It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
===
chapter 7
"BANGSSAT... BAJINGAN... Dia mau cari gara- gara ama aku, sekali tendang mampus dia...!"
Hendra berteriak mengamuk, di rumah Jimmy, langsung berdiri,
"DIMANA RUMAH DIA...? MAMPUS DIA KU HAJAR!"
"Hendra, jangan... Dia udah sadar salah, gak sampe kejadian juga... Please Ndra, tenang dulu... Jangan ngamuk dulu..."
"AKU SUDAH CURIGA AMA DIA...bener kan akhirnya gini kejadiannya!"
"Ndra, tenang, ku gak luka apa- apa kan, tenang Ndra..."
"Kamu gak bela dia kan... Kamu gak bohong kan" Mata Hendra melotot menatap Setiadi.
"Gak, ku bilang begitu apa adanya" jawab Setiadi dengan tenang.
Setiadi kesulitan memenangkan Hendra, memegang pundaknya yang keras menegang, mata terbelalak dengan amarah terpancar menyala- nyala, tangan di kepalkan. Setiadi sudah takut salah- salah dia yang kena bogem Hendra, melihat seluruh badannya gemetar menahan amarah.
Setiadi tak henti- hentinya menatap Hendra, berharap bisa membuatnya lebih tenang lagi. Setiadi tetap berharap kalo Hendra tidak perlu berkonfrontasi dengan Randy.
"Yadi, aku tetap perlu ketemu dia. Ku mau dia langsung minta maaf ama ku. Kamu kan tanggung jawab ku."
"Oke, ku akan telepon dia, tapi tolong jangan sekarang. Besok paling tidak. Bisa kan..."
"Oke..."
"Ndra, janji yah, kamu akan kontrol emosi kamu yah waktu ketemu dia. Aku gak mau ada insiden apa- apa, ku mau selesai secara damai. Kamu bisa janji aku?"
Hendra menarik nafas panjang, menutup matanya sejenak,
"Oke, ku sanggupi. Untuk kamu aku sanggupin."
Setiadi menunggu cemas, menatap Hendra. Saat itu Hendra sudah lebih tenang.
Jimmy pun ikut was- was, juga tidak pernah melihatnya marah begitu rupa. Namun setelah Setiadi mampu meredam amarah Hendra, dia pun bisa ikut bernafas lega.
Di sana, Randy sudah duduk di salah satu kursi. Setiadi menggenggam tangan Hendra sambil berkata,
"Ndra, ku akan sangat berterima kasih kalo kamu bisa kontrol emosi. Dia sudah mengaku salah dan minta maaf ama aku."
"Aku ngerti. Aku akan berusaha sebisa aku."
Hendra pun menghampirinya. Inilah saat yang paling menakutkan bagi Setiadi dan Jimmy. Mereka berdiri agak jauh, tapi tetap bisa melihat mereka, bersiap- siap jika ada sesuatu terjadi.
Dari kejauhan mereka bisa melihat Hendra berusaha mengendalikan emosinya, dengan Randy duduk dengan kepala menatap ke arah meja, sesekali memandang ke arah Hendra. Mereka tidak melihatnya marah, mereka melihat Hendra bersikap tegas dengan melihat langsung kepada Randy.
"wwwwuuuuiiihhh" Jimmy dan Setiadi menghela nafas lega.
Mereka melihat Hendra berjalan mendekati mereka dengan langkah yang tenang, wajah agak tegang, namun masih mampu mengendalikan emosi.
"Yuk kita pulang aja, ku mau tenangin diri dulu." Hendra menatap Setiadi.
Setiadi dan Jimmy lega, tak terjadi insiden yang tidak mereka harapkan. Tak ada satupun dari mereka yang berani menanyakan tentang pembicaraan tadi. Mereka lega, Hendra telah menepati janjinya. Mereka pun berjalan pulang.
"Di, besok temeni aku dong, ada latihan selatan jam 7"
"Pagi amat, dari tmptku jam 6 dong"
"Please... Sekalian sarapan di rumah udahnya, aku pengen kamu temenin aku" sahut Hendra manja.
"Oke deh. Bangunin aku yah"
"Gampang bangunin kamu sih..." jawab Hendra dengan senyum nakal.
Satu Jumat malam, mereka sedang berada di daerah jalan Sabang, duduk di warung nasi goreng, menikmati hidangan malam ditemani asap dari penjual sate mengepul membawa wewangian menggugah selera.
Di kamar kos, Setiadi menunggu Hendra yang sedang mandi, sambil menonton acara tv malam itu. Tak lama kemudian, Hendra masuk kamar, dengan hanya mengenakan boxer short berwarna putih menutupi setengah dari pahanya, dengan t-shirt ia gantung di pundak, memperlihatkan badannya. Setiadi sudah mulai terbiasa melihat pemandangan seperti ini, sehingga sudah tidak lagi canggung. Giliran Setiadi sehabis mandi, ia masuk dengan mengenakan kaos dan boxer short yang ketat memberikan perasaan risih, membuat Hendra terus menatapnya sambil tersenyum.
"Nakal yah kamu, kasih aku baju ketat kayak gini, gak nyaman lah..."
Hendra tertawa kecil, melihat Setiadi terlihat seperti anak kecil dengan kaos dan celana serba ketat.
"Minta yang longgar dong..." sahut Setiadi manja sambil membuka lemari pakaian, mengambil celana dan kaos yang lebih besar, lalu mengganti nya tanpa sungkan di depan Hendra.
Secara perlahan, Setiadi membalikkan badannya, menatap lelaki di hadapannya. Hendra tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Ia merasa dituntun ke satu palungan kasih, begitu lembut, begitu asing. Ia merasa Setiadi sedang bermain dengan jiwanya, seolah Setiadi mampu meleburkan batasan fisik, merasuk kedalam jiwanya, memberikan tetesan air kehidupan. Makin di nikmati, makin bertambah hauslah ia dibuatnya. Perasaan Hendra secara perlahan meluap.
"Ndra...udah siap...?" Setiadi berbisik.
Suara Setiadi yang halus, membuat jiwa Hendra meronta- ronta ingin lepas di langit malam mam luas. Hendra tak mampu membalas, jiwanya sedang mabuk, air yang di berikan Setiadi mengaburkan semua logika, menggantinya dengan satu bahasa... Bahasa cinta. Satu perasaan yang baru untuk Hendra yang gagah perkasa.
Hendra mengecup bibir Setiadi, melepaskannya, mengecup lagi... Melepas lagi... Terus menerus menggelitik hati sanubari kedua insan. Tak ada kata terburu- buru saat itu, dimana waktu pun sanggup mengalah, menunggu dua insan menyatukan jiwa mereka dalam ketiadaan detik, membiarkan waktu terpaku, menatap dengan iri bahasa kasih yang memancar terang benderang...
panggil lagi...
@kimo_chie, beneran baru segini... Hihihi udah cukup belon?