It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Ricky89, itu memang dilema nya yadi...maju xalah moon dur juga xalah...
Tambah galau kan???
#plaakk
Apa sih? nggak nyambung..
-_-
“Di, kok kenapa kamu mau aku ke Aussie? Kamu apa gak mikirin kita? Hubungan kita ini?”
Setiadi termenung. Ia teringat kembali peristiwa 4 tahun yang lalu, ketika ia memutuskan untuk melepas Randy kepada Cindy.
“Ndra, aku ingin kamu bisa dapet better future. Juga kan ama kakak kamu udah lama di proses kan.”
“Tapi aku gak mau kemana- mana, karir toh bisa di mana saja. Kamu memang mau ngusir aku?”
“... anggap saja begini, aku fight untuk kamu dan kamu stay disini. Fine, kamu lepasin kesempatan kamu di sana, dan aku tahu betul kalo keluarga kamu menyayangkan itu. Lalu bertahun- tahun kemudian, kamu merasa karir kamu mentok dan kita mulai fight. Apa aku akan tenang nanti? Aku yang sudah menghapus kesempatan kamu di Aussie?”
Hendra bingung dengan jawaban Setiadi. Ia merasa Setiadi betul dalam jawabannya. Dalam hatinya ia juga tahu, green card Aussie ini sudah lama ia tunggu, tapi juga cinta pertamanya kepada Setiadi yang sekarang berada di tengah jalan ini. Ia kecewa Setiadi begitu mudahnya menyerah.
“Di, kamu kok nyerah gitu aja?”
“Ndra, ada beberapa hal yang aku gak akan halangi kamu: nikah, masa depan, dan hati kamu. Aku tahu kamu cinta aku, aku tahu kamu gak akan nikah, kamu yang sudah proklamasi merdeka. Tapi ini masa depan, aku tidak mau halangi masa depan kamu. Toh kalo kamu di Aussie kita tetap teman, karena aku tidak sanggup long distance...”
Setiadi terlihat tegar dan kuat, entah apa yang ia rasakan nantinya ketika ia menghantar Hendra pergi mejauh dari dirinya, lelaki ke 4 yang meninggalkannya nanti.
“Ayah bunda udah kasih aku bebas pilih, aku gak dipaksa harus ikut. Semua udah maklum, kenapa sekarang kamu yang nyerah?” Hendra akhirnya menangis...
“Aku gak mau jadi factor madesu kamu satu hari nanti...”
“MADESU APAAN? BELUM TENTU AKU AKAN BERNASIB SIAL DI NEGRI AKU SENDIRI ...!” Hendra putus asa.
“Juga belum tentu kamu gagal di negri orang Ndra...Kamu harus jajakin, apapun hasilnya aku gak mau kamu nyesel gak nyoba...” Setiadi terdengar tenang.
“Aku bukan lagi pedekate ama orang, lalu aku kirim kamu ke Aussie supaya aku dapet cowok laen, Ndra. Aku lagi bersiap- siap kehilangan kamu, lelaki ke 4 dalam hidupku, entah aku sanggup ato gak... aku tidak boleh dan tidak mau tutup masa depan kamu...”
“Di, aku gak bisa kehilangan kamu... “
“Jeng, Hendra apa ada bicara ama kalian gak soal green card ini?”
“Hmm... dia agak murung lately. Apa kalian udah bicara?”
“Kita lagi agak berantem, aku pengen dia coba, dia yang keukeuh gak mau.”
“Ayah bunda udah commited untuk gak ikut campur. Jadi bunda Cuma denger aja”
“Jeng, aku salut ama keluarga kalian, aku seperti dapet keluarga baru”
“Iyah juga, kita jarang loh anggap temen buyung seperti kami anggap kamu”
“Jeng, bisa bicara lagi ama Hendra gak soal ini?”
“Wah, buyung nanti kumat lagi ngadatnya, dia kan dulu yang paling dimanja. Yadi, kamu sendiri gimana?”
“Aku tahu cinta Hendra, tapi aku gak mau dia nyesel buang kesempatan ini. Ini kan Cuma 1 kali seumur hidup. Kak Rendra yang udah fight masa mau dibuang begitu aja usahanya?”
“Tapi kali ini, buyung memang pertimbangannya pasti kamu Yadi, dia memang cinta kamu.”
“Anggap aja gini jeng, aku cinta dia, rela untuk lepasin dia supaya bisa jajakin masa depan dia.”
“Yadi, baru kali ini buyung dapet temen semulia kamu. Pantes bunda sayang banget ama kamu”
Setiadi tersenyum getir... , satu kebahagiaan yang terlalu singkat.
“Ku lagi susah payah supaya dia mau coba. Toh bisa pulang lagi, berhasil ato gak kan bisa di coba”
“Yah Yadi, kita liat aja nanti.”
“Jeng, apa pendapat Jeng soal Hendra?”
“... aku... secara pribadi aku sependapat ama kamu, tapi aku sangat hormat ama kamu. Buyung sudah lebih dewasa berkat kamu, udah gak lagi boros, udah lebih bisa hidup sederhana. Kita- kita aja dulu susah untuk dia mau hidup down to earth... kalo buyung pilih kamu, aku akan tetap setuju, karena aku tahu kamu gak akan pernah sia- siain adikku.”
Setiadi pun menangis...
“Makasih jeng, itu pernyataan yang paling indah yang pernah aku denger seumur hidupku”
Masalah dengan Hendra masih terjal. Dia masih berat meninggalkan Setiadi, sementara Setiadi sudah terlihat siap melepasnya, membuat Hendra salah menilai.
“Yadi, kamu kok seperti pengen banget aku pergi... ada apa sih ama kamu? KAMU MEMANG UDAH BOSEN AMA AKU?”
“Ndra, aku kan udah bilang dari kemaren- kemaren, aku pengen kamu coba. Memang kamu liat aku selingkuh?”
“SIAPA TAHU COWOK KAN JUGA GITU...”
“Ndra, tanya Jimmy, tanya Johan ama Rontje sekalian... kapan aku bawa cowok ke rumah ku... rumah ku kan deket dari tempat Jimmy...”
“YADI AKU MAKIN KESEL KAMU USIR AKU TERUS...”
“Bukan usir, tapi aku pengen...”
“YA UDAH KALO KAMU MAU AKU PERGI YA SUDAH...”
BLAMMM pintu rumah Setiadi di banting. Setiadi mendengar deru mesin mobil menderu kencang dan terdengar menjauh. Setiadi menghela nafas, lalu mengambil ponselnya lalu mengirim sms kepadanya:
JGN NGEBUT ! HARGAI NYAWA KAMU ...
Sampai Setiadi tidur, ia tidak mendapat jawaban dari Hendra.
Untuk beberapa hari Setiadi berusaha untuk konsentrasi pada kerjaannya, rapat mingguan, monitoring, dan lainnya. Satu minggu sesudahnya, ia sedang bersiap- siap pulang, ketika ponselnya berbunyi. Ia melihat nomor Cassandra.
“Ya Jeng, ada apa?”
“Yadi, tolong kesini dong...”
Setiadi kaget,
“Ada apa?”
“Buyung sudah 2 hari gak mau keluar kamar, gak mau kerja, ampe aku harus ikut campur ijin kerjanya”
“Apa? Dia lagi marah yah...”
“Sepertinya iyah, ku rasa Cuma kamu yang bisa ajak buyung bicara untuk sekarang.”
“Oke... ku jalan sekarang.”
“Yadi, makasih yah”
“Sama- sama jeng”
Setelah kurang lebih 1 jam kena imbas macet, Setiadi pun akhirnya sampai di rumah Hendra. Di sambut ibu Widya,
“Nak Yadi, makasih yah udah mau bantu. Sandra masih kena macet.”
“Bunda, aku juga kuatir ama Hendra”
“Ndraaaa... buka pintu nya” Setiadi sambil mengetuk
Tak ada jawaban dari dalam kamar.
“Ndraaa... tolong dong bukain pintunya...”
Masih tak ada jawaban dari dalam kamar.
“Ndra,kalo kamu gak buka, aku akan pulang, DAN AKU GAK AKAN LAGI DATENG KE RUMAH INI. MANA YANG KAMU PILIH?” Setiadi terpaksa berbicara tegas dengan suara lantang.
Setelah mereka menunggu, akhirnya bunyi ‘klik’ dari pintu pun terdengar, ibu Widya segera turun untuk memberi privasi kepada mereka sementara Hendra membukakan pintu, membiarkan Setiadi melihatnya dalam keadaan kusut, kumis dan jenggot tak dirapihkan, muka kuyu, mengenakan boxer short dan t- shirt, terlihat kelaparan.
@Dekisugi, @arieat, @rivengold, @Gabriel_Valiant, @YANS FILAN,@the_angel_of_hell, @Lu_Chu, @hikaru, @aii, @badboykem, @Ricky89, @mr_Kim, @ananda1, @dheeotherside, @shuda2001, @paranoid, @kimo_chie, @AhmadJegeg, @A@ry, @Gigiharis_Krist, @hantuusil, @moccachino, @Monic
@Ricky89, memang kesian Yadi....