It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#mm jdi pngn liat Ferdy shirtless
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @Different @babybroww @amira_fujoshi @waisamru @ ken89 @darwin_knight @icha_fujo @ying_jie @timmysuryo @erickhidayat @ncholaaes @seventama @DM_0607 @jerukbali @adilope @surya_90 @badut @Zarfan @leviosha @alvian_reimond @RezzaSty @Beepe @maret elan @Didit_Praditya @alvian_reimond @amauryvassili1 @Achan @Jhoshan26 @echank @penggemar_dady @gymue_sant @handikautama @jacksmile @
Burried The Heart 29
Hendra segera berlari-lari masuk ke dalam rumah utama ketika ia mendengar dari bi Inah jika Shane dan juga Maya di panggil oleh Farida, ia ingin memastikan apa penyebab dari keduanya yang secara tiba-tiba di panggil oleh petinggi di keluarganya itu. Sesampainya Hendra di ruang baca milik almarhum kakeknya itu, matanya menangkap Maya sedang menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Farida, sedangkan Shane, ia duduk di sebelah Farida dengan membuang muka.
Hendra menjadi sedikit bingung dengan apa yang sedang terjadi, kemudian ia berjalan dan duduk tepat di sebelah Shane,
“ada apa?” bisik Hendra bertanya pada Shane,
Shane mengangkat kedua bahunya kemudian meluruskannya kembali. Hendra menghela nafas sejenak, menanti peradilan dari neneknya itu,
“Shane...” panggil Farida,
“ya nek”
“coba ceritakan pada nenek, apa yang sebenarnya terjadi, mengapa menjadi menangis seperti ini”
Shane terdiam, matanya menatap tajam Ke arah Maya yang mendekapkan diri pada Farida. Shane menggelengkan kepala, membuat Farida mengerutkan keningnya,
“Maya berkata kepada nenek, kalau kau mengatainya, apa itu benar?”
Shane tersenyum kecil,
“apa nenek percaya dengan ucapannya?”
“nenek tidak bermaksud seperti itu, hanya saja, nenek ingin tahu, karena kalian bertiga tinggal satu atap, semuanya adalah keluarga”
“aku tidak pernah mengatakan apa-apa pada Maya” jelas Shane,
Farida menolehkan pandangan pada Maya yang berada di dekapannya, sembari mengelus-elus gadis itu, Farida berucap,
“Maya, apa kau dengar, Shane tidak berkata seperti yang kau katakan kepada nenek”
Maya tampak memelankan suara tangisannya, kemudian mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata itu, dengan tersedu-sedu, ia berkata kepada Farida,
“nek... Maya tidak mungkin membohongi nenek”
Kali ini, Farida tampak benar-benar bingung menghadapi kedua anakbau kencur tersebut, ia pun bertanya pada Dewi yang berada di tengah-tengah mereka,
“Dewi... coba kau katakan apa yang kau lihat padaku”
Dewi melihati Shane yang membuang muka dan juga Maya yang melihatinya secara bergantian, kemudian, gadis kecil itu berkata,
“aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi nyonya, hanya saja aku melihat non Maya menyiram tuan muda Shane dengan minuman, hanya itu saja nyonya”
Maya menjadi sedikit terkejut atas pernyataan Dewi yang dimana menjabat sebagai pelayan kepercayaan Farida, ia lantas memutar otak untuk mencari solusi atas pernyataan Dewi jika Farida menanyainya kembali atas apa yang ia lakukan terhadap Shane dan dilihat oleh Dewi,
“mengapa kau berada di sana ketika hal itu sedang terjadi?” tanya Farida lagi pada Dewi,
“waktu itu nyonya muda memanggil saya, dan kebetulan saya lewat di paviliun, dan secara tidak sengaja melihat kejadian itu” sambung Dewi menjawab,
“nah...Maya, mengapa kau menyiram Shane dengan minuman? Memangnya apa yang telah di lakukan oleh Shane terhadapmu?” tany Farida,
Dengan nada sesenggukan, Maya menjawab,
“itu... itu karena Shane mengatakan hal yang keterlaluan padaku nek”
“apa yang Shane katakan padamu?”
Belum sempat Maya menjawab, Shane terlebih dahulu menyela,
“aku mengatakannya tidak tahu malu”
Farida menoleh ke arah Shane,
“Shane, mengapa kau tidak sopan dengan Maya, Maya adalah seorang perempuan, sedangkan kau adalah laki-laki” ujar Farida, “pantaskah seorang laki-laki mengucapkan kata-kata seperti itu terhadap seorang perempuan?” sambung Farida,
Shane sedikit kecewa melihat pembelaan Farida terhadap Maya, ingin sekali ia mengatakan hal yang sebenarnya terjadi pada Farida, tapi ia masih mengurungkan niatnya itu karena ia takut jika Maya akan di marahi ataupun sebagainya oleh Farida, Shane pun memilih diam.
“bagaimana bisa kau mengucapkan kata-kata seperti itu, biarpun kalian seumuran, setidaknya Maya adalah adikmu, kau tidak boleh seperti itu padanya” Farida merasa sedikit kecewa terhadap cucu dari almarhumah putri bungsunya tersebut,
“tapi nek... Shane mengatakan itu karena..”
Farida memotong cepat,
“nenek tidak mau mendengar alasan apa-apa lagi, kau dan juga Hendra adalah cucu nenek, biarpun Maya tidak ada hubungan darah dengan kalian, Maya juga sudah nenek anggap sebagai cucu nenek sendiri, nenek tidak mau cucu-cucu nenek ada yang bertengkar dan berkata-kata tidak sopan” ujar Farida tegas,
“ayo... sekarang Shane minta maaf pada Maya”
Dada Shane bergerak naik turun menahan rasa kesal, ia enggan meminta maaf pada Maya, karena ia merasa dirinya sama sekali tidak bersalah. Hendra beberapa kali menyenggol lengan Shane, mengisyaratkan pada adik sepupunya itu untuk mendengar kata-kata neneknya. Mata Shane tidak henti-hentinya menatap tajam terhadap Maya,
“Shane, apa kau tidak mau menurut dengan ucapan nenek?”
Shane masih terdiam, wajahnya memerah,
“Baiklah kalau begitu, kalau Shane tidak mau menuruti perkataan nenek, nenek juga tidak mau peduli lagi dengan Shane” ujar Farida yang berpura-pura akan bangkit berdiri dari duduknya.
Melihat itu, Shane segera mengulurkan tangan kirinya pada Maya, wajahnya sama sekali ia tak mau tolehkan untuk melihati gadis tersebut. Dengan sesenggukan yang sengaja di buat-buat, Maya membalas uluran tangan Shane.
Tak berlama-lama, ketika Maya telah menyentuh kulit telapak tangan pemuda itu, Shane segera menghentaknya, ia pun bangkit berdiri dan segera beranjak keluar dari dalam ruang baca,
“Shane... Shane...”panggil Farida setengah berteriak,
Dengan gesit Hendra bangkit dari duduknya,
“biar Hendra saja nek yang menyusul Shane”
“ya ya..sana... cepat Hendra susul Shane ya...”
“ya nek”
Hendra pun segera berlari keluar meninggalkan ruang baca dan menyusul Shane. Di luar sana, Shane berjalan dengan langkah yang sangat cepat, nafasnya tampak tidak beraturan, dadanya tak henti-hentinya bergerak naik turun menahan rasa emosi dan kekesalan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dari arah belakang, Hendra berlari-lari mengejarnya dan memanggil-manggil namanya, tapi Shane sama sekali tidak mengindahkan panggilan dari Hendra. Masuk ke dalam paviliun, Shane tak langsung masuk ke dalam kamar, ia beranjak menuju taman di belakang paviliun, di sana, ia meluapkan emosinya dengan menghancurkan satu per satu pot bunga yang di tanamnya dengan menggunakan gagang sapu.
Bi Inah dan juga pak Adi yang mendengar erangan kesal dari mulut Shane dan juga suara benda-benda pecah yang membentur lantai, segera berlari keluar. Di lihatnya majikan kecil mereka sedang naik pitam, pak Adi dan juga Bi Inah ketakutan setengah mati, kedua manusia paruh baya itu tidak ada yang berani mendekati untuk menghentikannya.
Bukan hanya menghancurkan pot tanaman kesayangannya, Shane juga merusak bunga-bunga yang selama ini di tanam oleh dirinya sendiri dengan ketelatenan.
Dari arah belakang, Hendra segera merangkul Shane yang masih merasa emosi. Hendra sampai kewalahan sendiri menghadapi amarah adik sepupunya yang tak pernah ia duga-duga itu. Pada saat Hendra merangkul dari arah belakang dan bermaksud untuk menenangkan Shane, tanpa sengaja tangan Shane tergores cukup dalam oleh specahan pot berbahan kearamik, darah segar dengan cepat meleleh di tangan pemuda kecil tersebut.
Saat itulah Shane merasakan sakit dan juga perih yang menyelubunginya, ia menghentikan perbuatannya itu dan perlahan-lahan merubuhkan diri di atas lantai. Hendra tampak panik, ia segera meminta bi Inah untuk mengambil kotak obat guna membalut luka di tangan Shane.
Bi Inah kembali ke teras belakang paviliun dengan tergopoh-gopoh sembari membawa kotak obat dan di berikan kepada Hendra, wajahnya telah bersimbah air mata, mengingat selama ini, almarhumah dan juga almarhum majikannya tidak pernah membiarkan putra mereka untuk terluka sedikitpun, dan sekarang, karena hal yang tidak di ketahui oleh Bi Inah sendiri, majikan kecilnya melukai dirinya sendiri.
Bi Inah panik sekaligus tersedu-sedu di samping Hendra dan juga Shane. Hendra tampak panik ketika darah dari tangan Shane terus menerus keluar tiada henti, di tengah kepanikannya, ia berusaha untuk fokus, di bersihkannya luka Shane terlebih dahulu, kemudian di bubuhi obat merah dan di balut dengan perban.
“apa yang kau lakukan, mengapa kau berbuat seperti ini” ujar Hendra panik,
Shane terdiam, ia terduduk lemas di lantai teras belakang, matanya menatapi setiap pot bunga yang sudah di hancurkannya dan juga beberapa tanaman kesayangannya yang telah rusak dan hancur berantakan,
“kalau kau kesal, kau juga tidak boleh melukai dirimu sendiri” sambung Hendra masih dengan nada kepanikan yang amat tinggi,
Shane masih saja terdiam, ia kemudian berdiri, berjalan terhuyung-huyung memasuki ruang dalam paviliun dan beranjak ke dalam kamar,
“bi.. tolong bereskan semua ini ya, aku menyusul Shane”
“iya den, den... tolong jaga aden bibi ya, bibi tidak mau aden bibi ada apa-apa” ujar bi Inah sembari di iringi suara isakan,
“iya bi, bibi tenang ya, Shane tidak akan ada apa-apa jika ada aku, tenang ya Bi”
“iya den iya”
Hendra pun meninggalkan kedua orang itu dan segera masuk kedalam kamar untuk menyusul Shane. Di saat dirinya berada di dalam kamar, dilihatnya Shane duduk di sisi jendela dengan pandangan yang di arahkan keluar jendela, Hendra menghela nafas panjang, kemudian berjalan mendekati adik sepupunya itu.
Tepat berada di depan Shane, Hendra meraih tubuh Shane untuk di dekapnya, dan pada saat itulah Shane memeluk erat tubuh Hendra dan menangis sekencang-kencangnya, membuat hati Hendra ikut merasa pilu. Berulang kali Hendra mengelus-elus Shane untuk menenangkan adiknya itu, tapi tangis Shane semakin terpecah, Hendra pun angkat tangan, tidak ada ide lain selain membiarkan Shane menangis sepuasnya, bertanya tentang apa yang terjadi pun tidak ada gunanya, karena di saat-saat seperti itu Shane pastinya pun tidak akan memberikan jawaban.
***
Mendengar tangan Shane terluka karena tertusuk pecahan pot, Farida pun segera mengunjungi paviliun. Ia segera beranjak menuju teras belakang, dan ketika dirinya berdiri di teras belakang, di lihatnya Bi Inah dan juga pak Adi sedang membereskan tanaman-tanaman dan pot yang hancur berantakan yang di sebabkan oleh Shane. Emosi Farida memuncak, ia pun masuk ke dalam paviliun dan mendatangi kamar Shane, sesampainya di ambang pintu kamar, di lihatnya Hendra sedang memeluk dan membujuk Shane yang masih menangis,
“Hendra...biarkan Shane, tidak usah membujuknya lagi” ujar
Farida yang melangkah masuk ke dalam kamar, Hendra masih saja memeluki tubuh adiknya itu,
“tapi nek...”
“apa Hendra tidak mau menuruti kata-kata nenek” Farida mempertegas ucapannya, Hendra bingung, di satu sisi, ia ingin menuruti kata-kata Farida, tapi di satu sisi, ia juga tak dapat melepaskan pelukannya terhadap Shane,
“kau seperti itu, malah akan semakin memanjakannya” sambung Farida, tangisan Shane perlahan-lahan terhenti, di gantikan isakan-isakan kecil yang masih terdengar,
Farida berjalan perlahan-lahan ke arah Shane,
“apakah Shane keberatan jika nenek meminta Shane untuk meminta maaf kepada Maya, atas apa yang Shane ucapkan pada Maya? Dan dari itu Shane menghancurkan semua tanaman yang berada di teras belakang?? Apa Shane kesal kepada nenek?”
Shane terdiam, ia masih saja memeluki tubuh Hendra sebagai perlindungan,
“mengapa Shane tidak menjawab?” tanya Farida,
Shane masih saja terdiam,
“putriku sudah benar-benar memanjakanmu sehingga kau seperti ini jadinya”
“nek, sudahlah, tidak usah membawa-bawa tante Lily, itu akan membuat Shane semakin bersedih”
“pembelaanmu membuat adikmu ini semakin manja nantinya, nenek menyuruhnya meminta maaf karena nenek mau mengajarkan pada adikmu bagaimana menjaga sikap sopan santun”
Hendra terdiam. Emosi Farida seketika menghilang ketika melihati telapak tangan Shane yang hampir keseluruhan terbalut oleh perban, ia pun mengisyratkan pada cucu tertuanya itu untuk melepaskan pelukannya terhadap Shane, kemudian ia menggantikan posisi tempat Hendra berdiri. Dengan perlahan-lahan, Farida berusaha untuk berjongkok,
“nenek sedang apa” tanya Shane dengan isakan yang masih terdengar,
Farida meraih tangan Shane yang terbalut oleh perban, di pegangnya secara mendalam tangan itu. Ia ikut merasakan sakit dari tangan Shane yang terbalutkan oleh perban,
“jika Shane merasa kesal karena nenek meminta Shane untuk meminta maaf, nenek memaklumi, karena nenek tahu, Shane bukan seperti yang di ucapkan oleh Maya” ujar Farida lirih,
“tapi jika Shane melukai tangan Shane karena kesal terhadap nenek, nenek benar-benar tidak dapat memaafkan diri nenek sendiri, karena nenek sudah berjanji akan pada ibumu untuk menjagamu dengan baik” lanjut Farida,
Shane terdiam di selingi isakan tangis,
“nenek meminta Shane untuk meminta maaf pada Maya, karena tujuan nenek adalah, supaya Maya tidak berkata yang bukan-bukan terhadap ibunya nanti jika ia kembali ke rumahnya, dan jika ia berkata yang bukan-bukan kepada ibunya, apa yang akan ibunya pikir terhadap keluarga kita”
Shane masih saja terdiam, membiarkan wanita paruh baya itu mendekapkan tangannya di dekapannya,
“nenek tahu, Shane tidak salah, karena Dewi sebenarnya tahu apa yang sedang terjadi, dan Dewi sudah memberitahu nenek
sebelum nenek memanggil kalian berdua, dan tadi nenek sengaja mengisyaratkan pada Dewi untuk berkata seperti itu agar Maya merasa jika nenek membelanya, sesungguhnya nenek mengetahui apa yang sebenranya terjadi”
Shane tertegun,
“jika tadi Shane tidak langsung meninggalkan ruangan begitu saja, nenek bermaksud untuk meminta Maya kembali ke dalam kamar dan nenek mau menjelaskan pada Shane, tapi ternyata Shane sudah memendam kesal terhadap nenek”
Shane masih saja tertegun mendengar pernyataan Farida,
“maafkan nenek ya Shane, nenek tidak bermaksud untuk membuatmu jelek di mata Maya”
“sudahlah nek, ayo bangun” ujar Hendra sembari membantu Farida untuk berdiri,
“sekarang, nenek sudah menjelaskan semuanya kepada Shane, apa Shane masih merasa kesal terhadap nenek?” tanya Farida pada Shane,
Shane terdiam, ia tidak tahu harus berbuat apa, sedikit rasa penyesalan menyambangi hatinya, tanpa basa-basi lebih lanjut, Shane segera meraih tubuh wanita paruh baya itu untuk di peluknya. Farida yang mendapat perlakuan seperti itu dari cucunya, ikut membalas memeluk tubuh Shane.
***
Beberapa hari berlalu.
Setelah kejadian di mana Shane merusak semua tanaman yang di tanam nya, semuanya kembali pada kondisi normal. Ferdy yang bertemu dengan Shane di dalam kantin universitas, tampak sibuk melayangkan berbagai macam pertanyaan mengenai tangan Shane yang terbalut oleh peban.
“tidak apa-apa, aku hanya terluka sedikit saja”
“tidak mungkin, jika memang hanya terluka kecil, tanganmu tak mungkin di perban hingga seperti ini”
Shane terdiam,
“ayo katakan, apa yang sebenarnya terjadi? Apa Hendra dia menyakitimu?” tebak Ferdy seadanya,
“bukan, bukan karena dia”
“lantas, karena siapa?”
Shane menghela nafas,
“karena kesal, aku menghancurkan semua pot tanaman di teras belakang rumah, tanpa sengaja pecahan pot yang terbuat dari bahan keramik, menusuk telapak tanganku”
Ferdy miris,
“mengapa kau seperti itu? Mengapa kau menghancurkan semua pot tanamanmu dan akhirnya kau yang terluka sendiri?”
“sudahlah, tidak ada apa-apa.. sekarang sudah agak baikan”
Ferdy melengos,
“jangan memperlihatkan ekspresi burukmu di hadapanku”sambung Shane
Ferdy terus menerus menatapi tangan Shane yang terbalut perban dan wajah Shane secara bergantian, ia merasa kasihan pada Shane dan setelahnya, ia berpamit diri terlebih dahulu dari Shane. Tidak merasakan ada apapun yang mengganjal dan aneh dari sifat Ferdy, Shane pun membiarkan pemuda itu berlalu.
Ferdy mengitari seluuruh universitas guna mencari Hendra, tapi orang yang di cari tak kunjung di temukan. Tak kunjung menyerah, Ferdy meneruskan pencariannya. Sampai pada akhirnya Ferdy melihat Hendra bersama dengan beberapa teman-temannya sedang berada di dalam taman universitas, Ferdy mendatangi kumpulan itu.
“kak... boleh aku bicara dengan kakak” panggil Ferdy pada Hendra,
Beberapa teman berkumpul dan juga Hendra pribadi, menoleh ke arah datangnya suara. Hendra pun bangkit berdiri,
“ada apa?”
“aku ingin berbicara dengan kakak”
“bicaralah”
“empat mata”
Hendra melengos, kemudian beranjak menjauh dari kumpulan teman-temannya. Sampai di tempat yang mereka berdua merasa cukup jauh, Hendra pun bertanya pada Ferdy,
“sekarang kita sudah saling bertatap muka, ada apa? apa yang kau ingin bicarakan padaku?”
“apa yang kakak lakukan terhadap Shane?”
Hendra mengerutkan alisnya,
“apa maksud dari ucapanmu?”
“apa maksud dari ucapanku, mungkin kakak lebih paham”
“jangan memperbanyak omong kosong denganku” ujar Hendra tegas,
“apa yang kakak lakukan terhadap Shane, sehingga tangannya terluka dan terbalut perban”
Hendra tertawa sinis,
“bocah ingusan, apa urusannya denganmu? Memangnya Shane itu siapamu?”
Ferdy terdiam, keduanya tangannya di genggamnya erat-erat,
“aku peringatkan, jangan sekali-sekali kakak menyakiti Shane atau aku tidak akan segan terhadapmu”
“kau mengancamku?”
“tidak, hanya memperingatkan saja”
“atas dasar apa? mau sok pahlawan?”
Ferdy terdiam,
“ku beritahu, Shane terluka karena pecahan pot keramik, dan bukan aku yang melakukannya, perban itu aku yang balutkan, mengerti? Paham? Jadi, kau tidak usah bertingkah seperti seorang pahlawan kesiangan di hadapanku atas Shane, karena aku jauh lebih banyak memiliki waktu kebersamaan dengan Shane di banding dirimu”
“kalau kakak memang banyak memiliki waktu bersama-sama dengan Shane, mengapa membiarkan Shane terluka?”
“kau bodoh? Apa idiot, sudah ku bilang bukan, Shane terluka karena pecahan pot, dan aku sudah mencoba untuk menenangkannya”
“untuk masalah perban, aku tak mempersoalkannya, tapi kakak selalu menyakiti perasaan Shane, dan kakak tidak dapat bertindak tegas, antara Maya dan juga Shane”
Ucapan Ferdy membuat Hendra terdiam seribu bahasa,
“lebih baik kau diam, dan tak usah mengguruiku mengenai hal ini, apa yang ku rasakan terhadap Shane, hanya aku yang tahu, tak perlu kau mengajariku”
Ferdy mengepal erat kedua telapak tangannya, wajahnya nampak bengis terhadap Hendra, ia memajukan dirinya beberapa langkah ke depan untuk mendekati Hendra,
“aku peringatkan padamu, jangan pernah kau sakiti Shane jika kau bilang waktu kebersamaanmu lebih banyak dengannya di banding aku, jika terjadi apa-apa dengan Shane, maka jangan salahkan aku jika aku akan berbuat tidak segan terhadapmu”
Hendra mengerutkan alisnya,
“jika kau memang benar-benar serius terhadap Shane, jagalah Shane dengan baik, dan jangan berurusan dengan Maya, kalau kau merasa cemburu dan sakit hati jika Shane sedang bersamaku, maka Shane merasakan hal yang sama jika kau bersama-sama dengan Maya”
Selesai berucap, Ferdy pun meninggalkan Hendra yang masih berdiri terpaku mencerna setiap ucapannya sembari melihati bayangan dirinya yang lambat laun menghilang dari balik pandangannya. Hendra merasa jika Ferdy benar-benar memiliki perasaan terhadap Shane, hingga ia berani berkata seperti itu terhadapnya, dan kalimat ucapan Ferdy yang terakhir, seolah membuka mata hati Hendra atas perasaan Shane selama ini terhadapnya.
***