It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
i see i see
Dan kalau saatnya tiba - someone yang worth it akan membalas perhatian kamu like you expected, and you'll know he's the one!
Keep on moving forward dan have as much fun you can get along the way!
You're living the life!
I'm still on progress.
Mudah mudahan semangatku bisa makin besar jadi bisa memaknai hidup lebih baik lagi
PART 1
Karna isunya sensitif, gue sarankan jangan diklik kalau emang gak setuju dengan gue yang gak percaya sama beberapa ajaran agama.
Didebat pun gue gak akan berpaling
Agnostik yang tepat adalah orang yang skeptis terhadap tuhan (dan agama tentunya) tapi tidak menepis kemungkinan adanya tuhan. Kalau diberikan bukti yang kuat tentang adanya tuhan, bisa jadi dia akan percaya tuhan. Tanpa bukti, seorang agnostik akan terus mempertanyakan tuhan dan agama. Esensinya adalah seorang agnostik “tidak mau asal percaya.”
Di kehidupan sehari-hari seorang agnostik akan menyerupai seorang ateis, karena dia “belum” percaya tuhan dan agama. Kemungkinan besar dia tidak beribadah (tentunya) dan juga tidak percaya doa.
ag·nos·tik n orang yg berpandangan bahwa kebenaran tertinggi (msl Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui.
Dan mengutip dari http://www.religioustolerance.org/agnostic.htm
Agnosticism are persons who hold beliefs essentially identical to weak Atheists. However, many Agnostics believe that it is impossible to prove either the existence or the non-existence of God with the current level of human knowledge -- perhaps forever.
Gue melabeli diri gue sebagai weak agnostic. Gue masih percaya Tuhan, tapi yang gue percayai sangat berbeda dari apa yang dipercayai banyak orang.
Gue pernah beberapa kali nunjukin gambarnya malah
Itu Tuhan gue. "Yang mana?"
Ya itu! Kesatuan dari semuanya. Tuhan itu Sang Maha Esa. Maka menurut gue, Dia adalah kesatuan dari semua. Sebagaimana manusia terdiri dari sel, lalu membentuk jaringan, organ, ada kaki, tangan, mata dan lain lain yang kalau digabung maka namanya manusia, ya demikian juga Tuhan.
Seisi jagat raya ini adalah satu kesatuan. Satu Kesatuan itulah yang namanya Tuhan.
Makanya pernyataan manusia itu ciptaan juga masih relevan sampai sekarang.
Padahal, penjelasan ilmiahnya ada. Sel sperma bertemu sel telur, lalu jadi janin, lalu jadi bayi. Di mana Tuhan terlibat?
Kalau disimpulkan, maka yang gue percayai, Tuhan adalah Semesta.
Pertemuan sel sperma dan sel telur lalu jadi manusia yang "itu"... katakanlah jadi gue gak sederhana.
Coba kalau bokap gue gak nikah lalu having sex sama emak gue, coba mereka gak pernah ketemu, coba bokap nyokap gue gak merantau ke Jakarta, coba hubungan mereka gak direstui, coba kondisi cuaca, jalan, waktu gak mendukung, coba mereka punya janji dengan orang lain, coba mereka gak move on dari mantannya, daaann lain lainnya, mungkin yang jadi bukan gue. Satuuuu aja hal kecil gak terjadi, maka ada kemungkinan gue juga gak terlahir di dunia ini. Maka ya, gue juga produk dari Semesta. Ciptaan Tuhan.
Maka gue jelas sangat gak percaya Tuhan itu adalah suatu "makhluk berwujud" yang singgah di suatu tempat bernama surga. Memberikan larangan ini itu, memberi hukuman yang namanya dosa, memberikan mukjizat dan hadiah, memberikan hidup tapi nyuruh manusianya berjuang.
Tapi gue percaya hidup itu ada hukum sebab akibat. Gue pun percaya karma. Which is not a bad thing AT ALL.
Karna ya itu tadi, gue percaya Tuhan itu Maha Esa. Satu kesatuan dari seisi jagat raya. Apa yang gue lakukan, apapun, akan menimbulkan efek. Dan gak selalu baik (itu kalau lo masih memberi nilai pada apa yang ada).
Itu bukan hukuman. Itu alami.
Begitupun ketika gue mengalami suatu keberuntungan atau kebetulan. Itu alami.
Beralih ke kristenan. Gue orang katolik. Kadang kadang gue masih ke gereja. Agak berat buat gue ke gereja karna kadang ketika ada doa doa yang menggunakan istilah dosa. Ketika doa Aku Percaya di mana ada disebutkan 'mengadili yang hidup dan mati'.
Gue awalnya gak percaya sama dosa. Namun kemudian gue memaknai dosa sebagai perbuatan yang gak sejalan dengan niat dan tujuan. Sesederhana itu aja.
Atau berencana bangun pagi, tapi tidur lewat dini hari.
Itu juga dosa.
Dosa itu inkonsistensi. Juga ketidak sinkronan pikiran, perkataan dan perbuatan.
Maka ketika berdoa, memohon ampun atas dosa, yang gue lakukan adalah mengingat dosa dosa gue, sambil memohon kekuatan pada Tuhan (kepada Semesta) supaya gue gak mengulanginya lagi.
Ke gereja pun gue lakukan sebagai aktivitas mengingat kembali. Belajar dari agama, bukan semata mengikuti. Yesus dan hukum kasih-Nya, masih jadi teladan kehidupan gue. Maka gue mengingat lagi, apa yang dulu Dia sampaikan, dan coba mikir, aplikasinya kayak gimana di kehidupan gue, sekarang ini, di sini.
Begitu pula dengan sabda Rasul Yesus, juga Paulus. Juga para Nabi.
Agama itu "lahir" dari masa yang sangat lampau. Di Negri yang sangat jauh. Maka penting bagi gue untuk (sejauh yang gue bisa) mengkaji lagi, apakah ajaran ajaran di dalamnya cocok diterapkan di masa kini, di Indonesia, di Jakarta, di hidup gue dengan kondisi gue sekarang ini.
Beberapa detail masih bikin gue memutuskan untuk abstain, apakah gue percaya atau nggak. Kayak gimana Bunda Maria bisa mengandung without having sex. Bagaimana Yesus bangkit dari kematian. Dan bagaimana Yesus naik ke Surga.
Gue masih "mencari logikanya".
Untuk kasus Yesus bangkit dari kematian, gue sih punya "teori gila" (kalau pake ukuran orang kebanyakan). Gue pernah baca di buku Conversations with God (yang gue percayai banget isinya, buku yang 'menuntun' gue menjadi agnostik), kalau ketika mati, jiwa punya kehendak bebas. Bahkan untuk balik ke tubuh lamanya. Sebagian besar memilih untuk gak balik lagi, karna jiwa punya kebutuhan yang lebih besar dari tubuh. Lahir lagi di kehidupan lain, di tempat lain, di tubuh lain, akan memberikan jiwa pengalaman yang berbeda dan peluang untuk makin berkembang.
Balik ke tubuh lama adalah keputusan yang berat. Nah gue sih berasumsi, jiwa Yesus memutuskan untuk kembali ke tubuhnya, untuk memberikan pesan pada orang orang. Gue ragu pesan apa kira kira yang mau disampaikan.
Urutannya gue rasa kurang lebih begini, Yesus pernah bilang (kurang lebih) begini "akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak yang ada yang bisa sampai kepada Bapa jika tidak melalui Aku".
"Melalui aku", kalau gue pribadi memaknainya sebagai melalui proses yang sama seperti aku. Berarti ya menjadi selevel dengan Yesus, di mana dia mengajarkan hidup dengan penuh kasih. Tanpa penghakiman.
Yesus mengajar tentang hukum kasih dan tentang menghakimi. Ayat favorit gue "Apa yang ingin orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka".
Lalu ada lagi "Kasihilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri".
Naaahh, menjadi seperti Yesus, gue rasa pun menjadi percaya sama hal hal spiritual. Termasuk soal "maut bukanlah akhir segalanya". Dead is the begining of new life.
That why he literally begin a new life, but with the same old body.
Gue pribadi coba mikir, Yesus menggunakan istilah Bapa, untuk menunjukkan seberapa dekatnya Tuhan dengan kita. Iya, kita! Jadi sebenernya bukan kedekatan dengan Yesus aja. Yesus hadir dalam sosok laki laki, lalu menggambarkan Tuhan dengan panggilan Bapa. Gue rasa ini semata karna mengikuti waktu, tempat dan budaya. Pada masanya, gue yakin, kalau Yesus hadir dalam sosok wanita, dan menggambarkan Tuhan sebagai Ibu, maka manusia di jaman itu pasti akan lebih sulit lagi untuk percaya.
Gue juga gak percaya sama Iblis, Malaikat, Surga, dan Neraka.
At least sebagaimana yang dibayangkan, dan digambarkan oleh banyak orang.
Semua orang (manusia) bisa jadi iblis atau malaikat. Semua manusia bisa menciptakan surga dan nereka.
Jadi ya begitulah!
Gue gak memeluk agama katolik.
Atau agama lain.
Gue belajar dari sana.
Gue katolik, tapi gue juga agnostik.
Setidaknya dalam hal spiritual, gue sudah bisa lebih damai dibanding sebelumnya.
Udah gak gampang memaknai sesuatu sebagai dosa. Bikin gue fine fine aja sebagai homoseksual. Gak takut dosa (karna emang bukan dosa). Gak takut masuk neraka (karna neraka itu gak ada).
Tapi yah, I still open for any possibilities.
Gue percaya, ke depannya, masih ada kemungkinan kemungkinan lain lagi tentang Tuhan, Malaikat, Iblis, Surga, Neraka, Dosa, dan lain lainnya.
Bisa dateng dari orang yang "ilmu" agnostiknya lebih kuat, atau ilmu agamanya lebih.... dalam tapi terbuka, atau malah dari atheist.
Gue lebih menganggap semua ini sebagai kepercayaan, tapi masih enggan untuk menyebutnya sebagai kebenaran
--pendek aja--
I guess not.
Agnostisme dan agama gak sepenuhnya berlawanan.
At least for some people, including me.
Beda sama theist dan atheist yang jelas berlawanan.
Karna masih sensitif (dan mungkin malah offensive for some people) maka jawaban buatmu, ditaro di spoiler aja
Akupun sesekali..... "gemes" sama orang orang yang "beda keyakinan" sama gue. Termasuk baca komenan di thread lu.
Gue beragama seperti layaknya orang katolik kebanyakan, sampai akhirnya gue merasa "I don't fit in this way". Maka alternatifnya ada try to fit in, or find another way.
For me, I find another way.
Taat beragama "sebagaimana adanya" itu gak cocok buat gue, maka gue cari jalan lain. Gue bisa aja terus mencoba untuk mencocokkan diri, tapi gue ga mau.
Dalam sudut pandang agama, gue akan disebut kafir. Tapi karna gue gak sepenuhnya berada di jalan itu, gue gak setuju. Atau lebih tepatnya, gue gak peduli. Karna di jalur inilah gue menemukan semuanya masuk akal. Semuanya baik baik saja. I can be whatever I want.
Gue akan cerita lebih jauh soal Dosa di spoiler selanjutnya.
If you really want to know, make sure you ready. If you're not, then don't click
My Agnosticism and Christianity part 5 : Homoseksualitas dan Dosa
I hope this is still the part of Agnosticism, if it isn't.... well, I still write it anyway. So, enjoy
Juga ketidaksinkronan pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Tapi gue pun setuju, bahwa menyakiti orang lain adalah dosa. Itupun sebenernya gak segeneral yang orang pikir. Dosa karna menghalangi tujuan mereka pribadi (yang gak berhubungan dengan kamu).
Nah, hubungan homoseksual sebenernya gak menyakiti siapa pun. Ini gue asumsikan hubungan monogami atau polygami yang gak melibatkan perselingkuhan dan kecurangan.
Dua orang, saling cinta satu sama lain. Memberikan kepuasan seksual satu sama lain, hadir dalam suka dan duka, mendukung pekerjaan, hobi, pendidikan, ide ide, itu semua gak salah. Selama konsisten untuk pacaran sama satu orang aja, atau konsisten untuk jujur ketika polygami, selama sinkron pikiran perkataan perbuatannya, bilang setia sama A, gak mikirin mantan, atau ONS sama yang lain. Selama gak nyakitin orang lain, gak ngerebut pacar atau suami orang misalnya. Di mana dosanya?
Gue pernah tau ada yang berpendapat (dan ini gak cuma dari satu dua orang) bahwa itu nyakitin keluarga. Benarkah rasa sakit yg mereka rasakan nyata atau hasil ciptaan mereka sendiri? Banyak orang yg perasaan dan pikirannya gak jernih.
Katakanlah gue deh.
Misal keluarga gue tau gue homo, kalau mereka sakit hati, gue gak merasa sakit hati mereka logis karna gue gak merugikan siapa pun.
Karna gak akan punya anak? Kenapa gue harus punya anak? Kenapa mereka harus punya cucu? Toh I'm not their only child.
Masa mereka sedih hanya karna gue jadi diri sendiri. Gak logis dong. Dan gue gak mau ikut standar mereka, which is taat beragama.
Gue ga mau didikte gue dosa dengan alasan "because the bible said so" or "because the religion said so".
Apalagi gue gak berada di jalan itu. Beberapa memang masih gue percayai (beberapa ajaran Yesus misalnya, silakan baca contoh di postingam sebelumnya), tapi beberapa yang gak masuk akal buat gue, gak akan gue percayai dan praktekkan (dengan alasan agama lahir di masa yg sangat lampau dan negara yg sangat jauh, juga sudah gue jelaskan di postingan sebelumnya).
I'm fine this way.
"No! You can be fine only by our way!"
Pernah ada yg menyatakan pendapat yang isinya kurang lebih kayak gitu.
Yaahh gue pribadi sih nganggep angin lalu.
Semua orang punya jalan damainya masing masing.
Bahkan gue pernah bilang ke temen gue yg merasa dosa jadi gay, dan gak baik baik aja dengan keadaan itu. Dia punya pacar cewek
"Ya kalau lu ngerasa dosa dan jadi stress, uninstal lah itu grindr. Apus apusin kontak cowok homo yg lu kenal. Jangan nonton bokep bahkan yang hetero sekalipun karna ada cowok bugil di sana. Aktiflah di kegiatan keagamaan yg sekarang lu jalanin".
Ke temen gue pun gue pernah bilang "if you're gonna lie to yourself, do it right!"
Mungkin cara itulah yg bisa bikin mereka damai.
Mungkin level kedamaian yang seperti itu yang ingin mereka capai.
Gue percaya dosa.
Tp gue lebih memilih untuk gak melakukan labeling semacam itu.
Juga baik buruk.
Everything happen for a reason.
Maka gue gak akan menghalangi temen gue yang gak mau mengakui jati dirinya sebagai gay.
Mau bohong atau bersembunyi pun gue biarin. Kalau bisa malah gue dukung.
Semua pengalaman hidup itu pelajaran.
Kalaupun pada akhirnya salah, gue ingin sebisa mungkin memastikan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh temen temen gue (juga gue sendiri) bisa berguna buat masa depan. Bisa jadi bahan pelajaran.
Nah, berarti, namanya bukan hal buruk kan? Karna membantu untuk belajar, membantu untuk berkembang.
Tapi ada juga yang beranggapan kalau gay itu dosa tapi yaaahh tetep idupnya adem adem aja. Pacaran sama cowok, having fun berkali kali, tp ya gak ada beban.
Bahkan orang ini tidur bugil di samping gue. Have a little fun. Lalu pas jam sholat subuh dia bangun, sholat, lalu selesai sholat bugil lagi, tidur di sebelah gue.
That's okay too.
Ya toh dia merasa oke. Gue pun gak dirugikan.
Seorang penulis, lewat bukunya (ya iyalah ) pernah ngasih tau gue, "bukan aku berpikir maka aku ada. Aku memilih, maka aku ada.
Lo bisa pilih untuk berpikir bahwa menjadi gay itu gak dosa.
Lo bisa pilih untuk berpikir bahwa menjadi gay itu dosa.
Yang mana pun yg lo pilih, sebenernya gak akan bisa sepaket dengan kedamaian batin.
Tergantung pada diri sendiri.
Yang jelas the one is not better from the others.
Yang mana pun bisa jadi pilihan baik.
Tapi semua orang punya proses yang beda beda untuk mendapatkan pilihan yang baik.
Ada yg tinggal gampang banget mengubah perspektif, ada yang sampai harus nangis darah dulu.
Karna semua proses gak harus cepet, gak harus lancar
aku berhenti disini kak:
jadi emoh meneliti lebih lanjut, males cari tau gmana hal ajaib itu muncul dari sudut pandang science.
Sayang ga nemu nemu buku pertamanya.
Ini aja buku kedua sama ketiga udah ga ada lagi setau gue
berusahalah bersikap smart.. agresif dan perfeksionis untuk beradaptasi..
#justshare
- TS lulusan filsafat bukan? kalo iya, gw bs maklum
- sependek pengetahuan gw, agnotisme itu bentuk ketidakpercaan manusia thd agama2 yg ada. TS kan katolik, nah apa udah coba pelajari agama2 yg ada? maksud gw, gw sendiri maklum kalo byk penganut christianity yg merasa ga nemu logika di dlm ajarannya
- gw jadi inget ayu utami, si penulis novel "saman." doi kan katolik, tp gw sendiri gtw doi katolik liberal atw udh jadi agno. intinya, latar novel tsb adalah ttg kehidupan katolik yg doi bsikap kritis, mirip sama kisah TS
- gw ga heran sama yg namanya agnotisme. toh jml pemeluknya ada sekitar 1 miliar d dunia. dan gw pribadi respek sm pilihan hidup org lain, selama dia mjd org yg ga merasa paling benar, apalg memaksakan keyakinanny kpd org lain
itu aja sih TS