleh Setiadi, namun tidak ia hiraukan. Mereka berjalan kearah shower untuk membilas diri sebelum renang. Bagai tersihir oleh sensualitas Randy, Setiadi berjalan dibelakannya menjadi tambah pusing. Sudah lama ia tak melihat pemandangan serupa sejak 2 tahun ia pisah dengan mantannya.
Mereka pun berjalan ke arah kolam renang, dengan Randy langsung melompat seperti atlit renang, sementara Setiadi memilih untuk turun lewat tangga. Randy berenang dari ujung satu ke ujung lainnya tanpa istirahat selama kurang lebih 8 menit. Gerakannya cukup bervariatif, sementara Setiadi berusaha mengingat- ingat pelajaran renangnya waktu di SMP dulu. Rasa penasaran Setiadi pun terpuaskan, hanya kini ia mulai terangsang dan di dalam dada ia merasakan jantungnya di remas- remas melihat fisik Randy yang buatnya sempurna. Ingin rasanya ia memiliki dan dimiliki Randy. Dengan susah payah ia berusaha sebisanya mengendalikan dirinya dan hasrat dan imajinasinya, berenang menjauh dari Randy untuk mengistirahatkan hasratnya yang mulai terbangkitkan sekalian untuk tidak terlalu sering melihat Randy. Sejenak Randy naik ke pinggiran kolam, duduk berbaring di kursi sambil nafas terengah- engah kelelahan. Setiadi semakin berusaha untuk tak menghiraukannya, dan hanya berenang dengan santai. Setelah beberapa waktu Randy beristirahat ia pun loncat kembali ke kolam dan meneruskan latihannya. Tak lama kemudian Randy mengajak Setiadi pulang setelah untuk ke dua kalinya Randy beristirahat, membuat Setiadi makin salah tingkah. Di tempat bilas, sengaja Setiadi menghindari Randy memilih tempat shower dimana ia tidak melihat Randy, membuat Randy agak heran ada apa yang terjadi dengan Setiadi. Setelah selesai berpakaian, Setiadi diminta untuk menemani Randy menemaninya jalan- jalan pergi dengan Rini. Randy mengantar Setiadi ke tempat kosnya untuk ganti pakaian dan mereka pun siap untuk mengisi acara Minggu sorenya.
Tibalah sore hari, Randy bangun lebih dulu dan langsung mandi sementara Setiadi masih terkapar di atas ranjang. Setelah selesai mandi, Randy pun membangunkan Setiadi.
“Di, yuk bangun...”
Setiadi tak bergeming sekalipun. Randy menggoyang- goyangkan badan Setiadi, sampai dia membuka matanya.
“HHHHHhhhh....”
Setiadi yang baru pertama kali berenan setelah lulus SMP ternyata kecapaian. Ia hampir tak dapat menggerak- gerakkan badannya. Randy tersenyum dibuatnya.
“Kenapa elo? Kecapean yah”
Setiadi tak menjawab. Dengan susah payah ia duduk di pinggir ranjang. Badannya terasa berat, matanya rapat, suara serak
“Ran, kayaknya gua gak bisa temenin elo jalan, sorry yah, gua better pulang pake taxi aja”
“Gua ante raja elo, udah mau gua ajak renang juga”
“Jangan, lu kan bentar lagi mau jemput Rini, gak ada waktu lagi, pesen taxi lebih ringkes”
Randy mengalah, mengambil telefon dan memesan taxi. Beberapa saat kemudian tax iyang dipesan pun datang. Setiadi pun berpamitan dengan orang tua Randy, memasuki taxi dan melesat ke tempat kos Setiadi.
Randy tinggal di daerah Kelapa Gading, datang dari keluarga kaya. Ia adalah anak paling bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya adalah seorang pengusaha yang sukses. Karena 2 kakaknya tak berniat meneruskan usaha ayahnya, maka Randy terbebani untuk mewarisi usaha ayahnya, sepulangnya dari Amrik merail gelar MBA. Semula Randy berdalih ingin mencari kerja dan pengalaman dulu di tempat lain,namun setelah 4 tahun berjalan dan cukup sukses, ayahnya menagih janjinya.
Berkenalan dengan Rini sejak 2 tahun, dimulai dari acara ultah teman kantor Randy, setelah beberapa bulan sebelumnya menjomblo, putus dari Sinta. Randy kecewa dengan Sinta yang menganggap nya sebagai pemuas nafsu belaka. Randy, yang pada waktu itu masih naïf dan tidak mempunyai niat bejat apapun terhadap wanita, berfikir untuk serius dengannya, berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan Sinta demi cintanya. Sinta memanfaatkan Randy dari fisik dan finansial, Randy pun mengalah melepas keperjakaan nya untuk wanita itu, terbawa oleh naluri dasar lelaki yang bangkit kalau sudah di sulut.
Randy sadar posisinya terhadap Sinta, hanya sebagai status symbol saja, tidak mendapatkan cinta darinya, kecewa ingin mengakhirinya. Namun Sinta sudah kepalang terobsesi dengan Randy dan segala kesempurnaan fisiknya, menghalalkan segala cara termasuk berbohong telah hamil. Mulanya Randy ciut, namun ketika Randy mengajak Sinta memeriksakan kandungannya, Sinta berdalih seribu satu alasan, yang akhirnya terbaca oleh Randy. Satu hari Randy bertemu dengan teman nya Sinta yang mengatakan kebenarannya, marah besar oleh tipu daya Sinta, mengancam putus kalo tidak mau di periksa ke dokter kandungan. Akhirnya Sinta mengaku,dan Randy terbebaskan dari jeratan nafsu ini. Cukup aneh untuk seorang seperti Randy, dimana pria- pria lain akan selalu memanfaatkan fitur nya untuk mereguk anggur kenikmatan itu dan tak pernah puas menyicipinya....
Beberapa bulan menjomblo, ia pun berkenalan dengan Rini. Berbeda dengan Rini, ia tak buru- buru dan tak mudah di dekati sekalipun Rini cukup fasih dalam bergaul dengan siapapun. Setelah berkali- kali meminta lewat teman Rini, untuk dating, barulah Rini mengalah, memberikan nomor ponselnya kepada Randy. Jengah di bawa ke tempat mewah oleh Randy, Rini pun menantang Randy untuk hidup lebih sederhana, dengan lunch di warteg, dinner di warung nasi goreng, dan hal yang sederhana, jauh dari kehidupan Randy biasanya.
Walau bukan datang dari keluarga kehidupan super mewah, Rini tak pernah mau di traktir, sering menolak pemberian Randy, berdalih hubungan yang baik adalah hubungan yang saling mengenal satu sama lain, bukan meminta sesuatu. Dengan sifat ini Randy pun jatuh hati kepada Rini yang memberikan apa yang Randy impikan, kasih sayang dan cinta yang tulus.
Satu sore, Setiadi membantu Randy mencari hadiah ultah Rini, mengajaknya ke salah satu mall. Seharian Sabtu itu mereka berkeliling dari satu toko ke toko lainnya mencari hadiah yang tepat untuk Rini yang ia tahu tidak terlalu suka barang mewah. Baju, asesoris, apapun yang mereka lihat tidak dirasa tepat. Setelah berdua kecapean, mereka pun singgah di toko CD dan Setiadi menemukan CD kompilasi lagu- lagu cinta.
“Ran, coba liat ini, mungkin cocok untuk Rini” kata Setiadi. Randy pun mendekat, melihat daftar lagunya, dan menjawab
“Yes it is...”
Setiadi bernafas lega karena akhirnya pencarian nya tuntaslah sudah.
Randy mengajak Setiadi membawa temannnya untuk menemaninya di pesta ultah di restoran Samudera di gedung BRI, dirayakan oleh teman- teman Rini. Di situ, untuk pertama kali Jimi, teman akrab Setiadi, melihat sendiri siapa yang telah sanggup membangkitkan hasrat cinta Setiadi. Jimi pun harus mengakui Randy memang “gorgeous” (=menawan). Namun Jimi pun mengingatkan Setiadi untuk tidak terlalu jauh terbawa arus seperti dulu yang pernah Setiadi alami di semester 7 masa kuliahnya.
komentar ane muncul..
====
buat Randy. tolong sesekali lirik setiadi ya!
#plaak. Gaje.
====
bagus neh cerita. kalo ada update mention ya!!
====
mampir juga dicerita pertama ane.
judulnya "Jagalah Diriku!"
#promo dikit boleh donk.
#plaak.
====
komentar selesai.
waah.. makin greget ne kayaknya..
jangan lupa mention ya!!
PENASARAN EUII
udah pecah ne bisul belom keluar keluar juga chapter 3 nya..
Buruaaan donk.. udah greget neh..
======
Chapter 3
Setiadi masih berada di kantor sedang browsing di dunia maya, ketika ponselnya berbunyi, saat sore menjelang jam 16:30. Ia melihat nomor Randy, segera mengangkatnya
“Di, Rini kecelakaan, di rumah sakit, bisa temenin gua gak jenguk?”
Hampir saja ponsel Setiadi terjatuh, kaget, tak menyangka
“Hah? Oke, gua masih di kantor, perlu gua temenin gak?”
“Kalo bisa... Gua lagi bener butuh support”
“Oke, gua tinggal minta ijin aja, bisa koq”
“Sampe nanti”
Sambil bergegas setelah meminta ijin dari kantor, Setiadi mengambil tasnya, bergegas keluar kantor sambil merenung, apa yang sedang Randy alami, berharap luka Rini tidak parah.
Di Lobby, ia sudah melihat Randy sedang menunggunya. Randy tanpa berkata apapun menyambut Setiadi, bersama- sama menuju tempat parkir mobil Randy, mereka setengah berlari bergegas kea rah mobil Randy. Membuka pintu mobil sebelah kiri dan langsung duduk.
“Dia lagi mau ke cabang di Karawaci, katanya kecelakaan di pintu keluar tol”
“Dia di rawat di mana?”
“Di rumah sakit di daerah Karawaci”
Cerita Randy singkat. Sisanya, mereka lebih banyak terdiam. Setiadi melirik kearah Randy yang sangat tegang, cemas, dan matanya agak basah, memikirkan Rini.
Karena posisi mereka dari arah Jakarta, mereka terjebak macet di sepanjang jalan tol menuju Karawaci, berbarengan dengan mobil- mobil yang mengangkut penumpangnya pulang sehabis lelah di hutan kota. Randy gerah mereka masih tertahan di pintu tol Kebon Jeruk dengan antrean menumpuk. Setiadi ciut melihat Randy dengan aggressive nya membanting setir kiri - kanan untuk menyalib dan berkali-kali memencet klakson, namun tak bisa melarang, karena sangat sadar kondisi Randy yang panic, memikirkan tunangannya itu. Selepas membayar tol, Randy langsung melesat bagai “speed demon” memacu Toyota Corolla berwarna merah hati itu sampai melewati kecepatan 110 kph, masih dengan gaya slalom nya menembus mobil- mobil yang menghalangi nya dari Rini. Setiadi yang baru kali ini melihat Randy membawa mobil bergaya F1 takut setengah mati, dalam hati ia berguman: ‘Randy...elo mau kemana sih? Mau lihat Rini ato lihat akherat sih....?’
Akhir nya, petualangan di jalan tol itu berakhir, dengan mobil Randy memasuki kawasan Karawaci, sambil menanyakan arah ke rumah sakit, mereka pun tidak lama kemudian sampai di rumah sakit. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka bergegas masuk ke gedung rumah sakit itu. Di lobby mereka mendapatkan informasi kalo Rini masih di ruang ICU. Setelah menelusuri ruang koridor, Randy mulai mengenali wajah- wajah yang sedang menunggu, teman sekantor Rini yang sering ia lihat waktu makan siang, atau jalan- jalan sesudah jam kantor. Mereka langsung memberi seluruh informasi yang mereka dapatkan dari beberapa saksi yang pada waktu itu sudah berada di kantor polisi memberikan keterangannya.
Mobil kantor yang ditumpangi Rini, di salib oleh bus dari arah kiri yang berjalan kea rah kanan menjelang keluar tol karawaci, karena di pepet dari arah kiri oleh supir bus, mobil yang di tumpangi Rini makin mepet kea rah kanan sampai akhirnya keluar jalur dan menabrak tiang penyangga jembatan. Sementara pengemudi bus akhirnya di tangkap oleh masyarakat sekitar dan tukang ojek yang menghadang supir bus setelah ada seorang ojek yang menjadi saksi. Nyaris menjadi sasaran amukan massa, supir bus di gelandang ke kantor polisi, sementara tak lama mobil ambulans datang menjemput Rini, yang duduk di kursi depan sebelah kiri, sementara sopir kantor tewas seketika.
Randy segera menghubungi orang tua Rini di Malang, sambil menahan tangis, dengan tangan gemetar. Orang tua Rini menyusul ke Jakarta secepatnya. 4 jam kemudian, setelah lama menunggu, sambil melupakan lapar, dokter keluar, memberi tahukan keadaan Rini
“Tiga tulang rusuk patah, satu menembus paru- paru, mengakibatkan pendarahan dalam, kondisi Rini sedang koma, kami tetap berusaha yang terbaik untuk Rini, masih ada harapan...untuk sementara Rini tidak bisa di jenguk”
Bagi Randy, kata- kata dokter tidak banyak membantu, masih sangat kuatir dengan kondisi Rini. Mereka sudah tidak punya pilihan apa- apa selain pulang dan berharap yang terbaik. Randy mengantar 3 teman kantor Rini pulang sebagai ucapan tanda terima kasih kepada teman Rini yang telah banyak membantu memberi info, berada di sisi Rini yang sedang kena musibah.
“Randy, udah sampe Tomang, gua turun di sini aja, bisa pulang sendiri aja, kan mau nganter ke Slipi?” Ucap Setiadi ketika mobil mereka sudah berada di dekat lampu merah Tomang.
“Temenin gua makan dulu dong, udahnya. Oh ya, ada yang mau makan bareng gak ama kita?” Tawar Randy sopan.
Mereka pun menolak secara halus, tidak mau merepotkan. Setelah mereka turun dari slipi, mereka berdua pun kearah Grogol, hendak makan di dekat tempat kos Setiadi. Entah mengapa, ketika Randy memintanya menemani makan, hatinya serasa senang sekali...
Randy lebih banyak melamun, memikirkan Rini, membuat Setiadi jadi kikuk, takut salah ucap. Hidangan yang sebenarnya lezat itu terasa hambar di mulut Randy
“Ran, udah jangan terlalu di pikirin... dokternya tadi bilang ada harapan koq” ujar Setiadi beruasaha memcerahkan suasana hati Randy yang kelabu
“Gua takut....”
Sekelebat Setiadi ingat mantan pacarnya, memikirkan perpisahan, namun segera di tepis oleh nya, tak ingin berfikir macam- macam.
“Udah lah, gak usah kuatir, kita bawa dalam doa aja, kapan ortunya Rini sampe?”
“Nanti malem, jam 12an, mereka ambil penerbangan secepatnya”
“Lu nanti temenin mereka?”
“Iyah, nanti jam 11an gua ke bandara”
“ELo mau ngaso bentar gak di kosan gua, sekalian mandi, supaya seger?”
“Boleh...thanks Di”
“Anytime Ran...”
Setiadi dan Randy pun beristirahat. Dengan kaos dan celana pendek yang Setiadi pinjamkan, Randy berbaring, namun matanya tetap menerawang jauh, melalui kegelisahan dan kegundahan. Fikirannya menumpuk macam- macam, kelangsungan hubungan cintanya, tekad untuk nikah nya, ketakutannya kalo Rini tidak sanggup melewati masa kritis ini.
“Ran, lu perlu gua temenin gak nanti?”
“Gak usah, makasih, gua urusannya ama keluarga Rini, gua gak enak ama lu nya. Anyway, thanks for your support all through afternoon, gua gak bisa bayangin, harus sendirian hadapi ini...”
“Ah, gua kan Cuma temenin lu aja, supaya lu gak panic sendiri”
“That’s exactly what I need ... thank you”
Setiadi melirik kea rah Randy, memandang Randy, berusaha memberi tatapan yang menanangkan hati Randy, Tatapan Randy tajam melewati kegalauan hatinya menenbus mata Setiadi.
“Di, udah jam setengah sebelas, gua siap- siap yah ke bandara”
“Oke, drive save yah....”
“Di....”
Setiadi melirik kearah Randy
“Thank you...”
Setiadi menatap Randy yang sudah lebih tenang, sejenak mereka beradu pandang. Setiadi yang awalnya sudah cukup tertarik kepada Randy, makin tersihir (bedazzled) oleh tatapan Randy. Diam- diam Setiadi berharap Randy akan menatap dirinya seperti ini untuk selamanya. Randy berganti pakaian, sementara Setiadi curi- curi pandang melihat Randy yang sedang menanggalkan t-shirt dan boxer short nya. Jantungnya berdesir melihat betapa sempurnanya Randy di matanya. Dalam hatinya ia hanya mampu berguman ‘Randy...’
Setiadi mengantar Randy sampai mobilnya, melihat Randy memacu mobilnya kearah jalan raya. Setiadi masih termenung. Otaknya berkerja keras mengabadikan semua apa yang tadi ia lihat, menyimpannya di memori sambil merasakan nama Randy menggema di relung kalbunya.
"Taxi itu berjalan melewati Setiadi tanpa
melihatnya sangat butuh jasanya, menghilang ke
arah jalan raya."
Kalimat itu agak bikin pusing, penggunaan kata "nya" ke-double dan kurang jelas refers kemana
saran saya: "tanpa melihat ada calon penumpang yang membutuhkan jasanya" itu aja sih
Saya masih belum nemu konflik cerita ini, dan masih menunggu
Saya orang yang lebar h suka baca cerita dengan konflik yang bagus daripada cerita yang biasa aja,
Jadi Ayo tunjukkan pesona cerita ini B-)
Kalau menurut saya lebih enak kalo pakai sudut pandang orang pertama lebih ngena gitu