It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ga sabar chap depan, adegan ferdy ma shane ..
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @Different @babybroww @amira_fujoshi @waisamru @ ken89 @darwin_knight @icha_fujo @ying_jie @timmysuryo @erickhidayat @ncholaaes @seventama @DM_0607 @jerukbali @adilope @surya_90 @badut @Zarfan @leviosha @alvian_reimond @RezzaSty @Beepe @maret elan @Didit_Praditya @alvian_reimond @amauryvassili1 @Achan @Jhoshan26 @echank @penggemar_dady @gymue_sant @handikautama @jacksmile @
Burried The Heart 28
Usai bertemu dengan Shane dan juga Ferdy, Fellicia ternyata tidak langsung kembali ke rumahnya. Di tengah gelapnya langit malam, Fellicia mengarahkan mobil yang di kendarainya menuju sebuah pantai. Sebelum gadis cantik itu turun dari dalam mobilnya, gadis tersebut tampak termenung cukup lama di dalam mobil, matanya yang indah dan bulat itu terus menerus menatapi ombak di pesisir pantai.
Ia kembali teringat akan sosok Shane yang beberapa menit lalu ia temui. Sosok pria muda itu benar-benar membuatnya terkesima dan tak menyalahkan Ferdy jika saja pemuda itu dapat menyukai Shane.
Fellicia mendekapkan kepalanya pada setir mobil, ia menyalahkan nasib yang seolah-olah sedang mempermainkan dirinya. Orang yang ia sukai, ternyata tidak menyukai dirinya, melainkan menyukai sesama pria. Fellicia menggeram di dalam hati, cukup lama ia menunggu, menunggu agar Ferdy dapat menyukainya, tapi setelah kepergiannya dan sekembalinya, Ferdy masih tetap saja tidak dapat menyukai dirinya, Fellicia meradang di dalam hati.
Perlahan-lahan namun pasti, Fellicia mengangkat kepalanya, tangannya ia arahkan untuk membuka pintu mobil, seketika angin laut malam dengan cepat menyerbu masuk ke seluruh sudut mobil, Fellicia pun mengarahkan dirinya untuk turun dari dalam mobil, mengambil duduk di pembatas yang di bangun sepanjang bibir pantai, matanya memandangi langit gelap di atasnya yang tak berbintang, tanpa ia sadari lebih dalam, butir-butir air mata mulai menetes dan membasahi wajahnya.
***
Di dalam kamarnya, Ferdy tampak membaringkan diri di atas ranjang. Tangannya mengenggam ponsel kesayangannya. Dari dalam ponsel itu, ia masih saja memperhatikan gambar diri dari Shane. Meskipun ia telah beralasan kepada Shane jika ia sudah memiliki orang yang di sukainya, tapi jujur saja, dari hatinya yang paling dalam, ia tidak bisa memungkiri jika ia masih sangat menyukai sosok pria muda itu dan berharap suatu saat pria muda itu dapat membalas semua perasaan yang telah di berikan kepadanya.
Ferdy menurunkan tangannya yang sebelumnya sedang memegangi ponsel. Ponsel itu ia letakkan tepat di atas dadanya, matanya menatapi langit-langit kamar yang temaram. Dari tatapan temaram itu, wajah Shane terbayang di dalam benaknya. Semua ekspresi dari dalam wajah Shane tiba-tiba saja bermunculan mengganggu kesendiriannya.
Semakin ia memikirkan Shane, semakin besar tekadnya untuk memiliki pria muda itu seutuhnya. Ia menyesalkan, mengapa ia harus bertemu dengan Shane, mengapa harus memberikan perhatian kepadanya, mengapa ia tidak dapat membenci Shane meskipun Shane sudah berulang kali membuat dirinya sakit. Ferdy jatuh bangun guna meraih sosok Shane, tapi apa yang di lakukan, sama sekali tidak berbalas.
Meskipun Shane sering bersama-sama dengan dirinya, tapi ia tahu, hati Shane tidak ada sedikitpun padanya. Ia bagaikan pelarian Shane di kala Ia sedang bermasalah dengan Hendra, tapi Ferdy menerima semua itu dengan ikhlas, ia sama sekali tidak dapat membenci Shane.
Ia masih berharap besar pada pria muda tersebut.
***
Seperti biasanya, malam itu Hendra mengunjungi paviliun. Ia segera mempercepat langkah untuk menuju kamar adik sepupunya itu. Hendra tampak mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.
Shane beranjak bangkit dari keterbaringannya di atas ranjang dan berjalan menuju pintu kamar kemudian membukanya. Pria muda itu dengan cepat menggeser tubuhnya agar kakak sepupunya itu dapat masuk ke dalam kamar,
“kau baru pulang?” tanya Hendra,
“iya” jawab Shane sembari menutup dan mengunci pintu,
“darimana?”
Shane memelankan langkahnya untuk berjalan ke tengah ruangan, di lihatnya Hendra masih berdiri menatapinya, tatapan itu mewakilkan Hendra yang sangat ingin tahu,
“jalan-jalan” ucap Shane singkat yang segera memindahkan tubuhnya ke ata ranjang. Hendra berjalan menyusul adik sepupunya itu, kemudian ia juga ikut membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Hendra menopang kepalanya dengan lengannya, matanya menatapi lekat-lekat wajah Shane,
“dengan Ferdy?”
Shane terdiam sejenak, selang tak berapa lama, ia menganggukkan kepalanya,
“mengapa tak berterus terang saja jika kau bepergian bersama dengan Ferdy” tukas Hendra,
“aku takut jika aku berterus terang, maka kau akan memarahiku” ungkap Shane. Hendra menjulurkan tangannya, meraba pipi Shane yang halus,
“jangan kau ingat lagi kejadian yang lalu” sergah Hendra, “aku tidak akan lagi melarangmu untuk bepergian dengan sesiapapun, karena kau juga sudah cukup dewasa dan dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk” sambung Hendra,
Shane menolehkan kepalanya, kedua tatapan pria itu bertemu pada satu titik,
“kau berucap seperti ini, apakah karena kau sudah tidak mau memperdulikanku lagi?” tanya Shane,
“hei... bukan seperti itu, jangan salah paham dulu” Hendra meraih kepala Shane untuk di dekap di dalam dekapannya,
“aku tak ingin membuatmu menjadi terkekang, tapi bukan berarti aku tidak memperdulikanmu” lanjutnya,
Shane terdiam, tangannya melingkar pada pinggang Hendra.
Hidungnya menghirup aroma khas dari tubuh Hendra yang selalu membuatnya terkesima, aroma khas Hendra yang sangat susah untuk di lupakan.
“aku pikir, kau tidak mau lagi untuk memperdulikanku” ujar Shane dengan nada bicara pelan dan berkesan manja,
“tidak mungkin, aku tidak mungkin dapat melakukan hal itu, tidak bicara denganmu satu hari saja, sudah membuat diriku merasa tidak nyaman” tukas Hendra yang masih mendekapi tubuh Shane dan membelai-belai setiap helai rambut pria muda tersebut,
“gombal”
“aku serius...”
“iya... aku percaya”
Keduanya tertawa sejenak, kemudian suara tawa itu lenyap, menyisakan keheningan di dalam kamar. Sinar rembulan di luar sana yang menerobos masuk melalui jendela menambah suasana hangat keduanya,
“Shane”
“ya”
“jika suatu saat nanti, kau di haruskan untuk memilih antara aku dan juga Ferdy, siapa yang akan kau pilih?”
Shane termenung, terdiam panjang di kala ia mendengar pertanya yang keluar dari dalam mulut Hendra. Ia bingung,
“bukankah kau sudah pernah menanyakan dan aku sudah menjawabnya”
“aku ingin mendengarnya lagi”
“untuk apa?”
“untuk semakin menetapkan hatiku padamu”
Lagi-lagi Shane terdiam,
“mengapa tidak menjawab?”
“aku... memilihmu”
“benarkah?”
Shane mengangguk perlahan,
“mengapa kau memilihku?”
“karena kau adalah orang yang pertama yang aku suka semenjak kedatnganku di rumah ini, dan...”
“dan apa?”
“dan aku memang sudah menyukaimu dari awal”
Bibir Hendra menyungging senyuman kecil, ia semakin mempererat dekapannya atas tubuh Shane sehingga pria muda itu sayup-sayup dapat mendengar suara degupan jantungnya yang berdetak normal,
“lalu, jika aku bertanya padamu, antara aku dan juga Maya, siapa yang akan kau pilih” ucap Shane,
Mendapat pertanyaan seperti itu, sebenarnya Hendra dapat dengan mudah mengatakan bahwa ia memilih Shane, karena memang selama ini, ia sudah menyukai dan memberikan seluruh hatinya kepada adik sepupunya itu.
Tapi entah mengapa, jika ia membayangkan sosok Maya, tiba-tiba saja hatinya merasakan sebuah perasaan yang sukar untuk di jelaskan kepada Shane, terlebih lagi jika ia kembali merasakan sentuhan bibir Maya pada bibirnya beberapa waktu lalu, ia semakin merasakan perasaan aneh tersebut.
Ia tidak menyukai Maya, dan sama sekali tidak ada pikiran ataupun niat untuk menjadikannya sebagai pendamping, tapi entah mengapa, di saat Maya meminta ataupun menatapinya, ia benar-benar tidak dapat menolak gadis cantik tersebut,
“mengapa tidak menjawab?” tanya Shane yang kala itu sedang menanti-nanti jawaban dari Hendra atas pertanyaannya.
“hah? Eee... itu, aku... “
Mendengar jawaban Hendra yang terkesan plin plan, Shane pun melengos, ia sudah tahu jika Hendra akan menjawab seperti itu, Shane pun mengurungkan niatnya untuk mengetahui jawaban dari Hendra,
“lupakan saja, aku hanya bercanda, aku tahu jika kau pasti akan memilihku bukan gadis itu” ujar Shane dengan terpaksa,
Hendra hanya terdiam, tidak banyak bicara setelah Shane berkata seperti itu.
***
Maya tampak berjalan mondar mandir di depan paviliun Shane, karena sebelumnya, ia sempat melihat jika Hendra masuk ke dalam paviliun, ia berharap Hendra akan segera keluar. Penantiannya sia-sia, matanya kembali melihat redupnya lampu di dalam kamar Shane mulai padam, itu artinya Hendra menginap di tempat Shane. Seberkas perasaan kecewa terbesit di wajah gadis manis tersebut, ia pun berjalan menjauh dari paviliun dan beranjak masuk ke dalam kamar tidurnya.
Dari jendela di dalam kamar tidurnya, ia berdiri dan terus menerus menatapi paviliun tempat tinggal Shane. Karena terbakar perasaan cemburu, ia menjadi berpikiran aneh-aneh terhadap kedua pria tersebut. Maya berpikir, selama ini Hendra sangat perhatian dengan adik sepupunya itu, dan tak jarang jika Hendra bermalam di dalam paviliun, tentunya pria itu akan tidur satu kamar, bahkan satu ranjang dengan Shane.
Maya mulai merasa, kedekatan antara Hendra dan juga Shane tidaklah wajar untuk seorang pria.
Ia kembali memikirkan ekspresi Hendra ketika mendapati Shane sedang bersama-sama dengan Ferdy, Hendra tampak murka dan lebih banyak terdiam. Dari sana Maya mulai mencium gelagat tak sedap dari hubungan kedua sepupu itu.
Gadis itu tampak kesal, ia menurunkan tirai yang ia sanggah dengan tangannya dengan paksa, tak mau memikirkan banyak hal. Gadis cantik itu segera beranjak menuju tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di sana. Mencoba memejamkan mata, karena waktu juga sudah tidak pagi lagi.
***
Selang beberapa hari, Ferdy kembali mengajak Fellicia untuk bertemu dengan Shane di sebuah coffee shop yang sama seperti sebelumnya. Sebenarnya Fellicia sangat terpaksa untuk ikut dan tak ingin menemui Shane, berhubung Ferdy yang meminta, mau tak mau pun dirinya harus mau. Seharusnya ia dapat menolak, tapi ia tidak sanggup mengeluarkan kata-kata penolakan terhadap Ferdy, dan akhirnya, mereka bertiga pun bertemu dan duduk bersama-sama di dalam coffee shop tersebut.
Sepanjang pertemuan itu, Fellicia tampak terdiam, ia hanya tampak memperhatikan kedua pria itu sedang berbicara. Jika sesekali ia melirik ke arah Ferdy, ia melihat ekspresi wajah Ferdy yang belum pernah ia dapati sedari dulu. Ferdy tampak antusias sekali dengan setiap pertanyaan ataupun jawaban yang di layangkan dan di jawab oleh Shane. Ia merasa keberadaannya di tempat itu sangat tidak di harapkan dan hanya menjadi sebuah tameng alasan saja bagi Ferdy.
“hei... kenapa diam saja?” tanya Ferdy yang merasa jika Fellicia terdiam terus menerus sedari awal mereka berkumpul,
Fellicia mengangkat cangkir di depannya yang berisi capucino hangat lantas menyeruputnya, dengan bibirnya yang tipis menyungging senyuman, ia pun menjawab,
“aku tak mengerti arah pembicaraan kalian, jadi... aku memilih diam saja” tukas Fellicia yang mengembalikan lagi cangkir yang di angkat pada piring tatakan di hadapnya,
“maaf, kami membuatmu menjadi tersudutkan” timpal Shane,
“tidak apa-apa” jawab Fellicia dengan nada bicara datar dan pandangan yang tak tertuju pada Shane.
Ferdy merasa bersalah pada Fellicia, ia pun dengan cepat memikirkan topik pembicaraan lainnya yang dapat mengikut sertakan Fellicia kedalam pembicaraan. Kali ini suasana berkumpul ketiganya terasa berbeda, topik yang di angkat oleh Ferdy, sudah dapat membuat Fellicia ikut menimpali pembicaraan, tak jarang telinga kedua pria muda tersebut, menangkap suara tawa lepas dari dalam mulut gadis cantik itu.
Karena waktu masih pagi dan belum begitu larut, setelah dari coffee shop, atas usulan Ferdy, ketiganya pun beranjak untuk berpindah tempat menuju bioskop untuk menonton film.
Selama berada di dalam gedung bioskop dan dari balik sinar layar bioskop yang sedang memutar film, Fellicia melirik secara diam-diam ke arah kedua pria yang duduk bersebelahan di sampingnya.
Di lihatnya kedua pria yang duduk di sampingnya itu, sesekali tampak berbisik-bisik dan sesekali keduanya tampak tertawa mendesis karena di dalam gedung bioskop tidak di perbolehkan untuk berisik. Rasa cemburu yang tinggi, mulai merayapi hatinya.
Fellicia berpura-pura tidak tahu, pandangannya ia arahkan lurus pada layar bioskop, tapi sesekali, ia memperhatikan kedua pria di sampingnya.
***
Esok paginya, Shane tampak duduk bersantai di dalam paviliun taman sembari di tangannya terdapat sebuah buku yang sedang di bacanya. Maya yang kebetulan berada di sana, melihat pemuda itu tampak duduk sendirian, ia pun berjalan ke arah Shane danmendatangi Shane. Dengan sudut matanya, Shane meliriki gadis cantik yang berjalan mengarah padanya itu, ia berpura-pura tidak tahu atas kedatangan Maya,
“hai” sapa Maya ketika berada di bawah satu paviliun peristirahatan dengan Shane. Shane membuat seolah-olah dirinya tidak tahu, ia menurunkan buku yang di bacanya, menatap sejenak ke arah Maya, dan kembali menyapa,
“hai...”
“sendirian?” tanya Maya,
Shane mengangguk malas, kemudian ia mengangkat lagi buku yang di pegangnya, dan kembali membacanya. Maya tampak menghela nafas, kemudian duduk bersebrangan dengan Shane, ia juga mengambil kue-kue kering yang berada di atas meja dan memakannya. Shane tampak mendiamkan gadis tersebut cukup lama, ia asyik sendiri dengan tulisan-tulisan yang berada di atas lembar demi lembar buku yang di pegangnya, sedangkan Maya, gadis itu merasa sedikit bosan, karena Shane tidak mengajaknya mengobrol. Maya pun berinisiatif membuka obrolan terlebih dahulu,
“Shane”
“ya” jawab Shane tanpa menurunkan buku yang di pegangnya,
“boleh aku bertanya padamu”
Shane terdiam sejenak, ia menggeserkan bola matanya ke arah Maya untuk beberapa detik, kemudian menggerakkannya lagi pada buku yang di pegangnya,
“bicaralah”
Maya jeda, ia berpikir sejenak,
“apa kemarin malam Hendra menginap di tempatmu?”
Shane mengangkat kelopak matanya, dengan kepala sedikit tertunduk, ia menatapi Maya yang tampak sedang menatap lurus ke arahnya. Sebelum menjawab, Shane menghela nafas kecil, menenggak minuman yang di sediakan oleh bi Inah, kemudian berkata,
“kalau iya, memangnya ada apa, kalau tidak, ada apa?”
Maya mengerutkan kening dan kedua alisnya,
“sepertinya, aku bertanya baik-baik terhadapmu, mengapa kau menjawab seperti itu?”
“mungkin kau terlalu sensitif dengan jawabanku” tukas Shane,
Maya terdiam, menghela nafas, mencoba menahan rasa sabarnya,
“aku hanya ingin tahu saja, apa benar tadi malam Hendra menginap di tempatmu”
Shane menghela nafas untuk yang kesekian kalinya, ia sangat malas berdebat dengan Maya,
“ya, dia tidur di tempatku”
Maya tertawa sinis, “sudah ku duga” gumamnya,
“kalau kau memang menduga seperti itu, lantas... buat apa kau bertanya lagi” ujar Shane gusar,
“tidak ada apa-apa, hanya merasa aneh saja”
Shane mengerutkan dahinya mendengar pernyataan Maya. Maya segera menjawab ekspresi dari wajah Shane,
“kau dan juga Hendra berjenis kelamin sama, dan Hendra sering meningap di tempatmu” sergah Maya, “apa kau tidak takut akan jadi bahan omongan orang”
Shane membenarkan posisi duduknya untuk tampak sesantai mungkin oleh Maya. Sebenarnya ia tahu arah pembicaraan gadis itu, hanya saja, ia sengaja membuat Maya agar menjadi bingung dengan pernyataannya saja,
“memangnya, apa yang akan di bicarakan orang?” ujar Shane, “semua orang di rumah ini sudah tahu kalau aku adalah keponakan om Braddy, tante Dinda adalah tanteku, nenek Farida adalah nenek kandungku, dan Hendra adalah kakak sepupu kandungku”
“kebersamaan kedua orang pria yang tidak wajar” sambung
Maya tak mau kalah,
“tidak wajar dalam hal apa? apa kau pernah melihat aku dan juga Hendra melakukan hal-hal yang melanggar norma kesopanan?” tanggap Shane dengan sorot mata yang menyudutkan Maya,
“setidaknya, paviliun tempat aku tinggal, bukanlah tempat prostitusi, dan dua orang pria yang tidur bersama, apalagi masih ada hubungan saudara, itu bukanlah suatu hal yang aneh, di banding dengan seorang wanita asing yang masuk ke kamar pria, dan melakukan perbuatan yang tidak senonoh” ujar Shane santai,
Wajah Maya menjadi merah padam, antara malu dan juga marah, ia bangkit berdiri, dengan galaknya ia berkata pada Shane,
“kau menyindirku?”
“aku? Menyindirmu? Untuk apa? apa untungnya bagiku...” tukas Shane, “sama sekali tidak menguntungkan” tandasnya lagi,
“kau.. keterlaluan...”
“menurutku... ucapanku tadi, sama sekali tidak keterlaluan, karena aku mengucapkan hal yang sebenarnya, dan sama sekali tidak mengurangi kejadian yang sesungguhnya”
“Shane, selama ini aku sudah bersabar menghadapimu, tapi hari ini, ucapanmu benar-benar membuatku merasa jika kau sangat keterlaluan” Maya geram,
Shane menutup buku yang di bacanya, mood nya pada saat itu sudah tidak ada pada buku yang di baca,
“apapun yang kau katakan, menurutku itu adalah hal yang wajar” Shane kembali menenggak minumannya, “karena biasanya, orang menutupi rasa malunya dengan marah, dan sekarang ini, kau melakukan hal itu”
“kau...” Maya benar-benar geram, ia meraih gelas minuman milik Shane kemudian dengan kasar menyiramkan air minuman tersebut ke wajah Shane, setelah itu ia meninggalkan Shane yang masih berada di dalam paviliun peristirahatan.
Hati Shane merasa puas, meskipun wajah dan seperempat tubuhnya basah oleh minuman yang sengaja di siramkan oleh Maya. Matanya menatap sinis terhadap Maya yang berjalan menjauh dengan perasaan kesal bukan main.
***
#kau menyindirku?
#kau menyindirku?
klo bgt...(ambil air segelas kemudian nyiram muka sendiri ~ biar lebih fresh malam ini.. Hehe)
Good job shane.