It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku menertawainya seharusnya akulah yang menangis kali ini, memohon padanya agar ia mau berteman padaku. “selama yang ku ingat.“. Ia terhenyak mendengar pernyataanku.
Ia memegang dahinya dan menutup matanya sejenak. “bi-“
“tidak…“ aku menundukkan wajahku sejenak lalu menatapnya lagi “ aku sudah mencoba semuanya. “
Kembali ia terdiam mendengar pengakuanku. “ bagaimana dengan sylvi “ aku menyandarkan badanku di kursi yang tengah kududuki ini, mengambil sebuah cangkir berisi coklat susu, menghirupnya beberapa detik sebelum meminumnya. “aku telah memberitahunya“
Aku menunggu reaksinya, pandangannya tertuju pada sebuah piano yang terletak di tengah ruangan ini/ aroma cake dan kopi yang bercampur dengan aroma coklat yang menenangkan, tidak heran tempat ini menjadi tempat kumpul favorite kalangan anak sma dan mahasiswa.
“itukah pilihanmu?” tanyanya tanpa mengedarkan pandangan matanya dari piano tersebut.
“tidak” jawabku sambil menyesap coklat susuku.
ia menatapku, matanya berkilau seolah ada harapan untuk merubahku. “tidak ada pilihan” lanjutku.
“ap-“
Aku kembali tersenyum. Entah telah berapa kali aku tersenyum seperti ini. “aku tahu bagaimana kaummu melihat kaumku.” Aku menekankan kata ‘kaum’.
“kalian mengira kami hanyalah binatang yang melakukan apapun hanya berdasarkan nafsu.” Aku menunggu reaksinya. namun seperti yang kuduga ia hanya duduk dan diam disana, menunggu kelanjutan kalimatku.
Aku menghela nafasku “manusia berdosa yang telah dikutuk dan ditakdirkan masuk ke neraka.” Kembali ia terdiam.
“aku tidak tahu tentang yang lain, tapi bagiku sendiri aku hanya mencari cinta.”aku menatapnya dalam, pandangannya masih tertuju pada piano namun sesekali ia menatapku.
“Love is disgustingly a pathetic emotion for people like us. Of course liking someone is not a sin. But if i were to hint at this feeling to someone else, even just a little. The object of my feeling would be teased. And that would naturally become the reason for him to despises me.” Aku membendung air mataku.
“apa yang kulakukan hanya menyukai seseorang. Hanya itu.” kututup mataku dengan sebelah tanganku dan mengusapnya. “and it become a sin!”
Beberapa menit kami berdua terdiam. Dalam keheningan dapat kurasakan bahwa ia berpikir sangat keras, memegang kepalanya, menerawang kearahku dan sebagainya. Aku tersenyum, setidaknya aku masih berarti di matanya.
“Bri.” Panggilku.
Ia menatapku sendu. “makasih untuk semuanya.”
“maksudnya?”
Aku tersenyum padanya, setidaknya itulah yang harus kulakukan. Aku tahu ia membenci dunia ini. aku sering mendapatinya mengucapkan sumpah serapah saat melihat berbagai media membicarakan tentang dunia ini. “it’s enough. I will spare you the pain. I will never see nor talk to you again”
Dapat kulihat matanya membulat dari setiap kalimat yang kuucapkan. “and… you could outed me if you want to. If that is your choice.”
Aku berdiri dan merapikan pakaianku. “Bye”
kok ingat saran tentang tanda kutip baru dipertengahan? yang di depan ga diedit juga? )
pemakaian huruf besar di awal kalimat juga musti diperhatiin man..
*masi penasaran ini udah tamat apa blm
Ini masuknya di pertengahan kalo ga di lanjut ..
“Maaf?! Cuman itu yang dapat kamu katakan?” aku memberanikan diri untuk menatap wajahnya. Rambut hitamnya yang panjang nampak sempurna dengan kulitnya yang putih, bola mata hitam pekat dengan polesan tipis make up menambah rona indah pada wajahnya. Semua pria pasti terlena melihat kecantikkannya. Ah… hampir semua, buktinya aku tidak terlena.
Sebuah pukulan mendarat lagi di kepalaku. “Argh!! Kamu ini bodoh atau apa sih.” Ia menjambak beberapa helai rambutnya. Aku tersenyum melihat kelakuannya, setidaknya aku masih memiliki sahabat yang baik sepertinya. “Syl.. sudahlah. Kamu tau sendiri kan briant itu kaya apa.”
Sylvi memelukku “Sakit?”
Aku menggelengkan kepalaku. “ga kok.”
Ia mengendurkan pelukannya dan menatapku, “beneran? Kamu kan cinta sama briant.”
Aku tersenyum padanya “ia membuat pilihannya, dan aku harus menghargainya.”
Sylvi memelukku lagi “kalau gitu kenapa kamu nangis?”
aku membalas pelukannya dan menenggelamkan wajahku di bahunya. Aku tahu hal ini tidak etis mengingat aku ini laki – laki dan dia perempuan, tapi aku tidak peduli. Kaumku telah melanggar hampir semua norma yang ada.jadi, tidak ada salahnya bukan melanggar norma yang satu ini.
“Pasti berat ya.” ucap Sylvi di tengah tangisku. Aku tidak menjawab, hanya memeluknya semakin erat.
“Kamu ingat ga, dulu pas aku nangis gara – gara di teriakkin jelek?” aku mengangguk. Ya, Sylvi dulu tidak secantik ini. Orang – orang yang melewatinya akan memandangnya sebelah mata, menertawainya karena bentuk tubuhnya yang ‘lebih’.
“Pas itu aku lagi nangis di bawah pohon belakang kampus.” aku mengangguk lagi. itu pertemuan pertamaku dengannya.
“kamu tahu g apa yang kamu bilang waktu itu.” aku menggeleng, banyak yang aku katakan padanya, tapi satu yang ku ingat. Aku menghiburnya.
“kamu mengulurkan tanganmu sambil tersenyum, Yok makan coklat.” Aku mengendurkan pelukannya dan menatapnya aneh. Benarkah aku berkata seperti itu?
Ia tertawa menatapku “aku menatapmu seperti itu juga.” Ia menggunakan tangan kanannya untuk menghapus air mataku.
“but, you know what. That was the sweetest chocolate I ever eat.” Ia tersenyum padaku.
“jadi, sekarang giliranku.” Ia beranjak dari tempatnya dan mengulurkan tangannya sambil tersenyum. “ayo makan coklat.”
Aku tertawa melihatnya, “thx syl.”
@yuzz sebenarnya udah ku edit yang atas, tapi sebagiannya males. jadi aku fokus ke penulisan aja.
@the_angel_of_hell maksudnya? hahaha. bingung saya.
lupakan , gw ga mau mengulangi kalimat untuk yg kedua kalinya ..
Yang penting di lanjut terus .
Hehe ..
Yok dilanjut ceritanya, bagus nih kyknya..
@yuzz bang. aye g berinspirasi. jadinya tak bisa berimajinasi, sehingga membuat otak kanan saya hang. dan tidak bisa bekerja. so, my body is not delicious #maksa
@the_angel_of_hell bukan masalah ngulangnya. hahaha. bisa di baca di postingan atas. masalah ngertinya. iya, besok mau post banyak, makasih udah mau baca
@angelofgay sst. jgn bilang2. itu kepanjangan dari La____DI___Da____, silahkan tebak make imajinasi anda. hahaha, makasih udah mau baca
@JonatJco sebenarnya tergantung yang baca sih. tapi kl menurutku ya.
"bi- "
"bisakah kamu merubah dirimu?"
"ap- "
"apa maksudmu?"
begitchu... makasih udah mau baca
@kimo_chie ini sengaja kubikin alurnya ssh dimengerti, tapi pada akhirnya ada momen Oooh.. aku ngerti. gitu. makasih udah mau baca
“Briant?” aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. café ini sebenarnya lumayan kecil, makanan, dan minumannya pun tidak seperti makanan kelas atas, secara singkat café ini biasa saja, namun tempatnya yang terkesan ‘Homey’ membuatku dan Sylvi sering berkunjung ke tempat ini.
“Bukan!” ia menghela nafasnya dan menatapku dalam – dalam.
“Kalian, para G” ia memberi tanda kutip dengan kedua tangannya.
Aku menatapnya sinis “kenapa? Ada yang salah?”
Ia menggunakan tangannya dan mengibas – ngibaskan di depannya “Bukan, bukan, maksudku bukan gitu”
“lalu? Apa maksudmu?”
Ia menghela nafasnya lalu menatapku lagi “Sadar ga sih, hampir 75% orang ganteng di dunia itu G”
Aku menatapnya aneh, lalu tertawa terpingkal – pingkal, “Kenapa?... mau jadi G juga?...” ucapku di sela tawaku.
ia tersenyum, “Hey kalo dilihat dari penyuka cowok aku juga bisa dibilang gay ya. kan kita sama – sama suka co- “ ucapannya terpotong saat melihat seorang pelayan laki – laki yang sedang kesulitan membawa pesanan orang.
“itu.” katanya sambil menunjuk pada pelayan tersebut. “pasti G juga.”
Aku menatapnya tajam, “sst. jangan nunjuk. Lagian kenapa dia bisa jadi G?”
“Karna ganteng.”
“Sinting”
Pelayan tersebut kembali lagi, kali ini mengantarkan pesananku dan Sylvi. “5 buah cake coklat dan 6 gelas susu coklat ya.”
Aku mengambil segelas susu coklat tersebut dan meminumnya.
“Mas, Kamu gay ga?” tanya Sylvi langsung.
Aku yang mendengarnya otomatis menyemburkan susu coklat yang baru saja kuminum. “Huk… Kamu… Huk… jangan gila ya Syl.”
Pelayan tersebut terlihat terkejut mendengar pertanyaan Sylvi, tentu saja siapa yang tidak mendengar pertanyaan seperti itu, namun sedetik kemudian ia tersenyum “Ya… saya Gay”
Sylvi membulatkan matanya dan menunjukku. “Benarkan! Aku benar. 75% dari orang ganteng di dunia ini G.” pekiknya senang. Lalu menunduk, “aww.. 75%... dari orang ganteng di dunia ini Gay…” ujarnya sambil menghela nafas.
Aku dan pelayan tersebut tertawa melihat reaksi Sylvi, “maaf mas, teman saya ini sedikit gila.”
Ia menatapku sejenak lalu tersenyum “Tidak apa. Jadi, apakah anda juga –“
“ya…. saya juga G”
“Kenalkan saya David” pelayan tersebut mengulurkan tangannya.
Aku tersenyum padanya “Steven.”